Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KAJIAN TENTANG ETIKA BISNIS ISLAM

DAN BARAT (KONVENSIONAL)


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis Islam
Dosen pembimbing: Drs. H. Kasmiri, MM

Di Susun Oleh:
- Abdul Latif – Nia Alviani
- Sindya Sri Agustina – M. Affang Faza – Dera Dwi Januar Ghani

FAKULTAS EKONOMI DAN


BISNIS ISLAM (FEBI)
UNIVERSITAS SURYAKANCANA (2023)
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kajian Tentang Ahlak Yang Baik
Dalam Bisnis Islam” makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas kelompok
matakuliah Pengantar Bisnis.

Kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya tepat pada
waktunya. Ucapan terimakasih ini kami berikan kepada :

1. Drs. H. Kasmiri, MM. selaku dosen pengampu,


2. Teman – teman yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
3. Para penulis buku dan pemilik situs web yang telah berbagi ilmu dan
wawasannya kepada kami.

Kami selaku penyusun makalah ini sepenuhnya menyadari bahwa makalah ini
belum sempurna, sehingga kami berharap uluran tangan dari para pembaca untuk
memberi kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini sesuai
dengan harapan anda.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
selaku penyusun maupun para pembaca sekalian.

Cianjur, 25 November 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................3

C. Tujuan......................................................................................................4

POSISI KASUS...................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................7

A. Etika Bisnis dari Perspektif Ajaran Islam..............................................9

B. Etika Bisnis dari Perspektif Ajaran Non Islam Atau Barat...................9

BAB III PENUTU...............................................................................................23

A. Kesimpulan.............................................................................................23

B. Sara n...................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................24

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasan pada bab ini akan dibicarakan dari dua perspektif, yaitu Perspektif Ajaran
Islam dan Perspektif Ajaran Barat (non Islam). Kedua perspektif tersebut akan menyoroti
dari 3 (tiga) sistem pendekatan, yaitu :

(1) Sistem Etika Teleologi, sesuai dengan arti kata dasarnya, teori ideological (telos =

tujuan) mendasarkan pengambilan keputusan moral dengan pengukuran hasil atau


konsekuensi suatu perbuatan. Teori teleology ini akan dibahas diantaranya teori yang
dikembangkan oleh Jeremy Bentham (w. 1832) dan John Stuart Mill (w. 1873)
bahwa Etika Teleologi mendasarkan pada konsep utility (manfaat) yang dikemudian
disebut Utilitarianism, dan teori Keadilan Distribusi (Distributive Justice) atau
keadilan yang berdasarkan pada konsep Fairness yang dikembangkan John Rawis,
seorang filsuf kontemporer dari Harvard University.

(2) Sistem Etika Deontologi, teori deontological (deon = tugas, kewajiban) menentukan

etika dari suatu perbuatan berdasarkan aturan atau prinsip yang mengatur proses
pengambilan keputusannya. Bahasan mengenai teori Deontologi diantaranya teori-
teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant (w. 1804) seorang filsuf Jerman,
perspektif agama (hukum abadi), teori Virtue (keutamaan).

(3) Teori Hybrid (turunan) merupakan kombinasi atau sesuatu yang berlainan dari teori

teleology dan deontology. Bahasan akan difokuskan antara lain dari teori Kebebasan
Individu (Personal Libertarianism) yang dikembangkan oleh Robbert Nozick, Etika
Egoisme (Ethical Egoism), dan Etika Egoisme Baru (Enlightened Ethical Egoism)
aset/interest, teori relativisme, teori hak, teori eksistensi.

B. Rumusan masalah

1. Apa Itu Etika Bisnis Dari Perspektif Ajaran Islam?


2. Apa Itu Etika Bisnis Dari Perspektif Ajaran Non Islam Atau Barat?

C. Tujuan

1. Mengetahui Apa Itu Etika Bisnis dari Perspektif Ajaran Islam


2. Mengetahui Apa Itu Etika Bisnis dari Perspektif Ajaran Non Islam Atau Barat

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perspektif dari Ajaran Islam

Etika bisnis merupakan seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam
dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas, ada beberapa hal yang dapat
dikemukakan sebagai tujuan umum dari studi etika bisnis, sebagai berikut :

(1) Menanamkan kesadaran akan adnya dimensi etis dalam bisnis.


(2) Memperkenalkan argumentasi-argumentasi moral dibidang ekonomi dan bisnis
serta cara penyusunannya.
(3) Membantu untuk menentukan sikap moral yang tepat dalam menjalankan profesi.

Dengan demikian, maka ketiga tjuan tersebut dari studi etika bisnis diharapkan
dapat membekali para stakeholders parameter yang berkenaan dengan hak,
keawjiban, dan keadilan sehingga dapat bekerja secara professional demi
mencapai produktivitas dan efisiensi kerja yang optimal.

Standart perilaku dan karakter dari suatu masyarakat tergantung dari banyak sumber,
antara lain : ajaran agama, kebiasaan/adat, model pautan, keluarga dan teman,
bacaan, dan yang terakhir adalah dari kuputusan penilaian seseorang dalam menilai
perilaku orang lain termasuk dalam menilai dirinya di masal lalu, saat ini, dan di masa
datang.
Filsafat moral merupakan cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku
manusia. Refleksi pemikiran moral di mana nilai-nilai dan norma-norma yang
dipraktikkan dan atau tidak dipraktikkan walaupun seharusnya dipraktikkan menjadi
objek pengkajian. Salah satu objek pengkajiannya adalah aspek moral dalam sistem
ekonomi, dalam organisasi, dan pelaku individu yang terlibat.

Teori etika berkontribusi sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan bisnis


ketika pelaku dihadapkan dengan situasi yang memiliki dimensi moral.
Kemampuan atau kompetensi yang dibangun oleh etika bisnia antara lain adalah
kemampuan analytical, yaitu kemampuan memahami posisi dan hubungan prinsip-
prinsip moral dengan perbuatan (actions), kemampuan positive (predictive), yaitu
kemampuan memahami dan mengantisipasi reaksi-reaksi pihak lain atas perilaku kita,
serta kemampuan normative (prescriptive), yaitu kemampuan memberikan pedoman
untuk keputusan, kebijakan bisnis serta memahami, dam memiliki prinsip-prinsip
moral dalam setiap pengambilan keputusan sabagai manajer atau pebisnis.

4
Etika Bisnis merupakan hal yang vital dalam perjalanan sebua aktivitas bisnis
profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa Etika Bisnis
mempunyai fungsi subtansial membekali para pelaku bisnis beberapa hal sebagai berikut
ini :
(1) Membangun kode etik Islami yang mengatur, mengembangkan, dan menancapkan
metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi
symbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari risiko.
(2) Kode etik Islam dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggung jawab
pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas
bisnis,masyarakat, dan di atas segalanya adalah tanggung jawab dihadapan Allah.
(3) Kode etik dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan
persoalan yang muncul, dari pada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
(4) Kode etik dapat member kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang
terjadi antara sesama pelaku bisnis, antara pelaku bisnis dan masyarakat tempat
mereka bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun persudaraan (fraternity) dan
kerja sama (coorporation) antara mereka semua.
(5) Kode etik dapat membantu mengembangkan kurikulum pendidikan, pelatihan, dan
seminar yang diperuntukkan bagi pelaku bisnis yang menggabungkan nilai-nilai,
moral, dan perilaku baik dengan prinsip-prinsip bisnis kontemporer.
(6) Kode etik ini dapat merepresentasikan bentuk aturan islam yang konkret dan
bersifat kulturan sehingga dapat mendeskripsikan comprehensiveness
(universalitas) dan orisinalitas ajaran Islam yang dapat diterapkan disetiap zaman
dan tempat, tanpa harus bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.

Sistem etika islam secara umum memiliki perbedaan mendasar disbanding sistem

etika Barat. Pemaparan pemikiran yang melahirkan sistem etika di Barat cenderung
memperlihatkan perjalanan yang dinamis dengan cirinya yang berubah-ubah dan
bersifat
sementara sesuai dinamika peradaban yang dominan. Lahirnya pemikiran etika biasanya
didasarkan pada pengalaman dan nilai-nilai yang diyakini para pencetusnya. Pengaruh
ajaran agama kepada model etika di Barat justru menciptakan elektronik baru dimana
cenderung merenggut manusia dan keterlibatan duniawi dibandingkan sudut lain yang
sangat mengemukakan rasionalisme dan keduniawian. Sedangkan dalam islam
mengajarkan kesatuan hubungan antar manusia dengan penciptanya. Kehidupan totalitas
duniawi dan ukhrawi dengan berdasarkan sumber utama yang jelas yaitu Al-Qur’an dan
hadits.

5
Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis (al hikmah al
amaliyah) bersama politik dan ekonomi. Berbicara tentang bagaimana seharusnya
Etika vs Moral. Moral = nilai baik dan buruk dari setiap perbuat manusia (praktiknya
akhlak), Etika = ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk (ilmunya Urn al-
akhlaq). Dalam disiplin filsafat, etika sering disamakan dengan Filsafat Moral.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari budaya dan
peradaban, contoh : kasus pembunuhan Utsman kasus politik (timbulkan perdebatan
tentang dosa besar). Ajaran Al-Qur’an penuh dengan kaitan antara keimanan dan
moralitas. Islam mengembangkan ilmu-ilmu astronomi, kimia, dan matematika. Ilmu
yang lebih dekat adalah pembahasan etika.

a. Dasar Falsafah Etika dalam Islam


Etika bersama agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengatur
kehidupan dan perilakunya. Islam meletakkan “Teks Suci” sebagai dasar kebenaran,
sedangkan Filsafat Barat meletakkan “Akal” sebagai dasar.
Teori etika islam pasti bersumber dari prinsip keagamaan. Teori etika yang bersumber
keagamaan tidak akan kehilangan subtansi teorinya, karena teori etika Imanuel Kant
dibangun berdasarkan metafisika dan banyak orientasi etika klasik dan modern
bercorak keagamaan tanpa kehilangan warna teorinya. Keimanan menentukan perbuatan
keyakinan menentukan perilaku. Perspektif metafisika intinya tidak berbeda dengan
perspektif agama. Subtansi utama penyelidikan tentang etika dalam islam antara lain :
(1) Hakikat benar (birr) dan salah; (2) Masalah Free Will dan hubungannya dengan
kemahakuasaan Tuhan tanggung jawab manusia; dan (3) Keadilan Tuhan dan realitas
keadilan-Nya di hari kemudian.
Berbagai teori etika Barat dapat dilihat dari sudut islam sebagai berikut : (1) Teleology
Utilitarian dalam islam : “hak individu dan kelompok penting” dan “tanggung
jawab adalah perseorangan”. (1) Distribusi Justice dalam islam : islam mengajarkan
keadilan. Hak orang miskin berada dalam harta orang kaya. Islam mengakui kerja dan
perbedaan kepemilikan/kekayaan.Keharusan sama rata pada kesempatan dan keadilan
sosial. Bukan asal sama rata (blind justice). (1) Deontology dalam islam : niat baik
tidak dapat mengubah yang “haram” jadi “halal”. Walaupun tujuan, niat dan hasilnya
baik, namun bila caranya tidak baik tetap tidak baik.

Eternal Law dalam islam : Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari/membaca

wahyu-Nya dan ciptaan-Nya. Keduanya harus dilakukan dengan seimbang, islam

6
mewajibkan manusia aktif dalam kegiatan duniawi (muamalah) sebagai proses
Tazkiyah (growth and purification).
(1) Relativisme dalam sudut pandang islam : perbuatan manusia dan nilainya harus sesuai

dengan tuntutan Al-Qur’an dan Hadits. Prinsip konsultasi (shura) dengan pihak lain
sangat ditekankan dalam islam. Egoism tidak ada tempat dalam islam. Teori hak

menurut sudut pandang islam menganjurkan kebebasan memilih sesuai


kepercayaannya dan menganjurkan keseimbangan. Kebebasan tanpa tanggung jawab
dan accountability tidak dapat diterima. Tanggung jawab kepada Allah adalah
individual.
Etika islam memiliki aksioma (asumsi), yaitu : (1) persatuan (unity): konsep
tauhid, aspek sosekpol dan alam, semuanya milik Allah, dimensi vertikal, hindari
diskriminasi disegala aspek, hindari kegiatan yang tidak etis, (2) keseimbangan
(Equilibrium): konsep adil, dimensi horizontal, jujur dalam bertransaksi, tidak
merugikan dan tidak dirugikan; (3) kehendak bebas (Free Will); kebebasan
melakukan kontrak namun menolak laizezfire (invisible hand), karena nafsu
amarah cenderung mendorong pelanggaran sistem responsibility (tanggung jawab),
manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Bila orang lain melakukan hal
yang tidak etis tidak boleh ikut-ikutan; (4) manfaat/kebaikan hati (Benevolence):
ihsan atau perbuatan harus yang bermanfaat.
Dalam pengkajiannya, etika dalam islam dapat dikategorikan sesuai dengan
pendekatannya. Pendekatan-pendekatan etika dalam islam antara lain :
(1) Etika skriptual-moralitas berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits (teks sumber ajaran-
skriptual);
(2) Etika berdasarkan teologi (a) rasionalis (mutazilah), (b) semi rasionalis dan voluntaris

(Asyariah-Ortodoks: tunduk kepada kitab suci);


(3) Etika keagamaan (konsepsi Al-Qur’an tentang manusia dan kedudukan di alam

semesta sudah menerima pengaruh teologi dan filsafat Yunani);


(4) Etika berdasarkan filsafat (pengaruh Socrates, Plato, Aristoteles, India, Persia).

b. Etika Skriptual
Etika skriptual dapat diartikan sebagai sebuah etika yang berangkat dari
interpretasi yang melibatkan aktivitas intelektual yang serius dan sungguh-sungguh
terhadap nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah SAW sebagai utamah etika.
Menurut Majid Fakhry bahwa mazhab ini cenderung kurang menggunakan rasio
atau akal dalam aktivitas dialektikanya dengan nash-nash tersebut. Sikap in yang

7
dengan nash-nash tersebut. Sikap ini yang akhirnya memunculkan serangkaian
persepsi atau refleksi moral dan bukan teori etika dalam pengertian yang konkret.
Al-Qur’an dipandang mencakup tiga hal utama, yairu hakikat benar dan salah,
keadilan dan kekuasaan Tuhan, dan kebebasan dan tanggung jawab sumber :
(1) Al-Qur’an dan Topik Analisis. Teks dan interpretasinya, kebaikan (khayr) dan
kebenaran (birr), keadilan Tuhan (divine Justice), tanggung jawab manusia.

(2) Bkti-bukti dan Tradisi Hadis Nabi : kekuasaan Tuhan, kemampuan manusia,
kebaikan ada didalam hati, rukun iman, inti : keadilan dan tanggung jawab moral.
Karakteristiknya :

(1) Kurang menggunakan akal dan rasionalitas murni.

(2) Menghasilkan pandangan-pandangan dan refleksi moral (bukan teori


etika). (3) Inti: substraksi dan etos Al-Qur’an

Kegiatannya:

Menerangkan dan menginterventarisasi ayat-ayat Al-Qur’an tentang aspek -


aspek :

(a) benar-salah; (b) keadilan dan kekuasaan Tuhan; dan (c) kebebasan dan tanggung
jawab manusia.
Baik-buruk :
(1) Sesuai teks Al-Qur’an dan bukti hadits dengan anjuran berbuat baik dan hindari

keburukan;
(2) Dihubungkan dengan “balasannya”;
(3) Kebaikan sebagai “kecintaan kepada
Tuhan”. Keadilan Tuhan :
Tuhan adil, melarang perbuatan tidak adil, cinta kepada orang yang adil, tidak
memberi

“petunjuk kepada orang yang tidak adil“.


Tanggung jawab manusia :
(1) Atas “pertanyaan/pemeriksaan” Tuhan atas perbuatannya;
(2) Prakondisi : pengetahuan, kesadaran, dan kebebasan manusia;
(3) Konsep : ketaatan dan kewajiban untuk menjadi baik, manusia harus
menempatkan diri terhadap tuhannya dan perinta-perintah-Nya.

c. Teori Etika Teologis

Rasionalisasi etika, dasar-dasar deontology dari benar dan salah : (a)


kapasitas manusia dan tanggung jawabnya; (b) kebijaksanaan Tuhan dan keadilan.

8
Etika kebebasan (voluntarism), ketentuan Tuhan sebagai dasar benar dan salah; (a)
Capacity dan acquisition (kabs); (b) keadilan dan ketidakadilan yang diterapkan Tuhan.
Persoalan teologi, memunculkan berbagai aliran pemikiran dalam islam, antara lain :
(1) Mu’tazilah berhadapan Asy’ariyah, meliputi : (a) sumber pengetahuan= akal pikiran;
(2) Sumber hukum=akal, wahyu dan agama; syari’at baik/buruk = akal dan syari’at.
(3) Jabariah berhadapan Qadariah. Persoalan baik dan buruk (akal = Syari’at),

mengetahui = baik, tidak mengetahui = buruk, akal manusia dapat mengetahuinya dengan
pasti. Dasar penentuan rasional = dengan melihat faktor maslahat dan mafsadat. Baik =
objek pujian dan pahala; buruk = objek celaan dan dosa-hukuman.

d. Rasionalisme (Mu’tazilah) Benar/salah.


Terbatas pada hukum-hukum etika yang berkaitan dengan pujian/cercaan,
pahala/siksa. Manusia diberi akal jadi harus berfikir, untuk menentukan (memilih)
perbuatan. Perbuatan dan tanggung jawab bergantung pada pengetahuan (akal
pikiran). Akal menopang kehidupan etika secara keseluruhan. Benar/salah diketahui
lewat pengetahuan/akal (terlepas dan sebelum datingnya wahyu). Meletakkan syariat di
bawah akal. Wahyu tidak menetapkan nilai tertentu pada perbuatan, wahyu hanya
mengabarkan adanya nilai tersebut, akal-lah yang membuktikan baik-buruknya suatu
perbuatan. Wahyu/agama dating untuk pengujian dan pembuktian.

Fungsi wahyu : menggambarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan akal, arbitrasi


terhadap konflik antara wahyu dan lainnya, menekankan pada perbuatan-perbuatan
khusus.
Tanggung jawab manusia terhadap kewajiban-kewajiban yang :

(1) Memiliki kebaikan intrinsik (kepada sesame manusia, kepada Tuhan, kepada diri
sendiri);
(2) Berasal dari Tuhan;

(3) Berasal dari dalam manusia sendiri;

Tidak semua perbuatan adalah perbuatan, moral (Abdul Jabar mengklasifikasi


perbuatan : mubah, sunnah, wajib-sempit, dan luas).
hanya untuk manusia yang sadar (alim) dan mampu (qadir):
(1) Perbuatan,
(2) Turunan : sebab dari diri sendiri, harus bertanggung jawab;

(3) Primer (dalam hati/niat) dan sekunder (dilakukan)

9
(4) Berkehendak (hubungan dengan yang diniatkan): (a) kehendak : menentukan
terjadinya perbuatan, (b) untuk objek yang berlawanan, konstan (tidak tambah/turun),
dalam kekuasaan manusia, (c) keinginan : lampau, tidak hasilkan objek, tidak punya
lawan, (d) kemauan : kesenangan.
Keadilan Tuhan : adanya penderitaan/ketidakadilan = buruk apabila :

(1) Todak diimbangi kemajuan yang lebih besar.


(2) Tidak diimbangi dengan penolakan terhadap penderitaan yang lebih besar.

(3) Tidak dibalas dengan kebajikan.

(4) Bukan objek kepercayaan.


(5) Jenis penderitaan.
(6) Baik/terpuji : berupa cabaan iman sehingga ada hasilnya masih adil.
(7) Buru : bila tak ada hasil, berupa kerusakan = tidak adil.
(8) Jenis kesenangan.
(9) Langsung puas.

(10) Tidak langsung menderita dahulu sebelum puas.

e. Semi Rasionalis-Asyariah
(1) Dasar penentuan benar/salah : (a) benar = apa yang dikehendaki dan diperintah Allah,

salah = apa yang dilarang Allah; (b) perbuatan (benar/salah) itu ciptaan Tuhan dan
manusia; (c) wahyu menentukan segala hal yang menjadi kewajiban secara moral dan
agama; (d) peran wahyu (agama): mengkonfirmasi apa yang telah ditemukan oleh
akal. Namun karena akal manusia terbatas/tidah sempurna, maka perlu aturan-aturan
agama sebagai pembimbingnya.

(2) Tanggung jawab manusia : (a) sebatas/sesuai dengan perbuatan yang berasal dari
kekuasaan yang diciptakan saja. Kekuasaan kreatif dan abadi ada di Tuhan; (b) atas
perbuatan yang wajib, dilarang, dianjurkan, makruh, dan dibolehkan (mubah). Semua
berasal dar wahyu.
(3) Keadilan Tuhan apa pun yang dilakukan/dikehendaki Tuhan itu adil.

f. Etika Filsafat

Latar belakang pendapat mayoritas ahli-ahli islam tidak ada mazhab etika dalam
pemikiran islam (karena umat islam memiliki sumber yang cukup dar Al-Qur’an dan Hadits).

Baru ada pembahasan setelah bersinggungan dengan kebudayaan Yunani yang utamanya

10
berbicara tentang : (a) konsep kebahagiaan; (b) kekekalan jiwa, (c) teori eksistensi dan
emanasi.
Prinsip utama :
(1) Berpihak pada teori etika yang bersifat universal dan fitri. Semua manusia pada

hakikatnya memiliki pengetahuan fitri tentang baik dan buruk (pertemuan filsafat
islam dengan filsafat Yunani).

(2) Moralitas dalam islam didasarkan keadilan menempatkan segala sesuatu pada

porsinya, sesuai dengan teori moderasi (had al-wasath) Aristoteles, Al-Qur’an kaum
muslim sebagai umat jalan tengah, hadits urusan yang terbaik adalah pertengahannya.
(3) Tindakan etis akan menghasilkan kebahagiaan termasuk kebahagiaan di dunia dan

fisik (Ibnu Miskawaih).


(4) Tindakan etis bersifat rasional (tidak sejalan dengan Kantianism)..

Filsuf dan teolog Mutazillah, percaya baha mmanusia-manusia ang qualified mampu
memperoleh pengetahuan tentang etika dari pemikiran rasional mereka.

Filsafat Etika Kant : Immanuel Kant landasan bagi etika dan moralitas ; adanya Tuhan,
kebebasan berkehendak dan kekekalan jiwa (ini semua isu-isu agama); pada level teoritis
metafisika tidak berbeda dengan agama.
Menolak bahwa etika harus berbasis pengalaman; standart etika bukan berasal dari
contoh-contoh nyata, namun contoh (keteladanan) lah yang harus diuji oleh standart etika.
Hukum etika (norma) memiliki keharussan absolute dan universal yang tidak dapat
diruak oleh realitas parsial. Sifat keharusan bukan karena berkaitan dengan karakter manusia
saja, namun juga karena etika adalah keharusan bagi orang yang berakal (mirip dengan
muktazilah).

Menjauhkan kajian kebahagiaan dan wilayah etika. Kebahagiaan adalah sesuatu yang
diterima leat realita, diuji leat pengalaman parsial. Manusia terkait pada realita sehingga
kebahagiaan bersifat relatife (berbeda dengan sifat utama etika).
Tokoh-tokohnya adalah :
a) Al Farabi : sangat terpengaruh Aristotelis, memasukkan etika sebagai salah satu
cabang dalam ilmu sosial.
b) Al Tahanaivi : tentang teori praktik dalam etika. Etika secara teori adalah ilmu
tentang kemaslahatan individu atau pengaturan rumah tangga dan masyarakat (seperti
Aristoteles), dan secara praktis adalah etika tasawufyi. Bagian dari upaya mengetahui

keberadaan jiwa (seperti ilmu kalam tentang keyakinan jiwa). Tidak ada hubungan
etika secara teori dan praktik.

11
c) Miskawaih : tidak lebih dari teori etika plato, Aristoteles, dan Galen.
d) Kesimpulan Filsafat-Rasionalis : pemikiran (teori) mendahului perbuatan;
keeakinan mendahului perilaku; setiap perbuatan adalah netral nilai. Nilai suatu
perbuatan bersifat relative terhadap konteks dan tujuannya. Penilaian dapat berbeda
tergantung penerapannya.

Metafisika adalah objek bagi penalaran akal; etika harus bersandar pada metafisika
secara logis; metafisika bukan postulat yang harus diterima begitu saja (sufi; metafisika
merupakan tema pembuktian sekaligus keimanan); metode harus berbasis penyatuan dan
perilaku dari keyakinan; pemikiran (teori) mendahului perbuatan; keakinan mendahului
perilaku; setiap perbuatan adalah netral nilai. Nilai suatu perbuatan bersifat relatife terhadap
konteks dan tujuannya. Penilaian dapat berbeda tergantung penerapannya.

g. Etika Keagamaan

ciri-cirinya antara lain :


(1) Berakar pada Al-Qur’an dan Hadits.

(2) Cenderung melepas kepelikan metodologi, langsung mengungkapkan moralitas islam

secara langsung.

(3) Kebaikan/perilaku yang baik mmenurut : al Dunya, Miskawaih, Hasan al-Basni,


Mawardi.
Kebaikan/perilaku yang baik , Al Dunya: ucapan yang benar, setia dan taat kepada
Allah, dermaan, membalas perbuatan baik, baik terhadap keluarga, baik terhadap tetangga,
menegakkan kebenaran, solider terhadap teman, ramah tamah, rendah hati.
Miskawaih : menyerang orang-orang yang asyik duniai, tamak, dan materealistis, jangan

salahkan orang lain, intropeksilah, ingat mati, jangan terlena duniai.


Hasan al-Basri : keserhanaan dan kesejahteraan sebagai dua kebaikan utama, sementara
penderitaan yang diberikan Allah sebagai ujian agar tidak terlena duniawi, metode; rasionalis
secara bertahap terhadap metode pemmbuktiann silogistik dengan prodses tradisional.
Mawardi : kedudukan akal.
Instingtif = tentang objek keajiban persepsi dan instuisi kebenaran utama perolehan =
tumbuh.
Cara melepas duniawi :
(1) Ganti pikiran dari cinta dunia ke cinta hari akhir.

(2) Paham bahwa pemuasan keinginan dan kehendak tidak akan pernah tercapai kecuali
dengan kedamaian pikiran.
12
(3) Arahkkan pikiran ke keatiann.

Aspek keadilan untuk persatuan politik


(1) Keadilan terhadap bawahan, penguasa, dan teman sederajat.

(2) Mennahan diri dari : pemaksaan/penguasaan, sikap sombong, perbuatan yang

menyakitkan hati, menghina.

Bersikap adil = moderat, seimbang, berani, tenang, bijaksana, setia, dan bebas.
(1) Perilaku individu: 1) rendah hati; 2) sikap baik; 3) sederhana; 4) control diri; 5)
amanah; 6) tidak iri; 7) jaga rahasia; 8) iffah; 9) sabar dan tabah; 10) member nasihat
yang baik; 11) jaga kepercayaan; dan 12) kepantasan kunci moral = kemuliaan
akhlak.
(2) Pemahaman tentang suasana (perbuatan) sehingga jiwa berada dalam kondisi terbaik
yang tidak mengungkapkan rasa dendam dengan sengaja dan tidak menjadi objek
yang pantas dihina. Dua disposisi akhlak : keluhuran budi, kehormatan diri.

h. Teori Keadilan Distribusi Islam


Para pengamat mengatakan bahwa, tujuan distribusi dalam islam adalah persamaan
dalam distribusi. Tapi apa yang dimaksud dengan persamaan tersebut masih abstrak. Karena
bagi sebagian mengatakan bahwa, yang dimaksud adil itu bila setiap orang dibayar sesuai
dengan kontribusi yang ia berikan. Sebagian lagi mengatakan bahwa, keadilan itu tergantung
pada kebutuhan seseorang.

Dalam pandangan Munawar Iqbal, baha yang dimaksud dengan distributive justice
dalam islam adalah distribusi yang menjamin tiga hal berikkut :
(1) Jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi semua.

(2) Objektivitas atau keadilan tetapi bukan persamaan dalam pendapatan individu.
(3) Pembatasan ketidakmerataan ekstrem dalam pendaptan dan kekayaan individu.
Dan ada lagi yang berpendapat bahwa keadilan itu berarti :
(1) Kepada masing-masing pembagian yang sama.
(2) Kepada masing-masing sesuai dengan kebutuhan.
(3) Kepada masing-masing sesuai dengan usahanya.
(4) Kepada masing-masing sesuai kontribusi sosialnya.
(5) Kepada masing-masing sesuai dengan keebihannya (meritokrasi).
Dalam persoalan kebutuhan dasar dalam pandangan isla adalah bagian terpenting dari

visi islam dan tujuan utama dari sistem hidup ang dibangun. Islam mengizinkan perbedaan
dalam pendapatan, karena dasar keadilan bagi semua adalah adana kebebasan dalam

13
melakukan pekerjaan dan ia akan mendapatkan income sesuai dengan pekerjaannya. Tetapi
hal itu tidak berarti bahwa islam menstimulasi agar terjadi disparitas atau perbedaan yang
sangat mencolok antara kaum yang punya penghasilan tinggi dan rendah. Islam mencegah hal
itu, karena persoalannya bukan karena agama ini hanya menengakkan keadilan semata, tetapi
juga mempromosikan kasih sayang resiprokal dan kebajikan antarsesama sehingga lahirlah

masyarakat adil dan makmur. Islam membangun kohesivitas sosial, kasih sayang, dan
persaudaraan. Hal ini diwujudkan dalam kewajiban zakat, infak, dan sedekah yang
merupakan bentuk riil dari kepedulian antarsesama yang dibangun guna mewujudkan
keharmonisan sosial.
Dari semua pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbuatan/keputusan etis
tergantung niatnya, yang dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. Berbunyi :
Bahwasannya semua amal itu tergantung niatnya, dan bahwasannya apa yang diperoleh oleh
seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang berhijrah karena
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu akan diterima oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan

barang siapa yang berhijrah karena mencari dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya,
maka hijrahnya yaitu hanya akan memperoleh apa yang diniatkannya.

B. Perspektif dari Ajaran Barat (Non Islam)

a. Teori Keadilan Distribusi


Inti dari teori ini bahwa “perbuatan disebutetis bila menjunjung keadilan distribusi
barang dan jasa” yang berdasarkan pada konsep “fairness”. Konsep yang dikemukakan oleh
John Rawls, filsuf kontemporer dari Harvard, memiliki nilai dasar keadilan (justice).

Di sini, suatu perbuatan adalah etika bilaberakibat pemerataan/kesamaan


kesejahteraan dan beban. Sehingga konsep ini berfokus kepada metode distribusinya.
Distribusi sesuai bagiannya, kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan sesuai merit
(jasa) nya, dengan ukuran hasil yang dapat meningkatkan kerja sama dalam/antara anggota
masyarakat.
Walaupun berfokus pada keadilan dan pemerataan, pendekatan ini pun memiliki
permasalahan dalam penerapannya. Mayoritas kita tidak mengetahui posisi terhadap hasil
keputusan. Menguntungkan atau malah merugikan. Diperlukan informasi atau pengetahuan
tentang peran dan posisinya dalam masyarakat (si kaya atau si miskin, berkuasa atau tidak

punya kuasa) dan akibat dari keputusan tersebut.

14
b. Teori Utilitarianism

Teori etika yanga paling mewakili pendekatan teleology disebut utilitarianism. Teori
ini mengarahkan kita dalam pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat
terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest number).
Artinya, bahwa hal yang benar didefinisi sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang

Semakin bermanfaat pada semakin benyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral
dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relative banyak digunakan. Utilitarianism
(dari kata utilities berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme
karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan.
Pendekatan ini dipandangliberal dan relative paling mudah digunakan dengan bentuk
bentuk dasar analisis biaya manfaat (Cost Benefit Analysis). Keputusan diambil pada manfaat
terbesar disbanding biayanya.
Bentham menciptakan prosedur mekanis untuk memeperkirakan status moral dari
suatu perbuatan, metodenya desebut felific carculus. Dan kemudian S. Mill melakukan revisi

dan mengembangkan lebih lanjut konsep ini sehingga menjadi bagian penting dalam konsep
liberal dalam tujuan kebijakan Negara.
Walaupun terlihat mudah diaplikasikan, namun terdapat kompleksitas dalam
penerapan teori pengambilan keputusan moral ini. Bagaimana kita membandingkan biaya dan
manfaat bagi manusia dan bukan manusia (alam, binatang, dan lain-lain)? Bagaimana
menghitung cost dan benefit untuk hal0hal yang non-materi (kesehatan dan lain-lain).
Terdapat kritik pedas tentang pendekatan pengambilan kepuasan moral ini karena dianggap
tidak melindungi hak minoritas. Siapa yang menentukan apa yang baik untuk sekelompok
orang? Bagaimana nasib kelompok minoritasnya ? hak dan keadilan individu dapat saja

terabaikan demi kelompok mayoritas, bagaimana suara minoritas dapat terdengar agar
perkembangan intelektual tetap berlanjut.

c. Konsep Deontologi
Deontology berasal dari kata Deon yangberarti tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu
dilakukan berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama sekali moralitas dari
konsekuensi perbuatannya. Jadi, keputusan menjadi baik karena memang sesuai dengan
“kewajiban”, dan dianggap buruk karena memang “dilarang”. Prinsip dasar konsep ini adalah
tugas (duty) individu untuk kesejahteraan sesama kemanusiaan. Typical penganut pendekatan

ini adalah orang-orang beragama (ikut ketentuan/kewajiban dalam agama) dan orang hukum.

15
Tokoh pengembang konsep ini adalah Immanuel Kant (w. 1804). Kant
mengembangkan konsep filosofi moralnya dalam tiga karyanya : Fundamental Principles of
the Metaphysic of Moral (1785), Practical Reason (1788), and Metaphysic of Morals (1798).
Teorinya yang disebut Kantianism Deontologi menagtakan bahwa, keputusan moral harus
berdasarkan aturan-aturan dan prinsi- prinsip universal, bukan “hasil” atau “konsekuensi”

seperti dalam teologi. Perbuatan baik bukan karena hasilnya tapi karena mengikuti suatu
prinsip yang baik berdasarkan kemauan yang baik. “Kant percaya akan konsep terpenting
dalam moral, yaitu good will (niat baik)”. Sebagai contoh, mahasiswa dikatakan baik bila ia
tidak menyontek karena tahu itu “salah” bukan karena ia “takut tertangkap”. Dasar dari
konsep ini adalah yang disebutnya sebagai “Kategori Imperatif”, prinsp-prinsip atau aturan-
aturan yang memang secara umum (universal) dipraktikan atau diterima. Suatu kewajiban
yang tidak bersyarat atau kewajiban yang harus dilakukan tanpa memandang kemauan atau
perasaan kita. Suatu perbuatan adalah baik Karena memang harus dilakuakan (kewajiban).
Jadi, sesuatu menjadi baik karena berdasarkan “kategori imperatif” yang mewajibkan

kita begitu saja, tak tergantung syarat apa pun. Dasar filosofis Immanuel Kant tentang
manusia untuk Deontologi adalah “manusia adalah salah satu tujuan dirinya. Sehingga
manusia harus dihormati sebagai suatu tujuan tersendiri, tidak boleh dijadikan sarana untuk
tujuan lain”.
Masalah yang terjadi dalam penerapannya berada pada pengertian Kant tentang duty
(kewajiban). Bila tindakan berdasarkan perasaan atau lainnya yang tidak sesuai dengan tugas
manusia terhadap sesame dan kemanusiaan, maka menjadi tidak etis. Sebagai contoh, “petrus
(penembak) misterius di zaman ORBA, Utilitarisme = OK , Deontologi = No; SDSB, judi di
zaman Ali Sadikin, Terorisme dengan alasan jihad.”

d. Teori Keutamaan (virtue Ethics)

Dasar teori keutamaan bukanlah “aturan atau prinsip yang secara universal benar atau
diterima”, namun “apa yang paling baik bagi manusia untuk hidup”. Dasar teori ini adalah
tidak menyoroti perbuatan manusia semata, namun seluruh manusia sebagai pelaku moral.
Memandang sikap dan akhlak seseorang: adil, jujur, murah hati, dan lain-lain sebagai
keseluruhan.
Pendekatan ini menggunakan dasar pemikiran Aristoteles (384-322 SM) tentang
kebajikan/kesalehan, di mana manusia sebagai makhluk politik tak dapat lepas dari

polis/komunitasnya. Contoh nilai-nilai keutamaan di sini antara lain : kebijaksanaan,


16
keadilan, rendah hati, kerja keras, hidup yang baik yaitu hidup berkeutamaan, konteks
kumuniter, bisnis : kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan.
Nilai-nilai baik dari plato, Aristoteles, dan juga St. Thomas Aquinas tentang
keutamaan : religious (iman, sedekah, harapan) dan intellectual (kebijaksanaan, keadilan, dan
lain-lain).

e. Teori Hukum Abadi (Eternal Law)


Dasar dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus didasarkan ajaran kitab suci dan
alam, namunpermsalahan timbul karena kemudian agama menganjurkan meninggalkan
keduniawian dengan meditasi (kegiatan spiritual saja) untuk menjadi orang sempurna.

f. Teori Personal Libertarianiasm

Dikembangkan oleh Robert Nozick, di mana perbuatan etikal diukur bukan dengan
keadilan distribusi kekayaan namun dengan keadilan/kesamaan kesempatan bagi semua

terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui) untuk kemakmuran mereka. Teori ini percaya
bahwa moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi kebebasan individu.
Teori ini bersifat deontology karena melindungi hak kebebasan individu, namun
bersifat teleology pula, karena juga melihat hasil, yaitu apakah kebebasan telah dibatasi atau
tidak.

g. Teori Ethical Egism


Dalam teori ini maksimalisasi kepentingan individu dilakukan sesuai keinginan
individu yang bersangkutan. Kepentingan bukan harus barang/kekayaan, bisa pula ketenaran,

keluarga bahagia, pekerjaan yang baik atau apa pun yang dianggap penting oleh pengambil
keputusan.
Teori ini mengalami pengembangan yang disebut Enlightened Ethical Egoism (self
Interest), di mana berfokus pada kepentingan individu terhadap perspektif
masyarakat/kemanusiaan secara keseluruhan. Seseorang bisa memiliki kepentingan untuk
memiliki “dunia yang baik” terhadap polusi asap mobil atau rokok dan lain-lain. Walaupun
itu tidak menguntungkannya.

17
h. Teori Existentialism
Tokoh yang mengembangkan paham iniadal Jean-Paul Satre. Menurutnya standar
perilaku tidak dapat dirasionalisasikan. Tidak ada perbuatan yang benar-benar salah atau
benar-benar benar atau sebaliknya. Setiap orang dapat memilih prinsip etika yang disukai
karena manusia adalah apa yang ia inginkan dirinya menjadi.

Menurut interpretasinya eksistensi mendahului esensi. Awalnya manusia dahulu yang


ada kemudian baru ia menentukan siapa dia atau esensi dirinya. Setiap orang adalah makhluk
bebas. Pertanggungjawaban moral berada pada setiap individu dengan caranya sendiri-
sendiri.

i. Teori Realtivism
Teori ini berpendapat bahwa etika itu bersifat relative. Jawaban etika tergantung dari
situasinya. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa tidak ada criteria universal untuk
menentukan perbuatan etis. Setiap individu menggunakan criterianya sendiri-sendiri dan

berbeda setiap budaya/Negara. Masalah yang timbul dalam praktiknya adalah self-centered
(egois), focus pada diri manusia individu mengabaikan interaksi denganpihak luar system dan
pembuat keputusan tidak berpikir panjang, semua tergantung kriterianya sendiri.

j. Teori Hak (Right)


Teori ini cenderung paling banyak digunakan dan popular untuk masa modern.
Nilai dasar yang dianut adalah Liberty (kebebasan). Perbuatan etis harus berdasarkan hak
individu terhadap kebebasan memilih. Setiap individu memiliki hak moral yang tidak dapat
ditawar.
Dalam prakriknya ditemui masalah karena seseorang biasanya minta haknya

didahulukan, atau batasan hak sering tidak jelas (peraturan sering mengorbankan minoritas).
Penerapan etika yang mengadopsi nilai-nilai moralitas dapat juga diacu kepada teori
hak manusia. Teori ini menilai baik buruk sesuatu perbuatan atau tindakan seseorang adalah
berdasarkan perolehan dan penghargaan terhadap hak seseorang. Manusia sebagai makhluk
Tuhan dan makhluk sosial mempunyai hak dalam kehidupannya yang disebut dengan hak
manusia atau hak asasi manusia.
Hak manusia adalah hak yang dianggap melekat pada setiap manusia, sebab berkaitan
dengan realitas hak manusia sendiri. Hak tersebut dinakamakn “hak manusia” sebab manusia
harus dinilai menurut martabatnya. Menurut Abdulkadir Muhammad (2006:9) Hak manusia

mempunyai sifat dasar dan asasi (human right), sehingga hak manusia tersebut merupakan
18
hak yang : (1) Tidak dapat cabut atau direbut karena sudah ada sejak manusia itu ada; (2)

19
Tidak tergantung dari persetujuan orang; (3) Merupakan bagian dari eksistensi manusia di
dunia.
Hak asasi manusia mendasari seluruh organisasi hidup bersama termasuk organisasi
bermotif profit atau bisnis, dan dapat menjadi undang-undang. Makna hak asasi manusia
menjadi jelas ketika pengakuan hak tersebut dipandang sebagai bagian humanisasi hidup

yang telah mulai digalang seja manusia menyadari tempat dan tugasnya di dunia ini. Diantara
hak asasi manusia yang terpenting dan telah dirumuskan antara lain tercantum dalam Magna
Charta (1215) yangmenyebutkan bahwa manusia berhak menghadap pengadilan. Dalam The
Virgina Bill of Right (1776) ditegaskan bahwa manusia berhak atas life, liberty, the pursuit of
happiness dan declaration des droits de I”home et du citoyen (1791) yang menyatakan bahwa
manusia berhak atas egalite, fraternite, dan liberte.
Hak-hak asasi manusia tersebut bukanlah hadiah dari seseorang, tetapi diperoleh
dengan perjuangan. Magna Charta diperoleh setelah raja Jhon Lackland dipaksa untuk
menandatangani piagam tersebut, sehingga kekuasaan raja dibatasi, antara lain dengan

adanya turan pajak harus seizin Great Council (dewan tertinggi), hak-hak asasi manusia lebih
penting dari pada kedaulatan raja dan warga Negara yang merdeka tidak boleh ditahan,
diasingkan, dibuang, dihukum mati, dirampas kekayaannya, atau diperkosa hak-haknya tanpa
pertimbangan hukum dan undang-undang. Undang-undang Hak Warga Negara (Bill of Right)
merupakan hasil revolusi besar menantang raja James II dari Inggris. Dalam undang-undang
ini pengakuan akan hak-hak asasi manusia mengalami kemajuan besar dengan adanya :
(1)kebebasan dan kerahasiaan dalam pemilihan anggota parlemen; (2) kebebasan berbicara
dan mengeluarkan pendapat; (3) pajak, undang-undang dan pembentukan tentara harus
seizing parlemen; (4) hak warga Negara untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

kepercayaan masing-masing; dan (5) parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
Puncak pengakuan hak asasi manusia dicapai pada saat PBB memproklamasikan
pernyataan universal tentang hak asasi manusia (Universal Declaration of Human Right) pada
tanggal 10 Desember 1948 yang dalam mukadimahnya menyebutkan bahwa sesungguhnya
hak-hak kodrati manusia merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak kodrati
tersebut tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri, karena setiap manusia berhak untuk
hidup layak, bebas tanpa tekanan, selamat, dan bahagia. Dari deklarasi tersebut kemudian
lahirnya berbagai konversi atau kesepakatan-kesepakatan internasional yang membahas dan
menetapkan hak-hak asasi manusia, seperti :

20
(1) Hak berorganisasi dan berunding (1 Juli 1949). Semua orang termasuk karyawan

perusahaan memiliki hak untuk berorganisasi dan melakukan perundingan, baik di


lingkungan perusahaan dimana dia bekerja maupun di luar perusahaan.
(2) Pengupahan yang sama bagi buruh pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama (29

Juni 1951): jenis kelamin yang berbeda tidak dapat digunakan perusahaan untuk

membedakan upah, terkecuali pada pekerjaan yang berbeda. Dalam hal ini dianut
prinsip kesetaraan gender.
(3) Hak-hak politik wanita (20 Desember 1952): dalam beberapa hal kaum perempuan

berbeda dengan para laki-laki. Wanita secara kodrati lebih lemah dari laki-laki dan
ditakdirkan sebagai ibu orang yang melahirkan. Karena wanita berhak untuk
dilindungi dari pekerjaan berat secara fisik dan diberi waktu untuk proses melahirkan.
(4) Hak-hak anak (20 November 1959): pelaku bisnistidak dibenarkan menggunakan

anak-anak sebagai tenaga kerja.


(5) Menentang diskriminasi dalam pendidikan (21 Desember 1961): perusahaan tidak

dibenarkan melakukan diskriminasi dalam kesempatan pendidikan. Semua karyawan


memperoleh hak dan peluang yang sama dalam fasilitas pendidikan. Hal ini bukan
berarti bahwa semua karyawan harus diberi fasilitas untuk melanjutkan pendidikan,
namun bila ada peluang, perusahaan tidak dibenarkan membedakan peluang
berdasarkan jenis kelamin, asal, agama, suku dan sebagainya.
(6) Hak ekonomi, sosial, dan budaya (16 Desember 1966); termasuk dalam hak ekonomi

adalah kebebasan hak milik, hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapatan


kesempatan yang sama dalam bekerja, hak terhadap produksi, hak menyangkut
konsumsi, dan hak atas pangan. Hak sosial adalah hak pelayanan kesehatan, termasuk

hal atas lingkungan hidup sehat dan hak untuk mendapatkan tingkat hidup yang
menjamin kesehatan dan kesejahteraan. Hak budaya adalah hak memperoleh
pendidikan.
(7) Hak-hak sipil dan politik (16 Desember 1966). Termasuk hak hidup, hak persamaan,
kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat, dan hak kebebasan berkumpul.
Karena manusia pada dasarnya adalah sama, maka hak didasarkan atas martabat
manusia itu sendiri dan martabat semua manusia itu adalah sama dan akibatnya dia tidak
boleh diberlakukan dengan cara yang berbeda. Dalam hal ini manusia individual siapapun
tidak boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain. Manusia selalu harus

dihormati sebagai tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan semata-mata sebagai
sarana demi untuk tercapainyatujuan lain (Bertens,2000:73).
21
Semua hak-hak asasi yang disebut di atas dan telah menjadi kesepakatan internasional
dan dinyatakan berlaku harus dan wajib untuk digunakan pembisnis baik secara pribadi
maupun organisasinya. Selain hak-hak di atas secara personal seseorang memiliki hak privasi
yang tak dapat dilanggar oleh siapapun. Hak privasi itu antara lain hak privasi untuk tidak
diganggu, hak privasi psikologis, dan hak privasi fisik. Seseorang katakanlah konsumen

memiliki hak untuk memutuskan apa, kepada siapa, dan berapa banyak informasi dirinya
yang boleh diungkapkan kepada pihak lainnya. Dengan dalih apapun informasi atau data
pribadi seseorang tidak dapat diberikan dalam bentuk apapun kepada pihak lain tanpa izin
dari yang bersangkutan.
Secara psikologis seseorang itu memiliki hak privasinya, yakni hak-hak yang
bertalian dengan kehidupan diri seseorang, termasuk diantaranya adalah pikiran dan rencana,
keyakinan atau kepercayaan, nilai-nilai pribadi, perasaan, dan keiinginannya. Seseorang itu
memiliki hak privasi yang berhubungan fisiknya yang tidak dapat dilanggar orang lain,
misalnya hak untuk tidak ditelanjangi di depan umum.

Terkait dengan hak privasi ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pembisnis
atau seseorang terhadap orang lainnya termasuk pelanggan, yakni relevansi, pemberitahuan,
persetujuan, ketepatan, tujuan dan penerima dan keamanan. Data relevansi dengan tujuan
penggunaandata tersebut.pengumpul informasi harus memberitahukan kepada orang yang
datanya diminta katakanlah pelanggan tentang tujuan pengumpulan atau pendataan tersebut.
Data perorangan atau pribadi baru dapat dicatat, dikumpulkan dan dibukukan
bilamana sudah mendapatkan persetujuan (izin) dari pemiliknyan dan hanya dapat dipakai
untuk tujuan yang telah disetujui pula. Informasi yang diperoleh dan dicatat dari seseorang itu
secara hukum ini harus akurat dan memiliki tujuan yang sah dan dapat dinikmati pemberi

informasi (pelanggan). Selain itu informasi yang dikumpulkan pihak pelaku bisnis (penerima
informasi) dapat mengamankan dan tidak memberikannya kepada pihak-pihak yang tidak
disetujui pemiliknya, baik secara implicit maupun eksplisit.
Pelanggan dalam kacamata etika, berhak mendapatkan haknya dari ekonomi usaha
bebas (Free enterprise economy) yakni hak untuk membuat pilihan yang terinformasi dan
tidak terbatas dari suatu susunan alternative, bila hak ini dikurangi karena penyalahgunaan
bisnis, consensus masyarakat menegaskan bahwa pemerintah wajib mempengaruhi pilihan
konsumen melalui pembatasan dalam kelautan monopoli dan melalui pengembangan
kecurangan dan praktek dagang laon yang tidak jujur (Engel, 4:6).

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa secara normative, etika bisnis dalam Al-

Quran memperlihatkan adanya suatu struktur lainnya. Hal itu disebabkan bahwa dalam ilmu
akhlak (moral), struktur etika dalam Al-Quran lebih banyak menjelaskan nilai-nilai kebaikan
dan kebenaran baik pada tatanan niat atau ide hingga perilaku dan perangai. Dengan
demikian, etika bisnis dalam al-quran tidak hanya dipandang dari aspek etika secara parsial,
tetapi juga secara keseluruhan yang memuat kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam agama
islam. Artinya, bahwa etika bisnis menurut hukum islam harus dibangun dan dilandasi oleh
prinsip-prinsip kesatuan, keseimbangan/keadilan, kehendak bebas/ikhtiar,
pertanggungjawaban, dan kejujuran. Dengan kata lain, etika bisnis menurut hukum islam,
dalam prakteknya menerapkan nilai-nilai moral dalam setiap aktivitas ekonomi dan setiap

hubungan antara satu kelompok masyarakat lainnya. Nilai moral tersebut tercakup dalam
empat sifat yaitu siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Keempat sifat ini diharapkan dapat
menjaga pengelolahan institusi-institusi ekonomi dan keungan secara professional dan
menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan social berjalan sesuai aturan pemerintah yang berlaku.

B. Saran

Demikianlah yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena keterbatasan
pengetahuan dan kurangnya rujukan yang berhubungan dengan makalah ini. Penulis berharap

para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis demi
kesempurnaan makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Suggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ruky, Achmad S. 2000, Menjadi Manajer Internasional, Jakarta, Pt Gramedia Pustaka

Utama.

24

Anda mungkin juga menyukai