Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM PADA MASA

DAULAH UMAYAH, BANI ABASIYAH DAN TURKI USMANI

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen Pengampu: Drs. Siti Aminah Caniago M. Si

Disusun Oleh:

Mukhamad Safrudin (4118252)


Reza D. Suyoko (4118183)
Kukun Kurniawan (4118191)

Kelompok 8

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas


berbagai rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang telah dianugerahkan kepada kita
semua. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW,
beserta keluarga dan pengikut setianya, semoga kesuksesan senantiasa mewujud
dalam kehidupan dunia dan akhirat. Kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ibu Drs. Siti Aminah M Si. dosen mata kuliah Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemikiran Ekonomi pada Masa Daulah
Umawiyah, Abbasiyah dan dan Turki Usmani” dalam rangka memenuhi tugas
makalah mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Secara teknis kami telah
berupaya optimal untuk menyelesaikan makalah ini, namun pada kenyataannya
tidak dapat dipungkiri masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini,
baik dari segi isi sistematika maupun tingkat penggunaan bahasa yang mungkin
kurang sesuai.
Maka itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Demikian makalah
ini kami buat, kami ucapkan terima kasih.

Pekalongan, 15 Maret 2019

PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI
Kata pengantar ........................................................................................................ii

Daftar isi .................................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

Latar Belakang.........................................................................................................1

Rumusan Masalah....................................................................................................1

Tujuan Masalah........................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Umayyah...................3

1. Khalifah Muawiyah ibn Abi Sofyan.......................................................3

2. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan.........................................................4

3. Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz...............................................................5

B. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Abbasiyah..................7

1. Abu Ja’far Al-Manshur:..........................................................................9

2. Harun al Rasyid......................................................................................10

C. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Daulah Turki Usmani…….13

BAB III : PENUTUP

A.Kesimpulan.............................................................................................17

B. SARAN……………………………………………………………….17

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perkembangan ekonomi islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah
pemikiran muslim tentang ekonomi di masa lalu. Adalah suatu keniscayaan bila
pemikir muslim berupaya untuk membuat solusi atas segala persoalan hidup di
masanya dalam perspektif yang dimiliki. Sejalan dengan ajaran Islam tentang
pemberdayaan akal pikiran dengan tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan
hadis nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada hakikatnya merupakan
respon pada cendikiawan Muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada
waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi Islam sesuai Islam itu
sendiri.
Banyak ekonom muslim lahir di masa Dinasti abbasiyah, dibanding di
masa sebelumnya khulafa’ al-rashidin ataupun masa Dinasti ummayah. Hal ini
bisa dijadikan alasan bahwa tumbuhnya pemikir muslim tentang ekonomi tidak
bebas dari kenyataan-kenyataan yang tumbuh di zaman yang melahirkan menjadi
pemikir yang ahli dibidang-bidang tertentu.
Setelah Khilafah Abasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara
Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastik. Kekuatan
politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah
muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar salah satunya yaitu Turki Usmani.
Kerajaan Usmani, di samping yang pertama berdiri, juga yang terbesar dan paling
lama bertahan di banding dua kerajaan lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa bani Umayyah?
2. Bagaimanakah sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa Abbasiyah ?
3. Bagaimanakah sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa Turki Usmani ?

1
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa bani Umayyah?
2. Mengetahui sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa Abbasiyah ?
3. Mengetahui sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa Turki Usmani ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Umayyah( 611-750
M)
Bani Umayyah (bahasa Arab: ‫بنو أمية‬, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah)
atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya (beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba,
Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada
Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah,
yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah
I.
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai
pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali
bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin
Alinamun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada
Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang
pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak
terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan
penghianatan dari orang-orangKhawarij dan Syi'ah. dan terakhir terbunuhnya Ali
bin Abi Thalib.1
Pemikiran khalifah-khalifah di bidang ekonomi pada masa Bani
Umayyah
a. Khalifah Muawiyah ibn Abi Sofyan
Pada masa pemerintahannya, beliau mendirikan dinas pos berserta dengan
berbagai fasilitasnya, menertibkan angakatan perang, mencetak uang, dan
menegmbangkan jabatan Adi ( hakim ) sebagai jabatan profesional.

1 Chamid Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010, hlm. 105.

3
Selain itu, beliau juga menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para
tentara, pembentukan tentara profesional, serta pengembangan birokrasi seperti
fungsi pengumpulan pajak dan administrasi politik.2
b. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan
Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan unag dalam
masyarakat islam muncul di masa pemerintahan beliau. Abd al-Malik mengubah
bizantinum dan persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk
itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan arab serta
tetap mencantumkan kalimat ‘’bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H ( 659
M). Pembuatan mata uang pada masa itu didasarkan pemikiran bahwa mata uang
selain memiliki nilai ekonomi juga sebagai pernyataan kedaulatan Dinasti Islam.
Disamping itu, mata uang juga berfungsi sebagai sarana pengumuman keabsahan
pemerintahan pada waktu itu yang namanya terpatri pada mata uang tersebut.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan pun memerintahkan Arabisasi maat uang
sebagian dari politik arabisasi aparatur negara pada masa pemerintahannya. Mata
uang yang dibuat di dunia islam waktu itu disebut sikkah . menurut Ibn Khaldun
kosa kata sikkah selain dikenakan terhadap mata uang juga dikenakan terhadap
gedung tempat pembuatan mata uang. Karenanya gedung tersebut juga
disebut Dar as-Sikkah. Darul as-sikkah tersebar diberbagai pelosok wilayah islam
pada waktu itu, sehingga Darul as-sikkah dikenal sampai di luar kawasan islam.3
Di dunia islam mengenal dua jenis mata uang utama, yaitu mata
uang dinar emas, di ambil dari kata dinarius, dan dirham perak yaitu berasal dari
kosa kata yunani drachmos. Selain kedua jenis tersebut, terdapat mata uang
pecahan atau disebut maksur seperti qitha dan mithqal. Pada empat hijrah dunia
islam mengalami krisis mata uang emas dan perak, maka dibuatlah dari tembaga
atau campuran tembaga dengan perak yang disebut dengan fulus ( diambil dari
bahasa latin follis), yaitu mata uang tembaga tipis. Mata uang tersebut juga
disebut al-qarathis karena mirip dengan lembaran kertas.

2 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:
Pustaka Asatrus, 2005, hlm. 101.
3 Ibid., hlm. 102.

4
Setelah muncul mata uang fulus mata uang mulai dihitung. Setelah banyak
mata uang bercap khalifah munculah kelompok orang-orang memberikan jasa
dalam mempermudah transaksi keuangan dan penukaran mata uang ( as-
shayyrifah). Di samping itu muncul istilah keuangan yang menunjukan bahwa
tempat penukaran berubah fungsinya menjadi Bank. Istilah tersebut antara
lainshaftajah, shakk, khath, hawwalah.
Selain itu khalifah Abdul Malik dalam hal pajak dan zakat memberikan
kebijakan dengan memberlakukan kewajiban bagi umat Islam untuk membayar
Zakat dan bebas dari pajak lainnya. Pada sisi lain, bertambahnya militer Islam dari
kelompok mawali memerlukan dana subsidi yang semakin besar. Untuk
mengatasi permasalahan ini, khalifah Abdul Malik bin Marwan mengembalikan
beberapa militer Islam kepada profesinya semula, yakni sebagai petani dan
menetapkan kepadanya untuk membayar sejumlah pajak sebagaimana kewajiban
mereka sebelum mereka masuk islam, yakni sebesar beban kharaj dan jizyah.
Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan administrasi
pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi
pemerintahan islam. Keberhasilan khalifah Abd al-malik diikuti oleh putranya Al-
walid Abd al-Malik (705-715) seorang yang berkemauan keras dan
berkemampuan melaksanakan pembangunan.4
c. Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
Selama masa pemerintahannya, beliau menerapkan kembali ajaran islam
secara utuh menyeluruh. Ketika diangkat sebagai khalifah, beliau mengumpulkan
rakyatnya dan mengumumnkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan diri
dan keluarganya yang tidak wajar kepada kaum muslimin melalui baitul maal.
Dalam melakukan berbagai kebijakannya, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
melindungi dan meningkatkan kemakmuran taraf hidup masyarakat secara
keseluruhan. Ia mengurangi beban pajak yang di pungut dari kaum Nasrani,
menghapus pajak terhadap kaum muslim, membuat takaran dan timbangan,
membasmi cukai dan kerja paksa, dan lain-lain. Berbagai kebijakan berhasil

4 Chamid Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010. hlm. 110-112.

5
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi
yang mau menerima zakat.5
Dengan demikian, masing-masing wilayah islam diberi kekuasaan untuk
mengelola kekayaannya. Jika terdapat surplus, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
menyarankan agar wilayah tersebut memberi bantuan kepada wilayah yang minim
pendapatannya, untuk menunjang hal ini, ia mengangkat ibn jahdam sebagai Amil
shadaqah yang bertugas menerima dan mendistribusikan hasil shadaqah secara
merata ke seluruh wilayah islam.
Khalifah Umar ibn Aziz juga mengeluarkan kebijakan pembukaan jalur
perdagangan bebas, baik di darat maupun di udara, sebagai upaya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Pemerintah menghapus bea masuk dan
menyediakan berbagai bahan kebutuhan sebanyak mungkin dengan harga yang
terjangkau.
Pada masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan negara berasal
dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian ( pajak ini diawal
pemerintahan khalifah Umar Ibn Abdul Aziz di tiadakan, mengingat situasi
ekonomi yang belum kondusif ). Setelah stabilitas perekonomian masyarakat
membaik, pajak ini ditetapkan, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif
kepada masyarakat luas.6
Akan tetapi, kondisi baitul maal yang telah dikembalikan oleh Umar Ibn
Abdul Aziz kepada posisi yang sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama.
Keserakahan para penguasa telah meruntuhkan sendi-sendi baitul maal, dan
keadaan demikian berkepanjangan sampai masa ke khalifahan Bani Abbasiyah.7

5 Ibid., hlm. 113.


6 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:
Pustaka Asatrus, 2005, hlm. 103-104.
7 Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1994, hlm. 49.

6
2.2 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Abbasiyah ( 750-847
M - 132-232 H)
Daulah Abbasiyah adalah sebuah negara yang melanjutkan kekuasaan bani
Umayyah. Dinamakan daulah Abbasiah karena para pendiri dan penguasa dinasti
ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini
adalah Abdullah Al-Safah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al- Abbas.
Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah
pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H.
Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulah Umayyah kepada Daulat
‘Abbasiyah bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di
tangan mereka, karena, mereka adalah keluarga nabi yang terdekat. Tuntutan itu
sebenarnya telah ada ketika wafatnya Rosullalalh. Tetapi tuntutan itu baru
mengeras ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mngalahkan Ali bin Abi
Thalib. Bani Hasyim yang menuntut kepemimpinan Islam itu digolongkan
menjadi dua golongan besar. Pertama golongan ‘Alawi, keturunan Ali bin abi
Thalib. Mereka ini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: pertama keturunan
dari Fatimah, dan yang kedua keturunan dari Muhammad bin Al-Hanafiyah. Dan
yang kedua adalah golongan Abbasiyah (Bani Abbasiyah), keturunan Al-Abbas
paman Nabi tersebut. Perbedaan dari kedua golongan tersebut, yaitu golongan
Abbasiyah lebih mementingkan kemampuan politik yang lebih besar daripada
golongan ‘Alawi.8
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan
yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni
perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad
(Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul
Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah
dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat
diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti
akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga

8 Ma’arif Syafii Ahmad, Abdullah Amin, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2007, hlm. 52.

7
dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatur revolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi
identitas revolusi yaitu :
1) Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik
keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di
sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
2) Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya
menyesuaikan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan
keadaan dan tuntutan zaman.
3) Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang
berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4) Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh
orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para
penguasa, oleh karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan sistem
yang ada.9
Dinasti Abbasiyah lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan
kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Seperti pada gerakan terjemah
yang membawa kemajuan ilmu pengetahuan. Imam madzhab yang sempat hidup
pada masa ini adalah Imam Abu Hanifah (700-767M), madzhab ini lebih banyak
menggunkan rasio dari pada Hadits. Karena madzhab ini dipengaruhi
perkembangan Kufah. Sedangkan Imam Malik (713-795 M) banyak
menggunakan Hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh ini
ditengahi oleh Imam Syafi’I (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hambal (780-855
M).
Awal kekuasaan Dinasti Abbasiah ditandai dengan pembangkangan
oleh DinastiUmayah di Andalusia (spanyol) yaitu pembangkangan Abd al-
Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas yang tidak tunduk kepada khalifah di
Baghdad yang mirip dengan Muawiyyah terhadap Ali Ibn Abi Thalib.
Abu al-Abbas al-Safah (750-754M) adalah pendiri Dinasti Abbas. Akan
tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu Ja’far al-Manshur (754-775M)

9 Ibid., hlm. 59.

8
yang banyak berjasa membangun Dinasti Abbasiyah. Ia digambarkan sebagai
orang yang kuat dan tegas. Pada masa pemerintahanya Baghdad sangat disegani
oleh kekuasaan Byzantium. Bani Abbas juga meraih tumpukan kekuasaan setelah
menggulingkan Dinasti Umayyah pada tahun 750H.
Pada masa ini istilah jihbis yang dulu dikenal sebagai penagih pajak dan
penghitung pajak atas barang dan tanah sekarang popular sebagai penukaran uang.
Pada masa ini juga dikenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat
dari tembaga, yang sebelumnya uang terbuat dari emas (dinar) dan
perak (dirham). Di zaman ini, jihbiz juga bisa menerima titipan dana,
meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang.10
Beberapa Khalifah yang pernah memimpin pemerintahan saat Dinasti Abbasiyah:
1) Abu Ja’far Al-Manshur:
Pada awal pemerintahan beliau, perbendaharaan Negara dapat dikatakan tidak
ada karena khalifah sebelumnya al-Saffah, banyak menggunakan dana Baitul
Maal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara. Karena hal tersebut
khalifah al-Manshur untuk bersikap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan
Negara, di samping itu juga penumpasan musuh-musuh khalifah, sehingga pada
zaman itu dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan.11
Dalam mengendalikan harga-harga, Khalifah al-Manshur memerintahkan
bawahannya untuk melaporkan harga, jika terjadi kenaikan harga maka Khalifah
al-Manshur akan memerintahkan wakilnya agar menurunkan harga ke harga
semula. Di samping itu beliau juga sangat menghemat dana Baitul Maal sehingga
saat beliau wafat kekayaan kas Negara sampai 810 juta dirham karena Khalifah
al-Manshur betul-betul meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan
Negara, sehingga dengan demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi
dia pandang soal yang paling penting.12

10 Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1994, hlm. 136.
11 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:
Pustaka Asatrus, 2005, hlm. 106.
12 Chamid Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010, hlm. 120.

9
2) Harun al Rasyid
Popularitas Daulah Abbasiyyah mencapai puncaknya pada Khalifah Harun al-
Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Makmun. Kesejahteraan sosial, kesehatan,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusatraan berada dalam
zaman keemasan. Penerjemahan buku-buku Yunani ke bahasa Arab pun dimulai.
Orang-orang dikirim ke Kerajaan Romawi, Eropa untuk membeli “Manuscript”.
Pada mulanya buku-buku mengenai kedokteran, kemudian meningkat mengenai
ilmu pengetahuan lain dan filsfat. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu
karyanya yang paling besar yaitu mendirikan Baitul Hikmah, yaitu pusat
penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
besar.13
Pada masa ini pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan
kemakmuran Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya. Ia membangun Baitul Maal
untuk mengurus keuangan Negara dengan menunjuk seorang wazir yang
mengepalai beberapa dirwan. Pendapatan Baitul Maal dialokasikan untuk reset
ilmiah dan penterjemah buku-buku Yunani, disamping itu untuk biaya pertahanan
dan anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga dialokasikan untuk
membiayai para tahanan dalam hal penyediaan bahan makanan dan pakaian
musim panas dan dingin.
Selain itu, Khalifah Harun juga sangat memperhatian masalah perpajakan,
sehingga beliau menunjuk Abu Yusuf menyusun sebuah kitab pedoman mengenai
perekonomian syari’ah yang kitabnya berjudul al-Kharaj.14
Sumber-sumber pemikiran ekonomi pada masa itu diperoleh dari sektor-sektor
yang beragam:
a) Perdagangan Dan Industri :
Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan dengan cara memudahkan
jalan-jalannya, umpamanya:

13 Ibid., hlm. 122.


14 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:
Pustaka Asatrus, 2005, hlm. 109.

10
1. Dibangun sumur dan tempat-tempagt istirahat dijalan-jalan yang dilewati
kafilah dagang.
2. Dibangunkan armada-armada dagang.
3. Dibangunkan armada-armada untuk melindungi pantai-pantai Negara dari
serangan bajak laut.
Untuk tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam bidang perdagangan,
maka Khalifah Harun al-Rasyid membuktikan satu badan khusus yang bertugas
mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga
pasar, atau dengan kata lain mengatur politik
Komoditas lain yang berorientasi komersil selain barang-barang logam seperti
mas dan perak, bahan pakaian, hasil laut, kertas dan obat-obatan, adalah budak-
budak. Pada saat itu budak merupakan komuditas yang dihasilkan untuk diperjual
belikan. Daerah pemasok utama budak yaitu Farghana dan Asia Tenga, serta
Afrika dan Turki. Budak ini apabila sudah dibeli oleh tuannya di gunakan untuk
tenaga kerja ladang pertanian, perkebunan dan pabrik. Namun bagi pemerintah,
budak-budan ini direkrut sebagai anggota militer demi mempertahankan Negara.
b) Pertanian dan perkebunan :
Terbentuknya kekhalifahan yang stabil, juga mempengaruhi pekembangan–
perkembangan didalam sektor ekonomi khususnya di sektor pertanian. Sebagai
contoh Irak , sebelum di kuasai kaum Muslim keadaan dari produksi pertanian
sangat merosot, di mana banjir melanda di beberapa kanal dan bendungan Tigris,
kemudian bencana ini di perbaiki oleh kaum Muslimin setelah Irak di kuasai oleh
kaum Muslimin.
Kota administratif dan tentara Muslim seperti Busrah , Kufah , Masul dan Al-
wasid menjadi pusat usaha pengembanggan pertanian. Untuk menggarap daerah
ini, di datangkan buruh tani dari kawasan Afrika Timur, sehingga pertumbuhaan
desa-desa kecil, karena majunnya usaha tani dan perkebunan.
c) Perkembangan ilmu pertanian :
Berbeda dengan khalifah dari Daulah Umayyah yang bersikap menindas para
petani dengan pajak yang sangat amatlah tinggi, masa pemerintahan khalifah
Daulah Abasiyyah justru sebaliknya, mereka membela dan menghormati kaum

11
tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi dan ada pula yang dihapus sama
sekali. Disamping itu di lakukan banyak kebijakan untuk kaum tani, di antaranya:
1. Memperlakukan ahli zimah dan mawaly dengan perlakuan adil dan menjamin
hak miliknya.
2. Mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang berlaku keras terhadap
para petani.
3. Memperluas daerah pertanian di berbagai wilayah negara.
4. Membangun dan menyempurnakan perhubungan ke daerah pertanian , baik
udara atau air.
5. Membangun dan memperbaiki kanal dan bendungan, agar tidak ada wilayah
yang kesulitan dalam hal irigasi.
d) Pendapatan Negara :
Selain dari sector perdagangan, pertanian, dan perindustrian, sumber
pendapatan Negara juga berasal dari pajak. Pendapatan dari jizyah juga
merupakan masukan bagi Negara. Jizyah adalah pajak kepala yang dipungut dari
penduduk non Muslim kepada pemerintahan Islam sebagai wujud loyalitas
mereka kepada pemerintah dan konsekuensi dari perlindungan yang diberikan
pemerintah Islam untuk mereka. Sumber pendapatan lain adalah dari zakat, ‘asyur
al-tijarah, dan kharaj.
Pada masa Harun al-Rasyid terdapat klasifikasi pembayaran jizyah. Mereka
yang kaya dikenakan jizyah sebesar 48 dirham, golongan ekonomi menengah 24
dirham, sedangkan dibawah itu hanya 12 dirham.
e) Sistem Moneter:
Sebagai alat tukar , para pelaku ekonomi menggunakan mata uang dinar dan
dirham. Mata uang dinar emas di gunakan oleh para pedagang, di wilayah
kekuasaan setelahBarat, meniru orang- orang Bizantium. Sedangkan mata uang
dirham perak di gunakan oleh para pedagang di wilayah Timur, meniru kekaisaran
Sassaniah.
Penggunaan dua mata uang ini menurut Azumardi Azra, memiliki dua
konsekuensi.Pertama mata uang dinar harus di perkenalkan di wilayah- wilayah
yang hanya mengenal mata uang dirham, kedua dengan mengeluarkan emas ini

12
mengurangi penyimpanan emas batangan atau perhiasan. Mata uang emas
maupun perak, tidak bisa menempuh perjalanan jauh, karena dengan resiko yang
ssangat besar. Karena itu para pedagang dan orang-orang yang mengadakan
perjalanan jauh memerlukan sistem cek. Bisa di pastikan sistem cek yang di
perkenalkan oleh sistem perbankan modern, berasal di bahasa arab shakk.
Dan terjadiya kegiatan peningkatan ekonomi, maka berlangsunglah
sirkulasi kekayaan dan surplus ekonomi di dalam wilayah kekuasaan islamDalam
masa–masa ini orang-orang yang semula miskin ,tetapi emilki etos kerja dan etos
ekonomi yang timggi, sangat mungkin melakukan mobilitas sosial melalui usaha-
usaha ekonomi.Didalam situasi dimana kekayaan neredar dengan bebas dan
lancar, maka bakat, kemauan, dan kerja keras lebih menjanjikan untuk mencapai
,mobilitas sosial dari keturunan.mobilitas yang cepat, khususnya di masa dinasti
abbasiyah semakin mungkin sehubungan dengan penekanan ajaran islam tentang
derajat persamaan muslim.15

2.3 PEMIKIRAN EKONOMI PADA MASA DAULAH TURKI USMANI


(1300- 1924 M)

Daulah Turki Usmani muncul sebagai salah satu kekuatan politik Islam
terbesar du dunia, di samping kerajaan Mughal, India dan Kerajaan Safawi Persia,
setelah kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang drastic akibat
keruntuhan Baghdad.

Pendiri Daulah ini adalah bangsa Turki dari Kabilah Oghuz yang
mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Setelah masuk Islam, di
bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin II,
Sultan Sejuk, yang sedang berperang dengan Bizantium. Berkat bantuan mereka,
Sultan Alahuddin meraih kemenangan yang gemilang. Atas jasa baik ini, Sultan
Alahuddin menghadiri mereka sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan

15 Chamid Nur, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010, hlm. 135-136.

13
dengan Bizantium. Sejak itu, mereka membina wilayah barunya dan memilih kota
Syukud sebagai ibu kota.

Setelah Ertoghrul meninggal dunia, kepemimpinan dilanjutkan oleh


puteranya, Usman yang kemudian dianggap sebagai pendiri Daulah Turki
Usmani. Pada perkembangan selanjutnya, Kerajaan Seljuk mengalami perpecahan
dan Usman menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh terhadap daerah yang
didudukinya. Sejak itu, tahun 699 H (1300 M), Daulah Turki Usmani dinyatakan
berdiri dan Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Usman (Raja
Besar Keluarga Usman).16

Pada masa pemerintahan Khaifah Usman dan penggantinya, Daulah Turki


Usmani banyak melakukan usaha perluasan wilayah. Selama mereka berkuasa,
wilayah Islam telah meliputi Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman,
Mesir, Libya, Tunisisa, Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania,
Hongaria, dan Rumania. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah ini menjadikan
bangsa Turk Usmani banyak melakukan interaksi dengan bangsa bangsa lain
sehingga terjadi proses asimilasi. Dari kebudayaan Persia, mereka mengambil
ajaran ajaran tentang etika dan tata karma dalam istana raja raja. Organisasi
pemerintahan dan kemiliteran banyak diserap dari Bizantium. Sedangkan ajaran
ajaan tentang berbagai prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan , keilmuwan,
dan huruf diserp dari bangsa Arab.

Pada masa Daulah Turki Usmani, walaupun kekuasaan tertinggi terletak di


tangan seorang khalifah, roda pemerintahan sehari hari dijalankan oleh seorang
Shadr al A’zham (perdana mentri). Daulah Usmani mengalami masa keemasannya
ketika tampak kekuasaan berada di tangan Muhammad II atau Muhammad al
Fatih (1451 1484 M) dan Sultan Sulaiman al Qanuni (1520 1566 M).

Dalam mengembangkan kehidupan perekonomiannya, Daulah Turki


Usmani melanjutkan kebijakan yang telah diterapkan Dinasti Abbasiyah. Baitul
Mal tetap difungsikan sebagai kantor perbendaharaan negara dengan berbagai

16 Op.Cit., hlm. 111.

14
sumber pendapatannya berasal dari kharaj, jizyah, zakat, fai, ghanimah, dan ‘ushr.
Pada awalnya, seiring dengan luasnya wilayah yang dikuasai, Daulah Turki
Usmani menggunakan sistem desentralisasi dalam mengatur pemungutan pajak.
Namun, dalam penerapannya timbul permasalahan di kemudian hari. Para pejabat
lokal mulai melakukan berbagai penyimpangan, seperti memunguut pajak
melebihi batas kewajiban, memanipulasi pengutipan pajak, membebani kewajiban
tambahan kepada para petani serta melegitimasi berbagai praktek pungutan liar,
sementara pemerintah pusat tidak bisa melakukan pengawasan secara maksimal
karena terfokus kepada berbagai peperangan dengan bangsa Eropa, di samping
luasnya wilayah kerajaan. Hal tersebut, mendorong pemerintah pusat untuk
mengubah kebijakannya menjadi sentralistik.

Di bidang agraria, pola kebijakan pemerintahan Turki Usmani mengacu


kepada undang undang agraria warisan Bizantium. Terdapat dua jenis tanah
garapan, Al Iqta al Ashghar atau timar dan ziamat. Timar merupakan tanah grapan
terkecil yang diberikan pemilik tanah kepada para petani untuk diolah. Hasil
Timar ini diserahkan sepenuhnya kepada pemilik tanah, sedangkan petani
mendapat bagian yang hanya mampu memenuhi keperluan makannya sehari hari.
Setiap pemilik timar berkewajiban menyerahkan dua sampai empat ekor kuda
atau beberapa orang calon tentara angkatan laut kepada pemerintah, di samping
membayar pajak kekayaan. Untuk menunjang pelaksanaan kewajiban ini,
pemerintah menempatkan seorang pengawaspada setiap timar. Sedangkan ziamat
merupakan anah garapan yang diberikan pemerintah kepada para petani untuk
diolah. Pemilik tanah atau zaim mempunyai kewajiban membayar pajak dan
mengirimkan sejumlah calon tentara sesuai dengan luas ziamat yang dimiliki.17

Untuk menunjang aktivitas ekonomi. Daulah Turki Usmani juga


melakukan pencetakan mata uang. Nama sultan dicantumkan pada setiap mata
uang yang beredar sebagai tanda penguasa di masa itu. ketika terjadi inflasi, Sulan
Murad IV mengeluarkan kebijakan penambahan nilai tukar mata uang emas dan

17 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta:
Pustaka Asatrus, 2005, hlm. 111-112..

15
perrak, di samping melakukan efisiensi pengeluaran terhadap gaji pasukan
jenissari dan keperluan istana.

Sebagai bangsa yang berdarah militer, Daulah Turki Usmani lebih


memfokuskan kegiatannya dalam bidang militer sehingga aktivitas di bidang
penembangan ilmu pengetahuan tidak terlalu meninjol selama masa
pemerintahannya. Namun demikian, mereka banyak melakukan pembangunan
berbagai masjid dan istana yang megah, sekoalh, rumah sakit, panti asuhan,
penginapan, pemandian umum, dan pusat pusat terekat.

Pada awal abad keenam belas, Daulah Turki Usmani terlibat konfrontasi
dengan bangsa Eropa dalam memperebutkan pengaturan tata ekonomi dunia.
Dalah Turki Usmani menguasai semenanjung Balkan dan Afrika Utara, sementara
bangsa Eropa melakukan ekspansi ke benua Amerika dan Afrika, termasuk
menguasai jalur dagang Asia Tenggara. Persetujuan ini semakin meruncing pada
abad abad berikutnya hingga akhirnya Daulah Turki Usmani kalah perang dan
kehilangan seluruh wilayah kekuasaanny, Akibat peperangan tersebut, di samping
pemberontakan di berbagai wlayah kekuasaannya pemerintahan Daulah Turki
Usmani berakhir pada tahun 1924 M.18

18 Ibid., hlm. 113.

16
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Masa ke-Khalifahan Bani Umayyah berumur 90 tahun yaitu dimulai dan
kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama
sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad)
antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Khalifah Abbasiyah kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang, dari tahun 132 H ( 750 M) sampai dengan 847M). Pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya. Khalifah-khalifah Pemikir Ekonomi Islam pada masa Bani Abbasiyah
yaitu : Abu Ja’far Al-Manshur dan Harun al-Rasyid yang telah banyak membawa
perubahan besar dalam aspek ekonomi di masa pemerintahan Bani Abbasiyah.
Daulah Turki Usmani muncul sebagai salah satu kekuatan politik Islam terbesar di
dunia, setelah kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang drastis akibat
keruntuhan Baghdad. Pendiri Daulah ini adalah bangsa Turki dari Kabilah Oghuz
yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina.

3.2 SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan
meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini,
akan tetapi masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. maka, penulis menyarankan
agar pembaca sebaiknya membaca referensi lain

DAFTAR PUSTAKA

Nur, Chamid. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Amalia, Euis. 2005. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer. Jakarta: Pustaka Asatrus.
Syafii Ahmad, Ma’arif dan Abdullah Amin. 2007. Sejarah Pemikiran dan
Peradaban IslamI. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Badri, Yatim. 1994. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

17

Anda mungkin juga menyukai