Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen pengampu : Luluk Aryani Isusilaningtyas, M.Pd.I
Dalam islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah SWT
merupkan Zat Yang Maha Esa. Sementara itu, manusia merupakan mahluk Allah SWT
yang diciptakan dalam bentuk yang paling baik, sesuai dengan hakikat wujud manusia
dalam kehidupan di dunia ,yakni melaksanakan tugas ke khalifahan dalam rangka
pengapdian kepada sang Maha Pencipta, Allah SWT sebagai khalifahnya di muka bumi,
manusia diberi amanah untuk memberdayakan seisi alam raya dengan sebaik-baiknya
demi kesejahteraan seluruh mahluk. Berkaitan dengan ruang lingkup tugas-tugas khalifah
ini, allah SWT berfirman :
“Orang-orang yang jika kami teguhkan di muka bumi niscaya mereka mendirikan sholat
dan menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’kruf dan mencegah dari perbuatan
yang mungkar.” (QS Al-hajj [22] ayat 41).
Bertitik tolak dari prinsip tersebut, Nabi Muhammad SAW menejelaskan melalui
berbagai hadisnya. Dalam kerangka yang sama dengan al-quran mayoritas hadis nabi
tersebut juga tidak bersifat absolut, trutama yang berkaitan dengan muamalah. Dengaan
kata lain, kedua sumber utama hukum islam ini hanya memeberikan berbagai prinsip
dasar yang harus dipegang oleh umat manusia selama menjalani kehidupan didunia.
B. Keudukan Akal Dalam Islam Serta Pengaruhya Terhadap Perkembangan Terhadap Ilmu
Pengetahuan
Dalam pengertian islam, akal merupakan daya piker yang terdapat di dalam jiwa
manusia, yaaitu daya memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitar.
Tidak jarang ayat-ayat al-quran menganjurkjan, dorongan, bahkan memerintah agar
manusia banyak berfikir dan mempergunakan akalnya, diantaranya adalah firman Allah
SWT:
“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepada mu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yan
mempunyai pikiran.” (QS shad [38] ayat 29)
Pemikiran adalah produk dari ide atau pikiran manusia, sedangkan ajaran Al-
Qur’an dan kenabian merupakan wujud penjelasan ilahi. Oleh karena itu, interpretasi
manusia, kesimpulan, dan penerapan mereka dalam berbagai perubahan zaman, ruang,
dan kondisi membentuk tubuh pemikiran ekonomi (the body of economic thought) dari
orang-orang Islam. Para cendekiawan Muslim menerima ajaran-ajaran ekonomi Al-
Qur’an dan Sunnah sebagai dasar dan titik awal. Kemudian mereka menggunakan
argumentasi tertentu dan menerapkan prinsip-prinsip dasar yang berasal dari sumber-
sumber Islam untuk memecahkan masalah yang muncul dalam kondisi yang berubah
secara historis dan ekonomi. Mereka tidak pernah ragu-ragu untuk mengambil manfaat
dari pengalaman negara-negara lain. Lebih kurang proses ini terus berlanjut sepanjang
sejarah Islam. Secara periodik pada studi ini, kami dapat membagi proses tersebut
kedalam tiga klasifikasi yang luas berikut ini:
Fase pertama, periode formasi atau pembentukan. Tahap ini mencakup periode setelah
selesai masa wahyu sampai akhir eraKhulafa’ al-Rasyidin (11-100 A.H./632-718 M).
Fase kedua, periode perjemahan ketika ide-ide asing, khususnya karya-karya Yunani
diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab dan para cendekiawan Muslim memperoleh
kesempatan untuk melakukan eksplorasi pemikiran dari karya-karyaintelektual dan
praktis dari negara-negara lain (abad ke-25 H/811 M).
Fase ketiga, periode penerjemahan kembali dan transmisi, ketika ide-ide Greco-Arab atau
Yunani-Arab Islam mencapai Eropa melalui karya-karya terjemahan dan kontak lainnya
(abad ke-69 H/ 1215 M).
Salah satu ahli fiqih yang terkenal di Madinah. Zaid bin Ali berpandangan
bahwa penjualan suatu barang secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari
pada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah, selama transaksi
kredit tersebut di dasari oleh ‘aqd, atau prinsip saling ridho antar kedua belah pihak.
Laba dari perkreditan adalah murni dari bagian perniagaan dan tidak termasuk riba.
Keuntungan yang diperoleh pedagang yang menjual secara kredit merupakan suatu
bentuk kompensasi atas kemudahan yang diperoleh seseorang dalam membeli suatu
barang. Meskipundemikian, penjualan secara kredit tidak serta merta
mengindikasikan bahwa harga lebih tinggi selalu berkaitan dengan jangka waktu,
melainkan menjual secara kredit dapat pula ditetapkan dengan harga rendah,
sehingga lebih mempermudah dan menambah kepuasan konsumen.
b. Abu Hanifah
c. Abu Yusuf
Beberapa tokoh fase kedua diantaranya: Al-Ghazali (w. 505 H/1111M), Ibnu
Taimiyah (w. 728 H/1328 M), Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M)
a. Al-Ghazali
b. Ibnu Taimiyah
Konsep harga yang adil pada hakikatnya telah ada digunakan sejak
awal kehadiran islam. Alquran menekankan keadilan dalam setiap aspak
kehidupan umat manusia. Oleh kerena itu, adalah hal yang wajar jika keadilan
juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khusnya harga. Karena, tujuan utama
harga yang adil adalah memelihara keadilan dalam mengadakan transakasi
timbal balik dan hubungan-hubungan lain diantara anggota masyarakat. Pada
konsep harga yang adil, pihak penjual dan pembeli sama-sama merasakan
keadilan.
Mekanisme harga
Regulasi Harga
Dalam hal uang, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa fungsi utama uang adalah
sebagaialat pengukur nilai dan sebagai media untuk memperlancar pertukaran
barang. Hal itu sebagaimana yang beliau ungkapkan sebagai berikut:Terdapat
sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai alat untuk
melakukan transaksi, bukan diperlakukan sebagai komoditas:
Penguasa seharusnya mencetak fulus (mata uang selain perak dan emas)
sesuai dengan nilai yang adil tanpa menimbulkan kdzaliman kepada mereka.
Ibnu Taimiyah menyarankan agar tidak membatalkan masa berlaku mata uang
yang sedang berada di tangan masyarakat. Ketika pemerintah menyatakan
tidak berlaku lagi atas mata uang yang dipegang masyarakat, yang berarti
uang diperlakukan sebagai barang yang tidak mempunyai nilai yang sama
dibandingkan dengan ketika berfungsi sebagai uang, maka masyarakat sangat
dirugikan dalam hal ini.
c. Ibnu Khaldun
Emas memiliki nilai dan fungsi yang amat penting dalam perekonomian,
sebagaimana ia nyatakan “Tuhan telah menciptakan uang logam mulia, emas, perak,
yang dapat digunakan oleh manusia untuk mengukur nilai dari suatu komoditas” .
Tetapi Ibnu Kholdun juga memperkenankan mata uang kertas, dengan syarat
pemerintah wajib menjaga stabilitas nilainya.
Fase ketiga disebut juga stagnasi, Fase ini dimulai pada tahun 1446 M hingga
1932 M. Salah satu penyebab kemerosotan pemikiran ekonomi Islam pada waktu itu
adalah asumsi yang mengatakan bahwa telah tertutupnya pintu Ijtihad. Namun
demikian masih terdapat gerakan pembaharu selama dua abad terakhir yang menyeru
untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist.
Para pemikir yang terkemuka pada fase ini antara lain adalah :
a. Muhammad Iqbal
b. Shah Waliyullah
1. Membangun Masjid
Setibanya Rasulullah Saw di kota Madinah, tugas utama yang dilakukan adalah
mendirika masjid yang merupakan asas utama dan terpenting dalam pembentukan
masyarakat Muslim. Tanah yang digunakan untuk membangun masjid adalah sumbangan
dari Abu Bakar r.a. pembngunan masjid dilakukan dengan menggunakan struktur yang
sangat sederhana.
Selain sebagai tempat ibadah masjid yang kemudian hari dikenal dengan Masjid Nabawi
ini juga berfungsi sebagai Islamic Center yang mana semua aktivitas kaum muslimin
dipusatkan ditempat ini. Dengan demikian, Rasulullah Saw dapat menghindari
pengeluaran yang sangat besar untuk membangun infrastuktur negara Madinah yang baru
dibentuk.
2. Merehabilitasi Kaum Muhajirin
Setelah mendirikan masjid, tugas berikutnya yang dilakukan Rasulullh Saw
adalah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum muhajirin(penduduk
Makkah yang berhijrah ke Madinah). Untuk memperbaiki keadaan ini dan menghindari
kemungkinan munculnya dampak negatif dikemudian hari, Rasulullah Saw menerapkan
kebijakan yang arif dan bijaksana, yakni dengan cara menanamkan tali persaudaraan
antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Dengan demikian, ukhuwwah ini juga
didasarkan pada prinsip-prinsip material. Rasulullah Saw memerintahkan agar setiap
keluarga ataupun individu dari kaum Anshar memberikan sebagian hartanya kepada
kaum Muhajirin sampai kaum Muhajirin tersebut memperoleh mata pencaharian baru
yang dapat dijadikan pegangan dalam melangsungkan hidupnya.
3. Membuat Konstitusi Negara
Setelah mendirikan masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum
Anshar, tugas berikutnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah menyusun
Konstitusi Negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah sebagai suatu negara.
Dalam kontitusi negara Madinah ini, pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban dan
tanggung jawab setiap warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, srta sistem
pertahanan dan keamanan negara. Sesuai dengan prinsip-prinsip islam setiap orang
dilarang melakukan aktivitas yang dapat mengganggu stabilitas dan kehidupan manusia
dan alam. Dalam kerangka ini, Rasululah melarang setiap individu untuk memotong
rumput, menebang pohon atau membawa masuk senjata untuk tujuan kekerasan atupan
peperangan disekitar kota Madinah.
4. Meletakkan Dasar-dasar Sistem Keuangan Negara
Setelah melakukan upaya dan stabilitas dibidang sosial, politik serta pertahanan
dan keamanan, Rasulullah meletakan dasar-dasar sistem keuangan negara sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Al-Qur’an.
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasi sebagai sebuah negara, madinah hampir
tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara
dilaksanakan kaum muslimin secara gotong royong dan suka rela.
Pada masa ini, karakteristik pekerjaan masih sangat sederhana dan tidak
memerlukan perhatian yang penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara
yang juga merangkap sebagai penanggung jawab seluruh administrasi negara.
c. Pengeluaran negara dimasa pemerintahan Rasulullah.
Dari sisi pengeluaran negara catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada
masa pemerintahan Rasulullah memang tidak tersedia, namun tidak berarti
menimbulkan kesimpulan bahwa sistem keuangan negara yang ada pada waktu itu
tidak berjalan dengan baik dan benar.
d. Baitul mal
Berikutnya dengan hal ini, Rasulullah merupakan kepala negara yang pertama
memperkenalkan konsep baru dibidang keuangan negara pada abad ketujuh, yakni
semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian
dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara. Status harta hasil pengumpulan itu
adalah milik negara dan bukan milik individu. Tempat pengumpulan itu disebut
dengan baitul mal atau bendahara negara. Binatang-binatang yang merupakan harta
perbendaharaan negara tidak disimpan dibaitul mal.
BAB 3
Data yang diberikan pada tabel 1 sangat penting dalam beberapa hal: pertama data
tersebut menunjukkan kenaikan populasi kaum muslimin dan cepatnya proses konversi
ke dalam Islam; kedua, tabel tersebut menunjukkan ke runtuhan orde jahiliyah dan
peningkatan stabilitas pemerintahan Islam.Pentingnya kebijakan ekonomi, khususnya
kebijakan fiskal yang dijalankan dengan segera oleh Rasulullah untuk menstabilkan
pemerintahan Islam menjadi lebih dapat mengerti jika dipahami besarnya kenaikan
populasi kaum muslimin. Dengan dukungan perkiraan pendapatan perkapita dan tingkat
pendapatan bebas pajak (hadd nisab) yang diberikan di bagian-bagian selanjutnya, data
pada tabel 1 dapat dijadikan standar untuk memperkirakan pendapatan nasional dan daya
beli kaum muslimin pada masa pemerintahan Rasulullah SAW.
3. Pendapatan
Akibat kejahatan kaum Quraisy dan blokade ekonomi mereka terhadap kaum
muslimin pendapatan perkapita kaum muslimin di Makkah sebelum hijrah ke Madinah
sangat rendah. Selama 3 tahun kaum muslimin hidup teralienasi di Shib Abi Tholib
karena tindakan kaum Quraisy yang melarang segala bentuk perdagangan dan hubungan
ekonomi dengan kaum muslimin.
Berkat langkah-langkah yang diambil Rasulullah SAW atas nama kaum
Muhajirin dan seluruh kaum muslimin di Madinah dan hijaz serta bertahap kesejahteraan
kaum muslimin mengalami perkembangan. Hanya dalam jangka waktu yang relatif
cukup singkat kaum muslimin sudah memiliki tempat tinggal pekerjaan serta standar
kehidupan yang baik peningkatan kesejahteraan ini menyebabkan pembayaran zakat
menjadi wajib hukumnya bagi kaum muslimin karena pendapatan perkapita mereka telah
melebihi pengeluaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
B. Pendirian dan Pengaturan Keuangan Publik
Keuangan publik (Baitul Maal) adalah tempat pengumpulan dana atau pusat
pengumpulan Kekayaan Negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Pada
awal perkembangan Islam sumber utama pendapatan negara adalah
khums,zajat,kharaj,dan jizyah. Jumlah jangka waktu serta penggunaannya telah
ditentukan oleh Alquran dan hadis nabi.
Pusat pengumpulan dan pembagian dana tersebut adalah masjid yang didirikan oleh Nabi
sesaat setelah peristiwa hijrah. Masjid dibuat bukan hanya sebagai tempat ibadah tetapi
juga tampak untuk bertemu dan berbagi pendapat dengan orang-orang.
Baitul Mal didirikan oleh Nabi, pengaturan Baitul Mal tersebut sangat fleksibel dan tidak
terlalu birokratis. Habis sendiri melakukan pembayaran Harian dari Baitul maal hingga
tidak ada dana Baitul Mal yang tersisa sedikitpun.
C. Pendaatan Baitul Mal
Berikut diuraikan sumber pendapatan Baitul Mal yang terbagi atas kharaj,zakat,khums
dan jizyah.
a. Kharaj
Kharaj merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas
tanah pertanian dan hutan milik umat Islam. Jika tanah yang diolah dan kebun
buah-buahan yang dimiliki nonmuslim jatuh ke tangan orang Islam akibat kalah
dalam pertempuran aset tersebut menjadi bagian dari harta milik umat Islam.
Karena itu siapapun yang ingin mengolah tanah tersebut harus membayar sewa.
Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj. Contohnya
adalah sewa yang dipungut atas beberapa lahan di khaibar yang merupakan
barang rampasan perang dan menjadi harta milik umat Islam.
b. Zakat
Sumber pendapatan penting lainnya untuk keuangan negara di masa awal
Islam adalah zakat. Zakat yang dikumpulkan berbentuk uang tunai (dirham dan
dinar),hasil pertanian,dan ternak. Pada permulaan Islam zakat ditarik dari seluruh
pendapatan umat. Seperti telah dikemukakan aktivitas ekonomi umat pada masa
itu adalah perdagangan, kerajinan, pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Pendapatan dari kegiatan perdagangan dan kerajinan biasanya dalam bentuk uang
tunai dan dapat dinilai dalam bentuk Dinar dan Dirham. Mata uang ini merupakan
unit moneter perekonomian di masa awal Islam. Penarikan zakat dalam bentuk
mata uang menyebabkan munculnya penarikan terhadap zakat perdagangan yang
berasal dari kegiatan komersial seperti kerajinan tangan, sedangkan pendapatan
dari kegiatan pertanian lebih berbentuk barang tidak dalam bentuk uang tunai
yang berupa hasil pertanian itu sendiri.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tinggal di Makkah dan pada awal hijrah
pendapatan umat Islam nihil. Pada saat ini pembayaran zakat hanya berupa
himbauan. Namun secara perlahan-lahan berkat langkah-langkah ekonomi dan
politik yang diambil nabi pendapatan perkapita umat Islam meningkat. Ketika
kemampuan mengeluarkan zakat meningkat tajam pada tahun 8 H hukum
mengeluarkan zakat menjadi wajib.
c. Khums
Sumber pendapatan kas negara lainnya adalah khums seperti yang
tercantum dalam Alquran sebagai berikut:
Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh "ghanimtum" maka
sesungguhnya 1/5 untuk Allah, Rasul kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan Ibnu Sabil (Qs Al Anfal 8:41)
Pengertian frase ghanimtum menurut para ulama Syiah berbeda dengan
jumhur ulama. Menurut ulama Syiah ghanimah secara etimologis dan merujuk
kepada hadis nabi dan pendapat Imam Syiah mencakup segala sesuatu yang
mempunyai nilai ekonomi. Karena fase tersebut diakui frasa Min Syain yang
berarti seluruh atau apapun. Untuk itu seluruh hasil ekonomi dikenakan khums. di
lain pihak umumnya fuqoha membatasi arti frase tersebut pada rampasan perang
dan kemudian diperluas pengertiannya termasuk harta karun dan kadang termasuk
barang tambang. Ayatullah Ahmadi mengungkapkan beberapa penelitian
mengenai kata khums. Setelah berkonsultasi dengan penyusun kamus, para
penerjemah, dan baik jumhur maupun Syiah, dia menyimpulkan Frase ghanimtum
dalam ayat tersebut merujuk pada segala kekayaan yang dengan atau tanpa usaha,
menanam modal atau tidak, melalui rampasan perang, perdagangan, pertanian,
atau industri. Oleh karena itu setiap muslim wajib membayar khums, yaitu
seperlima dari harta yang dimiliki untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, baik sedikit
maupun banyak.
d. Jizyah
Sumber pajak lain pada masa awal Islam adalah jizyah yang dipungut dari
non muslim yang hidup dibawah pemerintahan Islam tapi tidak mau masuk Islam.
Pajak yang dikenakan pada mereka merupakan pengganti dari imbalan atau
fasilitas ekonomi, sosial, dan layanan kesejahteraan yang mereka terima dari
pemerintahan Islam, juga sebagai jaminan dan keamanan hidup dalam harta
mereka. Pajak ini mirip dengan zakat fitrah yang dipungut dari muslim setiap
tahun.
e. Pemasukan lain
Sumber pemasukan lain adalah kafarat atau denda yang dikenakan pada
seorang muslim ketika melakukan pelanggaran. Contohnya Jika seorang muslim
batal puasa 1 hari pada bulan Ramadan ia harus memberi makan 60 orang miskin
dalam jangka waktu tertentu untuk menghapus dosanya. Jenis kafarat yang lain
bisa ditemui dalam buku hukum Islam.
D. Jenis Pengeluaran Baitul Mal dan Kebijakan Fiskal
a. Penyebaran Islam
Dasar keyakinan dan perbuatan setiap muslim ditetapkan dalam al-qur'an
Rasulullah SAW memulai dakwahnya di Makkah dengan menjelaskan ayat-ayat
al-quran untuk mengajak pemuda Makkah kepada Islam. Setelah hijrah ke
Madinah disamping mengajak setiap orang yang baru masuk Islam untuk
mengajarkan Quran dan mengajarkan infaq dijalan Allah. Rasulullah juga
memerintahkan orang-orang yang tinggal di masjid atau kaum suffah seperti Ti
Abbas bin Said dan Al Asi dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah, memilih diantara
mereka sendiri siapa yang akan mengajarkan al-quran. Pada tahun 10 Hijriyah
Rasulullah SAW mengirimkan Amr Bin hazm ke najran untuk mengajarkan al-
quran dan memerintah berdasarkan Islam adalah Abu Ubaidah Bin al-jarrah, Rafi
bin Malik Al Anshari, usayd bin Hudayr,dan Khalid bin said Al Asi.
b. Gerakan Pendidikan dan kebudayaan
Rasulullah juga memberi perhatian besar terhadap pengajaran dan pendidikan
bagi setiap muslim dan memanfaatkan setiap sumber daya untuk membuat mereka
melek huruf. Sebagai contoh Rasulullah memerintahkan Zaid Bin Tsabit yang telah
diajarkan membaca dan menulis oleh seorang tawanan perang Badar untuk
mempelajari tulisan Yahudi. Rasulullah juga menyatakan kepada 10 tawanan perang
Badar bahwa jika telah mengajarkan 10 orang pemuda Ansor membaca dan menulis
mereka akan dibebaskan. Dengan cara ini jumlah sahabat yang melek huruf
meningkat sehingga juru tulis dan baca Rasulullah tercatat sebanyak 42 orang. Angka
ini sangat berarti dibandingkan dengan Sebelum masa kenabian jumlah suku Quraisy
yang melek huruf hanya 17. Demikian juga di Madinah kecuali bangsa Yahudi
jumlah penduduk yang dapat membaca dan menulis sangat sedikit. Gerakan belajar
membaca dan menulis di Madinah menyebar luas sehingga tempat tersebut dikenal
dengan nama Darul Qura (Rumah Para Penulis)
c. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Selama masa kepemimpinan Rasulullah dan khalifah yang 4 ,para ulama, ahli
kedokteran, dan orang-orang yang dapat menulis memperoleh penghargaan dan
dimanfaatkan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Di Madinah jasa para ahli
kedokteran yang sudah mengajar dan praktik medis di sekolah Jundany Shapur
dimanfaatkan. Berbagai upaya dilakukan agar mereka dapat tinggal di sana serta
membuka praktek medis sekalipun mereka bukan muslim.
d. Pembangunan Infrastruktur
Disamping mendorong aktivitas swasta Rasulullah SAW juga memberikan
perhatian khusus pada pembangunan infrastruktur. Selain membagikan tanah kepada
masyarakat untuk pembangunan pemukiman Rasulullah membangun kamar mandi
umum di sudut kota. Atas saran seorang sahabat Rasulullah juga menentukan tempat
yang berfungsi sebagai pasar di Kota Madinah. Iya juga memberi perhatian khusus
pada upaya perluasan jaringan komunikasi antara penduduk sehingga jalan-jalan yang
sangat sempit serta batas kota dihapuskan bahkan di wilayah pertempuran.
Rasulullah SAW juga sangat memperhatikan jasa Pos dan memerintahkan
perbaikannya.
e. Pembangunan armada perang dn keamanan
Selama 11 tahun memimpin kaum muslimin Rasulullah SAW terlibat dalam
banyak pertempuran. Berbagai pertempuran ini terjadi akibat Serangan yang
dilancarkan musuh-musuh Islam dalam upaya melenyapkan Islam dan Rasulullah
SAW. Peperangan yang pernah diikuti Rasulullah sebanyak 26 atau 27 ghazwah,
sebutan untuk perang yang diikuti Rasulullah sementara pengiriman pasukan untuk
menahan serangan musuh tercatat 36 sampai 66 sariyah, sebutan untuk perang yang
tidak diikuti Rasulullah. Menurut beberapa catatan peperangan ini dimulai beberapa
bulan sejak ia hijrah ke Madinah sementara yang lain menyebutkan dimulai pada
tahun kedua Hijriyah.
f. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Sebagian dana Baitul Mal yang digunakan Rasulullah untuk mengatasi
kelaparan yang menimpa orang-orang fakir dan miskin. Penerimaan ini,terdiri atas
ghanimah,khums,zakat,kharaj,dan jizyah.
Zakat diwajibkan kepada setiap orang yang telah dapat mencukupi
kebutuhannya dalam satu tahun. Atau dengan kata lain setiap orang yang mempunyai
harta sampai tingkat nisab (batas kena) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
g. Ruang Lingkup Aktivitas Baitul Mal
Analisis pengeluaran dana Baitul Mal memperlihatkan Bagaimana sektor
pelayanan publik pemegang peranan aktif dalam ekonomi pada masa awal
pemerintahan Islam. Aktivitas ini meliputi perbaikan pendidikan dan moral,
penyebaran agama Islam, membiasakan kaum muslimin dengan pengetahuan baru,
serta memasukkan dan mensosialisasikan berbagai teknik baru. Investasi juga
dilakukan pada pembangunan kota dengan membangun saluran pengairan dan
terusan, pembangunan pasar serta fasilitas sanitasi publik. Selanjutnya kebijakan
pertahanan keamanan, pembentukan institusi pada saat diperlukan, serta penyediaan
pasukan dan pengeluaran militer merupakan tanggung jawab sektor publik. pada
masa Rasulullah SAW tanggung jawab terakhir dijalankan dengan bantuan kaum
muslimin, meminjam perlengkapan dari pihak asing, serta membagi harta rampasan
perang dan menjual seperlima diantaranya untuk pembiayaan pasukan. Singkatnya
Baitul Mal menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup dan kesejahteraan sosial
minimum bagi setiap orang, muslim maupun non muslim, yang hidup dibawah
bendera negara Islam.
Berikut ini kita dapat meringkas topik yang telah dibahas sehingga dapat melihat
perbedaan yang jelas setiap instrumen kebijakan fiskal yang terdapat pada masa awal
pemerintahan Islam.
Faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah percepatan
peredaran uang. Sistem pemerintahan yang legal dan terutama perangkat hukum yang tegas
dalam menentukan peraturan dan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang
signifikasi dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang.
Larangan terhadap Kanz (penimbunan uang untuk spekulasi) cenderung mencegah dinat
dan dirham keluar dari perputaran. Begitu juga larangan praktik bunga bank mencegah
tertahanya uang di tangan pemilik modal. Kedua larangan ini mendorong percepatan
peredaran uang secara signifikan. Demikian pula, tindakan rasul mendorong masyarakat
untuk mengadakan kontrak kerja sama dan memdesak mereka untuk memberikan pinjaman
tanpa bunga lebih memperkuat peredaran uang. Singkatnya, kebijakan-kebijakan rasullullah
seperti dikemukakan di atas memiliki peranan penting dalam meningkatkan percepatan
peredaran uang secara signifikan.
Kesimpulan yang busa diambil dari uraian diatas adalah bahwa tidak ada satupun
instrumen kebijakan moneter yang digunakan saat ini diberlakukan pada masa awal periode
keislaman. Karena "minimnya" sistem perbankan dan karena penggunaan uang sebagai alat
tukar tidak tidak ada alasan untuk melakukan perubahan supply uang melalui kebijakan
diskresioner. Lagi pula kredit tidak memiliki peran falam menciptakan uang; faktornya antara
lain,pertama,kredit hanya digunakan diantara sebagian pedagang. kedua,peraturan pemerintah
tentang promissory notes(suara pinjaman/kesanggupan) dan negotiable instrumens(alat-alat
negosiasi) dibuat sedemikian rupa hingga tidak memungkinkan sistem kredit mencipgakan
uang.
Promissory notes atau bill of exchange dapat ditertibkan untuk membeli barang atau
untuk mendapatkan sejumlah dana segar, tapi surat ini tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan
kredit. Setelah surat ini dikeluarkan,kreditor dapat menjual surat tersebut, tetapi debitur tidak
dapat menjual uang atau konoditi, sebelum ia menerima surat tersebut. Untuk itu, tidak ada
pasar untuk jual beli negotiable instrumens, spekulasi dan penggunaan pasar uang. Jadi.
sistem kredit tidak dapat menciptakan uang.
Variable ekonomi yang ada pada masa itu adalah harga tunai dan kredit barang dan
jasa,jangka waktu trasaksi kredit,tingkat keuntungan dalam perdagangan,tingkat pembelian
investasi,harga faktor produksi,jangka waktu utang quard hasan dan tingkat alokasi dapat
dijelaskan.Berapa variable seperti harga barang dan bilan keputusan menyangkut konsumsi
dan produksi dalam satu periode.Variable lainya,seperti rate transaksi kredit,tingkat
pengembaluan inventasi,tingkat keuntuntan perdagangan,tingkat diskonto,jangka waktu quard
hasan,jangka transaksi kredit atau waktu yang dibutuhkan untuk persiapan sebuah proyek
investasi,berkaitan erat dengan keputusan sementara menyangkut produksi dan transfer
pendapatan.Bantuan variable ini sangat memungkinkan untuk menganalisis proses
pengambilan keputusan.
BAB 6
PERANAN HARTA RAMPASAN PERANG
A. Latar belakang
Di kalangan para orientalis, timbul asumsi yang menyatakan bahwa pada
masa awal pemerintahan islam, harta rampasan perang mempunyai peranan yang
sangat signifikan dalam menopang kehidupan kaum muslimin. Dalam pandangan
mereka, berbagai ekspedisi yang dilakukan oleh kaum muslimin dilandasi oleh
semangat untuk memperoleh harta rampasan perang, sehingga ajaran yang dibawa
oleh nabi Muhammad saw. tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat di
seluruh Jazirah Arab.
Asumsi tersebut lahir dari fakta lemahnya kondisi perekonomian kaum
muslimin pada masa-masa awal pendirian negara Madinah. Kaum Muhajirin yang
datang tanpa membawa perbekalan yang memadai secara langsung memperlemah
kondisi perekonomian kaum Anshar. Sumber daya yang dimiliki Rasulullah Saw.
pada tahun pertama hijrah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kaum Muhajirin
yag terus berdatangan ke kota Madinah. Akibatnya, kondisi perekonomian
masyarakat Madinag secara keseluruhan semakin memburuk. Sehingga mendorong
Rasulullah Saw. untuk melakukan perampasan terhadap para kafilah Makkah yang
melewati Madinah menuju Syaria.
B. Berbagai ekspedisi yang dilakukan kaum Muslimin pada masa pemerintahan
rasulullah saw.
1. Ekspedisi tahun pertama.
Dilakukan sebanyak 74 kali atau, dalam riwayat lain, 90 kali atau lebih.
Seluruh ekspedisi tersebut, baik ghazawat maupun saraya, bukanlah gerakan
militer tetapi hanya merupakan misi politik atau perjalanan dakwah. Banyak
penulis modern mengaggap ekspedisi tersebut sebagai operasi militer.
Harta rampasan yang diperoleh terdiri dari anggur, kismis, kulit dan
kemngkinan barang-baranf dagangan kaum quraisy. Selain itu kaum muslimin
berhasil menawan dua orang. Salah satu tawanan membayar uang tebusan sebesar
40 uqiyah perak (setara 1600 dirham, dengan berat rata-rata satu uqiyah sama
dengan 40 dirham)
2. Ekspedisi tahun kedua.
Dimulai dengan peperangan Bani Qainuqa, salah satu kaum yahudi
terkemuka di Madinah.Setelah melewati proses pengepungan selama beberapa
hari, orang-orang Yahudi Bani Qainuqa menyerah kepada kaum muslimin. Dalam
hal ini harta rampasan perang terdiri dari persenjataan dan peralatan
pertambangan emas mengingat mereka adalah para pengrajin yang sangat ahli.
3. Ekspedisi tahun ketiga.
Pada tahun ketiga (624-625M), terdapat tujuh ekspedisi yang dilakukan
oleh kaum muslimin. Dari tujuh ekpedisi tersebut, hanya tiga yang menghasilkan
keuntungan ekonomis. Ghazwah kudur merupakan peperangan pertama yang
memberikan harta rampasan. Dalam perang ini harta rampasan perang berupa 500
unta, dan menurut sumber lainnya 1600 unta. Perang lainnya yang menghasilkan
harta rampasan perang adalah perang melawan Bani Sulaiman. Dalam perang ini,
kaum muslimin memperoleh harta rampasan perang yang nilainya berkisar antara
100 sampai dengan 300 dirham untuk setiap orangnya.
4. Ekspedisi tahun keempat.
(625-626M) kaum muslimin melakukan tujuh buah ekspedisi, dua
diantaranya menghasilkan harta rampasan perang. Yang pertama adalah sariyah
Sbu Salamahibn Abdul Asad yang dikirim ke Qathan, sumur milik Bani Asad,
pada bulan Muharam (Juni625 M). sebagai hasil harta rampasan perang, 7 unta
diberikan kepada setiap tantara yang berjumlah 150 orang. Dengan demikian,
jumlah unta yang diperoleh adalah 1.310 ekor unta, termasuk khums dan safi
rasulullah.
5. Ekspedisi tahun kelima.
(626-627 M) sebanyak lima buah dan tiga di antara tujuh ekspedisi
menghasilkan harta rampasan perang. Ghazwah di Dumatul jandal pada bulan
Rabiul Awwal (Agustus 627 M) untuk menumpas kawanan penyamun (qutta al-
thariq) dari suku-suku di utara yang bermusuhan dengan penduduk Madinah
menghasilkan beberapa hewan ternak.
6. Ekspedisi tahun keenam.
Pada tahun keenam hijriyah (juni 627-628M) terdapat tiga ghazwah dan 18
saraya. Namun demikian, tidaj ada satu ghazwah pun yang menghasilkan harta
rampasan perang dan hanya 7 saraya yang menghasilkan keuntungan materi.
7. Ekspedisi tahun ketujuh
Pada tahun ketujuh hijriyah (628-629 M), kaum muslimin melakukan 14
buah ekspedisi yang terdiri 6 ghazwah dan 8 saraya. salah satu ghazwah terjadi
bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji pada saat nabi ke Makkah. Oleh
karena itu tidak ada harta rampasan pada saat itu. Namun demikian, sebagian
besar ekspedisi ini menghasilkan harta rampasan perang, baik dalam bentuk harta
bergerak ataupun harta tidak bergerak.
8. Ekspedisi tahun kedelapan.
(629-630 M), hanya enam ekspedisi yang menghasilkan harta rampasan
perang. Ssriyah pertama di tahun ini dipimpin oleh Ghalib binAbdullah al-Kadid
di bulan Safar (juni) yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil berjumlah 10-15
orang. Pasukan ini berhasil memperoleh beberapa harta rampasan perang berupa
tanah dan tawanan.
9. Ekspedisi tahun kesembilan.
(630-631M) berhasil mendapatkan harta rampasan perang, baik dalam
jumlah kecil maupu besar. Sariyah pertama di tahun ini terjadi antara pasukan
Uyainah bin Hisn Al-fazari melawan Bani Tamin pada bulan Muharram (April-
mei). Dalam perisiwa ini, kaum muslimin berhasil memperoleh beberapa tawanan
dan mungkin beberapa ternak (mawashi) ke Madinah. Namun, seluruh harta
rampasan perang tersebut dikembalikan setelah seorang wakil sukunya bertemu
dan berbicara dengan nabi.
C. Pengeluaran selama ekspedisi
Faktor ekonomi lainnya yang terabaikan ketika memperhitungkan
besarnya harta rampasan perang yang diperleh kaum muslimin adalah berkaitan
dengan pengeluaran kaum muslimin selama melakukan ekspedisi .
Berdasarkan perhitungan yang digunakan dalam tulisan ini, pengeluaran
atas 20.000 unta dan 10.000 kuda saja berkisar sepertiga juta dirham, terlepas dari
senjata, pakaian, makanan, bahan makanan, dan sebagainya. Total jumlah tantara
kaum muslimin yang terlibat peperangan selama sepuluh tahun sebanyak 100.000
orang. jumlah seluruh pengeluaran militer Muslimin yang berlangsung selama
masa hidup Rasulullah adalah lebih dari 15 juta dinar atau 180 juta dirham.
D. Kerugian-kerugian akibat berbagai ekspedisi.
Beberapa saat sebelum pertempuran Uhud, pasukan Makkah
menghancurkan lahan pertanian yang sangat luas milik kaum Muslimin yang siap
panen. Kerugian yang diterima, baik berupa makanan dan bahan makanan, sangat
besar. Berkurangnya persediaan bahan makanan ini mengakibatkan penduduk
Madinah banyak yang berada di ambang kelaparan.
E. Kondisi perekonomian kaum muslimin.
Setelah didirikannya negara islam Madinah, aktivitas ekonomi di bidang
perdagangan dan pertanian mengalami perkembangan yang pesat. Dalam jangka
waktu yang relative singkat, banyak di antara kaum Muslimin yang berhasil
menjadi pedagang dan petani yang sukses.
F. Nilai riil harta rampasan perang.
Hal ini di satu sisi tidak menjadi pemikiran secara keseluruhan konribusi
harta rampasan perang dapat diabaikan dan harta rampasan perang (al-magharim)
tidak memainkan peranan yang besar dalam perekonomian umat islam, terutama
di Madinah.
Harta rampasan perang terutama diperoleh dari bangsa yahudi Madinah
dan khaibar serta di antara kaum muslimin yang ikut berperang untuk
menginvestasikan harta rampasan yang diperoleh menjadi asset riil, seperti kebun,
tanah, rumah tinggal, bahkan barang dagangan.
BAB 7
A. Riwayat Hidup
Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan bin Farqad Al-Syibani lahir pada
tahun 132 H (750) dikota wasith, ibu kota irak pada masa akhir pemerintah Bani
Umawiyyah .Ayahnya berasal dari nereri Syaiban diwilayah jazirah Arab.Bersama
orang tuanya ,Al-Syabani pindah ke kota kufah yang ketika ia merupakan salah satu
pusat kegiatan ilmiah . Dikota tersebut ,ia belajar fiqih ,sastra bahasa ,dan hadist
kepada pada ulama setempat.Pada periode ini pula Al-Syaibani yang baru berusia 14
tahun berguru kepada Abu Hanifah selama 4 tahun ,yakni sampai nama yang terakhir
meninggal dunia.Setelah itu ia berguru kepada Abu yusuf salah seorang murid
terkemuka dan pengganti abu hanifah ,hingga keduanya tercatat sebagai penyebar
mazhab Hanafi.
B. Karya Karya
Dlam menuluskan pokok-pokok pemikiran fiqihnya Al Syabani menggunakan
istihsan sebagai metode ijtihadnya.Ia merupakan ulama yang sangat produktif . KItab-
kitabnya dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan ,yaitu:
a. Zhahir al-Riwayah, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pelajaran yang diberikan
Abu Hanifah.
b. Al –Nawadir ,yaitu kitab yang ditulis berdasarkn pandangannya sendiri ,seperti
Amali Muhammad fi al fiqih dan al kasb.
C. Pemikiran Ekonomi
1. Al –Kasb ( kerja)
Al –Syabani mendefinisikan al –kasb sebagai mencari perolehan harta
melalui berbagai cara yang halal .Dalam ilmu ekonomi aktivitas demikian
termasuk dalam aktivitas produksi.Produksi suatu barang atau jasa itu mempunyai
uutilitas . Islam memandang bahwa suatu barang atau jasa mempunyai nilai guna
jika mengandung kemaslahatan.Dengan demikian, seorang muslim termotifasi
untuk memproduksi setiap barang dan jasa yang memiliki masalah tersebut.
2. Kekayaan dan Kefakiran
Abu Ubaid bernama lengkap Al –Qasim bin sallam bin miskin bin zaid al harawi
al azadi Al Baghdadai. Ia lahir pada tahun 150 H dikota Harrah, Khurasan, sebelah barat
laut Afghanistan. Ayah nya keturunana Byzantium yang mendaji maula suku azad.
Setelah memperoleh ilmu yang memadai dikota kelahirannya, pada usia 20 tahun ,Abu
Ubaid pergi berkelana untuk menuntut ilmu bergagai kota seperti kufah, basrah dan
Baghdad.Ilmu –imu yang dipelajari antara lain adalah mencakup ilmu tata bahasa
arab,qira’at, tafsir,hadis,dan fiqih . Pada tahun 192 H , Tsabit ibn Nasr ibn
Malik,mengangkat Abu Ubaid sebagai qadi di tarsus hingga tahun 210 H. Setelah berhaji
ia menetap di makkah sampai wafatnya. Ia meninggal pada tahun 224 H.
Jika isi kitab al –amwal dievaluasi dari sisi filosofi hokum, akan tampak
bahwa abu ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama.Abi ubaid memiliki
pendekatan yang berimbang terhadap hak –hak individu, public,dan Negara. Jika
kepentingan individu berbenturan dengan kepentingan public ia akan berpihak pda
kepentingan public.
Disisi lain , Abu Ubaid juga menekankan bahwa perbendaharaan Negara tidak
boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pengusaha untuk kepentingan
pribadinya.
Abu Ubaid juga menyatakan bahwa tarif pajak kontraktual tidak dapat
dinaikan bahkan dapat diturunkan apabila terjadi ketidakmampuan mambayar.Lebih
jauh, ia menyatakan bahwa jika seorang penduduk non muslim mengajukan
permohonan bebas utang dan dibenarkan oleh saksi muslim, barang perdagangan
pnduduk non muslim tersebut yang setara dengan jumlah utangnya akan dibebaskan
dari bea cukai.
2. Dikotomi Badui – Urban
Dalam pandangan abu ubaid sumber daya public seperti air, padang rumput,
dan api tidak boleh dimonopoli seprti hima.Seluruh sumber daya ini hanya dapat
dimasukkan ke dalam kepemilikan Negara yang akan digunakan untuk memenui
kebutuhan masyarakat.
4. Pertimbangan Kebutuhan
Ada prinsipnya abu ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yakni sebagai
standar nilai pertukaran dan media pertukaran . Dalam ha linin ia menyatakan adalah
hal yang tidak diragukan lagi bahwa emas dan perak tidak layak untuk apa pun
kecuali menjadi harga dari barang dan jasa . Keuntungan yang paling tinggi yang
dapat diperoleh dari kedua ini adalah penggunaannya untuk membeli susuatu ( infaq)
2. Aktivitas Produksi.
d. Larangan Riba.
Al Ghazali larangan riba sering di sering kali dipandang sama dengan
bunga adalah mutlak terlepas dari alasan dosa yang menentang riba adalah
kemungkinan terjadinya eksploitasi ekonomi dan ketidakadilan dalam
transaksi. Al-Ghazali menyatakan bahwa menetapkan bunga atas utang
piutang berarti membelokkan uang dari fungsi utama yaitu untuk mengukur
kegunaan objek pertukaran. Oleh karena itu, bila jumlah uang yang diterima
lebih banyak daripada jumlah uang yang diberikan akan terjadi perubahan
standar nilai dan perubahan ini Terlaran.
4. peranan negara dan keuangan publik.
Al-Ghazali juga menitikberatkan peranan utama negara di antara peranan
utama negara diantara keempat industri dalam kategori pertamanya yaitu sebagai
sesuatu yang esensial untuk menjaga orang-orang agar hidup bersama secara
harmonis dan dalam kerjasama satu sama lain dalam mencari penghidupan.
a. Kemajuan ekonomi melalui Keadilan, Kedamaian, dan Stabilitas.
b. Keuangan Publik.
A. Riwayat Hidup
Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul
Halim Lahir di kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal
661 H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, paman dan
kakeknya merupakan ulama besar Mazhab Hambali dan penulis sejumlah buku.
Kehidupan Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada dunia buku dan kata-
kata tetapi juga mencakup keberaniannya dalam berlaga di medan perang.
Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah
menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah yang dilontarkan para
penentangnya.
Selama dalam tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhenti untuk
menulis dan mengajar. Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam tahanan pada
tanggal 26 September 1428 M (20 Dzul Qaidah 728 H) setelah mengalami
perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.
B. Pemikiran Ekonomi
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya Tulisnya.
1. Harga yang Adil, Mekanisme pasar dan Regulasi Harga
a. Harga yang Adil
Konsep harga yang adil pada hakikatnya telah ada dan digunakan sejak
awal kehadiran islam. Istilah harga yang adil telah disebutkan dalam
beberapa hadist nabi.
Sekalipun penggunaan istilah tersbut sudah ada sejak awal kehdiran
islam, Ibnu taimiyah tampaknya merupakan orang yang pertama kali
menaruh perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil. Dalam
pembahasan yang berkaitan dengan harga, ia sering menggunakan dua
istilah, yakni Kompensasi yang setara dan Harga yang setara.
Ditempat lain, ia membedakan antara dua jenis harga, yakni harga
yang tidak adil dan dilarang serta harta yang adil dan disukai.
Dalam mendefinisikan kompensasi yang setara Ibnu Taimiyah
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesetaraan adalah jumlah yang
sama dari objek khusus dimaksud dalam pemakaian yang umum. Hal ini
juga terkait dengan tingkat harga dan kebiasaan. Tujuan harga yang adil
adalah untuk memberikan panduan bagi para penguasa dalam
mengembangkan kehidupan ekonomi. Tampak jelas bagi Ibnu Taimiyah
bahwa kompensasi yang setara itu relatif merupakan sebuah fenomena yang
dapat bertahan lama akibat terbentuknya kebiasaan, sedangkan harga yang
setara itu bervariasi, ditentukan oleh kekuatan pemintaan dan penawaran
serta dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan masyarakat.
- Konsep Upah yang Adil
Pada abad pertengahan, konsep upah yang adil dimaksudkan
sebagai tingkat upah yang wajib diberikan kepada para pekerja sehingga
mereka daapt hidup secara layak ditengah-tengah masyarakat. Berkenaan
dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengacu pada tingkat harga yang berlaku
dipasar tenaga kerja dan menggunakan istilah upah yang setara. Seperti
halnya harga, prinsip dasar yang menjadi objek observasi dalam
menentukan suatu tingkat upah adalah definisi menyeluruh tentang
kualitas dan kuantitas. Harga dan upah, ketika keduanya tidak pasti dan
tidak ditentukan atau tidak dispesifikasikan dan tidak diketahui jenisnya,
merupakan hal yang sama dan penub dengan spekulasi.
- Konsep Laba yang adil
Ibnu Taimiyah mengakui ide tentang keuntungan yang merupakan
motivasi para pedagang. Menurutnya, para pedagang berhak memperoleh
keuntungan melalui acra-cara yang dapat diterima secara umum tanpa
merusak kepentingam dirinya sendiri dan kepentingan para pelanggannya.
Berdasarkan definisinya tentang harta yang adil, Ibnu Taimiyah
mendefinisikan laba yang adil sebagai laba normal yang secara umum
diperoleh dari jenis perdagangan tertentu, tanpa merugikan orang lain. Ia
menetang tingkat keuntungan yang tidak lazim, bersifat eksploitatif
dengan memanfaatkan ketidakpedulian nasyarakat terhadap kondisi pasar
yang ada.
- Relevansi Konsep Harga Adil dan Laba yang Adil Bagi Masyarakat
Tujuan utama dari harga yang adil dan berbagai permasalahan lain
yang terkait adalah untukmenegakkan keadilan dalam transaksi pertukaran
dan berbagai hubungan lainnya di antara anggota masyarakat. Kedua
konsep ini juga dimaksudkan sebagai panduan bagi para penguasa untuk
melindungi masyarakat dari berbagai tindakan eksploitatif. Dengan kata
lain, pada hakikatnya konsep ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat
dalam mempertemukan kewajiban moral dengan kewanjiban finansial.
Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, adil bagi para pedagang berarti
barang-barang dagangan mereka tidak dipaksa untuk dijual pada tingkat
harga yang dapat menghilangkan keuntungan normal mereka.
Disisi lain, ibnu taimiyah mengingatkan kepada para pembeli agar
tidak menolak harga yang adil sebagai hasil interaksi antara kekuatan
permintaan dan penawaran yang terjadi secara alamiah.
b. Mekanisme Pasar
Ibnu Taimiyah menyebutkan dua sumber persediaan, yakni produksi
lokal dan import barang-barang yang diminta. Untuk menggambarkan
permintaan terhadap suatu barang tertentu, ia menggunakan istilah raghbah fi
al-syai yang berarti hasrat terhadap sesuatu, yakni barang. Hasrat merupakan
salah satu faktor terpenting dalam permintaan, faktor lainnya adalah
pendapatan yang tidak disebutkan oleh Ibnu Taimiyah. Perubahan dalam
supply digambarkannya sebagai kenaikan atau penurunan dalam persediaan
barang-barang, yang disebabkan oleh dua faktor, yakni produksi lokal dan
impor.
Ibnu Taimiyah menyebut kenaikan harga terjadi karena penurunan
jumlah barang atau peningkatan jumlah penduduk. Penurunan jumlah barang
dapat disebut juga sebagai penurunan persediaan, sedangkan peningkatan
jumlah penduduk dapat disebut juga sebagai kenaikan permintaan. Suatu
kenaikan harga yang disebabkan oleh penurunan supply dan kenaikan demand
dikarakteristikkan sebagai perbuatan Allah swt. Untuk menunjukkan
mekanisme pasar yang beersifat impersonal.
c. Regulasi Harga
Ibnu Taimiyah membedakan dua jenis penerapan Harga, yakni
penerapan harga yang tidak adil dan catat hukum serta penetapan harga yang
adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum
adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi
akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan supply dan kenaikan demand.
Ibnu Taimiyah mendukung peniadaan berbagai unsur monopolistic dari
pasar dan, oleh karenanya, menentang segala bentuk kolusi yang terjadi diantara
sekelompok pedagang dan pembeli atau pihak-pihak tertentu lainnya.
Penetapan harga akan menimbulkan dampak yang merugikan persediaan
barang-barang impor mengingat penetapan harga tidak diperlukan terhadap
barang-barang yang tersedia ditemapt itu, karena akan merugikan para pembeli.
1. Pasar yang Tidak Sempurna
Disamping dalam kondisi kekeringan dan perang, Ibnu Taimiyah
merekomendasikan kepada pemerintah agar melakukan kebijakan penetapan
harga pada saat ketidaksempurnaan melanda pasar.
Contoh nyata dari pasar yang tidak sempurna adalah adanya monopoli
terhadap makanan dan barang-barang kebutuhan dasar lainnya.
Ibnu Taimiyah melarang para pedagang dan pembeli membuat perjanjian
untuk menjual barang pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga
dapat memperoleh harga yang lebih rendah, sebuah kasus yang menyerupai
monopsoni. Sesuai hadis nabi Ia juga melarang diskriminasi harga terhadap
pembeli atau penjual yang tidak mengetahui harga yang sebenarnya dipasar, hal
ini dianggap sebagai riba.
2. Musyawarah untuk Menetapkan Harga
Pemikiran ibnu Taimiyah tentang regulasi harga juga berlaku terhadap
berbagai faktor lainnya. Ia menyatakan bahwa apabila tenaga kerja menilak
memberikan jasa mereka sementara masyarakat sangat membutuhkannya atau
terjadi ketidaksempurnaan dalam pasar tenaga kerja, pemerintah harus
menetapkan upah tenaga kerja. Tujuan penetapan harga ini adalah untuk
melindungi para majikan dan pekerja dari aksi saling mengeksploitasi diantara
mereka.
Ibnu Taimiyah menentang keras terjadinya penurunan nilai mata uang dan percetakan
mata uang yang sangat banyak. Pernyataan tentang volume fulus harus sesuai dengan
proporsi jumlah transaksi yang terjadi adalah untuk menjamin harga yang adil.
Ibnu Taimiyah menyarankan kepada penguasa agar tidak memelopori bisnis mata
uang dengan membeli tembaga serta mencetaknya menjadi uang dan kemudian berbisnis
dengannya. Ia menegaskan bahwa perdagangan uang akan membuka lebar pintu
kezaliman terhadap masyarakat serta melenyapkan kekayaan mereka dengan dalih yang
salah. Ibnu Taimiyah meminta pihak penguasa agar tidak melakukan monetisasi terhadap
mata uang yang sedang berada ditangan masyarakat.
BAB 13
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab – sebab
alamiah dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya. Beliau mengatakan bahwa
inflasi ini adalah inflasi akibat turunnya penawaran Agregatif dan permintaan
Agregatif.
Jika memakai perangkat analisis konvensional, yaitu persamaan identitas
(Quantity Theory Of Money dari Irving Fisher).
MV=PT=Y
Dimana : M = jumlah uang beredar
V= kecepatan peredaran uang
P = tingkat harga
T = jumlah barang dan jasa
Y = tingkat pendapatan nasional