Anda di halaman 1dari 85

UJIAN AKHIR SEMESTER SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen pengampu : Luluk Aryani Isusilaningtyas, M.Pd.I

Nama : Hera Ayuk Marsela (63030180085)


Kelas : 2C Akuntansi Syariah

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
BAB 1

ISLAM DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI

A. Islam Sebagai Sistem Hidup (Way Of Life)

Dalam islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah SWT
merupkan Zat Yang Maha Esa. Sementara itu, manusia merupakan mahluk Allah SWT
yang diciptakan dalam bentuk yang paling baik, sesuai dengan hakikat wujud manusia
dalam kehidupan di dunia ,yakni melaksanakan tugas ke khalifahan dalam rangka
pengapdian kepada sang Maha Pencipta, Allah SWT sebagai khalifahnya di muka bumi,
manusia diberi amanah untuk memberdayakan seisi alam raya dengan sebaik-baiknya
demi kesejahteraan seluruh mahluk. Berkaitan dengan ruang lingkup tugas-tugas khalifah
ini, allah SWT berfirman :

“Orang-orang yang jika kami teguhkan di muka bumi niscaya mereka mendirikan sholat
dan menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’kruf dan mencegah dari perbuatan
yang mungkar.” (QS Al-hajj [22] ayat 41).

Ayat tersebut menyatakan bahwa mendirikan sholat mejrupakan refleksi


hubungan yang baik dengan hubungan Allah swt, menunaikan zakat merupakan refleksi
dari keharmonisan dari hubungan dengan sesame manusia, sedangkan ma’ruf berkaitan
dengan segala sesuatu yang dianggap baik oleh agama, akal, serta budaya, dan mungkar
adalah sebaliknya.untuk mencapai tujuan suci tersebut Allah SWT menurunkan Al-
Qur’an sebagai hidayah yang meliputi berbagai persoalan aqidah,syari’ah,akhlaq, demi
kebahagian hidup seliruh umat manusia di dinia dan akhirat. Dalam pada itu AL-quran
tidak memuat berbagai aturan yang terperinci yrntang syari’ah yang dalaam sistem
matika hukum isam berbagi menjadi dua bidang , yakni ibadah (ritual) dan muamalah
(social).

Bertitik tolak dari prinsip tersebut, Nabi Muhammad SAW menejelaskan melalui
berbagai hadisnya. Dalam kerangka yang sama dengan al-quran mayoritas hadis nabi
tersebut juga tidak bersifat absolut, trutama yang berkaitan dengan muamalah. Dengaan
kata lain, kedua sumber utama hukum islam ini hanya memeberikan berbagai prinsip
dasar yang harus dipegang oleh umat manusia selama menjalani kehidupan didunia.

B. Keudukan Akal Dalam Islam Serta Pengaruhya Terhadap Perkembangan Terhadap Ilmu
Pengetahuan
Dalam pengertian islam, akal merupakan daya piker yang terdapat di dalam jiwa
manusia, yaaitu daya memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitar.
Tidak jarang ayat-ayat al-quran menganjurkjan, dorongan, bahkan memerintah agar
manusia banyak berfikir dan mempergunakan akalnya, diantaranya adalah firman Allah
SWT:
“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepada mu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yan
mempunyai pikiran.” (QS shad [38] ayat 29)

C. Sejarah Pemikiran Ekonomi Dalam Islam

Sejarah ekonomi Islam bersumber dari Al-Qur’an danSunnah. Al-Qur’an sebagai


Firman Allah diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. dan Sunnah sebagai
pengamalan dan penjelasan praktis yang mengandung sejumlah ajaran dan prinsip-prinsip
ekonomi yang berlaku untuk berbagai kondisi.

Pemikiran adalah produk dari ide atau pikiran manusia, sedangkan ajaran Al-
Qur’an dan kenabian merupakan wujud penjelasan ilahi. Oleh karena itu, interpretasi
manusia, kesimpulan, dan penerapan mereka dalam berbagai perubahan zaman, ruang,
dan kondisi membentuk tubuh pemikiran ekonomi (the body of economic thought) dari
orang-orang Islam. Para cendekiawan Muslim menerima ajaran-ajaran ekonomi Al-
Qur’an dan Sunnah sebagai dasar dan titik awal. Kemudian mereka menggunakan
argumentasi tertentu dan menerapkan prinsip-prinsip dasar yang berasal dari sumber-
sumber Islam untuk memecahkan masalah yang muncul dalam kondisi yang berubah
secara historis dan ekonomi. Mereka tidak pernah ragu-ragu untuk mengambil manfaat
dari pengalaman negara-negara lain. Lebih kurang proses ini terus berlanjut sepanjang
sejarah Islam. Secara periodik pada studi ini, kami dapat membagi proses tersebut
kedalam tiga klasifikasi yang luas berikut ini:
Fase pertama, periode formasi atau pembentukan. Tahap ini mencakup periode setelah
selesai masa wahyu sampai akhir eraKhulafa’ al-Rasyidin (11-100 A.H./632-718 M).

Fase kedua, periode perjemahan ketika ide-ide asing, khususnya karya-karya Yunani
diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab dan para cendekiawan Muslim memperoleh
kesempatan untuk melakukan eksplorasi pemikiran dari karya-karyaintelektual dan
praktis dari negara-negara lain (abad ke-25 H/811 M).

Fase ketiga, periode penerjemahan kembali dan transmisi, ketika ide-ide Greco-Arab atau
Yunani-Arab Islam mencapai Eropa melalui karya-karya terjemahan dan kontak lainnya
(abad ke-69 H/ 1215 M).

1. Perkembangan Pemikiran Ekonomi islam Fase Pertama


Fase pertama, pemikiran-pemikiran ekonomi Islam baru pada tahap meletakkan
dasar-dasar ekonomi Islam, dimulai sejak awal Islam hingga pertengahan abad ke-5 H/ 7-
11 Masehi. Pada tahap ini pemikiran-pemikiran ekonomi Islam pada umumnya bukanlah
dibahas oleh para ahli ekonomi, melainkan dirintis fuqaha, sufi, teolog, dan filsuf
Muslim. Pemikiran ekonomi Islam pada tahap ini banyak ditemukan dalam kitab-kitab
turats (peninggalan ulama). Dari turats itulah para intelektual Muslim maupun non-
Muslim melakukan kajian, penelitian, analisis, dan kodifikasi pemikiran-pemikiran
ekonomi Islam yang pernah ada atau dikaji pada masa itu. Pemikiran-pemikiran ekonomi
yang terdapat dalam kitab tafsir, fiqih, tasawuf dan lainnya, adalah produk ijtihad
sekaligus interpretasi mereka terhadap sumber Islam saat dihadapkan pada berbagai
kegiatan-kegiatan ekonomi dan persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi masa itu.

Berikut beberapa pemikir ekonomi Islam pada fase pertama ;

a. Zaid bin Ali

Salah satu ahli fiqih yang terkenal di Madinah. Zaid bin Ali berpandangan
bahwa penjualan suatu barang secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari
pada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah, selama transaksi
kredit tersebut di dasari oleh ‘aqd, atau prinsip saling ridho antar kedua belah pihak.
Laba dari perkreditan adalah murni dari bagian perniagaan dan tidak termasuk riba.
Keuntungan yang diperoleh pedagang yang menjual secara kredit merupakan suatu
bentuk kompensasi atas kemudahan yang diperoleh seseorang dalam membeli suatu
barang. Meskipundemikian, penjualan secara kredit tidak serta merta
mengindikasikan bahwa harga lebih tinggi selalu berkaitan dengan jangka waktu,
melainkan menjual secara kredit dapat pula ditetapkan dengan harga rendah,
sehingga lebih mempermudah dan menambah kepuasan konsumen.

b. Abu Hanifah

Abu Hanifa menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, salah satunya


adalah salam ,yaitu suatu bentuk transaksi dimana antara pihak penjual dan pembeli
sepakat bila barang dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak
disepakati. Abu Hanifa mengkritisi prosedur kontrak tersebut yang cenderung
mengarah pada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar
lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba
menghilangkan perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti jenis komoditi,
kualitas, kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan
bahwa komoditi harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman.

c. Abu Yusuf

Abu Yusuf terkenal sebagai Qadi ( hakim ). Diantara kitab-kitab Abu


Yusuf yang paling terkenal adalah kitab Al-Kharaj. Kitab ini ditulis atas permintaan
khalifah Harun Ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpun pemasukan atau
pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan jizyah. Kitab ini dapat digolongkan
sebagai public finance dalam pengertian ekonomi modern. Menurut Abu Yusuf,
sistem ekonomi Islam menjelaskan prinsip mekanisme pasar dengan memberikan
kebebasan yang optimal bagi para pelaku di dalamnya yaitu produsen dan
konsumen. Jika karena suatu hal selain monopoli, penimbunan atau aksi sepihak
yang tidak wajar dari produsen terjadi karena kenaikan harga, maka pemerintah
tidak dapat melakukan intervensi dengan mematok harga. Penetuan harga
sepenuhnya diperankan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.
2. Perkembangan Pemikiran Ekonomi islam Fase kedua
Fase kedua ini dimulai pada abad ke-11 sampai dengan ke-15 Masehi dan dikenal
sebagai fase cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Pada
fase ini wilayah kekuasaan Islam yang terbentang dari Barat sampai Timur melahirkan
berbagai pusat kegiatan intelektual.

Beberapa tokoh fase kedua diantaranya: Al-Ghazali (w. 505 H/1111M), Ibnu
Taimiyah (w. 728 H/1328 M), Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M)

a. Al-Ghazali

Menurutnya, seseorang harus memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya dalam


rangka beribadah kepada Allah SWT. Seluruh aktivitas sehari-hari termasuk aktivitas
dalam bidang ekonomi, harus dilaksanakan sesuai dengan syari’ah Islam.[6] Ghazali
bisa menoleransi pengambilan pajak jika pengeluaran untuk pertahanan dan lain
sebagainya tidak dapat tercukupi oleh kas pemerintah. Ia juga mengemukakan tentang
pelarangan riba, karena hal tersebut melanggar sifat dan fungsi uang, serta mengutuk
mereka yang melakukan penimbunan uang dengan alasan uang itu sendiri dibuat untuk
memudahkan pertukaran. Secara garis besar, ekonomi dapat dikelompokkan menjadi:
pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter, evolusi uang serta peranan negara dan
keuangan publik.

b. Ibnu Taimiyah

Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya


tulisnya, antara lain Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syar’ayyah fi
Ishlah ar-Ra’i wa ar-Ra’iyah dan al-Hisbah fi al-Islam.

1. Harga yang Adil Mekanisme harga dan Regulasi Harga


 Harga yang adil

Konsep harga yang adil pada hakikatnya telah ada digunakan sejak
awal kehadiran islam. Alquran menekankan keadilan dalam setiap aspak
kehidupan umat manusia. Oleh kerena itu, adalah hal yang wajar jika keadilan
juga diwujudkan dalam aktivitas pasar, khusnya harga. Karena, tujuan utama
harga yang adil adalah memelihara keadilan dalam mengadakan transakasi
timbal balik dan hubungan-hubungan lain diantara anggota masyarakat. Pada
konsep harga yang adil, pihak penjual dan pembeli sama-sama merasakan
keadilan.

 Mekanisme harga

Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar Tarik-


menarik anatara produsen dan konsumen baik dari pasar output (barang)
ataunpun input (factor-faktor produksi). Menurut Ibnu Taimiyah naik
turunnya harga bukan saja dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan tetapi
ada factor-faktor lain.

 Regulasi Harga

Setelah menguraikan secara panjang lebar tentang konsep harga yang


adil dam mekanisme harga, Ibnu Taimiyah melanjutkan pembahasan dengan
pemaparan secara detail mengenai konsep kebijakan pengendalian harga oleh
pemerintah. Ibnu Taimiyah membedakan dua janis penetapan harga, yakni
penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang
adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat
hukum adalah penetapan harga yang yang dilakukan pada saat kenaikan
harga-harga terjadi akibat persaingan bebas,yakni kelangkaan supply dan
kenaikan demand.
2. Fungsi uang, dan perdagangan uang, percetakan uang sebagai alat tukar resmi,
implikasi penerapan lebih dari satu standar mata uang

 Fungsi uang dan perdagangan uang

Dalam hal uang, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa fungsi utama uang adalah
sebagaialat pengukur nilai dan sebagai media untuk memperlancar pertukaran
barang. Hal itu sebagaimana yang beliau ungkapkan sebagai berikut:Terdapat
sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai alat untuk
melakukan transaksi, bukan diperlakukan sebagai komoditas:

- uang tidak mempunyai kepuasaan intrinsik

- komoditas mempunyai kualitas yang berbeda-beda

- komoditas akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli.

 Percetakan uang sebagai alat tukar resmi

Penguasa seharusnya mencetak fulus (mata uang selain perak dan emas)
sesuai dengan nilai yang adil tanpa menimbulkan kdzaliman kepada mereka.

 Implikasi penerapan lebih dari satu standar mata uang

Ibnu Taimiyah menyarankan agar tidak membatalkan masa berlaku mata uang
yang sedang berada di tangan masyarakat. Ketika pemerintah menyatakan
tidak berlaku lagi atas mata uang yang dipegang masyarakat, yang berarti
uang diperlakukan sebagai barang yang tidak mempunyai nilai yang sama
dibandingkan dengan ketika berfungsi sebagai uang, maka masyarakat sangat
dirugikan dalam hal ini.

c. Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun menekankan sistem pasar yang bebas, ia bahkan menentang


intervensi negara terhadap masalah ekonomi dan percaya akan sistem pasar yang
bebas. Ia juga membahas pertumbuhan dan penurunan ekonomi dapat saja berbeda
antara satu negara dengan negara lain. Perkembangan dan penurunan ekonomi dapat
terjadi dengan faktor utama yaitu pemasukan dan pengeluaran negara yang kadang
berimbang, dan kadangkala berat sebelah antara keduanya.

Ibnu Khaldun mengungkapkan analisisnya tentang perdagangan internasional


dan hubungan internasional, bahwa adanya hubungan antara perbedaan tingkat harga
antar negara dengan ketersediaan faktor produksi, sebagaimana dalam teori
perdagangan modern. Penduduk merupakan faktor utama pendorong perdagangan
dan perekonomian internasional. Jika jumlah penduduk besar maka akan terjadi
pemerataan tenaga kerja sesuai dengan keahlian masing-masing, sehingga dapat
mengakibatkan meningkatnya surplus dan perdagangan internasional. Pembagian
tenaga kerja internasional akan lebih bergantung pada keahlian masing-masing
individu dari pada natural endowment.

Emas memiliki nilai dan fungsi yang amat penting dalam perekonomian,
sebagaimana ia nyatakan “Tuhan telah menciptakan uang logam mulia, emas, perak,
yang dapat digunakan oleh manusia untuk mengukur nilai dari suatu komoditas” .
Tetapi Ibnu Kholdun juga memperkenankan mata uang kertas, dengan syarat
pemerintah wajib menjaga stabilitas nilainya.

3. Perkembangan Pemikiran Ekonomi islam Fase Ketiga

Fase ketiga disebut juga stagnasi, Fase ini dimulai pada tahun 1446 M hingga
1932 M. Salah satu penyebab kemerosotan pemikiran ekonomi Islam pada waktu itu
adalah asumsi yang mengatakan bahwa telah tertutupnya pintu Ijtihad. Namun
demikian masih terdapat gerakan pembaharu selama dua abad terakhir yang menyeru
untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist.
Para pemikir yang terkemuka pada fase ini antara lain adalah :

a. Muhammad Iqbal

Pemikirannya tentang ekonomi Islam lebih terfokus pada konsep-konsep


umum yang mendasar. Ia menganalisis dengan tajam kelemahan kapitalisme dan
komunisme, kemudian ia menampilkan suatu pemikiran yang mengambil “jalan
tengah” yang sebenarnya telah dibuka oleh Islam. Muhammdad Iqbal sangat
memerhatikan aspek sosial masyarakat, ia menyatakan bahwa keadilan sosial
masyarakat adalah tugas besar yang harus di emban suatu negara. Zakat dianggap
mempunyai posisi yang stategis untuk mewujudkan keadilan sosial disamping zakat
juga merupakan kewajiban dalam Islam.

b. Shah Waliyullah

Menurutnya manusia secara alamiah adalah makhluk sosial, sehingga harus


bekerja sama antara satu dengan yang lainnya. Kejasama ini juga berlaku pada bidang
perekonomian seperti pertukaran barang dan jasa, mudharabah, musyarakah,
kerjasama pengolahan pertanian dan lain-lain. Dia juga melarang hal-hal yang dapat
merusak semangat kejasama sebagaimana Islam melarangnya, seperti perjudian dan
riba. Ia menekanan perlunya pembagian faktor-faktor alamiyah secara merata, semisal
tanah.

Untuk pengelolaan negara diperlukan adanya suatu pemerintahan yang


mampu menyediakan sarana pertahanan, membuat hukum serta mempertahankannya,
menjamin keadilan, serta menyediakan sarana publik. Untuk memenuhi semua ini
negara membutuhkan income, salah satu income negara adalah pajak, namun pajak
juga harus memperhatikan pemanfaatan serta kemampuan masyarakat membayarnya.
BAB 2
SISTEM EKONOMI DAN FISKAL
PADA MASA PEMERINTAHAN RASULULLAH SAW*

1. Membangun Masjid
Setibanya Rasulullah Saw di kota Madinah, tugas utama yang dilakukan adalah
mendirika masjid yang merupakan asas utama dan terpenting dalam pembentukan
masyarakat Muslim. Tanah yang digunakan untuk membangun masjid adalah sumbangan
dari Abu Bakar r.a. pembngunan masjid dilakukan dengan menggunakan struktur yang
sangat sederhana.
Selain sebagai tempat ibadah masjid yang kemudian hari dikenal dengan Masjid Nabawi
ini juga berfungsi sebagai Islamic Center yang mana semua aktivitas kaum muslimin
dipusatkan ditempat ini. Dengan demikian, Rasulullah Saw dapat menghindari
pengeluaran yang sangat besar untuk membangun infrastuktur negara Madinah yang baru
dibentuk.
2. Merehabilitasi Kaum Muhajirin
Setelah mendirikan masjid, tugas berikutnya yang dilakukan Rasulullh Saw
adalah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum muhajirin(penduduk
Makkah yang berhijrah ke Madinah). Untuk memperbaiki keadaan ini dan menghindari
kemungkinan munculnya dampak negatif dikemudian hari, Rasulullah Saw menerapkan
kebijakan yang arif dan bijaksana, yakni dengan cara menanamkan tali persaudaraan
antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Dengan demikian, ukhuwwah ini juga
didasarkan pada prinsip-prinsip material. Rasulullah Saw memerintahkan agar setiap
keluarga ataupun individu dari kaum Anshar memberikan sebagian hartanya kepada
kaum Muhajirin sampai kaum Muhajirin tersebut memperoleh mata pencaharian baru
yang dapat dijadikan pegangan dalam melangsungkan hidupnya.
3. Membuat Konstitusi Negara
Setelah mendirikan masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum
Anshar, tugas berikutnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah menyusun
Konstitusi Negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah sebagai suatu negara.
Dalam kontitusi negara Madinah ini, pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban dan
tanggung jawab setiap warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, srta sistem
pertahanan dan keamanan negara. Sesuai dengan prinsip-prinsip islam setiap orang
dilarang melakukan aktivitas yang dapat mengganggu stabilitas dan kehidupan manusia
dan alam. Dalam kerangka ini, Rasululah melarang setiap individu untuk memotong
rumput, menebang pohon atau membawa masuk senjata untuk tujuan kekerasan atupan
peperangan disekitar kota Madinah.
4. Meletakkan Dasar-dasar Sistem Keuangan Negara
Setelah melakukan upaya dan stabilitas dibidang sosial, politik serta pertahanan
dan keamanan, Rasulullah meletakan dasar-dasar sistem keuangan negara sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Al-Qur’an.

A. Pemikiran Ekonomi Rasulullah Saw.


Dalam hal perekonomian Rasulullah telah mengajarkan transaksi-transaksi
perdagangan secara jujur, adil, dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh
kecewa. Ia selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan
standar dan kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan. Selain itu ada beberapa
larangan yang diberlakukan Rasulallah Saw untuk menjaga agar seseorang dapat
berbuat adil dan jujur, yaitu:
1. Larangan Najsy.
Najsyadalah sebuah praktik dagang dimana seorang penjual menyuruh orang lain
untuk memuji barang dagangannya atau membeli barang dagangannya. Najsy
dilarang karena dapat menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan oleh para
pembeli.
2. Larangan Bay’ Ba’dh ‘Ala Ba’dh
Praktik bisnis ini adalah dengan melakukan lompatan atau penurunan harga oleh
seseorang dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih dalam tahap
negoisasi atau baru akan menyelesaikan penetapan harga.
3. Larangan Tallaqi dan Al-Rukban
Praktek ini adalah dengan cara mencegat orang-orang yang membawa barang dari
desa dan membeli barang tersebut sebelum tiba dipasar. Rasulullah melarang praktek
semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga.
4. Larangn Ihtinaz dan Ihtikar
Praktek ini adalah praktek penimbunan harta seperti emas, perak dan lain sebagainya.
Sedangkan ihtikar adalah penimbunan barang-barang seperti makanan dan kebutuhan
sehari-hari.

B. Perkembangan pemikiran ekonomi pada masa Rasulullah


Adapun perkembangan pemikiran pada masa tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan fiskal pada masa Rasulullah.
Lahirnya kebijakan fiskal didalam dunia islam dipengaruhi oleh banyak faktor salah
satunya karna fiskal merupakan bagian dari instrumen ekonomi publik. Untuk itu faktor-
faktor seperti sosial, budaya dan politik termasuk didalam nya. Tantangan Rasulullah
sangat besar dimana beliau dihadapkan pada kehidupan yang tidak menentu baik dari
kelompok internal maupun kelompok eksternal. Ada dua hal penting yang telah dijalani
dan di ubah oleh Rasulullah pada waktu itu adalah pertama, adanya fenomena unik yaitu
bahwa islam telah membuang sebagian tradisi, ritual, norma-norma, nilai-nilai, tanda-
tanda, dan patung-patung dari masa lampau dan memulai yang baru dengan negara yang
bersih. Kedua, negara baru dibentuk tanpa menggunakan sumber keuangan ataupun
moneter, karena negara yang baru ini sama sekali tidak diwariskan harta ataupun dana.
Sementara sumber keuangan pun tidak ada. Prinsip islam tentang kebijakan fiskal dan
anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan
atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual
pada tingkat yang sama.
Di masa Rasulullah Saw, negara tidak mempunyai kekayaan apapun karena sumber
penerimaan negara hampir tidak ada. Baru setelah perang badar, Negara mempunyai
pendapatan dari harta rampasan perang yang dikenal dengan Khums.
Dalam sistem ekonomi islam, dikenal adanya zakat, infak, sedekah, dan wakaf
(ZISWA). ZISWA menjadi unsur-unsur yang terdapat dalam kebijakan fiskal islam.
Unsur-unsur ini ada yang bersifat wajib dan sukarela.Adapun ciri kebijakan fiskal dalam
sistem ekonomi islam adalah:
 Pengeluaran Negara dilakukan berdasarkan pendapatan sehingga jarang
terjadi defisit.
 Sistem pajak proporsional, pajak dalam ekonomi islam dibebankan
berdasarkan tingkat produktivitasnya.
 Penghitungan zakat berdasarkan hasil keuntungan bukan pada jumlah barang.

2. Unsur-unsur kebijakan fiskal pada masa nabi Muhammad


a. Sistem ekonomi.
Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah berakar dari prinsip-prinsip
qur’ani. Dapat disimpulkan beberapa prinsip pokok tentang kebijakan ekonomi
islam yang dijelaskan Al-qur’an sebagai berikut:
 Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah.
 Manusia hanyalah khalifah Allah Swt, bukan pemilik yang sebenarnya.
 Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah SAW.
 Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
 Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuk nya, termasuk riba harus dihilangkan.
 Menerapkan sistem warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat
melegitimasi berbagai konflik individu.
 Menghilangkan jurang pemisah antara golongan miskin dan golongan kaya.
 Menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun suka rela,
terhadap para individu yang memiliki harta kekayaan yang banyak untuk
membantu para anggota masyarakat yang tidak mampu.
b. Keuangan dan pajak.

Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasi sebagai sebuah negara, madinah hampir
tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara
dilaksanakan kaum muslimin secara gotong royong dan suka rela.

Pada masa ini, karakteristik pekerjaan masih sangat sederhana dan tidak
memerlukan perhatian yang penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara
yang juga merangkap sebagai penanggung jawab seluruh administrasi negara.
c. Pengeluaran negara dimasa pemerintahan Rasulullah.

Dari sisi pengeluaran negara catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada
masa pemerintahan Rasulullah memang tidak tersedia, namun tidak berarti
menimbulkan kesimpulan bahwa sistem keuangan negara yang ada pada waktu itu
tidak berjalan dengan baik dan benar.

Dasar-dasar kebijakan fiskal menyangkut penentuan subjek dan objek


kewajiban membayar kharaj, zakat, usher, jizyah dan kafarat. Bagitulah Rasulullah
meletakkan dasar-dasar kebijakan fiskal yang berlandaskan keadilan sejak masa awal
pemerintahan islam.

d. Baitul mal

Berikutnya dengan hal ini, Rasulullah merupakan kepala negara yang pertama
memperkenalkan konsep baru dibidang keuangan negara pada abad ketujuh, yakni
semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian
dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara. Status harta hasil pengumpulan itu
adalah milik negara dan bukan milik individu. Tempat pengumpulan itu disebut
dengan baitul mal atau bendahara negara. Binatang-binatang yang merupakan harta
perbendaharaan negara tidak disimpan dibaitul mal.
BAB 3

SISTEM EKONOMI DAN FISKAL


PEMERINTAHAN AL-KHULAFA AR-RASYIDUN

A. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq


Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar Al-Shiddiq yang bernama lengkap
Abdullah ibn Abu Quhafah Al-Tamami terpilih sebagai khalifah islam yang pertama.
Ketika terpilih menjadi khalifah, Abu Bakar pernah bertakata, “Seluruh kaum
muslimin telah mengetahui bahwa hasil perdaganganku tidak mampu mencukupi
kebutuhan keluarga. Namun, sekarang aku dipekerjakan untuk mengurus kaum
Muslimin.” Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan
menggunakan harta Baitul Mal. Menurut beberapa riwayat, ia diperbolehkan
mengambil dua setengah atau tiga perempat dirham dari Baitul Mal dengan tambahan
makanan berupa daging domba dan pakaian biasa.
Seperti halnya Rasulullah SAW, Abu Bakar Al-Shiddiq juga melaksanakan
kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum Muslimin
dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Disamping itu, ia juga
mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang yang murtad untuk kemudian
dimanfaatkan demi kepentingan umat islam secara keseluruhan.
Dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan
prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat
Rasulullah SAW dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dulu
memeluk islam dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka,
dan antara pria dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah
SWT yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan
hidup, prinsip kesamaan lebih baik dari pada prinsip keutamaan.
B. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-Khattab
Setelah diangkat sebagai khalifah, Umar ibn Al-Khattab menyebut dirinya
sebagai khalifah-khalifah Rasulullah (Pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minim (Komandan orang-orang beriman).
Pada masa Pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar
Ibn Al-Khattab banyak melakukan Jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan
Romawi (Syira, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia,
termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang Barat menjuluki Umar
sebagai the Saint Paul if Islam.
1. Pendirian Lembaga Baitul Mal
Dalam catatan sejarah,pembagian institusi Baitul Mal dilator belakangi oleh
kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bahrain dengan
membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesar 500.000 dirham. Hal ini
terjadi pada tahun 16 H.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khatab
mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:
a. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan
dana bantuan kepeda orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab
terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran islam
beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan
dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
Khalifah Umar ibn Al-Khattab menerapkan prinsip keutamaan dalam
mendistribusikan harta Baitul Mal. Ia berpendapat bahwa kesulitan yang dihadapi
umat islam harus diperhitungkan dalam menetapkan bagian seseorang dari harta
negara dan karenanya keadilan menghendaki usaha seseorang serta tenaga yang telah
dicurahkan dalam memperjuangkan islam harus dipertahankan dan dibalas dengan
sebaik-baiknya.
2. Kepemilikan Tanah
Mayoritas sumber pemasukan pajak al-kharaj berasal dari daerah-daerah bekas
kerajaan Romawi dan Sasanid (Persia) dan hal ini membutuhkan suatu sistem
administrasi yang terperinci untuk penaksiran, pengumpulan, dan pendistribusian
pendapatan yang diperoleh dari pajak tanah-tanah tersebut. Berdasarkan hal ini,
Khalifah Umar mengutus Utsman ibn Hunaif Al-Anshari untuk melakukan survei
batas-batas tanah di Sawad. Berdasarkan hasil survei, luas tanah tersebut 36 juta jarib
dan setiap jarib ditentukan jumlahnya. Setelah itu, Utsman mengirim proposalnya
tersebut kepada Khalifah untuk diminta persetujuannya.Dalam hal ini, Khalifah Umar
menerapkan beberapa peraturan sebagai berikut:
a. Wilayah Irak yang ditaklukan dengan kekuatan menjadi milik Muslim dan
kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat sedangkan bagian wilayah
yang berada di bawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik
sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.
b. Kharaj, dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah kategori
pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama islam. Dengan
demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah ushr.
c. Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar
kharaj dan jizyah.
d. Di Sawad, Kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu
ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah
tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah
(rempah atau cengkeh) dan perkebunan.
3. Zakat
Diantara beberapa barang, Abu Bakar membebani zakat terhadap war, sejenis
rumpur herbal yang digunakan untuk membat bedak dan parfum. Sementara itu,
Umar mengenakan khums zakat atas karet yang ditemukan di semenanjung yaman,
antara Aden dan Mukha, dan hasil laut karena barang-barang tersebut diangggap
sebagai hadiah dari allah. Thaif dikenal sebagai tempat peternakan lebah dan menurut
beberapa riwayat, Bilal dating kepada nabi dengan ushr atas madunya dan
memintanya agar lembah salba dicadangkan untuknya. Permintaannya diterima oleh
nabi.
4. Ushr
Ushr dibebankan kepada suatu barang hanya sekali dalam setahun. Seorang
Taghlibi dating ke wilayah islam untuk menjual kudanya. Setelah dilakukan
penaksiran oleh Zaid, seorang asyir, kuda tersebut bernilai 20.000 dirham. Oleh
karena itu, Zaid memintanya untuk membayar 1000 dirham (5%) sebagai ushr.
Jumlah tersebut dibayarkan, tetapi kuda tersebut tidak terjual sehingga ia mengambil
kembali kudanya. Setelah beberapa waktu, ia dating kembali dengan kudanya dan
pemungut pajak kembali meminta ushr kepadanya.
Pos pengumpulan ushr terletak diberbagai tempat yang berbeda-beda
termasuk di ibukota. Menurut Saib bin Yazid, pengumpul ushr di pasar-pasar
Madinah, orang-orang Nabaetan yang berdagang di Madinah juga dikenakan pajak
pada tingkat yang umum, tetapi setelah beberapa waktu Umar menurunkan
persentasenyamenjadi 5% untuk minyak dan gandum, untuk mendorong import
barang-barang tersebut di kota.
5. Sedekah dari Non-Muslim
Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang
Kristen Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak.
Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Bani Taghlib
merupakan suatu suku Arab Kristen yang gigih dalam peprangan. Umar mengenakan
jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar
jizyah dan malah membayar sedekah. Nu’man ibn Zuhra memberikan alasan untuk
kasus mereka dengan mengatakan bahwa pada dasarnya tidak bijaksana
memperlakukan mereka seperti musuk dan seharusnya keberanian mereka menjadi
asset negara.
6. Mata Uang
Pada masa nabi dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun,
koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah dikenal di Jazirah arab, seperti
dinar, sebuah koine mas, dan dirham, sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama
dengan satu mitsqal atau sama dengan dua puluh qirat atau serratus grains of barley.
Oleh karena itu, rasio antara satu dirham dan satu mitsqal adalah tujuh per sepuluh.
7. Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mengklasifikasi
pendapat negara menjadi:
a. Pendapat zakat dan ‘ushr. Pendapat ini didistribusikan ditingkat local dan
jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul Mal
pusat dan dibagikan kepada delapan ashnaf, seperti yang telah ditentukan
dalam Alquran.
b. Pendapatan khums dan sedekah. Pendapat ini didistribusikan kepada para
fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa
membedakan apakah mereka seorang muslim atau tidak.
c. Pendapat kharaj, fai, jizayah, ushr (pajak perdagangan), dan sewa tanah.
Pendaopat ini digunakan untuk membayar pension dan dana bantuan serta
untuk menutupi biaya operasional administrasi.
d. Pendapat lain-lain. Pendapat ini digunakan untuk membayar para pekerja,
pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana social lainnya.
8. Pengeluaran
Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun di
tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H, dan
selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana pensiun
ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan
katalain, dana pensiun ini sama halnyadengan gaji regular angkatan bersenjata dan
pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang yang teah berjasa.
Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil.
Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban
sipil, tetapi mereka dibayar bukan untuk itu. Khalifah umar sebagai ahli Badr juga
terpilih sebagai penerima penghargaan sebesar 5.000 dirham.
C. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, khalifah
utsman ibn affan berhasil melakukan ekspeansi ke wilayah Armenia, Tunisisa,
Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan. Ia
juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah khurasan dan Iskandariah.
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah Utsman ibn Affan
melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Ummar ibn Al-Khattab.
Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran
air, pengembangan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara
permanen untuk mengaman kan jalur perdagangan. Khalifah Utsman ibn Affan juga
membentuk armada laut kaum Muslimin di bawah komando Muawiyah, hingga
berhasil membangun supremasi kelautannya di wilayah Mediterania. Laodicae dan
wilayah di Semenanjung Syria, Tripoli dan Barca di Afrika Utara menjadi pelabuhan
pertama negara Islam. Namun demikian, pemerintah Khalifah Utsman ibn Affan
harus menanggung beban anggaran yang tidak sedikit untuk memelihara angkatan
laut tersebut.
D. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Selama pemerintahannya, Khalifah Ai bin Abi Thalib menetapkan pajak
terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas,
Gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan
sebagai bumbu masakan. Oleh karena itu, ketika menjabat sebagai Khalifah, Ali
mendistribusikan seluruh pendapat dan provinsi yang ada di Baitul Mal Madinah,
Basrah, dan Kufah. Ali ingin mendistribusikan harta Baitul Mal yang ada di Sawad,
namun urung dilaksanakan demi menghindari terjadinya perselisihan di antara kaum
Muslimin.
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran kurang lebih
masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar.
Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa kekhalifahan
Utsman bin Affan hamper seluruhnya dihilangkan karena sepanjang garis pantau
Syria, Palestina, dan Mesir berada di bawah kekuasaan Muawiyah. Namun demikian,
dengan adanya penjaga malam dan patrol yang telah terbentuk sejak masa
pemerintahan Khalifah Umar, Ali membentuk polisi yang terorganisir secara resmi
yang disebut syurthah dan pemimpinnya diberi gelar Shahibus syurtah. Fungsi
lainnya dari Baitul Mal masih tetap sama dan tidak ada perkembangan aktivitas yang
berarti pada masa itu.
BAB 4

Kebijakan fiskal pada awal pemerintahan Islam

A. Latar Belakang : Kondisi Ekonomi Geografis Kota Madinah


1. Populasi
Jumlah populasi, Madinah baik muslim, non muslim, pada masa awal pemerintahan
Islam tidak dapat diketahui secara pasti. Namun demikian, perkiraan jumlah populasi ini
dapat diperkirakan dengan merujuk pada catatan-catatan sejarah tentang jumlah kaum
Muslimin yang ikut dalam peperangan di masa itu.
Tabel 1.

Nama perang Waktu Jumlah pasukan Perkiraan jumlah


kaum muslimin
Badar 2H 313 -
Uhud 3H 1000 10000
Khandaq 5H 2000 -
Banu quraidzah 5H 3000 15000
Fathu makkah 8H 10000 50000
Hunayn 8H 12000 60000
Tabuk 9H 30000 20000

Data yang diberikan pada tabel 1 sangat penting dalam beberapa hal: pertama data
tersebut menunjukkan kenaikan populasi kaum muslimin dan cepatnya proses konversi
ke dalam Islam; kedua, tabel tersebut menunjukkan ke runtuhan orde jahiliyah dan
peningkatan stabilitas pemerintahan Islam.Pentingnya kebijakan ekonomi, khususnya
kebijakan fiskal yang dijalankan dengan segera oleh Rasulullah untuk menstabilkan
pemerintahan Islam menjadi lebih dapat mengerti jika dipahami besarnya kenaikan
populasi kaum muslimin. Dengan dukungan perkiraan pendapatan perkapita dan tingkat
pendapatan bebas pajak (hadd nisab) yang diberikan di bagian-bagian selanjutnya, data
pada tabel 1 dapat dijadikan standar untuk memperkirakan pendapatan nasional dan daya
beli kaum muslimin pada masa pemerintahan Rasulullah SAW.

2. Pekerjaan dan Kesempatan Kerja


Berdasarkan faktor kelembaban dan curah hujan yang memadai, di antara kota-
kota yang berada di wilayah hijaz hanya Madinah dan Thaif yang memiliki tanah
pertanian yang subur. Oleh karena itu salah satu mata pencaharian khusus Penduduk
Madinah adalah agrikultura, hortikultura, dan beternak. Di bagian lain dari hijaj yang
berhawa panas dan bercurah hujan rendah, agrikultur dan holtikultura tidak dapat
dilakukan. Namun minimnya jumlah mata air yang tersebar serta terbatasnya Padang
rumput yang tersedia membuat suku-suku lain di wilayah Hijaz hidup secara nomaden.
Di samping berbagai aktivitas ekonomi tersebut sektor perdagangan juga menjadi salah
satu mata pencaharian penduduk Madinah.

3. Pendapatan
Akibat kejahatan kaum Quraisy dan blokade ekonomi mereka terhadap kaum
muslimin pendapatan perkapita kaum muslimin di Makkah sebelum hijrah ke Madinah
sangat rendah. Selama 3 tahun kaum muslimin hidup teralienasi di Shib Abi Tholib
karena tindakan kaum Quraisy yang melarang segala bentuk perdagangan dan hubungan
ekonomi dengan kaum muslimin.
Berkat langkah-langkah yang diambil Rasulullah SAW atas nama kaum
Muhajirin dan seluruh kaum muslimin di Madinah dan hijaz serta bertahap kesejahteraan
kaum muslimin mengalami perkembangan. Hanya dalam jangka waktu yang relatif
cukup singkat kaum muslimin sudah memiliki tempat tinggal pekerjaan serta standar
kehidupan yang baik peningkatan kesejahteraan ini menyebabkan pembayaran zakat
menjadi wajib hukumnya bagi kaum muslimin karena pendapatan perkapita mereka telah
melebihi pengeluaran yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
B. Pendirian dan Pengaturan Keuangan Publik
Keuangan publik (Baitul Maal) adalah tempat pengumpulan dana atau pusat
pengumpulan Kekayaan Negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Pada
awal perkembangan Islam sumber utama pendapatan negara adalah
khums,zajat,kharaj,dan jizyah. Jumlah jangka waktu serta penggunaannya telah
ditentukan oleh Alquran dan hadis nabi.
Pusat pengumpulan dan pembagian dana tersebut adalah masjid yang didirikan oleh Nabi
sesaat setelah peristiwa hijrah. Masjid dibuat bukan hanya sebagai tempat ibadah tetapi
juga tampak untuk bertemu dan berbagi pendapat dengan orang-orang.
Baitul Mal didirikan oleh Nabi, pengaturan Baitul Mal tersebut sangat fleksibel dan tidak
terlalu birokratis. Habis sendiri melakukan pembayaran Harian dari Baitul maal hingga
tidak ada dana Baitul Mal yang tersisa sedikitpun.
C. Pendaatan Baitul Mal
Berikut diuraikan sumber pendapatan Baitul Mal yang terbagi atas kharaj,zakat,khums
dan jizyah.
a. Kharaj
Kharaj merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas
tanah pertanian dan hutan milik umat Islam. Jika tanah yang diolah dan kebun
buah-buahan yang dimiliki nonmuslim jatuh ke tangan orang Islam akibat kalah
dalam pertempuran aset tersebut menjadi bagian dari harta milik umat Islam.
Karena itu siapapun yang ingin mengolah tanah tersebut harus membayar sewa.
Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj. Contohnya
adalah sewa yang dipungut atas beberapa lahan di khaibar yang merupakan
barang rampasan perang dan menjadi harta milik umat Islam.
b. Zakat
Sumber pendapatan penting lainnya untuk keuangan negara di masa awal
Islam adalah zakat. Zakat yang dikumpulkan berbentuk uang tunai (dirham dan
dinar),hasil pertanian,dan ternak. Pada permulaan Islam zakat ditarik dari seluruh
pendapatan umat. Seperti telah dikemukakan aktivitas ekonomi umat pada masa
itu adalah perdagangan, kerajinan, pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Pendapatan dari kegiatan perdagangan dan kerajinan biasanya dalam bentuk uang
tunai dan dapat dinilai dalam bentuk Dinar dan Dirham. Mata uang ini merupakan
unit moneter perekonomian di masa awal Islam. Penarikan zakat dalam bentuk
mata uang menyebabkan munculnya penarikan terhadap zakat perdagangan yang
berasal dari kegiatan komersial seperti kerajinan tangan, sedangkan pendapatan
dari kegiatan pertanian lebih berbentuk barang tidak dalam bentuk uang tunai
yang berupa hasil pertanian itu sendiri.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tinggal di Makkah dan pada awal hijrah
pendapatan umat Islam nihil. Pada saat ini pembayaran zakat hanya berupa
himbauan. Namun secara perlahan-lahan berkat langkah-langkah ekonomi dan
politik yang diambil nabi pendapatan perkapita umat Islam meningkat. Ketika
kemampuan mengeluarkan zakat meningkat tajam pada tahun 8 H hukum
mengeluarkan zakat menjadi wajib.
c. Khums
Sumber pendapatan kas negara lainnya adalah khums seperti yang
tercantum dalam Alquran sebagai berikut:
Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh "ghanimtum" maka
sesungguhnya 1/5 untuk Allah, Rasul kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan Ibnu Sabil (Qs Al Anfal 8:41)
Pengertian frase ghanimtum menurut para ulama Syiah berbeda dengan
jumhur ulama. Menurut ulama Syiah ghanimah secara etimologis dan merujuk
kepada hadis nabi dan pendapat Imam Syiah mencakup segala sesuatu yang
mempunyai nilai ekonomi. Karena fase tersebut diakui frasa Min Syain yang
berarti seluruh atau apapun. Untuk itu seluruh hasil ekonomi dikenakan khums. di
lain pihak umumnya fuqoha membatasi arti frase tersebut pada rampasan perang
dan kemudian diperluas pengertiannya termasuk harta karun dan kadang termasuk
barang tambang. Ayatullah Ahmadi mengungkapkan beberapa penelitian
mengenai kata khums. Setelah berkonsultasi dengan penyusun kamus, para
penerjemah, dan baik jumhur maupun Syiah, dia menyimpulkan Frase ghanimtum
dalam ayat tersebut merujuk pada segala kekayaan yang dengan atau tanpa usaha,
menanam modal atau tidak, melalui rampasan perang, perdagangan, pertanian,
atau industri. Oleh karena itu setiap muslim wajib membayar khums, yaitu
seperlima dari harta yang dimiliki untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, baik sedikit
maupun banyak.
d. Jizyah
Sumber pajak lain pada masa awal Islam adalah jizyah yang dipungut dari
non muslim yang hidup dibawah pemerintahan Islam tapi tidak mau masuk Islam.
Pajak yang dikenakan pada mereka merupakan pengganti dari imbalan atau
fasilitas ekonomi, sosial, dan layanan kesejahteraan yang mereka terima dari
pemerintahan Islam, juga sebagai jaminan dan keamanan hidup dalam harta
mereka. Pajak ini mirip dengan zakat fitrah yang dipungut dari muslim setiap
tahun.
e. Pemasukan lain
Sumber pemasukan lain adalah kafarat atau denda yang dikenakan pada
seorang muslim ketika melakukan pelanggaran. Contohnya Jika seorang muslim
batal puasa 1 hari pada bulan Ramadan ia harus memberi makan 60 orang miskin
dalam jangka waktu tertentu untuk menghapus dosanya. Jenis kafarat yang lain
bisa ditemui dalam buku hukum Islam.
D. Jenis Pengeluaran Baitul Mal dan Kebijakan Fiskal
a. Penyebaran Islam
Dasar keyakinan dan perbuatan setiap muslim ditetapkan dalam al-qur'an
Rasulullah SAW memulai dakwahnya di Makkah dengan menjelaskan ayat-ayat
al-quran untuk mengajak pemuda Makkah kepada Islam. Setelah hijrah ke
Madinah disamping mengajak setiap orang yang baru masuk Islam untuk
mengajarkan Quran dan mengajarkan infaq dijalan Allah. Rasulullah juga
memerintahkan orang-orang yang tinggal di masjid atau kaum suffah seperti Ti
Abbas bin Said dan Al Asi dan Abu Ubaidah bin Al Jarrah, memilih diantara
mereka sendiri siapa yang akan mengajarkan al-quran. Pada tahun 10 Hijriyah
Rasulullah SAW mengirimkan Amr Bin hazm ke najran untuk mengajarkan al-
quran dan memerintah berdasarkan Islam adalah Abu Ubaidah Bin al-jarrah, Rafi
bin Malik Al Anshari, usayd bin Hudayr,dan Khalid bin said Al Asi.
b. Gerakan Pendidikan dan kebudayaan
Rasulullah juga memberi perhatian besar terhadap pengajaran dan pendidikan
bagi setiap muslim dan memanfaatkan setiap sumber daya untuk membuat mereka
melek huruf. Sebagai contoh Rasulullah memerintahkan Zaid Bin Tsabit yang telah
diajarkan membaca dan menulis oleh seorang tawanan perang Badar untuk
mempelajari tulisan Yahudi. Rasulullah juga menyatakan kepada 10 tawanan perang
Badar bahwa jika telah mengajarkan 10 orang pemuda Ansor membaca dan menulis
mereka akan dibebaskan. Dengan cara ini jumlah sahabat yang melek huruf
meningkat sehingga juru tulis dan baca Rasulullah tercatat sebanyak 42 orang. Angka
ini sangat berarti dibandingkan dengan Sebelum masa kenabian jumlah suku Quraisy
yang melek huruf hanya 17. Demikian juga di Madinah kecuali bangsa Yahudi
jumlah penduduk yang dapat membaca dan menulis sangat sedikit. Gerakan belajar
membaca dan menulis di Madinah menyebar luas sehingga tempat tersebut dikenal
dengan nama Darul Qura (Rumah Para Penulis)
c. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Selama masa kepemimpinan Rasulullah dan khalifah yang 4 ,para ulama, ahli
kedokteran, dan orang-orang yang dapat menulis memperoleh penghargaan dan
dimanfaatkan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Di Madinah jasa para ahli
kedokteran yang sudah mengajar dan praktik medis di sekolah Jundany Shapur
dimanfaatkan. Berbagai upaya dilakukan agar mereka dapat tinggal di sana serta
membuka praktek medis sekalipun mereka bukan muslim.
d. Pembangunan Infrastruktur
Disamping mendorong aktivitas swasta Rasulullah SAW juga memberikan
perhatian khusus pada pembangunan infrastruktur. Selain membagikan tanah kepada
masyarakat untuk pembangunan pemukiman Rasulullah membangun kamar mandi
umum di sudut kota. Atas saran seorang sahabat Rasulullah juga menentukan tempat
yang berfungsi sebagai pasar di Kota Madinah. Iya juga memberi perhatian khusus
pada upaya perluasan jaringan komunikasi antara penduduk sehingga jalan-jalan yang
sangat sempit serta batas kota dihapuskan bahkan di wilayah pertempuran.
Rasulullah SAW juga sangat memperhatikan jasa Pos dan memerintahkan
perbaikannya.
e. Pembangunan armada perang dn keamanan
Selama 11 tahun memimpin kaum muslimin Rasulullah SAW terlibat dalam
banyak pertempuran. Berbagai pertempuran ini terjadi akibat Serangan yang
dilancarkan musuh-musuh Islam dalam upaya melenyapkan Islam dan Rasulullah
SAW. Peperangan yang pernah diikuti Rasulullah sebanyak 26 atau 27 ghazwah,
sebutan untuk perang yang diikuti Rasulullah sementara pengiriman pasukan untuk
menahan serangan musuh tercatat 36 sampai 66 sariyah, sebutan untuk perang yang
tidak diikuti Rasulullah. Menurut beberapa catatan peperangan ini dimulai beberapa
bulan sejak ia hijrah ke Madinah sementara yang lain menyebutkan dimulai pada
tahun kedua Hijriyah.
f. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Sebagian dana Baitul Mal yang digunakan Rasulullah untuk mengatasi
kelaparan yang menimpa orang-orang fakir dan miskin. Penerimaan ini,terdiri atas
ghanimah,khums,zakat,kharaj,dan jizyah.
Zakat diwajibkan kepada setiap orang yang telah dapat mencukupi
kebutuhannya dalam satu tahun. Atau dengan kata lain setiap orang yang mempunyai
harta sampai tingkat nisab (batas kena) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
g. Ruang Lingkup Aktivitas Baitul Mal
Analisis pengeluaran dana Baitul Mal memperlihatkan Bagaimana sektor
pelayanan publik pemegang peranan aktif dalam ekonomi pada masa awal
pemerintahan Islam. Aktivitas ini meliputi perbaikan pendidikan dan moral,
penyebaran agama Islam, membiasakan kaum muslimin dengan pengetahuan baru,
serta memasukkan dan mensosialisasikan berbagai teknik baru. Investasi juga
dilakukan pada pembangunan kota dengan membangun saluran pengairan dan
terusan, pembangunan pasar serta fasilitas sanitasi publik. Selanjutnya kebijakan
pertahanan keamanan, pembentukan institusi pada saat diperlukan, serta penyediaan
pasukan dan pengeluaran militer merupakan tanggung jawab sektor publik. pada
masa Rasulullah SAW tanggung jawab terakhir dijalankan dengan bantuan kaum
muslimin, meminjam perlengkapan dari pihak asing, serta membagi harta rampasan
perang dan menjual seperlima diantaranya untuk pembiayaan pasukan. Singkatnya
Baitul Mal menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup dan kesejahteraan sosial
minimum bagi setiap orang, muslim maupun non muslim, yang hidup dibawah
bendera negara Islam.

E. Instrumen Kebijakan Fiskal

Berikut ini kita dapat meringkas topik yang telah dibahas sehingga dapat melihat
perbedaan yang jelas setiap instrumen kebijakan fiskal yang terdapat pada masa awal
pemerintahan Islam.

a. Peningkatan Pendapatan Nasional dan Tingkat Partisipasi


Kitab awal dalam rangka meningkatkan permintaan agregat masyarakat muslimin
di Madinah Rasulullah SAW melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin
dengan kaum Anshar. Hal ini menyebabkan terjadinya distribusi pendapatan dari kaum
Anshor ke kaum Muhajirin yang berimplikasi pada peningkatan permintaan total di
Madinah.
Selain itu Rasulullah SAW juga menerapkan kebijakan penyediaan lapangan
pekerjaan bagi kaum Muhajirin sekaligus peningkatan pendapatan nasional kaum
muslimin dengan mengimplementasikan akad muzara'ah, musaqat,dan mudharabah.
Secara alami perluasan produksi dan fasilitas perdagangan meningkat produksi total
kaum muslimin dan menghasilkan peningkatan pemanfaatan sumber daya tenaga
kerja,lahan,dan modal. Rasulullah SAW juga membagikan tanah kepada kaum Muhajirin
untuk pembangunan Pemukiman yang berimplikasi pada peningkatan partisipasi kerja
dan aktivitas pembangunan pemukiman di Madinah sehingga kesejahteraan umat kaum
muslimin mengalami peningkatan.
b. Kebijakan Pajak
Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah SAW seperti
kharaj,khums,dan zakat,menyebabkan terciptanya kestabilanharga dan mengurangi
tingkat inflasi. pajak ini khususnya khums, mendorong stabilitas pendapatan dan
produksi total pada saat terjadi nak nasi dan penurunan permintaan dan penawaran
agregat. Kebijakan ini juga tidak menyebabkan penurunan harga ataupun jumlah
produksi.
c. Anggaran
pengaturan APBN yang dilakukan Rasulullah SAW secara cermat,efektif,dan
efisien,menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering terjadi
peperangan. Pada masa pemerintahan khulafa Ar Rasyidin Baitul maal juga tidak pernah
mengalami defisit bahkan pada masa Khalifah Umar dan Utsman terdapat surplus yang
besar.
d. Kebijakan Fiskal Khusus
Rasulullah SAW menerapkan beberapa kebijakan fiskal secara khusus untuk
pengeluaran negara. Cara pertama yang ditempuh Rasulullah adalah meminta bantuan
kaum muslimin secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslim. Cara kedua
meminjam peralatan dari kaum non-muslim secara cuma-cuma dengan jaminan
pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan. Cara ketiga yang dilakukan
Rasulullah adalah meminjam uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para
mualaf. Cara ke-4 menerapkan kebijakan intensif untuk menjaga pengeluaran dan
peningkatan partisipasi kerja dan produksi kaum muslimin.
BAB 5
UANG DAN KEBIJAKAN MONETER
PADA AWAL PEMERINTAHAN ISLAM

A. Latar belakang: Signifikansi Perdagangan dan Alat Pertukaran


Sebelum islam hadir sebagi sebuah kekuatan politik, kondisi geografis daerah Hijaz
sangat strategis dan menguntungkan karena menjadi rute perdagangan antara Persia dan Roma
serta daerah-daerah jajahan keduanya, seperti Syam (Syria), Etopia, dan Yaman. Di samping
itu, selama berabad-abad wilayah selatan dan timur jazirah arab juga menjadi rute
perdagangan selatan, dengan timbulnya pasar-pasarmusiman yang ada di daerah Yaman,
Hijaz, dan Syam terutama di San’a (ibukota Yaman), Yastrib dan Makkah, para Khalifah
dagang memperoleh keuntungan dan dapat melakukan perdagangan.
B. Penerimaan dan Permintaan uang
Pada bagian ini akan di bicarakan tentang nata uang. yang di maksud adalah dinar dan
dirham yang merupakan satuan moneter dikerajaan roma dan persia. pada masa pemerintahan
Nabi Muhammad di Madinah, kedua mata uang ini diimpor, dinar dari roma dan dirham dari
persia. besarnya volume impor dinar dan dirham dan juga barang-barang komoditas
bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke kedua negara tersebut dan ke
wilayah wilayah yang berada di bawah kekuasaanya. biasanya jika permintaan uang (money
demand)pada pasar internal meningkat, uanglah yang diimpor.hal yang menarik di sini adalah
tidak adanya pembatasan terhadap impor uang karena permintaan internal dari hijaz terhadap
dinar dan dirham sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap penawaran (supply)dan
permintaan (demand) dalam perekonomian roma dan persia. sekalipun demikian, selama
pemerintahan nabi uang tidak dipenuhi dari keuangan negara semata melainkan dari hasil
perdagangan dengan luar negri.
C. Percepatan Sirkulasi Uang

Faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah percepatan
peredaran uang. Sistem pemerintahan yang legal dan terutama perangkat hukum yang tegas
dalam menentukan peraturan dan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang
signifikasi dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang.
Larangan terhadap Kanz (penimbunan uang untuk spekulasi) cenderung mencegah dinat
dan dirham keluar dari perputaran. Begitu juga larangan praktik bunga bank mencegah
tertahanya uang di tangan pemilik modal. Kedua larangan ini mendorong percepatan
peredaran uang secara signifikan. Demikian pula, tindakan rasul mendorong masyarakat
untuk mengadakan kontrak kerja sama dan memdesak mereka untuk memberikan pinjaman
tanpa bunga lebih memperkuat peredaran uang. Singkatnya, kebijakan-kebijakan rasullullah
seperti dikemukakan di atas memiliki peranan penting dalam meningkatkan percepatan
peredaran uang secara signifikan.

D. Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Nilai Uang


Pada awal-awal masa pemerintahan nabi,perekonomian mengalami masa penyusutan
permintaan efektif.Perpindahan kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah.yang tidak dibekali
dengan kekayaan ataupun simpanan dan juga keahlian padahal keduanya sangat dibutuhkan di
Madinah telah menciptakan keseimbangan perekonomian yang rendah.Sementara itu
peperangan banyak menyerap jumlah tenaga kerja yang seharusnya dapat digunakan untuk
pekerjaan produktif.Oleh karna itu,kebijakan yang tepat perlu diambil untuk meningkatkan
permintaan secara keseluruhan.Kebijakan yang diambil biasanya disertai dengan peningkatan
jumlah permintaan,juga peningkatan kemampuan produksi dan ketenaga-kerjaan dan secara
positif mempengaruhi nilai uang.
Masalah utama yang dihadapi nabi dilihat dari sudut pandang kebijakan fiskal
adalahpengaturan pengeluaran untuk biaya perang yang rata rata terjadi sua bulan
sekali.Perlengkapan perswnjataan,transportasi,dan keperluan lain membutihkan biaya yang
besar dan itu ditutupi dari uang negara.Disisi lain,penyediaan biaya hidup minimum untuk
setiap Muslim turut pula menambah beban kewajiban finansial keuangan negara.Begitu
juga,gaji hakim,pegawai yang tersebar,akuntan,kasir,dan petugas penarik pajak dibayar dari
dana Baitul Mal.Mengingat demikian besarnya seluruh pengeluaran pada tahun-tahun awal
Hijrah,merupakan sesuatu yang luar biasa bahwa keuangan tidak mengalami defisit
anggaran.Hanya dalam satu kesempatan Nabi Muhammad melakukan pinjaman setelah
penaklukan Mekkah yang baru memeluk Islam.Pinjaman ini telah dilunasi dalam waktu
kurang dari setahun setelah kembali dari perang Hunain.
E. Praktik Bisnis Ilegal
Islam telah membuat kebijakan yang mendorong mengalirnya tabungan ke arah investasi
sekaligus untuk mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan tabungan pada hal-hal yang
tidak diinginkan dan sia-sia dengan batasan- batasannya yang ada. Beberapa batasan itu antara
lain kanz, riba, dan larangan transaksi kali-bi-kali.
1. Kanz( penimbunan uang)
Kanz adalah kegiatan menimbun uang ( dirham atau dinar). Penimbunan
harta akan mengurangi persediaan uang dipasar sehingga permintaan uang akan
meningkat karena perputaran uang menurun. Seperti disebutkan di atas, menimbun
uang sangat tidak dianjurkan Al-Qur'an. Sudah jelas bahwa kanz sangat merugikan
karena memengaruhi perputaran uang . Dengan dilarangnya penimbunan harta ini,
nilai uang akan lebih stabil dan daya beli masyarakat dapat dipertahankan.
2. Riba
Jenis riba yang kedua adalah transaksi riba. Hal ini dilakukan pedagang
dengan menukarkan barangnya dengan barang yang sama dan jumlah yang lebih
sedikit. Dari sudut pandang kaum quraisy, riba adalah jalan terbaik unutuk
mendapatkan keuntungan yang besar dari tabungan yang mereka miliki karena
debitur pada saat itu tidak harus berjalan jauh untuk melakukan transaksi sehingga
mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk itu. Mereka akan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar dari transaksi riba tersebut. Karena modal yang ada
hanya terbatas pada kaum Hijaz yang hidupnya nomaden, sementara perdagangan
menimbulkan mermintaan modal yang tinggi, keuntungan yang mereka peroleh dari
transaksi riba ini sangat besar. Lagi pula mereka tidak perlu menanggung resiko
ketika terjadi kerugian dari perdagangan yang dilakukan debitur. Sekalipun debitur
(pedagang) tidak dapat mengembalikan modal yang dipinjamnya, ang kreditor tetap
aman karena mereka dapat menjadikannya budak.
3. Kali-bi-kal
Perubahan yang terjadi dan ekspansi perdagangan dan ekonomi
mengharuskan dilakukan modifikasi dalam struktur pasar sehingga kegiatan produksi
barang dan jasa dapat dilakukan lebih efektif dan efesien. Perubahan yanv terjadi
sangat banyak dan komprehensif sehingga tidak dapat dibahas dalam buku ini.
Untuk mengilustrasikan bagaimana perubahan ini memengaruhi tabungan dan proses
investasi.
Dalam hukum islam, transaksi tunai dan kredit dibolehkan. Dalam transaksi
tunai, uang dan barang dipertukarkan secara simultan; sementara dalam transaksi
kredit, barang di serahkan terlebih dahulu yang diikuti dengan uang pada saat jatuh
tempo atau sebaliknya, uang diserahkan terlebih dahulu, kemudian barang diserahkan
selang beberapa waktu berikutnya. Yang tidak dibolehkan dalam islam adalah uang
dan barang dipertukarkan selang beberapa waktu setelah kontrak ditandatangani.
Praktik inilah yang dinamakan kali-bi-kali.
F. Instrumen kebijakan moneter

Kesimpulan yang busa diambil dari uraian diatas adalah bahwa tidak ada satupun
instrumen kebijakan moneter yang digunakan saat ini diberlakukan pada masa awal periode
keislaman. Karena "minimnya" sistem perbankan dan karena penggunaan uang sebagai alat
tukar tidak tidak ada alasan untuk melakukan perubahan supply uang melalui kebijakan
diskresioner. Lagi pula kredit tidak memiliki peran falam menciptakan uang; faktornya antara
lain,pertama,kredit hanya digunakan diantara sebagian pedagang. kedua,peraturan pemerintah
tentang promissory notes(suara pinjaman/kesanggupan) dan negotiable instrumens(alat-alat
negosiasi) dibuat sedemikian rupa hingga tidak memungkinkan sistem kredit mencipgakan
uang.

Promissory notes atau bill of exchange dapat ditertibkan untuk membeli barang atau
untuk mendapatkan sejumlah dana segar, tapi surat ini tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan
kredit. Setelah surat ini dikeluarkan,kreditor dapat menjual surat tersebut, tetapi debitur tidak
dapat menjual uang atau konoditi, sebelum ia menerima surat tersebut. Untuk itu, tidak ada
pasar untuk jual beli negotiable instrumens, spekulasi dan penggunaan pasar uang. Jadi.
sistem kredit tidak dapat menciptakan uang.

G. Metode Alokasi Kredit

Variable ekonomi yang ada pada masa itu adalah harga tunai dan kredit barang dan
jasa,jangka waktu trasaksi kredit,tingkat keuntungan dalam perdagangan,tingkat pembelian
investasi,harga faktor produksi,jangka waktu utang quard hasan dan tingkat alokasi dapat
dijelaskan.Berapa variable seperti harga barang dan bilan keputusan menyangkut konsumsi
dan produksi dalam satu periode.Variable lainya,seperti rate transaksi kredit,tingkat
pengembaluan inventasi,tingkat keuntuntan perdagangan,tingkat diskonto,jangka waktu quard
hasan,jangka transaksi kredit atau waktu yang dibutuhkan untuk persiapan sebuah proyek
investasi,berkaitan erat dengan keputusan sementara menyangkut produksi dan transfer
pendapatan.Bantuan variable ini sangat memungkinkan untuk menganalisis proses
pengambilan keputusan.
BAB 6
PERANAN HARTA RAMPASAN PERANG
A. Latar belakang
Di kalangan para orientalis, timbul asumsi yang menyatakan bahwa pada
masa awal pemerintahan islam, harta rampasan perang mempunyai peranan yang
sangat signifikan dalam menopang kehidupan kaum muslimin. Dalam pandangan
mereka, berbagai ekspedisi yang dilakukan oleh kaum muslimin dilandasi oleh
semangat untuk memperoleh harta rampasan perang, sehingga ajaran yang dibawa
oleh nabi Muhammad saw. tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat di
seluruh Jazirah Arab.
Asumsi tersebut lahir dari fakta lemahnya kondisi perekonomian kaum
muslimin pada masa-masa awal pendirian negara Madinah. Kaum Muhajirin yang
datang tanpa membawa perbekalan yang memadai secara langsung memperlemah
kondisi perekonomian kaum Anshar. Sumber daya yang dimiliki Rasulullah Saw.
pada tahun pertama hijrah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kaum Muhajirin
yag terus berdatangan ke kota Madinah. Akibatnya, kondisi perekonomian
masyarakat Madinag secara keseluruhan semakin memburuk. Sehingga mendorong
Rasulullah Saw. untuk melakukan perampasan terhadap para kafilah Makkah yang
melewati Madinah menuju Syaria.
B. Berbagai ekspedisi yang dilakukan kaum Muslimin pada masa pemerintahan
rasulullah saw.
1. Ekspedisi tahun pertama.
Dilakukan sebanyak 74 kali atau, dalam riwayat lain, 90 kali atau lebih.
Seluruh ekspedisi tersebut, baik ghazawat maupun saraya, bukanlah gerakan
militer tetapi hanya merupakan misi politik atau perjalanan dakwah. Banyak
penulis modern mengaggap ekspedisi tersebut sebagai operasi militer.
Harta rampasan yang diperoleh terdiri dari anggur, kismis, kulit dan
kemngkinan barang-baranf dagangan kaum quraisy. Selain itu kaum muslimin
berhasil menawan dua orang. Salah satu tawanan membayar uang tebusan sebesar
40 uqiyah perak (setara 1600 dirham, dengan berat rata-rata satu uqiyah sama
dengan 40 dirham)
2. Ekspedisi tahun kedua.
Dimulai dengan peperangan Bani Qainuqa, salah satu kaum yahudi
terkemuka di Madinah.Setelah melewati proses pengepungan selama beberapa
hari, orang-orang Yahudi Bani Qainuqa menyerah kepada kaum muslimin. Dalam
hal ini harta rampasan perang terdiri dari persenjataan dan peralatan
pertambangan emas mengingat mereka adalah para pengrajin yang sangat ahli.
3. Ekspedisi tahun ketiga.
Pada tahun ketiga (624-625M), terdapat tujuh ekspedisi yang dilakukan
oleh kaum muslimin. Dari tujuh ekpedisi tersebut, hanya tiga yang menghasilkan
keuntungan ekonomis. Ghazwah kudur merupakan peperangan pertama yang
memberikan harta rampasan. Dalam perang ini harta rampasan perang berupa 500
unta, dan menurut sumber lainnya 1600 unta. Perang lainnya yang menghasilkan
harta rampasan perang adalah perang melawan Bani Sulaiman. Dalam perang ini,
kaum muslimin memperoleh harta rampasan perang yang nilainya berkisar antara
100 sampai dengan 300 dirham untuk setiap orangnya.
4. Ekspedisi tahun keempat.
(625-626M) kaum muslimin melakukan tujuh buah ekspedisi, dua
diantaranya menghasilkan harta rampasan perang. Yang pertama adalah sariyah
Sbu Salamahibn Abdul Asad yang dikirim ke Qathan, sumur milik Bani Asad,
pada bulan Muharam (Juni625 M). sebagai hasil harta rampasan perang, 7 unta
diberikan kepada setiap tantara yang berjumlah 150 orang. Dengan demikian,
jumlah unta yang diperoleh adalah 1.310 ekor unta, termasuk khums dan safi
rasulullah.
5. Ekspedisi tahun kelima.
(626-627 M) sebanyak lima buah dan tiga di antara tujuh ekspedisi
menghasilkan harta rampasan perang. Ghazwah di Dumatul jandal pada bulan
Rabiul Awwal (Agustus 627 M) untuk menumpas kawanan penyamun (qutta al-
thariq) dari suku-suku di utara yang bermusuhan dengan penduduk Madinah
menghasilkan beberapa hewan ternak.
6. Ekspedisi tahun keenam.
Pada tahun keenam hijriyah (juni 627-628M) terdapat tiga ghazwah dan 18
saraya. Namun demikian, tidaj ada satu ghazwah pun yang menghasilkan harta
rampasan perang dan hanya 7 saraya yang menghasilkan keuntungan materi.
7. Ekspedisi tahun ketujuh
Pada tahun ketujuh hijriyah (628-629 M), kaum muslimin melakukan 14
buah ekspedisi yang terdiri 6 ghazwah dan 8 saraya. salah satu ghazwah terjadi
bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji pada saat nabi ke Makkah. Oleh
karena itu tidak ada harta rampasan pada saat itu. Namun demikian, sebagian
besar ekspedisi ini menghasilkan harta rampasan perang, baik dalam bentuk harta
bergerak ataupun harta tidak bergerak.
8. Ekspedisi tahun kedelapan.
(629-630 M), hanya enam ekspedisi yang menghasilkan harta rampasan
perang. Ssriyah pertama di tahun ini dipimpin oleh Ghalib binAbdullah al-Kadid
di bulan Safar (juni) yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil berjumlah 10-15
orang. Pasukan ini berhasil memperoleh beberapa harta rampasan perang berupa
tanah dan tawanan.
9. Ekspedisi tahun kesembilan.
(630-631M) berhasil mendapatkan harta rampasan perang, baik dalam
jumlah kecil maupu besar. Sariyah pertama di tahun ini terjadi antara pasukan
Uyainah bin Hisn Al-fazari melawan Bani Tamin pada bulan Muharram (April-
mei). Dalam perisiwa ini, kaum muslimin berhasil memperoleh beberapa tawanan
dan mungkin beberapa ternak (mawashi) ke Madinah. Namun, seluruh harta
rampasan perang tersebut dikembalikan setelah seorang wakil sukunya bertemu
dan berbicara dengan nabi.
C. Pengeluaran selama ekspedisi
Faktor ekonomi lainnya yang terabaikan ketika memperhitungkan
besarnya harta rampasan perang yang diperleh kaum muslimin adalah berkaitan
dengan pengeluaran kaum muslimin selama melakukan ekspedisi .
Berdasarkan perhitungan yang digunakan dalam tulisan ini, pengeluaran
atas 20.000 unta dan 10.000 kuda saja berkisar sepertiga juta dirham, terlepas dari
senjata, pakaian, makanan, bahan makanan, dan sebagainya. Total jumlah tantara
kaum muslimin yang terlibat peperangan selama sepuluh tahun sebanyak 100.000
orang. jumlah seluruh pengeluaran militer Muslimin yang berlangsung selama
masa hidup Rasulullah adalah lebih dari 15 juta dinar atau 180 juta dirham.
D. Kerugian-kerugian akibat berbagai ekspedisi.
Beberapa saat sebelum pertempuran Uhud, pasukan Makkah
menghancurkan lahan pertanian yang sangat luas milik kaum Muslimin yang siap
panen. Kerugian yang diterima, baik berupa makanan dan bahan makanan, sangat
besar. Berkurangnya persediaan bahan makanan ini mengakibatkan penduduk
Madinah banyak yang berada di ambang kelaparan.
E. Kondisi perekonomian kaum muslimin.
Setelah didirikannya negara islam Madinah, aktivitas ekonomi di bidang
perdagangan dan pertanian mengalami perkembangan yang pesat. Dalam jangka
waktu yang relative singkat, banyak di antara kaum Muslimin yang berhasil
menjadi pedagang dan petani yang sukses.
F. Nilai riil harta rampasan perang.
Hal ini di satu sisi tidak menjadi pemikiran secara keseluruhan konribusi
harta rampasan perang dapat diabaikan dan harta rampasan perang (al-magharim)
tidak memainkan peranan yang besar dalam perekonomian umat islam, terutama
di Madinah.
Harta rampasan perang terutama diperoleh dari bangsa yahudi Madinah
dan khaibar serta di antara kaum muslimin yang ikut berperang untuk
menginvestasikan harta rampasan yang diperoleh menjadi asset riil, seperti kebun,
tanah, rumah tinggal, bahkan barang dagangan.
BAB 7

PEMIKIRAN EKONOMI AL-SYAIBANI


(132H/750M-189H/804M)

A. Riwayat Hidup
Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan bin Farqad Al-Syibani lahir pada
tahun 132 H (750) dikota wasith, ibu kota irak pada masa akhir pemerintah Bani
Umawiyyah .Ayahnya berasal dari nereri Syaiban diwilayah jazirah Arab.Bersama
orang tuanya ,Al-Syabani pindah ke kota kufah yang ketika ia merupakan salah satu
pusat kegiatan ilmiah . Dikota tersebut ,ia belajar fiqih ,sastra bahasa ,dan hadist
kepada pada ulama setempat.Pada periode ini pula Al-Syaibani yang baru berusia 14
tahun berguru kepada Abu Hanifah selama 4 tahun ,yakni sampai nama yang terakhir
meninggal dunia.Setelah itu ia berguru kepada Abu yusuf salah seorang murid
terkemuka dan pengganti abu hanifah ,hingga keduanya tercatat sebagai penyebar
mazhab Hanafi.

Setelah memperoleh ilmu yang memadai Al Syaibani kembali ke Baghdad


.Ditempat ini ,ia mempunyai peranan penting dalam majelis ulama dan kerap
didatangi para penuntut ilmu.Hal tersebut semakin mempermudahnya dalam
mengembangkan mazhab hanafi ,apabila ditunjang kebijakan pemerintah saaat itu
yang menetapkan mazhab hanafi sebagai mazhab Negara.Al Syabani meninggal
dunia pada tahun 189 H (804) dikota al Ray, dekat Teheran,dalam usia 58 tahun.

B. Karya Karya
Dlam menuluskan pokok-pokok pemikiran fiqihnya Al Syabani menggunakan
istihsan sebagai metode ijtihadnya.Ia merupakan ulama yang sangat produktif . KItab-
kitabnya dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan ,yaitu:
a. Zhahir al-Riwayah, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pelajaran yang diberikan
Abu Hanifah.
b. Al –Nawadir ,yaitu kitab yang ditulis berdasarkn pandangannya sendiri ,seperti
Amali Muhammad fi al fiqih dan al kasb.
C. Pemikiran Ekonomi
1. Al –Kasb ( kerja)
Al –Syabani mendefinisikan al –kasb sebagai mencari perolehan harta
melalui berbagai cara yang halal .Dalam ilmu ekonomi aktivitas demikian
termasuk dalam aktivitas produksi.Produksi suatu barang atau jasa itu mempunyai
uutilitas . Islam memandang bahwa suatu barang atau jasa mempunyai nilai guna
jika mengandung kemaslahatan.Dengan demikian, seorang muslim termotifasi
untuk memproduksi setiap barang dan jasa yang memiliki masalah tersebut.
2. Kekayaan dan Kefakiran

Setelah membahas kash, focus perhatian Al Syabian tertuju pada


permasalahan kaya dan fakir. Menurutnya sekalipun bantak dalil yang
menunjukkan keutamaan sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi.Dalam konteks ini sifat –sifat fakir diartikan sebagai kondisi
yang cukup, bukan kondisi papa dan meminta –minta.Dengan demikian, pada
dasarnya Al Syabani menyerukan agar manusian hidup dalam kecukupan, baik
untuk dirisendiri maupun untuk orang lain.

3. Klasifikasi Usaha –usaha Perekonomian

Menurut Al Syabani usaha usaha perekonomian tergabi atas empat


macam, yaitu sewa menyewa, perdagangan,pertanian dan perindustrian.Al
Syabani lebih mengutamana usaha pertanian daripada usaha yang lain.
Menurutnya pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang
sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajibannya.

4. Kebutuhan –kebutuhan Ekonomi

Al Syabani menyataan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak anak


adam sebagi suatu ciptaan yang tubuhnya tidak adan berdiri kecuali dengan empar
perkara, yaitu makan,minum,pakaian,dan tempat tinggal.Empat perkara tersebut
disebut tema ilmu ekonomi.Jika keempat hal tersebut tidak pernah diusahakan
untuk dipenihi, ia akan masuk neraka karena manusia tidak akan dapat hidip tanpa
keempat hal tersebut.
5. Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan
Al Syabani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu
membutuhkan orang lain.Seseorang tidak akan menguasai pengetahuan semua hal
yang dibutuhkan sepanjang hidupnya dan, kalaupun manusia berusaha keras, usia
akan membatasinya diri manusia. Dalam hal ini, kemaslahatan hidup manusia san
gat tergantuing padaya.Oleh kerena itu Allah SWT memberikan kemudahan pada
setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu diantaranya sehingga
manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Lebih lanjut Al
–Syabani menandaskan bahwa seorang yang fakir membutuhkan orang kaya,
sedangakan orang kaya membutuhkan tenaga orang miskin.Dari hasil tolong
menoling tersebut manusia akan semakin mudah dalam menjalankan aktivitas
ibadah kepadanya.
BAB 8
PEMIKIRAN EKONIMI ABU UBAID
(150-224)
A. Riwayat Hidup

Abu Ubaid bernama lengkap Al –Qasim bin sallam bin miskin bin zaid al harawi
al azadi Al Baghdadai. Ia lahir pada tahun 150 H dikota Harrah, Khurasan, sebelah barat
laut Afghanistan. Ayah nya keturunana Byzantium yang mendaji maula suku azad.
Setelah memperoleh ilmu yang memadai dikota kelahirannya, pada usia 20 tahun ,Abu
Ubaid pergi berkelana untuk menuntut ilmu bergagai kota seperti kufah, basrah dan
Baghdad.Ilmu –imu yang dipelajari antara lain adalah mencakup ilmu tata bahasa
arab,qira’at, tafsir,hadis,dan fiqih . Pada tahun 192 H , Tsabit ibn Nasr ibn
Malik,mengangkat Abu Ubaid sebagai qadi di tarsus hingga tahun 210 H. Setelah berhaji
ia menetap di makkah sampai wafatnya. Ia meninggal pada tahun 224 H.

B. Latar Belakang Kehidupan dan Corak Pemikiran


Abu Ubaid merupakan seorang ahli hadist dan ahli fiqih terkemuka di masa
hiduonya.Ia sering menanggani berbagai kasus pertahanan dan perpajakan serta
menyelesaikan dengan sangat baik.
Berbeda hal nya dengan abu yusuf, Abu Ubaid tidak menyinggung tentang
masalah kelemahan system pemerintah serta penanggulangannya. Dalam hal ini ,focus
perhatian Abu Ubaid tampaknya tertuju pada permasalahan yang berkitan dengan standar
etika pilitik suatu pemerintah daripada teknik efisiensi pengelolahannya.Berdasarkan hal
tersebut , Abu Ubaid berhasil menjadi salah satu cendikiawan muslim terkemuka pasa
awal abad ketiga H . Yang menetapkan revilitasi system perekonomian berdasarkan Al
Quran dan hadis melalui reformasi dasar-dasar kebijakan keuangan dan institusinya.
Berkat pengetahuan dan wawasannya yang begitu luas dalam berbagai bidang ilmu,
beberapa ulama Syafi’iyah dan hanabilah mengklaim bahwa Abu Ubaid berasal dari
mazhab mereka walaupun fakta menujukkan bahwa Abu Ubaid seorang fuqaha yang
independen.
C. Isi Format dan Metodologi Kitap Al- Amwal
1. Pada bab pendahuluan Abu Ubaid membahas hak dan kewajiban pemerintah
terhadap rakyatnya serta hak dan kewajiban rakyat terhadap pemerintahannya,
dengan dengan studi khusus mengenai kebutuhan terhadap suatu peerintahan yang
adil.
2. Bab pekengkap menguraikan tentang berbagai jenis pemasukan Negara yang
dipercaya kepada penguasa atas nama rakyat serta berbagai landasan hukumnya
dalam al quran dan sunnah.
3. Bagisn ketika adalah bab yang membahas mengenai penerimaan fia. Dalam hak
ini, walaupun menurut Abu Ubaid fai jua mencakup pendapatan Negara yang
berasal dari jizyah, kharaj, dan ushr tetapi ushr dibahas dalam bab shadaqah.
4. Pda bagian keempat sesuai denagn perluasan wilayah islam di masa klasik,kitab al
amwal berisi pembahasan mengenai pertanahan, adminitrasi hokum internasional
dan hukum perang.
5. Bagian kelima membahs tentang distribusi pendapatan fai,.
6. Bagian keenam membahas tentang iqta,ihya al mawat, dan hima.

D. Pandangan Ekonomi Abu Ubaid


1. Filosofi Hukum dari Sisi Ekonomi

Jika isi kitab al –amwal dievaluasi dari sisi filosofi hokum, akan tampak
bahwa abu ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama.Abi ubaid memiliki
pendekatan yang berimbang terhadap hak –hak individu, public,dan Negara. Jika
kepentingan individu berbenturan dengan kepentingan public ia akan berpihak pda
kepentingan public.

Disisi lain , Abu Ubaid juga menekankan bahwa perbendaharaan Negara tidak
boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pengusaha untuk kepentingan
pribadinya.
Abu Ubaid juga menyatakan bahwa tarif pajak kontraktual tidak dapat
dinaikan bahkan dapat diturunkan apabila terjadi ketidakmampuan mambayar.Lebih
jauh, ia menyatakan bahwa jika seorang penduduk non muslim mengajukan
permohonan bebas utang dan dibenarkan oleh saksi muslim, barang perdagangan
pnduduk non muslim tersebut yang setara dengan jumlah utangnya akan dibebaskan
dari bea cukai.
2. Dikotomi Badui – Urban

pembahasan mengenai dikotomi badui urban dilakukan abu ubaid ketika


menyoroti alokasi pendapatan fai.Abu Badui menegaskan bahwa, bertentangan
dengan kaum badui ,kaum urban

- Ikut serta dalam keberlangsungan Negara denagn berbagai kewajiban adminisrtasi


dri semua kaum muslimin.
- Memelihara dan memperkuat pertahann sipil melalui mobilisasi jiwa dan harta
mereka.
- Memberi contoh universalisme islam denagn shalat berjamaah .
- Singkatkanya disamping keadilan abu ubaid membangun suatu Negara islam
berdasarkan adminitrasi, pertahanan , pendidikan, hokum, dan kasih
sayang.Karakteristik tersebut di atas hanya diberiakn kepada allah Swt.
3. Kepemilikan dalam Konteks Kebijakan PerbaikaN

Abu Ubaid mengakui adanya kepemilikan pribadi dan kepemilikan


public.Dalam hal kepemilikan pemikiran abu ubaid yang khas adalah mengenai
hubungan antara kepemilikan dengan kebijakan perbaikan pertanian.Oleh karena itu
tanah yang diberikn dengan persyaratan untuk diolah dibebaskan dari kewajiban
mambayar pajak.

Dalam pandangan abu ubaid sumber daya public seperti air, padang rumput,
dan api tidak boleh dimonopoli seprti hima.Seluruh sumber daya ini hanya dapat
dimasukkan ke dalam kepemilikan Negara yang akan digunakan untuk memenui
kebutuhan masyarakat.
4. Pertimbangan Kebutuhan

Abu Ubaid sangat menentang pendapat yang menyatakan bahwa pembagian


harta zakat harus dilakukan secara merata di antara delapan kelompok penerima zakat
dan cenderung menentukan suatu batas tertinggi terhadap bagian perorangan.Oleh
karena itu pendekatan yang digunakan abu ubaid ini mengindikasikan adanya tiga
kelompok sosio ekonomi yang terkait dengan status zakat , yaitu:

- Kalangan kaya yang terkena wajib zakat


- Kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi juga tidak berhak
menerima zakat.
- Kalangan penerima zakat.
5. Fungsi Uang

Ada prinsipnya abu ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yakni sebagai
standar nilai pertukaran dan media pertukaran . Dalam ha linin ia menyatakan adalah
hal yang tidak diragukan lagi bahwa emas dan perak tidak layak untuk apa pun
kecuali menjadi harga dari barang dan jasa . Keuntungan yang paling tinggi yang
dapat diperoleh dari kedua ini adalah penggunaannya untuk membeli susuatu ( infaq)

Pernyataan Abu ubaid tersebut menunjukkan bahwa ia mendukung teori


konvensional mengenai Uang logam, walaupun sama sekali tidaknmenjelaskan
mengapa emas dan perk tidak layak untuk apapun kecuali keduanya menjadi harga
dari barang dan jasa .
BAB 9
PEMIKIRAN EKONOMI YAHYA BIN UMAR
(213-289)
A. Riwayat Hidup
Yahya bin umar merupakan salah seorang fuqaha mazhab maliki. Ulama yang
bernama lengkap Abu Bakar Yahya bin umar bin yusuf al kannani al andalusi ini lahir
pada tahun 213 H dan dibesarkan di kardova , spanyol. Seperti para cendikiawan
muslim terdahulu ia berkelana ke bagian negeri untuk menuntut ilmu.Pada mulanya ia
singgah di mesir dan berguru kepada para pemuka sahabat Abdullah bin wahab al
maliki dan ibn al qasim, seperti ibnu al karwan ramh dan abu al zhahir bin al sarh.
Setelah itu ia pindah ke hijaz dab berguru diantaranya kepada abu mus’ab az zuhri.
Akhirnya yahya bin umar menetap di qairowan, afrika, dan menyempurnakan
pendidikannya kepada seorang ahli ilmu faraid dan hasub.Yahya bin Umar wafat
pada tahun 289 H (901M)

B. Kitab Ahkam al – Suq


Kitab Ahkam al suq yang berasal dari benua afrika pada abad ketiga H ini
merupakan kitab pertama di dunia islam yang khusus membahas hisbah dan berbagai
hokum pasar, satu penyajian materi yang berbeda dari pembahasan pembahasan fiqih
pada umumnya. Salah satu hal yang mempengaruhinya adalah situasi kota qairuwan ,
tempat yahya bin umar menghabiskan bagian teroenting masa hidupnya.Dengan
demikian , pada masa yahya bin umar kora qairuwan telah memiliki dua
keistimewaan yaitu
- Keberadaan institusi pasar mendapat perhatian khusus dan pengaturan yang
memadai dari pada pengusaha
- Dalam lembaga pengadilan, terdapat seorang hakim yang khusus menangani
benbagai pemasalahan pasar.
- Dalam membahas kedua persoalan itu, yahya bin umar menjelaskan sacara
komperhensif yang diserti dengan diskusi panjang, hingga melampaui jawaban
yang diberikan.Sebelum menjawabnya ia menulis mukadimah secara terperinci
tentang berbagai tanggung jawab pemerintahan.,seperti kewajiban melakukan
inspeksipasar, mengontrol timbangan dan takaran,serta mengungkapkan perihal
mata uang.
C. Pemikiran Ekonomi
Menurut yahya bin umar aktivitas ekonomi merupakan bagian yang tidak
terlepaskan dari ketakwaan seorang muslim kepada allah Swt.Hal ini berarti bahwa
jetakwaan berarti asas dalam perekonomian islam,sekaligus factor utama yang
membedakan ekonomi islam dengan konvensional.Oleh karena itu disamping al
quran setiap muslim harus berpegang teguh pada sunnah dan mengikuti seluruh
perintah nabi Muhammad Saw.Yang selanjutnya yahya ibn umar melarang kebijakan
penetapan harga jika kenaikan harga yang terjadi adalah semata mata hasil interaksi
penawaran dan permintaan yang alami.Hal ini akan berbeda jika kenaikan harga
diakibatkanoleh ulah manusia.Yahya bin umar menyatakan bahwa pemerintah tidak
boleh melakukan intervensi kecuali dalam dua hal yaitu:
1. Para pedagang tidak memperdaganggkan barang dagangan tertentunya yang
sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kemudaratan serta
kerusakan mekanisme pasar
2. Para pedagang melakukan praktik siyasah al – ighraq atau banting harga yang
dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan
stabilitas harga pasar.
D. Wawasan Modern Teori Yahya bin Umar
Pada dasarnya konsep Yahya bin Umar lebih banyak terkait dengan
permasalahan ihtikar dan siyasah al –ighraq. Dalam ilmu ekonomi kontemporer,
kedua hal tersebut masing masing dikenal dengan istilah monopoly’s rent- seeking
dan dumping.
1. Ihtikar ( Monopoly’s Rent –Seeking)
Islam secara tegas melarang ihtikar , yaitu mengambil keuntungan diatas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih
tinggi.Dalam hal ini rasulullah Sw menyatakan bahwa ihtikar adalah perbuatan orang
yang berdosa. Para ulama sepakat bahwa illat pengharaman ihtikar adalah karena
dapat menimbulkan kemudharatan bagi umat manusia Ihtikar tidah hanya dapat akan
merusak mekanisme pasar, tetapi juga akan menghentikan keuntungan yang akan
diperoleh orang lain serta menghabat proses distribusi kekayaan diantara manusia.
2. Siyasah al- Ighraq ( Dumping Policy)
Berbanding terbalik dengan ihtikar , siyasah al- ighraq bertujuan meraih
keuntungan denagn cara menjual barang pada tingkat harga yang lebih rendah dari
pada harga yang berlaku dipasaran. Perilaku ini secara tegas dilarang dalam islam
karena dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas.Analisis dumping
tersebut memberikan kesan bahwa diskriminasi harga akan dapat meningkatkan
perdagangan luar negeri Namun jika ditelaah lebih jauh, akan tampak jelas bahwa
kesan tersebut tidak selamanya benar.Anggap saja ada dua perusahaan monopoli yang
masing-masing memproduksi barang yang sama satu di negeri dan satu lainnya di
luar negeri. Untuk menyederhanakan analisis ini asumsikan bahwa kedua perushaan
tersebut memiliki marginal cost yang sama. Anggap juga terdapat beberapa biaya
transportasi antara kedua pasar tersebut bahwa segala kebijakan tersebut hanya
menguntungkan sekelompok masyarakat yang membebani sekelompok masyarakat
lainnya harus dihindari Negara semaksimal mungkin.
Pandangan-pandangan abu ubaid juga merefleksakan perlunya mempelihara
dan mempertahankan keseimbangan antara hak dan kewajiban maasyarakat serta
menekankan espit de corps , rasa persatuan dan tanggung jawab bersama.
BAB 10
PEMIKIRAN EKONOMI AL-GHAZALI
(450-505 H/1058-111 M)
A. Riwayat Hidup
Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi al-Ghazali
atau sering dipanggil Al-Ghazali. Beliau lahir di Tus, kota kecil di Khurasan,Iran,
pada tahun 450 H (1058 M). Sejak kecil beliau hidup dalam dunia tasawuf, ayahnya
juga seorang sufi. Sejak muda, beliau sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan.
Pertama-tama beliau belajar bahasa arab dan Fiqih dikota Tus, kemudian ke kota
jurjan untuk belajar dasar-dasar usul fiqih. Setelah itu beliau pergi ke Naisabur untuk
melanjutkan rihlah ilmiahnya. Dikota ini beliau belajar kepada Al-Haramain Abu Al-
Ma'ali Al-Juwaini, sampai terakhir beliau wafat pada tahun 478 H (1085M).
Pada masa wazir Fakhr Al-Mulk , Al-Ghazali kembali mengajar di madrasah
Nizhamiyah di Naisabur. Namun, pekerjaan itu hanya berlangsung selama dua tahun.
Beliau kembali lagi ke kota Tus untuk mendirikan madrasah bagi para fuqaha dan
mutashawwifin. Beliau memilih kota ini sebagai tempat menghabiskan waktu dan
energinya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, hingga beliau meninggal pada
tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H atau 19 Desember 1111 M.
B. Karya-Karya Al- Ghazali.

Al-Ghazali diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tulis yang


meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti logika, Filsafat, Moral, Tafsir, Fiqih, ilmu-
ilmu tasawuf, politik, Administrasi, dan perilaku ekonomi. Namun yang ada hingga
kini hanya 84 buah. Diantaranya :

o Ihya Ulum al Din


o Al-Munqidz min al-Dhalal
o Tahafut Al-Falasifah
o Minhaj Al-Abidin
o Qawaid Al- Aqaid
o Al- Mustashfa min Ilm al-Ushul.
o Mizan Al-Amal
o Misykat Al-Anwar
o Kimia Al-Sa'adah
o Al-Wajiz
o Syifa Al-Ghalil
o Al- Tibr Al-Masbuk fi Nasihat Al-Muluk.
C. Pemikiran Ekonomi
1. Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar.
Dilakukan dengan suka rela, serta proses timbulnya pasar berdasarkan
kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba. Al Ghazali
juga membangun dasar-dasar yang dikenal sebagai "semangat Kapitalisme". Beliau
juga memberikan kode etik yang dirumuskan dengan baik bagi masyarakat berbisnis.
a. permintaan, penawaran, harga, dan laba.
Al-Ghazali berbicara mengenai harga yang berlaku seperti yang
ditentukan oleh praktik-praktik pasar, sebuah konsep yang dikenal sebagai Al-
tsaman Al-Adil (harga yang adil) di kalangan ilmuwan muslim atau
equilibrium prize (harga keseimbangan) di kalangan ilmuwan Eropa
kontemporer. Al-Ghazali juga menyadari permintaan "harga inelastis", dalam
hal ini dijelaskan bahwa karena makanan merupakan kebutuhan pokok maka
motivasi laba harus seminimal mungkin mendorong perdagangan makanan.
Beliau juga mengatakan bahwa laba merupakan kelebihan. Al Ghazali sendiri
membahas permasalahan harga dan laba secara bersamaan tanpa membedakan
antara biaya dan pendapatan.
b. Etika Perilaku Pasar.

Dalam pandangan Al-Ghazali pasar berfungsi berdasarkan etika dan


moral para pelakunya. Secara khusus beliau memperingatkan larangan
mengambil keuntungan dengan cara menimbun makanan dan barang-barang
kebutuhan lainnya. Beliau juga memperingatkan agar para pedagang tidak
memberikan informasi yang salah mengenai berat, jumlah, atau harga barang
penjualannya. Karena hal itu merupakan bentuk penipuan yang harus yang
harus dilarang keras. Al Ghazali menunjukkan kualitas yang sudah nyata dari
suatu barang merupakan suatu kemubaziran. Karena ia sangat menekankan
kebenaran dan kejujuran dalam berbisnis.

2. Aktivitas Produksi.

Al Ghazali mengklasifikasikan aktivitas produksi menurut kepentingan


sosialnya serta menitik beratkan perlunya kerjasama dan koordinasi. Fokus
utamanya adalah tentang jenis aktivitas yang sesuai dengan dasar-dasar etos
Islam, yaitu diantaranya :

a. Produksi barang-barang kebutuhan dasar sebagai kewajiban sosial


b. Hirarki produksi

Dalam hierarki produksi ini beliau membagi aktivitas produksi ke


dalam tiga kelompok yaitu:

- Industri dasar yaitu industri-industri yang menjaga kelangsungan


hidup manusia.
- Aktivitas penyokong yakni aktivitas yang bersifat tambahan bagi
industri dasar
- Aktivitas komplementer yang berkaitan dengan industri dasar seperti
penggilingan dan pembakaran produk produk agrikultur.
c. Tahapan produksi, Spesialisasi, dan Keterkaitanya.

Al Ghazali juga mengakui adanya tahapan produksi yang beragam


sebelum produk tersebut dikonsumsi. Terus selanjutnya, ia menyadari
kaitanya yang seringkali terdapat mata rantai produksi dikenal dalam
pembahasan kontemporer. Beliau juga menawarkan gagasan mengenai
spesialisasi dan saling ketergantungan dalam keluarga yang menitikberatkan
kerjasama dan koordinasi.
3. Barter dan Evolusi Uang.
Al-ghazali menyadari bahwa salah satu penemuan terpenting dalam
perekonomian adalah uang. Setidaknya terlihat dari pembahasan yang canggih
mengenai evolusi uang dan berbagai fungsinya. Beliau juga menjelaskan bagaimana
uang mengatasi permasalahan yang timbul dari suatu pertukaran barter,
pembahasanya meliputi :
a. Problema barter dan kebutuhan terhadap uang.

Al-ghazali mempunyai wawasan yang sangat luas dan mendalam tentang


berbagai kesulitan yang timbul dari pertukaran barter, di satu sisi, dan sisi lain,
signifikan uang dalam kehidupan umat manusia. Penjelasan menunjukkan bahwa
al-ghazali mempunyai wawasan yang sangat komprehensif mengenai berbagai
problema barter dalam istilah modern disebut sebagai :

- Kurang memiliki angka penyebut yang sama atau lack of common


Denominator.
- Barang tidak dapat dibagi-bagi atau indivisibility of Goods.
- Keharusan adanya dua keinginan yang sama atau double coincidence of
wants.
b. Uang yang tidak bermanfaat dan penimbunan bertentangan dengan hukum
Ilahi.
Al Ghazali terlihat lebih memahami berbagai macam fungsi uang. Dalam hal
ini beliau menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri. Uang
baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Al Ghazali juga
menyatakan bahwa tujuan satu-satunya dari emas dan perak adalah uang untuk
dipergunakan sebagai uang atau Dinar dan Dirham.
c. Pemalsuan dan Penurunan Nilai Uang

Menurut sejarah emas dan perak merupakan logam terpenting yang


digunakan sebagai uang komoditas. Uang dapat diproduksi secara pribadi hanya
dengan membawa emas dan perak yang sudah di tambang ke percetakan. Atas
dasar ini jika ditemukan lebih banyak emas dan perak Persediaan uang akan naik,
demikian juga harga akan naik, dan nilai uang akan turun, sebaliknya terjadi bila
persediaan emas dan perak juga turun.

d. Larangan Riba.
Al Ghazali larangan riba sering di sering kali dipandang sama dengan
bunga adalah mutlak terlepas dari alasan dosa yang menentang riba adalah
kemungkinan terjadinya eksploitasi ekonomi dan ketidakadilan dalam
transaksi. Al-Ghazali menyatakan bahwa menetapkan bunga atas utang
piutang berarti membelokkan uang dari fungsi utama yaitu untuk mengukur
kegunaan objek pertukaran. Oleh karena itu, bila jumlah uang yang diterima
lebih banyak daripada jumlah uang yang diberikan akan terjadi perubahan
standar nilai dan perubahan ini Terlaran.
4. peranan negara dan keuangan publik.
Al-Ghazali juga menitikberatkan peranan utama negara di antara peranan
utama negara diantara keempat industri dalam kategori pertamanya yaitu sebagai
sesuatu yang esensial untuk menjaga orang-orang agar hidup bersama secara
harmonis dan dalam kerjasama satu sama lain dalam mencari penghidupan.
a. Kemajuan ekonomi melalui Keadilan, Kedamaian, dan Stabilitas.

Al-Ghazali menitikberatkan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran


ekonomi negara harus menegakkan keadilan, kedamaian, dan keamanan serta
stabilitas. Beliau menekankan perlunya keadilan serta "aturan yang adil dan
seimbang". Selain itu beliau menekankan bahwa negara harus mengambil semua
tindakan yang perlu untuk menegakkan kondisi keamanan internal dan eksternal
suatu negara.

b. Keuangan Publik.

Al Ghazali memberikan penjelasan yang rinci mengenai peran dan fungsi


keuangan publik tidak seperti mayoritas ilmuwan lainnya pembahasan yang
dilakukan al-ghazali cukup simetris. Beliau memperhatikan kedua sisi anggaran
baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi pengeluaran. Adapun dalam keuangan
publik pembahasannya meliputi :
- Sumber-sumber pendapatan negara
- Utang publik
- Pengeluaran publik, dan lain sebagainya.
BAB 11
PEMIKIRAN EKONOMI AL-SYATIBI
(W.790 H/ 1388 M)

A. Riwayat Hidup Al-Syatibi.


Pemikiran ekonomi Al syatibi yang Beliau bernama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin
Muhammad Al-Lakhmi Al-Gharnati Al-syatibi merupakan seorang cendekiawan muslim dari
suku Arab Lakhmi. keluarganya dinisbatkan ke daerah asalnya yaitu di yang terletak di
kawasan Spanyol bagian timur pada masa mudanya bertepatan dengan masa pemerintahan
Sultan Muhammad kelima alwani Billah yang merupakan masa keemasan umat Islam
setempat karena Granada menjadi pusat kegiatan ilmiah berdirinya Universitas Grenade
dalam meniti pengembangan intelektualitasnya tokoh yang bermazhab Maliki ini Mengalami
berbagai ilmu yang berbentuk dalam Ulum Al wassail atau metode maupun al-ummah Rasyid
atau esensi dan hakikat memulai aktivitas ilmiahnya dengan belajar dan mendalami bahasa
Arab dari Abu Abdillah Muhammad Ibn Fakhkhar Al-Biri, abu qosim mummad ibn ahmad al
syabti, dsb.
B. Konsep Maqashid Syari'ah Menurut Al- Syatibi.
Sebagai sumber utama agama islam, Al quran mengandung berbagai ajaran. Ulama
membagi kandungan Al quran dalam tiga bagian besar, yaitu aqidah, akhlak, dan Syariah.
Aqidah berkaitan dengan dasar dasar keimanan, akhlah berkaitan dengan etika dan syariah
berkaitan dengan berbagai aspek hukum yang muncul dari aqwal (perkataan ) dan af'al
(perbuatan). Kelompok terakhir (syariah) , dibagi dalam dua hal, yakni ibadah
(habluminallah) dan muamalah ( habluminannas).
Maqashid Syariah terdiri dari dua kata yaitu Maqashid dan Al syariah. Maqasid berarti
kesengajaan atau tujuan, sedangkan Al Syariah berarti jalan menuju sumber air, dapat pula
dikatakan sebagai jalan ke arah sumber pokok kehidupan. Sedangkan menurut Al syaitibi
yaitu syariah yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia didunia dan diakhirat.
1. Pembagian maqasid Syariah
Menurut Al Syaitibi, kemaslahatan manusia dapat terealisasi dalam 5 unsur
pokok kehidupan manusia dapat diwujudkan dan dipelihara yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta dalam hal ini maqashid dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu dharuriyat,
hajiyat, dan tahsiniyat.
a. Dharuriyat
Jenis maqasid ini merupakan kemestian dan landasan dalam menegakkan
kesejahteraan manusia didunia dan akhirat yang mencakup pemeliharaab lima unsur
pokok dalam kehidupan manusia, yakni agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Contoh,
penunaian rukun islam, pelaksanaan kehidupan manusiawi serta larangan mencuri
masing-masing merupakan salah satu bentuk pemeliharaan eksistensi agama dan jiwa
serta perlindungn terhadap Eksistensi harta.
b. Hajiyat.
Jenis maqasid ini merupakan untuk memudahkan kehidupan, menghilangkan
kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang lebih baok terhadap lima unsur pokok
kehidupan manusia. Contoh, kebolehan untuk melaksanakan akad mudharabah, musaqat,
muzara'ah, dan bai assalam, serta berbagai aktivitas ekonomi lainya yang bertujuan untuk
memudahkan kehidupan atau menghilangkan kesulitan manusia didunia.
c. Tahsiniyat.
Maqasid ini bertujuan agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk
menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan manusia. Contoh maqasid
ini, kehalusan dalam berbicara dan bertindak serta pengembangan kualitas produksi dan
hasil pekerjaan.
2. Kolerasi antara Dharuriyat, Hajiyat, dan Tahsiniyat.
- Maqashid Dharuriyat merupakan dasar bagi maqashid hajiyat dan maqashid
tahsiniyat.
- Kerusakan pada maqashid dharuriyat akab membawa kerusakan pula pada
maqashid hajiyat dan maqashid tahsiniyat.
- Kerusakan pada maqashid hajiyat dan maqashid tahsiniyat tidak dapat merusak
maqashid dharuriyat.
- Pemeliharaan maqashid hajiyat dan maqashid Tahsiniyat diperlukan demi
pemeliharaan maqashid dharuriyat Secara tepat.
C. Pemikiran ekonomi menurut Al-Syaitibi :
1. Objek Kepemilikan
Pada dasarnya, Al-Syaitibi mengakui hak milik individu. Namun, ia
menolak kepemilikan individu terhadap setiap sumber daya yang dapat menguasai
hajat hidup orang banyak.
2. Pajak
Pandangan Al-Syaitibi, pemungutan pajak harus dilihat dari sudut
pandang maslahah (kepentingan umum). Ia menyatakan bahwa pemeliharaan
kepentingan umum secara esensial adalah tanggung jawab masyarakat. Oleh
karena itu, pemerintah dapat mengenakan pajak pajak baru terhadap rakyatnya,
sekalipun pajak tersebut belum pernah dikenal dalam sejarah islam.
BAB 12

PEMIKIRAN EKONOMI IBNU TAIMIYAH


(1263 M/661 H – 1328 M/728 H)

A. Riwayat Hidup
Ibnu Taimiyah yang bernama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul
Halim Lahir di kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal
661 H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, paman dan
kakeknya merupakan ulama besar Mazhab Hambali dan penulis sejumlah buku.
Kehidupan Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada dunia buku dan kata-
kata tetapi juga mencakup keberaniannya dalam berlaga di medan perang.
Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah
menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah yang dilontarkan para
penentangnya.
Selama dalam tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhenti untuk
menulis dan mengajar. Ibnu Taimiyah meninggal dunia di dalam tahanan pada
tanggal 26 September 1428 M (20 Dzul Qaidah 728 H) setelah mengalami
perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.
B. Pemikiran Ekonomi
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya Tulisnya.
1. Harga yang Adil, Mekanisme pasar dan Regulasi Harga
a. Harga yang Adil
Konsep harga yang adil pada hakikatnya telah ada dan digunakan sejak
awal kehadiran islam. Istilah harga yang adil telah disebutkan dalam
beberapa hadist nabi.
Sekalipun penggunaan istilah tersbut sudah ada sejak awal kehdiran
islam, Ibnu taimiyah tampaknya merupakan orang yang pertama kali
menaruh perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil. Dalam
pembahasan yang berkaitan dengan harga, ia sering menggunakan dua
istilah, yakni Kompensasi yang setara dan Harga yang setara.
Ditempat lain, ia membedakan antara dua jenis harga, yakni harga
yang tidak adil dan dilarang serta harta yang adil dan disukai.
Dalam mendefinisikan kompensasi yang setara Ibnu Taimiyah
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesetaraan adalah jumlah yang
sama dari objek khusus dimaksud dalam pemakaian yang umum. Hal ini
juga terkait dengan tingkat harga dan kebiasaan. Tujuan harga yang adil
adalah untuk memberikan panduan bagi para penguasa dalam
mengembangkan kehidupan ekonomi. Tampak jelas bagi Ibnu Taimiyah
bahwa kompensasi yang setara itu relatif merupakan sebuah fenomena yang
dapat bertahan lama akibat terbentuknya kebiasaan, sedangkan harga yang
setara itu bervariasi, ditentukan oleh kekuatan pemintaan dan penawaran
serta dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan masyarakat.
- Konsep Upah yang Adil
Pada abad pertengahan, konsep upah yang adil dimaksudkan
sebagai tingkat upah yang wajib diberikan kepada para pekerja sehingga
mereka daapt hidup secara layak ditengah-tengah masyarakat. Berkenaan
dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengacu pada tingkat harga yang berlaku
dipasar tenaga kerja dan menggunakan istilah upah yang setara. Seperti
halnya harga, prinsip dasar yang menjadi objek observasi dalam
menentukan suatu tingkat upah adalah definisi menyeluruh tentang
kualitas dan kuantitas. Harga dan upah, ketika keduanya tidak pasti dan
tidak ditentukan atau tidak dispesifikasikan dan tidak diketahui jenisnya,
merupakan hal yang sama dan penub dengan spekulasi.
- Konsep Laba yang adil
Ibnu Taimiyah mengakui ide tentang keuntungan yang merupakan
motivasi para pedagang. Menurutnya, para pedagang berhak memperoleh
keuntungan melalui acra-cara yang dapat diterima secara umum tanpa
merusak kepentingam dirinya sendiri dan kepentingan para pelanggannya.
Berdasarkan definisinya tentang harta yang adil, Ibnu Taimiyah
mendefinisikan laba yang adil sebagai laba normal yang secara umum
diperoleh dari jenis perdagangan tertentu, tanpa merugikan orang lain. Ia
menetang tingkat keuntungan yang tidak lazim, bersifat eksploitatif
dengan memanfaatkan ketidakpedulian nasyarakat terhadap kondisi pasar
yang ada.
- Relevansi Konsep Harga Adil dan Laba yang Adil Bagi Masyarakat
Tujuan utama dari harga yang adil dan berbagai permasalahan lain
yang terkait adalah untukmenegakkan keadilan dalam transaksi pertukaran
dan berbagai hubungan lainnya di antara anggota masyarakat. Kedua
konsep ini juga dimaksudkan sebagai panduan bagi para penguasa untuk
melindungi masyarakat dari berbagai tindakan eksploitatif. Dengan kata
lain, pada hakikatnya konsep ini akan lebih memudahkan bagi masyarakat
dalam mempertemukan kewajiban moral dengan kewanjiban finansial.
Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, adil bagi para pedagang berarti
barang-barang dagangan mereka tidak dipaksa untuk dijual pada tingkat
harga yang dapat menghilangkan keuntungan normal mereka.
Disisi lain, ibnu taimiyah mengingatkan kepada para pembeli agar
tidak menolak harga yang adil sebagai hasil interaksi antara kekuatan
permintaan dan penawaran yang terjadi secara alamiah.
b. Mekanisme Pasar
Ibnu Taimiyah menyebutkan dua sumber persediaan, yakni produksi
lokal dan import barang-barang yang diminta. Untuk menggambarkan
permintaan terhadap suatu barang tertentu, ia menggunakan istilah raghbah fi
al-syai yang berarti hasrat terhadap sesuatu, yakni barang. Hasrat merupakan
salah satu faktor terpenting dalam permintaan, faktor lainnya adalah
pendapatan yang tidak disebutkan oleh Ibnu Taimiyah. Perubahan dalam
supply digambarkannya sebagai kenaikan atau penurunan dalam persediaan
barang-barang, yang disebabkan oleh dua faktor, yakni produksi lokal dan
impor.
Ibnu Taimiyah menyebut kenaikan harga terjadi karena penurunan
jumlah barang atau peningkatan jumlah penduduk. Penurunan jumlah barang
dapat disebut juga sebagai penurunan persediaan, sedangkan peningkatan
jumlah penduduk dapat disebut juga sebagai kenaikan permintaan. Suatu
kenaikan harga yang disebabkan oleh penurunan supply dan kenaikan demand
dikarakteristikkan sebagai perbuatan Allah swt. Untuk menunjukkan
mekanisme pasar yang beersifat impersonal.
c. Regulasi Harga
Ibnu Taimiyah membedakan dua jenis penerapan Harga, yakni
penerapan harga yang tidak adil dan catat hukum serta penetapan harga yang
adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum
adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi
akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan supply dan kenaikan demand.
Ibnu Taimiyah mendukung peniadaan berbagai unsur monopolistic dari
pasar dan, oleh karenanya, menentang segala bentuk kolusi yang terjadi diantara
sekelompok pedagang dan pembeli atau pihak-pihak tertentu lainnya.
Penetapan harga akan menimbulkan dampak yang merugikan persediaan
barang-barang impor mengingat penetapan harga tidak diperlukan terhadap
barang-barang yang tersedia ditemapt itu, karena akan merugikan para pembeli.
1. Pasar yang Tidak Sempurna
Disamping dalam kondisi kekeringan dan perang, Ibnu Taimiyah
merekomendasikan kepada pemerintah agar melakukan kebijakan penetapan
harga pada saat ketidaksempurnaan melanda pasar.
Contoh nyata dari pasar yang tidak sempurna adalah adanya monopoli
terhadap makanan dan barang-barang kebutuhan dasar lainnya.
Ibnu Taimiyah melarang para pedagang dan pembeli membuat perjanjian
untuk menjual barang pada harga yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga
dapat memperoleh harga yang lebih rendah, sebuah kasus yang menyerupai
monopsoni. Sesuai hadis nabi Ia juga melarang diskriminasi harga terhadap
pembeli atau penjual yang tidak mengetahui harga yang sebenarnya dipasar, hal
ini dianggap sebagai riba.
2. Musyawarah untuk Menetapkan Harga
Pemikiran ibnu Taimiyah tentang regulasi harga juga berlaku terhadap
berbagai faktor lainnya. Ia menyatakan bahwa apabila tenaga kerja menilak
memberikan jasa mereka sementara masyarakat sangat membutuhkannya atau
terjadi ketidaksempurnaan dalam pasar tenaga kerja, pemerintah harus
menetapkan upah tenaga kerja. Tujuan penetapan harga ini adalah untuk
melindungi para majikan dan pekerja dari aksi saling mengeksploitasi diantara
mereka.

2. . Uang dan Kebijakan Moneter

a. Karakteristik dan Fungsi Uang


Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi utama Uang, yakni sebagai pengukur
nilai dan media pertukaran bagi senjumlah barang yang berbeda. Ibnu Taimiyah
menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan
fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya. Apabila uang ditukarkan dengan uang lain,
pertukaran tersebut harus dilakukan secara simultan dan tanpa penundaan.
b. Penurunan Nilai Mata Uang

Ibnu Taimiyah menentang keras terjadinya penurunan nilai mata uang dan percetakan
mata uang yang sangat banyak. Pernyataan tentang volume fulus harus sesuai dengan
proporsi jumlah transaksi yang terjadi adalah untuk menjamin harga yang adil.

Ibnu Taimiyah menyarankan kepada penguasa agar tidak memelopori bisnis mata
uang dengan membeli tembaga serta mencetaknya menjadi uang dan kemudian berbisnis
dengannya. Ia menegaskan bahwa perdagangan uang akan membuka lebar pintu
kezaliman terhadap masyarakat serta melenyapkan kekayaan mereka dengan dalih yang
salah. Ibnu Taimiyah meminta pihak penguasa agar tidak melakukan monetisasi terhadap
mata uang yang sedang berada ditangan masyarakat.
BAB 13

PEMIKIRAN EKONOMI IBN KHALDUN


A. Riwayat Hidup
Ibn Khaldun yang bernama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin ibn
Khaldun lahir di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan pada tanggal 27
Mei 1332 M. Ibn Khaldun berguru kepada para ulama terkemuka, seperti Abu Abdillah
Muhammad bin Al-Arabi Al-Hashayiri, Abu Al-Abbas Ahmad ibn Al-Qushshar, Abu
Abdillah Muhammad Al-Jiyani, dan Abu Abdillah Muhammad ibn Ibrahim Al-Abili
untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, seperti tata bahasa Arab, hadis, fiqh,
teologi, logika, ilmu alam, matematika, dan astronomi.
Ibn Khaldun merupakan anggota dari kelompok elit, baik karena keturunan
maupun pendidikan. Pada tahun 1352 M, ketika usiannya masih 20 tahun, ibn Khaldun
sudan menjadi master of the seal dan memulai karier politiknya hingga tahun 1375 M.
Pada tahun 1375 M sampai 1378 M, ibn Khaldun menjalani pensiunnya di Gal’at ibn
Salamah dan menulis sejarah dunia dengan muqaddimah sebagai volume pertamanya.
Dan pada tahun ini ia mendapatkan izin untuk kembali ke Tunisia. Tahun 1382, ia
menjadi guru besar ilmu hukum di Iskandariah. Ibn khaldun wafat pada tanggal 17 Maret
1406 M.
B. Karya-karya
Karya terbesar Ibn Khaldun adalah Al-Ibar (Sejarah Dunia). Karya ini terdiri dari
tiga buah buku yang terbagi ke dalam tujuh volume, yakni muqaddimah (1 volume) yang
utamanya adalah buku tentang sejarah, Al-Ibar (4 volume) dan Al-Ta’rif bi Ibn Khaldun
(2 volume). Secara garis besar, karya ini merupakan sejarah umum tentang kehidupan
bangsa Arab, Yahudi, Yunani, Romawi, Bizantium, Persia, Goth, dan semua bangsa yang
dikenal masa itu. Seperti kebanyakan penulis pada abad ke-14, Ibn Khaldun mencampur
pertimbangan-pertimbangan filosofis, sosiologis, etis dan ekonomis dalam tulisan-
tulisannya. Sesekali seuntai sajak juga menerangi tulisannya.
C. Pemikiran Ekonomi
1. Teori Produksi
Produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara sosial dan
internasional.
a. Tabiat Manusiawi dari Produksi
Pada satu sisi, manusia adalah binatang ekonomi yang tujuannya yaitu
produksi atau menciptakan. Dan di sisi lain, faktor produksi yang utama adalah
tenaga kerja manusia. Oleh karena itu, manusia harus melakukan produksi guna
mencukupi kebutuhan hidupnya dan produksi berasal dari tenaga manusia.
b. Organisasi Sosial dari Produksi
Manusia tidak dapat sendirian memproduksi cukup makanan untuk hidupnya.
Jika ia ingin bertahan, maka ia harus mengorganisasikan tenaganya. Setiap orang
yang berproduksi membutuhkan peralatan dan keahlian. Organisasi sosial dari tenaga
kerja harus dilakukan melalui spesialisasi dan pengulangan operasi-operasi
sederhana, agar orang menjadi terampil dan cepat dalam memproduksi barang/jasa.
c. Organisasi Internasional dari Produksi
Pembagian kerja secara internasional tidak didasarkan kepada sumber
kekayaan alam dalam negeri-negeri tersebut melainkan berdasarkan kepada
keterampilan penduduknya. Karena bagi Ibn Khaldun, tenaga kerja merupakan faktor
produksi yang paling penting.
- Semakin banyak penduduk yang aktif, semakin banyak produksinya.
- Sejumlah surplus barang dihasilkan dan dapat diekspor dengan demikian dapat
meningkatkan kemakmuran kota tersebut.
- Kenaikan permintaan terhadap barang/jasa dapat menyebabkan naiknya harga
barang/jasa tersebut, juga dapat menaikkan gaji kepada pekerja yang terampil.
Hambatan satu-satunya bagi pembangunan suatu Negara adalah kurangnya
persediaan tenaga kerja yang terampil. Dengan demikian, Ibn Khaldun menguraikan
sebuah teori ekonomi tentang pembangunan yang berdasarkan atas interaksi, serta
lebih jauh tentang pemanfaatan dan pembentukan modal manusia. Teori tersebut
menjadikan Negara-negara yang kaya akan semakin kaya dan Negara-negara yang
miskin akan semakin miskin. Maka muncul teori perdagangan internasional yang
dikenal dengan ekspor-impor.
2. Teori Nilai, Uang dan Harga
a. Teori nilai, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja.
b. Teori uang
\Uang logam bukan hanya ukuran nilai tetapi dapat pula digunakan sebagai
cadangan nilai. Digunakannya uang logam yaitu emas dan perak, karena kualitas
kedua logam tesebut baik, dapat diterima oleh semua masyarakat dan
penerbitannya bebas dari semua pengaruh subjektif.
c. Teori harga, hasil dari hukum permintaan dan penawaran.
3. Teori Distribusi
Harga suatu produk terdiri dari tiga unsur:
Gaji : imbal jasa bagi produser
Laba : imbal jasa bagi pedagang
Pajak : imbal jasa bagi pegawai negeri atau pemerintah
a. Pendapat tentang Penggajian Elemen-elemen Tersebut
- Gaji, merupakan unsur utama dari harga barang.
- Laba, selisih antara harga jual dan harga beli yang diperoleh penjual. Penentu
harga beli adalah gaji dan penentu harga jual adalah pasar.
- Pajak, menurut kekayaan dan penduduknya.
b. Eksistensi Distribusi Optimum
- Gaji
Gaji terlalu rendah maka produksi tidak akan mengalami peningkatan
sedangkan gaji terlalu tinggi maka akan terjadi inflasi dan produsen akan
kehilangan minat untuk bekerja.
- Laba
Laba terlalu rendah maka pedagang terpaksa melikuidasi saham-sahamnya
dan tidak dapat memperbaiki karena tidak ada modal sedangkan jika laba terlalu
tinggi maka pedagang akan melikuidasi saham-sahamnya pula dan tidak dapat
memperebaiki karena adanya inflasi.
- Pajak
Pajak terlalu rendah maka pemerintah tidak dapat menjalani fungsinya
sedangkan jika pajak terlalu tinggi maka akan terjadi tekanan fiskal yang kuat yang
dapat menyebabkan laba para pedagang menurun.
4. Teori Siklus
Bagi Ibn Khaldun, produksi tergantung kepada penawaran dan permintaan
terhadap produk. Namun penawaran sendiri tergantung kepada jumlah produsen
kepada jumlah produsen dan hasratnya untuk bekerja, demikian juga dengan
permintaan tergantung pada jumlah pembeli dan hasrat mereka untuk membeli.
a. Siklus Populasi
Produksi ditentukan oleh populassi. Semakin banyak populasi, semakin
banyak produksinya. Demikian pula, semakin besar populasi semakin besar pula
permintaannya terhadap pasar dan semakin besar produksinya.
Semakin besar produksi, semakin banyak permintaan terhadap tenaga
kerja di pasar. Hal ini menyebabkan semakin tinggi gaji dan semakin banyak
pekerja yang minat bekerja di tempat tersebut. Akibatnya, terdapat suatu proses
komulatif dari pertumbuhan populasi dan produksi, pertumbuhan ekonomi
menentukan pertumbuhan populasi dan sebaliknya.
b. Siklus keuangan publik
Negara juga merupakan faktor produksi yang penting. Dengan
pengeluarannya, negara meningkatkan produksi dan dengan pajaknya negara
membuat produksi menjadi lesu.
o Pengeluaran pemerintah
Jika pemerintah menghentikan baelanjanya maka akan terjadi krisis
ekonomi. Oleh karenanya, semakin banyak yang dibelanjakan oleh
pemerintah maka semakin baik akibatnya bagi perekonomian.
o Perpajakan
Uang yang dibelanjakan oleh pemerintah berasal dari pajak dari
masyarakat. Bagi Ibn Khaldun, terdapat optimum fiskal tapi juga
mekanisme yang tidak dapat dibalik, yang memaksa pemerintah untuk
membelanjakan lebih banyak dan memungut lebih banyak pajak, yang
menimbulkan silkus produksi. Dengan demikian, Ibn Khaldun
menguraikan sebuah teori dinamik yang berdasarkan hukum populasi dan
hukum keuangan publik.
BAB 14
SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM AL – MAQRIZI
(766 – 845 H/ 1364 - 1442 M )

A. Riwayat Hidup Al – Maqrizi


Nama lengkap Al – Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu Al – Abbas Ahmad bin Ali
bin Abdul Qadir Al – Husaini. Ia lahir di desa Barjuwan, kairo, pada tahun 766 H (1364 –
1365 M) keluarganya berasaal dari Maqarizah, sebuah desa yang terletak di kota
Ba’labak. Oleh karena itu, ia cenderung dikenal sebagai Al – Maqrizi.
Kondisi ekonomi ayahnya yang lemah menyebabkan pendidikan masa kecil dan remaja
Al – maqrizi berada dibawah tanggungan kakeknya dari pihak ibu, Hanafi ibn Sa’igh,
seorang penganut mazhab Hanafi. Al – Maqrizi muda pun tumbuh berdasarkan
pendidikan mazhab ini. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H (1384 M),
Al – Maqrizi beralih ke mazhab Syafi’i. Bahkan, dalam perkembangan pemikirannya, ia
terlihat cenderung menganut mazhab Zhahiri.
Al – Maqrizi merupakan sosok yang sangat mencintai ilmu. Sejak kecil, ia gemar
melakukan rihlah ilmiah. Ia mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti fiqih, hadis, dan
sejarah, dari para ulama besar yang hidup pada masanya. Diantara tokoh terkenal yang
sangat mempengaruhi pemikirannya adalah ibnu khaldun, seorang ulama besaar dan
penggagas ilmu sosial, termasuk ilmu ekonomi. Interaksinya dengan Ibnu khaldun
dimulai ketika Abu Al – Iqtishad ini menetap di Kairo dan memangku jabatan hakim
agung (Qadi Al – Qudah ) mazhab Maliki pada masa pemerintahan Sultan Barquq (784 –
801 H).
Ketika berusia 22 tahun, Al – Maqrizi mulai terlibat dalam berbagai tugas
pemerintah Dinasti Mamluk. Pada tahun 788 H ( 1386 M ), Al – Maqrizi memulai
kiprahnya sebagai pegawai di Diwan Al – Insya, semacam sekretariat negara. Kemudian,
ia diangkat menjadi wakil qadi pada kantor hakim agung mazhab Syafi’i, khatib dimasjid
Jami’Amr dan Madrasah Al – Sultan Hasan, Imam masjid Jami Al – Hakim dan Guru
Hadist di Madrasah Al – Muayyadah.
Pada tahun 791 H (1389 M ), Sultan Barquq mengangkat Al – Maqrizi mulai terlibat
dalam berbagai permasalahan pasar, perdagangan, dan mudharabah sehingga
perhatiannya terfokus pada harga – harga yang berlaku, asal – usul uang, dan kaidah –
kaidah timbangan.
Pada tahun 811 H (1408 M ), Al – Maqrizi diangkat sebagai pelaksana
administrasi wakaf di Qalanisiyah, sambil bekerja dirumah sakit an – Nuri, Damaskus.
Pada tahun yang sama, ia menjadi guru hadis di Madrasah Asyrafiyah dan Madrasah
Iqbaliyyah. Kemudian, Sultan Al – Malik Al – Nashir Faraj bin Barquq (1399 – 1412 M)
menawarinya jabatan wakil pemerintah Dinasti Mamluk di Damaskus. Namun, tawaran
ini ditolak Al – Maqrizi.
Setelah sekitar 10 tahun menetap di Damaskus, Al – Maqrizi kembali ke kairo.
Sejak itu, ia mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah dan menghabiskan
waktunya untuk ilmu. Pada tahun 834 H (1430 M, ia bersama keluarganya menunaikan
ibadah haji dan bermukim di Mekkah selama beberapa waktu untuk menuntut ilmu serta
mengajarkan hadis dan menulis sejarah.
Lima tahun kemudian, Al – Maqrizi kembali ke kampung halamannya. Di sini, ia juga
mengajar dan menulis, terutama sejarah islam, hingga terkenal sebagai seorang sejarawan
besar pada abad ke – 9 Hijriyah. Al – Maqrizi meninggal dunia di Kairo pada tanggal 27
Ramadhan 845 H atau bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1442 M.
B. Karya – karya Al – Maqrizi
Semasa hidupnya, Al – Maqrizi sangat produktif menulis berbagai bidang ilmu,
terutama sejarah islam. Lebih dari seratus buah karya tulis telah dihasilkannya, baik
berbentuk buku kecil maupun besar. Buku – buku kecilnya memiliki urgensi yang khas
serta menguraikan berbagai macam ilmu yang tidak terbatas pada tulisan sejarah. Al –
Syayyal mengelompokkan buku - buku kecil tersebut menjadi empat kategori. Pertama,
buku yang membahas beberapa peristiwa sejarah islam umum, seperti kitab Al – Niza’
wa Al – Takhashum fi ma baina Bani Umayyah wa Bani Hasyim. Kedua, buku yang
berisi ringkasan sejarah beberapa penjuru Dunia Islam yang belum terbahas oleh para
sejarawan lainnya, seperti kitab Al – Ilmam bi Akhbar Man bi Ardh Al Habasyah min
Muluk Al – Islam. Ketiga, buku yang menguraikan biografi singkat para raja, seperti
kitab Tarajim Muluk Al – Gharb dan kitab Muluk. Keempat, buku yang mempelajari
beberapa aspek sosial dan ekonomi di dunia islam pada umumnya, dan dimesir pada
khususnya, seperti kitab Syudzur Al – ‘Uqud fi Dzikir Al – Nuqud islamiyah dan kitab
Ighatsah Al – Ummah bi Kasyf Al – Ghummah.
C. Pemikiran Ekonomi Al – Maqrizi
Al – Maqrizi berada pada fase kedua dalam sejarah pemikiran ekonomi islam,
sebuah fase yang mulai terlihat tanda – tanda melambatnya berbagai kegiatan intelektual
yang inovatif dalam Dunia Islam. Latar belakang Al – Maqrizi yang bukan seorang sufi
atau filsuf dan relatif di dominasi oleh aktivitasnya sebagai sejarawan Muslim sangat
memengaruhi corak pemikirannya tentang ekonomi. Ia senantiasa melihat setiap
persoalan fenomena ekonomi suara negara dengan memfokuskan perhatiannya ada
beberapa hal yang mempengaruhi naik – turunnya suatu pemerintahan. Haal ini berarti
bahwa pemikiran – pemikiran ekonomi Al – Maqrizi cenderung positif, satu hal yang
unik dan menarik pada fase kedua yang notabene didominasi oleh pemikiran yang
normatif.
Dalam masa itu, Al – Maqrizi merupakan pemikir ekonomi islam yang melakukan
studi khusus tentang uang dan inflasi. Fokus perhatian Al – Maqrizi terhadap dua aspek
yang dimasa pemerintahan Rasulullah dan Al – Khulafa Al – Rasyidun tidak
menimbulkan masalah ini, tampaknya dilatarbelakngi oleh semakin banyaknya
penyimpangan nilai – nilai islam, terutama dalam kedua aspek tersebut, yang dilakukan
oleh para kepala pemerintahan Bani Ummayah dan selanjutnya.
Pada masa hidupnya, Al – Maqrizi dikenal sebagai seorang pengkritik keras
kebijakan – kebijakan moneter yang diterapkan pemerintah Bani Mamluk Burji yang
dianggapnya sebagai sumber malapetaka yang menghancurkan perekonomian negara dan
masyarakat Mesir. Perilaku para penguasa Mamluk Burji yang menyimpang dari ajaran –
ajaran agama dan moral telah mengakibatkan krisis ekonomi yang sangat parah yang
didominasi oleh kecenderungan inflasioner yang semakin diperburuk dengan
menerbaknya wabah penyakit menular yang melanda Mesir selama beberapa waktu.
Situasi tersebut menginspirasi Al – Maqrizi untuk mempresentasikan berbagai
pandangannya terhadap sebab – sebab krisis dalam sebuah karyanya, Ighatsah Al –
Ummah bi Kasyf Al – Ghummah.
Dari objek perspektif objek pembahasan, apabila kita telusuri kembali berbagai
literatur islam klasik, pemikiran terhadap uang merupakan fenomena yang jarang diamati
para cendikiawan Muslim, baik pada periode klasik maupun pertengahan. Dengan
demikian, secara kronologis Al – Maqrizi merupakan cendikiawan Muslim abad
pertengahan yang terakhir mengamati permasalan tersebut.
1. Konsep Uang
Sebagai seorang sejarawan, Al – maqrizi mengemukakan beberapa pemikiran
tentang uang melalui penelaahan sejarah mata uang yang digunakan bagi manusia, karena
dengan menggunakan uang, manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup serta
memperlancar aktivitas kehidupannya. Oleh karena itu, untuk membuktikan validitas
premisnya terhadap permasalan ini, ia mengungkapkan sejarah penggunaan mata uang
oleh umat manusia, sejak masa dahulu kala hingga masa hidupnya yang berada dibawah
pemerintahan dinasti Mamluk.
a. Sejarah dan Fungsi Uang
Menurut Al – Maqrizi, baik pada masa sebelum maupun setelah kedatangan
islam, mata uang digunakan oleh umat manusian untuk menentukan berbagai harga
barang dan biaya tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan ini, mata uang yang digunakan
hanya terdiri dari emas dan perak.
Dalam sejarah perkembangannya, Al – Maqrizi menguraikan bahwa bangsa
Arab jahiliyah menggunakan dinar emas dan dirham perak sebagai mata uang mereka
yang masing – masing diadopsi dari Romawi dan Persia serta mempunyai bobot dua
kali lebih berat dimasa Islam. Setelah islam datang, Rasulullah Saw, menetapkan
berbagai praktik muamalah yang menggunakan kedua mata uang tersebut, bahkan
mengaitkannya dengan hukum zakat harta. Penggunaan dua mata uang ini terus
berlanjut tanpa perubahan sedikit pun hingga tahun 18 H ketika khalifah Umar ibn Al
– Khattab menambahkan lafaz – lafaz islam pada kedua mata uang tersebut.
Perubahan yang sangat signifikan pada kedua mata uang ini, terjadi pada
tahun 76 H. Setelah berhasil manciptakan stabilitas Politik dan Keamanan, Khalifah
Abdul Malik ibn Marwan melakukan reformasi moneter dengan mencetak dinnar dan
dirham islam. Penggunaan dua mata unag ini terus berlanjut, tanpa perubahan yang
berarti hingga pemerintahan Al – Mu’tashim, khalifah terakhir dinasti Abbasiyah.
Dalam pandangan Al – Maqrizi, kekacauan mulai terlihat ketika pengaruh kaum Mamluk
semakin kuat dikalangan istana, termasuk terhadap kebijakan pencetakan mata uang
dirham campuran. Pencetakan fulus mata uang yang terbuat dari tembaga, dimulai pada
masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah, Sultan Muhammad Al – Kamil Ibn Al – Adil Al
– Ayyubi, yang dimaksud sebagai alat tukar terhadap barang – barang yang tidak
signifikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnya.
Pasca pemerintahan Sultan Al – Kamil, pencetakan mata uang tersebut terus
berlanjut hingga pejabat ditingkat provinsi terpengaruh laba yang besar dari aktivitas ini.
Kebijakan sepihak mulai diterapkan dengan meningkatkan volume percetakan mata uang
tersebut harus berlanjut hingga pejabat ditingkat provinsi terpengaruh laba yang besar
dari aktivitas ini. Kebijakan sepihak mulai diterapkan dengan meningkatkan volume
pencetakan fulus dan menetapkan rasio 24 fulus per dirham. Akibatnya, rakyat menderita
kerugian besar karena barang – barang yang dahulu berharga ½ dirham sekarang menjdai
1 dirham. Keadaan ini semakin memburuk ketika aktivitas pencetakan fulus meluas pada
masa pemerintahan sultan Al – Adil Kitbugha dan Sultan Al – Zahir Barquq yang
menyebabkan penurunan nilai mata uang dan kelangkaan barang – barang.
Berbagai fakta sejarah tersebut, menurut Al – Maqrizi mengindikasikan bahwa
mata uang yang dapat diterima sebagai standar nilai, baik menurut hukum, logika,
maupun tradisi, hanya yang terdiri dari emas dan perak. Oleh karena itu, mata uang yang
menggunakan bahan selain kedua logam ini tidak layak disebut sebagai mata uang.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa keberadaan fulus tetap diperlukan sebagai alat tukar
terhadap barang – barang yang tidak signifikan untuk berbagai biaya kebutuhan rumah
tangga sehari –hari. Dengan kata lain, pengguna fulus hanya diizinkan dalam berbagai
transaksi dengan skala kecil.
Sementara itu, walaupun menekankan urgensi penggunaan kembali mata uang
yang terdiri dari emas dan perak, Al – maqrizi menyadari bahwa uang bukan merupakan
satu –satunya faktor yang mempengaruhi kenaikan harga – harga. Menurutnya,
penggunaan mata uang emas dan perak tidak serta merta menghilangkan inflasi dalam
perekonomian karena inflasi juga dapat terjadi akibat faktor alam dan tindakan sewenang
– wenang dari penguasa.
b. Implikasi Penciptaan Mata Uang Buruk
Al – Maqrizi meyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan kualitas yang
buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik. Hal ini terlihat jelas ketika
ia menguraikan situasi moneter pada tahun 569 H. Pada masa pemerintahan Sultan
Shalahuddin Al – Ayyubi ini, mata uang yang dicetak mempunyai kualitas yang
sangat rendah dibandingkan dengan mata uang yang telah ada diperedaran. Dalam
menghadapi kenyataan tersebut, masyarakat akan lebih memilih untuk menyimpan
mata uang yang berkualitas baik dan meleburnya menjadi perhiasan serta melepaskan
mata uang yang berkualitas buruk ke dalam peredaran. Akibatnya mata uang lama
keluar dari peredaran.
Menurut Al – Maqrizi hal tersebut juga tidak terlepas dari pengaruh
pergantian penguasa dan dinasti yang masing – masing menerapkan kebijakan yang
berbeda dalam pencetakan bentuk serta nilai dinar dan dirham. Sebagai contoh, jenis
dirham yang telah ada diubah hanya untuk merefleksikan penguasa pada saat itu.
Dalam kasus yang lain, terdapat beberapa perubahan tambahan pada komposisi logam
yang membentuk dinnar dan dirham. Konsekuensinya terjadi ketidak seimbangan
dalam kehidupan ekonomi ketika persediaan logam bahan mata uang tidak
mencukupi untk memproduksi sejumlah unit mata uang. Begitu pula halnya ketika
harga emas dan perak mengalami penurunan.
c. Konsep Daya Beli Uang
Menurut Al – Maqrizi, pencetakan mata uang harus disertai dengan perhatian
yang lebih besar dari pemerintah untuk menggunakan mata uang tersebut dalam
bisnis selanjutnya. Pengabaian terhadap hal ini, sehingga terjadi peningkatan yang
tidak seimbang dalam pencetakan uang dengan aktivitas produksi dapat menyebabkan
daya beli riil uang mengalami penurunan.
Dalam hal yang demikian, Al – Maqrizi memperingatkan para pedagang agar
tidak terpukau dengan peningkatan laba nominal mereka. Menurutnya , mereka akan
menyadari hal tersebut ketika membelanjakan sejumlah uang yang lebih besar untuk
berbagai pengeluarannya. Dengan kata lain, seorang pedagang dapat terlihat
memperoleh keuntungan yang lebih besar sebagai seorang produsen. Namun sebagai
seorang konsumen, ia akan menyadari bahwa dirinya tidak memperoleh keuntungan
sama sekali.
2. Teori Inflasi
Dengan mengemukakan berbagai fakta bencana kelaparan yang pernah terjadi di
Mesir, Al – Maqrizi menyatakan bahwa peristiwa inflasi merupakan sebuah fenomena
alam yang menimpa kehidupan masyarakat diseluruh dunia sejak masa dahulu hingga
sekarang. Inflasi menurutnya jadi ketika harga – harga secara umum mengalami
kenaikan dan berlangsung terus – menerus. Pada saat ini, persediaan barang dan jasa
mengalami kelangkaan dan konsumen, karena sangat membutuhkannya, harus
mengeluarkan lebih banyak uang untuk sejumlah barang dan jasa yang sama.
Dalam uraian berikutnya, Al – Maqrizi membahas permasalahan inflasi secara
lebih mendetail. Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor penyebabnya kedalam
dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah dan inflasi yang disebabkan
oleh kesalahan manusia.
a. Inflasi Alamiah
Sesuai dengan namanya, infalsi jenis ini disebabkan oleh berbagai faktor alamiah
yang tidak bisa dihindari umat manusia. Menurut Al – Maqrizi, ketika suatu bencana
alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil bumi lainnya mengalami gagal panen,
sehingga persediaan barang – barang tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis
dan terjaadi kelangkaan. Di lain pihak, karena sifatnya yang sangat signifikan dalam
kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang mengalami peningkatan. Harga – harga
membumbung tinggi jauh melebihi daya beli masyarakat. Hal ini sangat berimplikasi
terhadap kenaikan harga berbagai barang dan jasa lainnya. Akibatnya transaksi ekonomi
mengalami kemacetan, bahkan berhenti sama sekali, yang pada akhirnya menimbulkan
bencana kelaparan, wabah penyakit, dan kematian dikalangan masyarakat. Keadaan yang
semakin memburuk tersebut memaksa rakyat untuk menekan pemerintah agar segera
memerhatikan keadaan mereka. Untuk menanggulangi bencana itu, pemerintah
mengeluarkan sejumlah besar dana yang mengakibatkan perbendaharaan negara
mengalami penurunan drastis karena, di sisi lain, pemerinatah tidak memperoleh
pemasukan yang berarti. Dengan kata lain, pemerintah mengalami defisit anggaran dana
dan negara baik secara politik, ekonomi, maupun sosial menjadi tidak stabil yang
kemudian menyebabkan keruntuhan sebuah pemerintahan.
Lebih lanjut ia menyatakan bahwa sekalipun bencana telah berlalu, kenaikan
harga - harga tetap berlangsung. Hal ini merupakan implikasi dari bencana alam
sebelumnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi, terutama disektor produksi
mengalami kemacetan. Ketika situasi telah normal, persediaan barang – barang yang
signifikan, seperti benih padi, tetap tidak beranjak naik, bahkan tetap langka, sedangkan
permintaan terhadapnya meningkat tajam. Akibatnya, harga barang – barang ini
mengalami kenaikan yang kemudian di ikuti oleh kenaikan harga berbagai jenis barang
dan jasa lainnya termasuk upah dan gaji para pekerja.
b. Inflasi Karena Kesalahan Manusia
Selain faktor alam, beliau menyatakan bahwa inflasi dapat terjadi akibat kesalahan
manusia. Ia telah mengindentifikasi tiga hal yang baik secara sendiri – sendiri maupun
bersama – bersama menyebabkan terjadinya inflasi ini. Ketiga hal tersebut adalah korupsi
dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan, dan peningkatan sirkulasi mata uang
fulus.
1. Korupsi dan Admisnistrasi yang Buruk
Al – Maqrizi menyatakan bahwa pengangkatan para pejabat
pemerintah berdasarkan pemebrian suap, dan bukan kapabilitas, akan
menempatkan orang – orang yang tidak mempunyai kredibilitas pada berbagai
jabatan penting dan terhormat, baik dikalangan legislatif, yudikatif, maupun
eksekutif. Mereka rela menggadaikan seluruh harta miliknya sebagai
kompensasi untuk meraih jabatan yang di inginkan serta kebutuhan sehari –
hari sebagai pejabat. Akibatnya, para pejabat pemerintah tidak lagi bebas dari
investasi dan intrik para kroni istana. Mereka tidak hanya mungkin
disingkirkan setiap saat tetapi juga disita kekayaannya, bahkan dieksekusi.
Kondisi ini selanjutnya sangat memengaruhi moral dan efisiensi administrasi
sipil dan militer. Ketika berkuasa, para pejabat tersebut ,mulai
menyalahgunkan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk
memenuhi kewajiban finansialnya maupun kemewahan hidup.
2. Pajak yang Berlebihan
Menurut Al – Maqrizi, akibat dominasi para pejabat bermental korup
dalam suatu pemerintahan, pengeluaran negara mengalami peningkatan yang
sangat drastis. Sebagai kompensasinya, mereka menerapkan sistem
perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak baru
serta menaikkan tingkat pajak yang telah ada. Hal ini sangat memengaruhi
kondisi para petani yang merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat.
Para pemilik tanah ingin selalu berada dalam kesenangan akan melimpahkan
beban pajak kepada para petani melalui peningkatan biaya sewa tanah. Karena
tertarik dengan hasil pajak yang sangat menjajikan, tekanan para pejabat dan
pemilik tanah terhadap para petani menjadi lebih besar dan intensif. Frekuensi
berbagai pajak untuk pemeliharaan bendungan dan pekerjaan – pekerjaan
yang serupa semakin meningkat. Konsekuensinya, biaya – biaya untuk
penggarapan tanah, penaburan benih, pemungutan hasil panen, dan
sebagainya meningkat. Dengan kata lain, panen padi yang dihasilkan pada
kondisi ini membutuhkan biaya yang lebih besar hingga melebihi jangkauan
para petani. Akibatnya, para petani kehilangan motivasi untuk bekerja dan
memproduksi. Mereka lebih memilih meninggalkan tempat tinggal dan
pekerjaannya daripada selalu hidup dalam penderitaan untuk kemudian
menjadi pengembara di daerah – daerah pendalaman. Dengan demikian,
terjadi penurunan jumlah tenaga kerja dan peningkatan lahan tidur yang akan
sangat mempengaruhi tingkat hasil produksi padi serta hasil bumi lainnya dan
pada akhirnya, menimbulkan kelangkaan bahan makanan serta meningkatkan
harga – harga.
3. Peningkatan Sirkulasi Mata Uang Fulus
Pada awalnya uang fulus yang mempunyai nilai intrinsik jauh lebih
kecil dibandingkan dengan nilai nominalnya dicetak sebagai alat transaksi
untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari – sehari yang tidak
signifikan. Oleh sebab itu, jumlah mata uang ini hanya sedikit yang terdapat
dalam peredaran.
Ketika terjadi defisit anggaran sebagai akibat dari perilaku buruk para
pejabat yang menghabiskan uang negara untuk berbagai kepentingan pribadi
dan kelompoknya, pemerintah melakukan pencetakan mata uang fulus secara
besar – besaran. Menurut Al – Maqrizi kegiatan tersebut semakin meluas pada
saat ambisi pemerintah untuk memperoleh keuntungan yang besar dari
pencetakan mata uang yang tidak membutuhkan biaya produksi yang tinggi
ini tidak terkendali.
Al – Maqrizi mengemukakan bahwa kabijakan pemerintah tersebut
berimplikasi terhadap keberadaan mata uang lainnya. Seiring dengan
keuntungan besar yang diperoleh dari pencetakan fulus, pemerintah
menghentikan pencetakan perak sebagai mata uang. Bahkan, sebagai salah
satu implikasi gaya dari hidup pejabat, sejumlah dirham yang dimiliki
masyarakat dilebur menjadi perhiasan. Sebagai hasilnya, mata unag dirham
mengalami kelangkaan dan menghilang dari peredaran. Sementara itu, mata
uang dinnar masih terdapat peredaran meskipun hanya dimiliki oleh segelintir
orang.

Wawasan Modern Teori Al – Maqrizi


Pada dasarnya Al – Maqrizi membagi penyebab inflasi menjadi dua penyebab
utama yaitu: penyebab alamiah (natural inflation) dan penyebab kesalahan manusia
(human error inflation). Sementara ekonom modern di Barat pada umunya membagi
penyebab innflasi menjadi dua yaitu : cost – push inflation dan demand full inflation. Al
– Maqrizi lebih memahami apa yang sebenarnya mengakibatkan inflasi, baik inflasi yang
disebabkan oleh sebab – sebab alamiah maupun inflasi karena ulah kesalahan manusia
keduanya dapat berbentuk cost – push maupun demand – pull.
1. Natural Inflation

Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab – sebab
alamiah dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya. Beliau mengatakan bahwa
inflasi ini adalah inflasi akibat turunnya penawaran Agregatif dan permintaan
Agregatif.
Jika memakai perangkat analisis konvensional, yaitu persamaan identitas
(Quantity Theory Of Money dari Irving Fisher).
MV=PT=Y
Dimana : M = jumlah uang beredar
V= kecepatan peredaran uang
P = tingkat harga
T = jumlah barang dan jasa
Y = tingkat pendapatan nasional

Natural Inflation dapat diartikan sebagai:


a. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu
perekonomian (T). Misal T turun sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya
P akan naik,
b. Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar
daripada impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M
naik sehingga jika V dan T tetap maka P akan naik.
Lebih jauh, dianalsis dengan persamaan agregatif :
AD = AS
AS = Y
AD = C + I + G + (X - M)
Dimana : Y = pendapatan nasional
C = konsumsi
I = investasi
G = pengeluaran pemerintah
( X – M ) = net export
Dari berbagai persamaan yang telah diturunkan di atas, maka Natural Inflation
akan dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan:
1. Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak (umumnya
berbentuk uang cash atau aset tidak produktif lainnya seperti barang-
barang mewah), di mana ekspor naik sedangkan impor cenderung turun
atau tetap, sehingga mengakibatkan net ekspor nilainya menjadi sangat
besar, maka akan berakibat pada naiknya Permintaan Agregatif (AD naik)
di dalam negeri. Hal ini pernah terjadi saat pemerintahan Khalifah Umar
bin Khattab r.a. Pada masa itu kafilah yang menjual barangnya di luar
negeri, membeli barang-barang dari luar negeri lebih sedikit nilainya
daripada nilai barang-barang yang mereka jual (positive net export).
Akibatnya mereka membawa pulang uang kelebihannya ke Madinah
sehingga kemudian meningkatkan daya beli masyarakat (AD naik).
Naiknya Permintaan Agregatif tersebut yang pada gambar dilukiskan
sebagai kurva AD yang bergeser ke kanan (AD naik), di mana hal itu
mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga secara umum. (P naik).

Apa yang lantas dilakukan oleh Umar? Beliau melarang penduduk


Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama lebih kurang
dua hari berturut-turut. Akibatnya jelas, yaitu terjadinya penurunan
permintaan terhadap komoditas di pasar secara umum yang akan berakibat
pada turunnya Permintaan Agregatif (AD turun) dari perekonomian.
Setelah pelarangan tersebut berakhir, tingkat harga kembali menjadi
normal.
2. Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS turun) karena terjadinya
paceklik, perang, ataupun embargo ekonomi. Hal ini juga sempat pula
terjadi di masa pemerintahan Khalifah Umar, yaitu pada saat terjadi
paceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum. Hal tersebut dapat
dilukiskan pada gambar sebagai kurva AS yang bergeser ke kiri (AS
turun), yang kemudian mengakibatkan naiknya tingkat harga.
Beliau mengeluarkan perintah untuk melakukan impor biji gandum
dari Fustat (Mesir). Tindakan tersebut secara langsung mengakibatkan
Penawaran Agregatif (AS) dalam perekonomian akan kembali meningkat
(AS naik) karena persediaan komoditas yang ada di pasar kembali
meningkat sehingga berakibat pada turunnya tingkat harga secara umum
(P turun).

Human Error Inflation


Human Error Inflation atau False inflation dikatakan sebagai inflasi yang terjadi
karena diakibatkan oleh kesalahan – kesalahan yang dilakukan atau berasal dari manusia
sendiri (sesuai dengan surat Ar – Rum : 41).
Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebabnya sebagai berikut :
a. Korupasi dan administrasi pemerintah yang buruk (Coruption and Red
Tape);
b. Pajak yang berlebihan ( Excessive Tax );
c. Mencari keuntungan dengan pencetakan uang secara berlebihan
(Excessive Seignorage).
Korupsi dan Administrasi Pemerintah yang Buruk
Jika melihat persamaan AS=AD serta persamaan MV=PT, akan jelas
terlihat bahwa korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk akan
menyebabkan kontraksi pada kurva Penawaran Agregatif (AS turun). Pada
dasarnya, korupsi akan mengganggu tingkat harga (P naik) karena para produsen
harus menaikkan harga jual dari komoditas yang diproduksinya untuk menutupi
‘biaya siluman’ yang telah mereka keluarkan tersebut. Dimasukkannya biaya
tersebut berdampak pada COGS (Cost Of Goods Sold). Hal ini akan
mengakibatkan COGS menjadi tidak merefleksikan nilai dari sumber daya
sebenarnya yang terpakai atau digunakan dalam proses produksi. Harga yang
terjadi menjadi terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada sehingga
lebih lanjut lagi akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy).
Ujungnya akan terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang akan merugikan
masyarakat secara keseluruhan.

Selain menjadi penyebab dari inefisiensi alokasi sumber daya dan


ekonomi biaya tinggi, korupsi dan administrasi yang buruk juga jika terus
dibiarkan akan menyebabkan ‘kanker’ yang amat membahayakan perekonomian
secara makro yang akan membawa pada keterpurukan Spiral ataupun Hyper
Inflation yang amat berbahaya dan mengerikan.
Pajak yang Berlebihan
Efek yang diakibatkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian
hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang
buruk yaitu, kontraksi pada kurva penawaran Agregatif. Namun jika dilihat secara
lebih jauh dan lebih teliti, pajak yang berlebihan tersebut mengakibatkan apa yang
dinamakan oleh para ekonom dengan efficiency loss atau dead weight loss.
Mencarai Keuntungan dari Pencetakan Uang yang Berlebihan
Dalam ilmu ekonomi modern kegiatan mencari keuntungan dari
pencetakan uang disebut dengan seignirage. Arti tradisional dari siognare adalah
keuntungan dari pencetakan koin yang didapat oleh pencetaknya. Penyebab inflasi
inilah apa yang menurut Milton Friedman, seorang ekonom monetaris terkemuka,
dikatakannya dengan: “ inlfation is always and everywherea monetary
phenomenon”. Para otoritas moneter di negara – negara Barat umumnya meyakini
bahwa pencetakan uang akan menghasilkan keuntungan bagi pemerintah
(inflation tax), hal tersebut sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

Real Revenue Printing Money = (M1-Mt-1)/P.π.Mt-1/P1

Dimana µ adalah tingkat pertumbuhan uang. Nilai µ yang akan


menyebabkan tingkat infalsi π yang tinggi pula, sehingga inplikasinya adalah
suatu nilai nominal yang lebih tinggi pula dari tingkat suku bunga. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa suatu tingkat petumbuhan uang yang tinggi akan
menghasilkan tingkat pajak yang lebih tinggi pula yang disebut sebagai pajak
memegang uang (tax for holding money).
Al – Maqrizi berpendapat bahwa pencetakan uang yang berlebihan jelas –
jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan. Menurut Al
– Maqrizi, kenaikan harga – harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk
jumlah dirham fulus atau nominal, sedangkan jika diukur dengan dirham perak
maka harga – harga komoditas tersebut jarang sekali mengalami kenaikan. Dan
beliau berpendapat bahwa uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal
yang dibutuhkan untuk bertransaksi saja dan dalam pecahan yang mempunyai
nilai nominal kecil.
KONTRIBUSI TOKOH-TOKOH PEMIKIR EKONOMI ISLAM
Keragaman pola pikir dalam memandang ekonomi Islam pada dasarnya merupakan
ijtihād para cendikiawan Muslim dalam membentuk kerangka ekonomi yang patuh Syariah. Para
pemikir ekonomi Islam telah meletakkan dasar-dasar bangunan sistem ekonomi Islam yang
meliputi sumber, prinsip, metode, dan teknik pelaksanaan. Walaupun banyak perbedaan, tetapi
mereka tetap merujuk kepada al-Qur‟an dan al-Ḥadīth sebagai sumber ilmu yang absolut.
Akhirnya, atas sumbangan pemikiran merekalah kontruksi bangunan sistem ekonomi Islam akan
mampu menghantarkan seluruh manusia kepada kesejahteraan dan keadilan sosial yang merata.

Anda mungkin juga menyukai