Anda di halaman 1dari 4

HIWALAH ( PENGALIHAN HUTANG ) A.

Pengertian Pengalihan Hutang Secara bahasa pengalihan hutang dalam hukum islam disebut sebagai hiwalah yang mempunyai arti lain yaitu Al-inqal dan Altahwil, artinya adalah memindahkan dan mengalihkan. Penjelasan yang dimaksud adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal'alaih (orang yang melakukan pembayaran hutang). Pengertian Hiwalah secara istilah: 1. Menurut Hanafi, yang dimaksud hiwalah: Memidahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab pula. 2. Al-jaziri berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah: Pemindahan utang dari tanggung jawab seseorang menjadi tanggung jawab orang lain. 3. Syihab al-din al-qalyubi bahwa yang dimaksud dengan Hiwalah adalah: Akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang kepada yang lain. 4. Muhammad Syatha al-dimyati berpendapat bahwa yang dimaksud Hiwalah adalah: Akad yang menetapkan pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain. 5. Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa Hiwalah adalah: Pemindahan kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi beban yang menerima pemindahan. 6. Menurut Taqiyuddin, yang dimaksud Hiwalah adalah: Pemindahan utang dari beban seseorang menjadi beban orang lain. 7. Idris Ahmad, Hiwalah adalah Semacam akad (ijab qobul) pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada ora ng lain, dimana orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang memindahkan. 8. Menurut Syafii Antonio (1999), hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya (artinya ada satu pihak yang menjamin hutang pihak lain). Hiwalah sebagai tindakan yang tidak membutuhkan ijab dab qabul dan menjadi sah dengan sikap yang menunjukkan hal tersebut seperti : "Aku hiwalahkan kamu", "Aku ikutkan kamu dengan hutangku padamu kepada si Fulan", dan lain-lainnya. B. Hukum Hiwalah Hiwalah dibolehkan berdasarkan Sunnah dan Ijma: 1. Hadits Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah saw, bersabda: Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezhaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihawalahkan ) kepada orang yang mampu/kaya, maka terimalah hawalah itu. Pada hadits ini Rasulullah memerintahkan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berhutang menghiwalahkan kepada orang yang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut, dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang dihiwalahkannya (muhal'alaih), dengan demikian hakknya dapat terpenuhi (dibayar). Kebanyakan pengikut mazhab Hambali, Ibnu Jarir, Abu Tsur dan Az Zahiriyah berpendapat : bahwa hukumnya wajib bagi yang menghutangkan (da'in) menerima hiwalah, dalam rangka mengamalkan perintah ini. Sedangkan jumhur ulama berpendapat : perintah itu bersifat sunnah. IV. KAFALAH ( PENANGGUNGAN HUTANG ) Allah Swt berfirman, Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya. (Q.S. Yusuf 12 : 7 2) A. PENGERTIAN KAFALAH Al-kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan zamaah (tanggungan) Menurut syara : a. Menurut madzhab Maliki Al-Kafalah adalah Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban ser ta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung pekerjaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda. Menurut madzhab Hanafi Al-Kafalah mempunyai 2 pengertian : - Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utang atau zat benda. - Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam pokok (asal) utang. c. Menurut madzhab Syafii Al-Kafalah adalah akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya. Menurut madzhab Hambali Al-kafalah adalah Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan 2 harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak. Setelah diketahui definisi-definisi al-kafalah atau al-dhaman menurut para ulama di atas maka al-kafalah atau al-dhaman ialah menggabungkan 2 beban (tanggungan) dalam permintaan dan utang.

b.

d.

B. DASAR HUKUM KAFALAH Allah Swt berfirman, Yaqub berkata: Aku sekali -kali tidak akan melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh. Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Yaqub berkata: Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucap kan (ini). (Q.S. Yusuf 12 : 66) Allah Swt berfirman, Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya. (Q.S. Yusuf 12 : 72) Rasulullah Saw bersabda, Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar. (HR. Abu Dawud & Tirmidzi) Diriwayatkan dalam hadits bahwa Nabi Saw pernah menjamin 10 dinar dari seorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk menagih sampai sebulan maka hutang sejumlah itu dibayar kepada penagih. (HR. Ibnu Majah) Diriwayatkan bahwa sesungguhnya telah dibawa ke hadapan Nabi Saw jenazah seseorang, mereka berkata kepada beliau, Ya Rasulullah, shalatkanlah mayat ini. Beliau bertanya, Adakah dia meninggalkan harta?. Mereka menjawab, Tidak. Apakah ia ada meninggalkan hutang?. Jawab mereka, Ada, hutangnya 3 dinar. Beliau berkata, Shalatkanlah teman kalian itu. Abu Qatadah b erkata, Shalatlah atasnya ya Rasulullah, sayalah yang menanggung utangnya. Kemudian Nabi Saw menyalatinya. (HR. Bukhari, An-Nasai & Ahmad) Ijmaulama membolehkan (mubah) dhaman dalam muamalah karena dhaman sangat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang memerlukan modal dalam usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya, apalagi usaha dagangannya besar. C. RUKUN KAFALAH 1. 2. 3. 4. 5. Adh-Dhamin (orang yang menjamin) Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang) Al-Madhmun anhu (orang yang berhutang) Al-Madhmun (objek jaminan) berupa hutang, uang, barang atau orang Sighat (akad/ijab)

D. SYARAT KAFALAH 1. Adh-dhamin yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, merdeka dalam mengelola harta bendanya/tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri. Dengan demikian anak-anak, orang gila dan orang yang di bawah pengampunan tidak dapat menjadi penjamin. 2. Al-Madhmun lahu yaitu orang yang berpiutang, bisa disebut juga mafkul lahu. Syaratnya yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, ada yang keras dan ada yang lunak. Hal ini dilakukan untuk kemudahan dan kedisiplinan terutama dimaksudkan untuk menghindari kekecewaan di belakang hari bagi penjamin, bila orang yang dijamin membuat ulah. 1. 2. Al-Madhmun anhu adalah orang yang berutang, tidak disyaratkan baginya kerelaan terhadap penjamin karena pada prinsipnya hutang itu harus lunak, baik orang yang berhutang rela maupun tidak. Namun lebih baik dia rela/ridha. Al-Madhmun adalah utang, barang atau orang. Disebut juga madmun bih atau makful bih. Disyaratkan pada madhmun dapat diketahui dan tetap keadaannya (ditetapkan), baik sudah tetap maupun akan tetap.

Oleh karena itu tidak sah dhaman (jaminan), jika objek jaminan hutang tidak diketahui dan belum ditetapkan karena ada kemungkinan hal ini ada gharar (tipuan/ketidakjelasan) E. MACAM-MACAM KAFALAH Secara umum kafalah dibagi menjadi 2 bagian : 1. Kafalah bil wajh (kafalah dengan jiwa)

Yaitu adanya keharusan pada pihak penjamin (al-kafil/al-dhamin/al-zaim) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makfu lahu). Penjaminan yang menyangkut masalah manusia hukumnya mubah (boleh). Orang yang ditanggung tidak mesti mengetahui permasalahan karena kafalah menyangkut badan bukan harta. Contohnya : A menjamin menghadirkan B yang sedang dalam perkara mahkamah (pengadilan) pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Penjaminan tentang hak Allah seperti had al-khamar dan had menuduh zina tidak sah, sesuai hadits Rasulullah Saw bersabda, Tidak ada kafalah dalam had. (HR. Baihaqi)

Menurut madzhab Syafii bahwa kafalah dinyatakan sah dengan menghadirkan orang yang terkena kewajiban menyangkut hak manusia seperti qishash dan qadzaf karena kedua hal tersebut termasuk hak yang lazim. Bila menyangkut had yang telah ditentukan oleh Allah Swt maka hal itu tidak sah dengan kafalah. Menurut madzhab Maliki, jika seeorang menjamin akan menghadirkan seseorang maka orang tersebut wajib menghadirkannya. Bila ia tidak dapat menghadirkannya, sedangkan penjamin masih hidup atau penjamin itu berhalangan hadir maka penjamin wajib membayar utang orang yang ditanggungnya. Menurut madzhab Hanafi bahwa penjamin (kafil/dhamin) harus ditahan sampai ia dapat menghadirkan orang tersebut atau sampai penjamin mengetahui bahwa ashil telah wafat. Dalam keadaan demikian penjamin tidak berkewajiban membayar dengan harta kecuali ketika menjamin mensyaratkan demikian (akan membayarnya). Menurut madzhab Syafii, bila ashil telah wafat maka kafil tidak wajib membayar kewajibannya karena ia tidak menjamin harta tetapi menjamin orangnya dan kafil dinyatakan bebas tanggung jawab. 2. Kafalah bil mal (kafalah dengan harta) Yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhamin/kafil dengan pembayaran (pemenuhan) harta. Kafalah harta ada 3 macam : a. Kafalah bi al-dayn Adalah kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain. Contoh : A menjamin utang B kepada C. b. Kafalah dengan penyerahan benda Yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang dighasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli, disyaratkan materi tersebut yang dijamin untuk ashil seperti dalam kasus ghasab. Namun bila bukan berbentuk jaminan, kafalah batal. Contoh : A menjamin mengembalikan barang yang dipinjam oleh B kepada C. Apabila B tidak mengembalikan barang itu kepada C maka A wajib mengembalikannya kepada C. c. Kafalah dengan aib Adalah bahwa barang yang didapati berupa harta terjual dan mendapat bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya maka ia (pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak pembeli pada penjual, seperti jika terbukti barang yang dijual adalah milik orang lain atau barang tersebut adalah barang gadai. F. PELAKSANAAN KAFALAH Kafalah dapat dilaksanakan dalam 3 bentuk yaitu : 1. Munjaz (tanjiz) Adalah tanggungan yang ditunaikan seketika, seperti seseorang berkata, Saya tanggung si Fulan dan saya jamin si Fulan sekarang. Apabila akad penanggungan terjadi maka penanggungan itu mengikuti akad utang, apakah harus dibayar ketika itu, ditangguhkan atau dicicil kecuali disyaratkan pada penanggungan. 2. Muallaq (taliq) Adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang berkata, Jika kamu mengutangkan pada anakku maka aku yang akan membayarnya atau Jika kamu ditagih A maka aku yang akan membayarnya. 3. Muaqqat (tauqit) Adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu waktu, seperti ucapan seseorang Bila ditagih pada bulan Ramadhan maka aku yang menanggung pembayaran utangmu. Menurut madzhab Hanafi penangguhan seperti ini sah tetapi menurut madzhab Syafii batal. Apabila akad telah berlangsung maka madmun lahu boleh menagih kepada kafil atau kepada madhmun anhu, hal ini dijelaskan oleh jumhur ulama. G. PEMBAYARAN DHAMIN Apabila orang yang menjamin (dhamin) memenuhi kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kepada madhmun anhu apabila pembayaran itu atas izinnya. Dalam hal ini para ulama sepakat, namun mereka berbeda pendapat apabila penjamin membayar atau menunaikan beban orang yang ia jamin tanpa izin orang yang dijamin bebannya. Menurut Syafii dan Hanafi bahwa membayar uta ng orang yang dijamin tanpa izin darinya adalah sunnah dan dhamin tidak punya hak untuk minta ganti rugi kepada madhmun anhu. Menurut madzhab Maliki, dhamin berhak menagih kembali kepada madhmun anhu. Menurut Ibnu Hazm, dhamin tidak berhak menagih kembali kepada madhmun anhu atas apa yang telah ia bayarkan baik dengan izin madhmun anhu maupun tidak. Kafil berkewajiban menjamin dan tidak dapat mengelak dari tuntutan kecuali membayar atau madhmun lahu membebaskan utang untuk kafil adalah mem-fasakh-kan (menghapus) akad kafalah, sekalipun madhmun anhu dan kafil tidak rela.

Dhaman dan Khafalah A. DHAMAN Pengertian Dhaman Dhaman yaitu jaminan yang dinyatakan oleh seseorang kepada pihak yang memerlukannya, baik berupa jaminan uang, maupun jaminan barang. Contoh : a. A menjamin untuk membayar utang B kepada C. maka C boleh menagih kepada A, dan A harus melunasi utang yang dijaminnya manakala sudah jatuh tempo. b. A menjamin untuk mengembalikan barang yang dipinjam oleh B dari C. maka A wajib mengembalikan kepada C. c. A menjamin untuk mendatangkan barang buktu dalam suatu perkara di penagadilan. Hukum Dhaman Dhaman hukumnya mubah ( boleh ), dan apabila situasi membutuhkan adanya jaminan, maka hukumnya menjadi sunnah. 1.

2.

Pinjaman hendaklah dikembalikan, dan orang yang menanggung hendaklah membayar. (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud) 3. Rukun Dhaman a. Orang yang berutang b. Orang yang berpiutang c. Orang yang menjamin pembayaran utang d. Barang atau uang e. Lafal jaminan Syarat-syarat Dhaman a. Orang yang menjamin hendaklah baligh, berakal, atas kehendak sendiri. b. Utang atau barang yang dihadirkan atau orang yang dihadirkan harus diketahui ukurannya, keadaan dan jumlah serta waktunya dan tetap keadaannya. c. Jaminan tidak mengandung penipuan. d. Jaminan tidak merupakan kewajiban orang yang menjamin. e. Jaminan harus pasti. f. Masing-masing pihak tidak boleh berkhianat.

4.

B. KAFALAH 1. Pengertian Kafalah Kafalah adalah sinonim dari Dhaman, yaitu jaminan atau tanggungan seseorang kepada pihak lain yang memerlukannya. Perbedaan dari Kafalah dengan Dhaman, Kalau Dhaman adalah tanggungan harta, maka kafalah adalah tanggungan badan yang terkenal dengan Tanggungan muka. 2. Hukum Kafalah Jumhur Ulama membolehkan adanya tanggungan badan berdasarkan ketentuan syara, apabila d isebabkan oleh harta. Kecuali Imam SyafiI berpendapat bahwa tanggungan itu tidak boleh. Fuqaha yang membolehkan tanggungan beralasan kepada sabda Nabi saw.: Penanggung itu menanggung kerugian. C. HIKMAH DHAMAH DAN KAFALAH

1. 2. 3. 4.

Dhaman dan Kafalah dapat mendidik manusia bahwa selain harus bertanggung jawab pada dirinya, juga bertanggung jawab atas nasib orang lain, tidak boleh membiarkan orang lain sengsara. Sebagai suatu bentuk hubungan kerja sama yang baik dalam menyelesaikan sesuatu masalah di masyarakat. Mempermudah proses atau mekanisme kerja. Bentuk tolong-menolong terhadap orang lain yang sangat membutuhkan pertolongan.

Anda mungkin juga menyukai