Ubaid
KELOMPOK 6 :
MUJAHID AHMAD
SULTHAN RAIHAN
ASYRAF MUHAMMAD
Biografi Abu Ubaid
Beliau memiliki nama lengkap Abu Ubaid al-Qasim Salam bin Miskin bin Zaid Al-Azdhi
Beliau dilahirkan dikota bahra (harat) di propinsi Khurasan Pada tahun 154 H dan wafat di
Makkah pada tahun 224 H
Hidup semasa daulah abassiah mulai dari khalifah al-mahdi (158/775).
Menurut ahmad bin hambal, abu Ubaid adalah orang yang bertambah kebaikannya setiap
harinya. Adapun menurut abu bakarbin anbari, abu Ubaid membagi malamnya pada 3
bagian, sepertiganya untuk tidur, sepertiga kedua untuk shalat malam, sepertiga lainnya
untuk mengarang
Menurut qudamah as-sarkhasy diantara syafi’I, ibnu hambal, ishaq, dan abu Ubaid. Maka
syafii yang paling faqih (faham), Ibnu hambal paling wara’ (hati-hati), ishaq paling hufadz
(kuat hafalannya), dan abu Ubaid yang paling pintar berbahasa arab (Fasih).
Hasil karya Abu Ubaid
Bagi abu Ubaid satu hari mengarang itulebih utama daripada memukulkan pedang dijalan Allah.
Beliau membuahkan hasil karyanya sebanyak 20 karangan baik dalam bidang ilmu nahwu, qiraat,
fiqih, syair, dan lainnya.
Diantara hasil karyanya yang terbesar dan terkenal adalah kitab Al-Amwal dalam bidang fiqih.
Kitab Al-Amwal merupakan suatu karya yang lengkap tentang keuangan negara dalam islam.
buku ini sangat kaya dengan sejarah perekonomian dari separuh pertama abad kedua islam. buku
ini juga merupakan suatu ringkasan tradisi asli dari Nabi SAW dan laporan para sahabat dan
pengikutnya tentang masalah ekonomi.
Pemikiran Abu Ubaid Tentang Ekonomi
Abu Ubaid mengungkapkan ketentuan yang disepakati (tidak ada ikhtilaf), yaitu apabila
seseorang memiliki harta yang wajib dizakati diantaranya 200 dirham, 20 dinar, 5 ekor unta,
30 ekor sapi, atau 40 ekor kambing. Konsekuensinya, bila seseorang memiliki salah satu
diatas dari awal haul sampai akhir, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya yang dinamakan
nishab oleh imam Malik dan penduduk madinah sedangkan penduduk Iraq menyebutnya
asal harta.
2. Fa’l
Fa'l menurut bahasa adalah ar-Rujuu' berarti Kembali, sedang menurut istilah fiqh adalah
sesuatu yang diambil dari harta ahli kitab dengan cara damai tanpa peperangan atau setelah
peperangan itu berakhir, disebut fa’l karena Allah mengembalikan harta tersebut kepada kaum
muslimin.
Sedang menurut versi Abu Ubaid adalah sesuatu yang diambil dari harta dzimmah perdamaian
atas jizyah dari mereka, yang sebab itu jiwa mereka dilindungi dan dihormati. Harta fa'l
digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan kesejahteraan umat. Bagian-bagian dari Fal
adalah :
a. Kharaj
b. Jizyah
c. Khumus
3. Pembelanjaan Penerimaan Keuangan Publik
Dalam kitab Al-Amwal, Abu Ubaid dengan jelas dan transparan membahas masalah keuangan
publik yang terkait sekitar masalah penerimaan dan pembelanjaan.
Abu Ubaid menyebutkan kaidah mendasar dalam membatasi orang yang berhak atas
kekayaan publik.
Bahwa zakat diambil dari mereka yang kaya dan dikembalikan kepada mereka yang
membutuhkan yaitu 8 golongan yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
Karena dana-dan publik merupakan kekayaan publik maka dialokasikan untuk kesejahteraan
publik seperti, kesejahteraan anak-anak, korban bencana, santunan dan lain-lain.
4. Hukum Pertanahan
Pemikiran Abu Ubaid mengenai hubungan antara rakyat (warga negara) dan negara.
Iqtha, adalah tanah yang diberikan oleh kepala negara kepada seorang rakyatnya untuk
menguasai sebidang tanah. Dalam kitab al-Amwal, Abu Ubaid menafsirkan tanah biasa
yang bisa dijadikan iqhta dan yang tidak bisa. Setiap daerah atau tanah yang dihuni pada
masa yang lama kemudian ditinggalkan penghuninya maka keputusan hukum tanah itu
diserahkan kepada kepala negara. Seperti pada kasus bahwa Rasulullah memberikan tanah
kepada Zubair yang ada pohon kurma dan pepohonan.
ihya Al mawat, ialah membuka kembali lahan yang mati. Abu Ubaid membagi menjadi tiga
macam:
1. Ketika ada seorang yang mengelola dan mendiami tanah kemudian datang orang lain yang
memperbarui tanaman dan bangunan agar menjadi haknya. Perbuatannya disebut al-irrqi Al
zalim. Yang berhak atas tanah itu adalah yang mengelola lebih dulu.
2. Kepala negara mengiqthakan tanah kepada seseorang karena mati dan tanah itu menjadi milik
penerima yang kemudian orang itu menelantarkan sehingga datang orang lain yang mengelola
dan mendiami serta menyangka tanah ini tidak ada yang mengurusi.
3. Jika seseorang membangun tembok tanah apakah dengan iqtha dari pemerintah atau tidak
kemudian meninggalkannya pada waktu yang lama dengan tidak mendiaminya. Abu Ubaid
berkata pada sebagian hadits dari Umar bahwa ia memberi batas 3 tahun dan melarang orang
lain mendiami tempat tersebut. Jika telah melewati masa 3 tahun dan tidak ada yang
menempatinya kepala negara lah yang memutuskan.Apabila tanah produk ihya almawat ini
menghasilkan sesuatu dengan mengair dan menanaminya maka dikenakan zakat 1/10 untuk 8
mustahik zakat.
Hima, menurut abu ubaid adalah tanah yang tidak berpenduduk yang mendapat
perlindungan dari pemerintah namun dapat dimanfaatkan oleh seluruh umat hasil yang ada
pada tanah tersebut seperti air rumput tanaman dan lain-lain.
5. Fungsi Uang
bu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang yaitu sebagai standar dari nilai pertukaran
(standard of exchange value) dan sebagai media pertukaran (medium of exchange).
Dalam memaparkan teori tentang uang ia memaparkan bahwa emas dan peraklah yang
dapat diakui sebagai alat tukar karena keduanya memiliki nilai intrinsik dan nilai
nominal yang sama sehingga keduanya sangat layak bila dikonversikan dengan objek yang
lain.
Kesimpulan