5. Imam Syafi'i
9. Abdurrazaq
2. Fatwa Sahabat.
Imam Ahmad bin Hambal menjadikan fatwa sahabat sebagai standar hukum
yang nomor 3 setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena menurut Imam bin Hambal
fatwa sahabat diambil dari hadits sahih. Dalam hal ini ulama yang banyak
mengeluarkan fatwa adalah “ Umar bin khaatab, ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin
abi mas’ud, ‘Abdullah bin bin Abbas, Zaid bin sabit sayidah ‘Aisyah (ummul
mu’miniin)” serta sahabat yang sedikit memberikan fatwa adalah Abu Bakar As-sidiq,
‘Usman bin ‘Affan mu’ad bin Jabal al-anshari, Sa’ad bin abi Waqasy, Talkhah bin
‘Ubaidillah, Zubair binn ‘Awam, ‘Abdulah bin Umar bin al-‘as, dan Salman al-
Farisi”.
Namun diantara kesekian banyaknya sahabat yang paling banyak mengeluarkan
fatwanya adalah ‘Umar bin Khatab dan ‘Ali bin Abi Thalib, karena mereka bredua
merupakan hakim dari orang muslim pada waktu itu maka tidak heran bila banyak
sekali fatwa yang dikeluarkan oleh mereka
3. Qiyas
Jika tidak ada nash dari Al Qur’an dan Sunnah, atau pendapat sahabat atau
hadits mursal atau hadits dhaif maka beliau baru mengambil qiyas, tapi dalam hal ini
Imam Hambali hanya mengambil qias yang berasal dari ulama terdahulu.
Selain itu juga beliau menggunakan Hadits mursal dan hadits dhaif jika tidak
ada dalil lain yang menguatkannnya dan di dahulukan dari pada qiyas. Adapun hadits
dhaif menurut imam hambali bukanlah haits batil atau munkar, atau ada perawinya
yang dituduh dusta serta tida boleh diambil haditsnya. Namun yang beliau maksud
kandungan hadits dhaif adalah orang yang belum mencapai derajat tsiqqah, tetapi
tidak sampai dituduh berdusta dan jika memang demikian maka ia pun bagian dari
hadits yang shahih.
4. Istiskhab
Maksudnya adalah melangsungkan keberlakuan ketentuan hukum yang ada
sehingga terdapat ketentuan dalil yang mengubahnya. Istiskhab yang dimaksud baik
berupa istiskhab ‘aqli (melangsungkan keberlakuan hukum akal mengenai kebolehan
atau bebas asal pada saat tidak dijumpai dalil yang mengubahnya), maupun istiskhab
syar’i (melangsungkan keberlakuan hukum syara’ berdasarkan suatu dalil dan tidak
ada dalil yang mengubahnya) [6]
5. Syad adz-Zara’i
Maksudnya adalah menghambat, menghalangi dan menyumbat segala hukum
yang menuju kepada kerusakn atau maksiat.Tujuan dari metode ini adalah untuk
menarik kemaslahatan dan menjauhi karusakan. Pada awalnya perbuatan yang
dimaksud tidak memiliki hukum, tapi apabila di biarkan akan menjerumuskan
manusia perbuatan dosa, seperti permainan yang lazimnya berujung pada perjudian
[7]
“Mendengarkan dan taat kepada para imam dan amirul mu’minin (adalah wajib), baik ia
seorang yang baik maupun Fajir”
“Setiap penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar (pilih) selama keduanya belum berpisah“
Putra Imam Hambali yang bernama Abdulloh bin Ahmad (wafat 266 H) juga
melakukan hal yang sama dengan mengumpulkan kitab Al musnad dan menyusunnya serta
menukilkan fiqih sang ayah, walaupun beliau lebih banyak meriwayatkan hadits. Beberapa
murid imam hambali yang bergiat menulis madzhab dan menyebarkannya antara lain: Abu
bakar Al Asyram, Abdul Malik Al Maimuni, Abu bakar Al Mawaruzi.
Di samping mereka, masih ada lagi para fuqoha’ yang menjadi murid Imam Hambali.
Mereka menulis dan mengumpulkan pendapat sang imam kemudian membuat penjelasan.
Salah satu di antara mereka adalah Umar bin Ali bin Husain al Hazmi (wafat 234 H) yang
menulis kitab monumental, Mukhtashar Al Khiraqi yang lebih lanjut disyarahi oleh ibnu
qudamah menjadi kitab Al Mughni.
Setelah mereka datanglah dua imam besar yang mengafilisasikan diri pada madzhab Imam
Ahmad, yaitu Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) dan Ibnu al Qoyyim al
Jauziyah (wafat 751 H). Keduanya dikenal sebagai orang yang menisbahkan diri pada
madzhab hambali, baik dalam dasar maupun kaidahnya
1. “Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i,
Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan Ibnul
Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
2. “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah
pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar
(hadits-hadits. Red.)” (Ibnul Abdl Brr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3. “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam, maka
sesungguhnya dia telah berada di tepi kehancuran.” (Ibnul Jauzi, 182).
Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa di dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa:65), dan firman-Nya: “Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
adzab yang pedih. ” (An-Nur:63).
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari
dua puluh tujuh ribu hadits.
4. Kitab at-Tarikh
Menurut Imam Nadim, kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin
Hanbal
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah
7. Kitab al-Fadha'il
9. Kitab al-Fara'idh