Abu Abdullah Mālik bin Anas bin Mālik bin Abī 'Āmir bin 'Amr
Nama bin al-Haris bin Ghaimān bin Husail bin 'Amr bin Al-Haris al-
Asbahi al-Madani
93 H
Lahir
Madinah, Arab
795 M/179 H
Meninggal
Madinah, Arab
Nama ibu Aliyah binti Syarik Al-Azdiyah
Nama Nadhar bin Anas bin Mālik bin Abī 'Āmir bin 'Amr bin al-Haris bin
saudara Ghaimān bin Husail bin 'Amr bin Al-Haris al-Asbahi al-Madani
Nama anak
laki-laki dan Muhammad, Hammad, Yahya, Abdullah dan Fatimah
perempuan
Dimakamkan Jannatul Baqi, Madinah, Arab Saudi
Buku Al-Mudawwana al-Kubra, Al-Muwatta': Pack en 2 volumes
Abdurrahman bin Hurmuz, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Ibnu Syihab
Guru
Az-Zuhri, Rabi’ah bin Abdurrahman
Ibnul Mubarak, Al Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qasim,
Al Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin
Yahya al-Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al-
Murid
Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu
Hudzafah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-lain.
Imam Malik bin Anas digolongkan ke sebuah kabilah Yaman, yaitu Dzul-Ashbahy. Nama
lengkap beliau adalah Abu Abdullah Mālik bin Anas bin Mālik bin Abī 'Āmir bin 'Amr bin al-Haris bin
Ghaimān bin Husail bin 'Amr bin Al-Haris al-Asbahi al-Madani . Imam Malik bin Anas biasa dipanggil
dengan Abu Abdullah. Ibunya adalah ‘Aliyah binti Syarik Al-Azdiyah. Ayah dan ibunya adalah orang Arab
Asli yang berasal dari Yaman. Sedangkan kakeknya, Malik bin Abi Amir, termasuk salah seorang
pemuka dan ulama tabi’in mukhadhram (karena menetap di Madinah setelah Rasulullah saw wafat). Ia
pernah meriwayatkan hadits dari Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, dan
Ummul mukminin Aisyah r.a. Orang-orang Yang pernah meriwayatkan hadits darinya adalah
Anas(ayahanda Malik), Rabi’, dan Nafi’ yang digelari Abu Sahl. Mayoritas dari mereka sangat
memperhatikan terhadap periwayatan hafits. Oleh karena itu, mereka termasuk dari guru-guru Ibnu
Syihab Az-Zuhri. Imam Malik hidup diselimuti oleh beberapa hal yang menajubkan dan mengagumkan
sebagai bentuk tanda dari keistimewaannya. Keistimewaan dirinya juga berkaitan dengan proses
kelahirannya. Imam Malik bin Anas berada dalam kandungan selama 3 tahun, padahal biasanya semua
bayi berada dalam kandungan selama 9 bulan. Mengenai hal ini, Imam Malik bin Anas berkata:
“Terkadang kehamilan itu sampai tiga tahun, dan sudah ada sebagian orang yang berada
dalam kandungan selama tiga yahun (maksudnya adalah dirinya sendiri)”.
Muhammad bin Umar berkata;
“Aku mendengar banyak orang berkata,’Malik berada dalam kandungan selama tiga tahun’. “
Imam Malik bin Anas lahir pada masa pemerintahan Khilafah Umayyah. Para ulama berbeda
pendapat mengenai tahun kelahiran Imam Malik bin Anas. Ada yang berpendapat bahwasanya beliau
dilahirkan pada tahun 90 H, ada yang berpendapat tahun 93 H, ada yang berpendapat tahun 94 H, ada
yang berpendapat tahun 95 H. Namun, pendapat mayoritas mengatakan bahwa Imam Malik dilahirkan
tahun 93 H.
Imam Malik bin Anas berkata “Aku dilahirkan pada tahun 93 H”
Ciri khusus dari Imam Malik bin Anas, dari Muthrif bin Abdullah berkata, “Malik bin Anas
mempunyai perawakan tinggi, ukuran kepalanya besar dan botak, rambut kepala dan jenggotnya putih,
sedangkan kulitnya sangat putih hingga terlihat agak pirang. Jika memakai imamah, sebagian
diletakkan dibawah dagunya dan ujungnya diuraikan diantara kedua pundaknya. Beliau tidak suka
mencukur kumis dan mencelanya. Beliau memandang hal itu sebagai bentuk mengubah ciptaan.”
Imam Malik memiliki karakter yang teguh dan berwibawa. Kewibawaannya yang sangat besar
itu dapat dirasakan oleh orang-orang yang menghadiri majelisnya. Bahkan dalam majelis itu, tidak ada
seorang pun yang berani berbicara ketika ia sedang menyampaikan ilmu. Bila ada seorang yang baru
datang dan mengucapkan salam kepada majelis, maka jamaah akan menjawab salam tersebut dengan
suara lirih. Karakter lain dari sosok Imam Malik adalah perhatiannya terhadap penampilan. Karakter
tersebut ternyata sudah ditanamkan oleh ibunya sejak ia kanak-kanak. Buktinya sepanjang hayatnya ,
Imam Malik selalu engenakan pakaina yang rapi, bersih, dan harum. Dalam hal ini, Isa bin Amr
mengatakan,”aku tidak pernah melihat seorang yang berkulit putih ataupun merah yang lebih tampan
dari Malik, dan juga pakaian seseorang yang lebih putih dari pakaiannya”.
Imam Malik bin Anas tumbuh besar dikota dan tempat hijrah Rasulullah saw. Negeri syari’at,
tempat terpancarnya cahaya, basis hukum Islam yang pertama, sebuah kubah Islam di masa Khalifah
Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Beliau juga memiliki orang tua yang
merupakan murid dari sahabat-sahabat Rasulullah saw, dan pamannya termasuk salah satu nafi’ yaitu
seorang periwayat hadits yang terpecaya, yang meriwayatkan hadits dari Aisyah, Abu Hurairah,
Abdullah bin Umar, dan sahabat-sahabat besar lainnya.
Imam malik memiliki seorang saudara bernama Nadhar. Saudaranya tersebut mempelejari
hadits terlebih dahulu daripada dirinya. Hal itu dilakukan Nadhar dengan cara mendatangani para
ulama tabi’in untuk mendengar secara langsung hadits-hadits yang mereka riwayatkan dari para
sahabat. Kemudian, Imam Malik mengikuti jejak saudaranya tersebut. Meskipun Imam Malik belajar
hadits setelah Nadhar menekuni banyak hadits, tetapi ia mampu melampaui saudaranya itu.
Kecermelangan Imam Malik semakin tampak karena ia juga menguasai ilmu fiqh dan tafsir.
Imam Malik menikah dengan seorang hamba. Dari hamba tersebut, ia dikaruniai 3 orang
putra dan seorang putri. Ketiga putranya itu bernama Muhammad, Hammad, dan Yahya, sedangkan
putri tunggalnya diberi nama Fatimah yang kemudian mendapat julukan Ummul Mu’minin. Menurut Abu
Umar, Fatimah termasuk anak yang tekun mempelajari dan menghafal kitab Al-Muwatha’ dengan baik.
Selain tiga putranya itu, versi lain menyebutkan bahwa Imam Malik juga memiliki beberapa putra
lainnya, salah satunya bernama Abdullah. Karena nama anaknya itulah, Imam Malik dijuluki Abu
Abdullah.
Status Imam Malik sebagai seorang ulama besar, ijtihhad, dan penasihat kaum muslim
membuat pikirannya menjadi madzhab baru saat itu (setelah lahit Madzhab Hanafi). Penamaan
madzhab baru tersebut disesuaikan dengan nama pendirinya, sehingga menjadi Madzhab Maliki
Dalam menyampaikan pemikirannya, Imam Malik menggunakan dua tempat pengajian, yakni
masjid dan rumahnya sendiri. Dikedua tempat itulah, proses belajar dan transfer pemikiran dari Imam
Malik kepada para muridnya berlangsung. Dalam menyampaikan pengajaran, Imam Malik
mengawalinya engan menyampaikan hadits terlebih dahulu, lalu disusul dengan pembahasan tentang
persoalan-persoalan fiqh. Ketika mengajar, Imam Malik sangat menjaga lisannya agar tidak salah
berucap dalam memberi fatwa. Karena itu, ketika Imam Malik tidak bisa menjawab suatu pertanyaah
atau merasa ragu untuk menjawabnya, ia akan menjawabnya dengan berkata,”La adri(saya tidak
tahu)”.
Imam Malik meninggal dunia setelah menderita sakit pada pagi hari, tanggal 14 Rabi’ul Awwal
di kota Madinah tahun 179 H/795 M pada usia 85 tahun dan pada masa kekhilafahan Harun Ar-Rasyid.
Kemudian, jasadnya dikuburkan di pemakaman Baqi. Pemakaman Baqi’ merupakan sebuah pemakaman
di Madinah. Di pemakaman tersebut, dikubur lebih dari 10 ribu orang sahabat, istri, dan anak-anak
Rasulullah saw, serta tabi’in dan para pengikutnya. Pemakaman ini terletak sekitar 30 m di sebelah
timur Masjid Nabawi
Imam Nafi’ meninggal pada 117 H. Adapun yang meriwayatkanhadits darinya, antara
lain Abdullah bin Dinnar, Az-Zuhri, Al-Auza’i, Ibnu Ishaq, Shalin bin Khaisan, dan Ibnu
Juraij. Sementara itu, selain Imam Malik bin Anas, Ia juga memiliki sejumlah murid lain,
diantaranya adalah Qalun, Warasy, Ibnu Wirdan, Ibnu Jammaz, Ishaq bin Muhamma al-
Musayyabi, dan Ismail bin Ja’far.
3. Ibnu Syihab Az-Zuhri
Guru Imam Malik selanjutnya adalah Ibnu Syihab Az-Zuhri atau biasa dipanggil
Imam Az-Zuhri. Imam Malik bin Anas mengambil ilmu dari Az-Zuhri. Ia menuturkan,”Az-
Zuhri perna mendatangani kami, maka kami pun menemuinya bersama Rabi’ah.
Kemudian ia menyampaikan lebih dari empat puluh hadits kepada kami. Keesokan
harinya kami kembali mendatanginya. Ia pun berkata,’Perhatikanlah sebuah tulisan
hingga aku menyampaikan hadits kepada kalian. Adakah kalian mengetahui apa yang
telah aku sampaikan pada hari kemarin?’ Rabi’ah menjawab,’Ada seseorang yang akan
menyampaikan kepada anda apa yang telah anda sampaikan kemarin?’ Az-Zuhri
berkata,’Siapa orang itu?’ Rabi’ah menjawab,’Ibnu Abi Amir’ Az-Zuhri
menjawab,’Sampaikanlah!’ Maka aku pun menyampaikan sekitar empat puluh hadits. Az-
Zuhri berkata,’Aku tidak menyangka ada seseorang yang masih menghafal hadits ini
selain diriku’.“
Nama lengkap Imam Az-Zuhri adalah Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin
‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Syihab bin ‘Abdullah bin Harith bin Zuhrah. Menurut
beberpa literatur , nama panggilannya yang lain selain Az-Zuhri adalah Abu Bakar al-
Madani
Imam Az-Zuhri termasuk salah seorang ulama terkemuka dari Madinah. Ia juga
salah satu ulama hadits terbesar yang termasuk shighar at-tabi’in (tabi’in junior). Ia
adalah orang pertama yang membukukan ilmu hadits atas perintah Khalifah Umar bin
Abdul Aziz
Imam Az-Zuhri dilahirkan pada 58 H bertepatan dengan akhir kepimpinan
Mu’awiyah. Imam Az-Zuhri tumbuh disebuah kota kecil di antara Hijaz dan Syam yang
bernama Ailah. Ia adalah seorang kaya dan dermawan. Pada masa Daulah Bani
Umayyah, Ia memiliki kedudukan yang tinggi dan pada 124 H , Ia wafat di Sya’bad dan
dimakamlan disana
Penguasaan Az-Zuhri terhadap hadits tentu sudah tidak diragukan lagi. Bahkan,
banyak ulama yang memujinya karena ia memiliki pengetahuan yang lus tentang hadits.
Salah satu ulama yang memujinya adalah Amr bin Dinar. Ia berkata,”Aku tidak pernh
melihat seorangpun yang lebih mengetahui tentang hadits dibanding Ibnu Syihab (Imam
Az-Zuhri)”. Selain itu, Ahmad bin Hanbal juga bersaksi,”Az-Zuhri adalah manusia yang
terbaik haditsnya dan terbagus jalan sanadnya”. Ada beberapa faktor yang membuat
Imam Az-Zuhri menjadi seorang ahli hadits dan salah satu imam terbesar di kota
Madinah
Kekuatan hafalan. Dalam hal ini, Imam Adz-Dzahabi pernah
berkata,”Diantara yang menunjukkan kekuatan hafalan Imam Az-Zuhri
adalah beliau mampu menghafal al-Qur’an hanya dalam waktu delapan
hari. Hal itu diriwayatkan oleh putra beliau, yaitu Muhammad bin
Abdillah”.
Menuliskan seluruh hal yang didengar. Hal itu sebagaimana diriwayatkan
dari Abdurrahman bin Abi Zinad, ia berkata,”Aku pernah berthawaf
bersama Ibnu Syiab. Ia membawa lembaran-lembaran dan buku tulis
sampai kami menertawakannya”.
Keuletan dalam menuntut ilmu dan mudzakarah.
Memuliakan ilmu dan ahli ilmu
4. Rabi’ah bin Abdurrahman
Rabi'ah bin Abu Abdurrahman Farrukh at-Taimi al-Madani juga dikenal sebagai
Rabi'ah ar-Ra'yi, adalah salah seorang Tabi'in termuda; yang merupakan ahli fiqih,
hadits, serta mujtahid ternama dari kota Madinah. Julukan Ar-Ra'yi ( ahli akal/logika)
diberikan kepadanya karena ia memiliki pemikiran yang tajam, dan banyak
menggunakan qiyas dan logika dalam memecahkan masalah saat ia tidak menemukan
hadits shahih atau riwayat dari sahabat lainnya.
Rabi'ah berasal dari golongan mawla (hamba yang dibebaskan). Ayahnya Abu
Abdurrahman Farrukh telah pergi berperang bersama pasukan Islam pada saat ia
dilahirkan, dan ia dibesarkan oleh ibunya di Madinah. Ia banyak belajar dari beberapa
Sahabat Nabi dan para Tabi'in senior. Para guru Rabi'ah antara lain Anas bin Malik, As-
Saib bin Yazid, Hanzhalah bin Qais, Makhul asy-Syami, Salamah bin Dinar, Sa'id bin al-
Musayyib, dan Al-Qasim bin Muhammad.
Sedangkan para muridnya antara lain Malik bin Anas, Abu Hanifah Nu'man, Yahya
bin Sa'id al-Anshari, Sufyan ats-Tsauri, Abdurrahman bin Amru al-Auza'i, Laits bin
Sa'ad, Sulaiman bin Bilal, Isma'il bin Ja'far, Anas bin Iyadh dll.[4] Imam Malik yang
banyak berguru padanya pernah menyatakan, bahwa setelah Salim bin Abdullah dan Al-
Qasim meninggal, permasalahan agama banyak dikembalikan kepada Rabi'ah.
Rabi'ah wafat dan dimakamkan di kota Hasyimiyyah (Irak), pada tahun 139 H
(753/4 M)
5. Muhammad bin Al-Munkadir (wafat 130 H)
6. Abu Ziyad Abdullah bin Dzakwan (wafat 130 H)
7. Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah (wafat 132 H)
8. Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm (wafat 135 H)
9. Zaid bin Aslam (wafat 136 H)
10. Yahya Sa’id Al-Anshori (wafat 143 H)
11. Hisyam bin Urwah (wafat 145 H)
Sangat susah memastikan berapa jumlah dan biografi orang yang pernah belajar
kepada Imam Malik. Selain diatas ada beberapa lagi murid Imam Malik antaranya:
1. Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakam
2. Asbagh bin Farj al-Umawi
3. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam
4. Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad al-Iskandari
5. Abdullah bin Abdul Hakim bin A’yun
Dia adalah salah seorang diantara maula Utsman bin Affan. Dia dilahirkan
di Mesir tahun 150 H, namun ada juga yang menyebutkan bahwa dia lahir tahun
155 H. Dia mendengar kajian Muwaththa’ langsung dari Imam Malik. Kemudian
dia meriwayatkan dari Ibnu Wahab, Ibnu Qasim dan Asyhab tentang pendapat
Imam Malik yang pernah mereka dengar darinya.
Ia menyusun sebuah kitab yang didalamnya menyebututkan apa yang
didengarnya dengan kalimat-kalimat yang serupa, lalu kitab tersebut diringkas
kembali menjadi sebuah kitab kecil. Kedua kitab tersebut dan juga kitab yang
lain dijsdiksn rujuksn fslsm pengajaran oleh orang-orang Madzhab Maliki di
Baghdad. Kedua kitab tersebut juga sudah di syarh oleh Asy-Syaikh Abu Bakar
Al-Abhari.
6. Abdus Salam bin Sa’id Sahnun At-Tanukhi Al-Arabi (240 H)
Abdus Salam bin Sa’id Sahnun At-Tanukhi Al-Arabi biasa dikenal dengan
nama Sahnun mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu dari Imam Malik
sebelum beliau meninggal. Namun, ia tidak mempunyai banyak harta untuk
bisa melakukan perjalanan. Oleh karena itu, dia hanya mampu mendengar dari
murid beliau yang bernama Ibnul Qasiim. Jawaban-jawaban Imam Malik
isampaikan kepadanya saat berada di Mesir. Selain mendengar dari Ibnul
Qasim, ia juga mendengar dari Ibnu Wahab, Asyhab, Abdullah bin Abdul Hakim,
Ibnul Majisyun, dan yang lainnya. Setealh menambah ilmu di Mesir dan tempat-
tampat lain, ia kembali ke Maroko.
Dialah orang yang terakhir yang menjadi pemimpin ilmu dan juga rujukan
semua orang dalam berpendapat. Dia juga telah menyusun kitab Al-
Mudawwanah. Ia pernah diangkat menjadi hakim pada tahun 234 H yakni ketika
ia berusia 74 tahun. Kepimpinannya itu berlangsung hingga ia wafat pada
tahun 240 H, yakni sekitar 6 tahun.
Dari cerita diatas dapat disimpulkan bahwa Sahnun lahir pada tahun
sekitar 160 H
7. Abdul Malik bin Habib (238 H)
Dia adalah seorang berkebangsaan Andalusia. Dia mengambil
periwayatan dari sahabat-sahabat Imam Malik. Ulama berdarah Andalusia ini
sudah banyak mengumpulkan ilu. Berita mengenai dirinya pun sudah tersebar
luas hingga menghantarkannya menjadi dekat dengan Amir Andalus, yang
kemudian menetapkannya sebagai penyampai kitab Al-Muwaththa’ dalam
permusyawaratan bersama Yahya bin Yahya.
8. Muhammad bin Ahmad bin Abdul Aziz (Al-Atabi) (255/254 H)
Muhammad bin Ahmad bin Abdul Aziz biasa juga dikenal Al-Atabi. Dai
adalah orang Andalusia. Ia mendengar hadits dari Sahnun dan juga yang lain.
Dia sudah menghimpun dan hafal berbagai macam permasalahan serta
mengetahui fikih nawazi(kontemporer), menyusun sebuah kitab yang
dinamainya dengan Al-Mustakhrajah atau Al-Atabiyah, yang merupakan
kesimpulan dari Al-Wadhihah karya Abdul Malik bin Habib. Dimana pada saat
itu Al-Mustakhrajah juga merupakan buku panduan kepercayaan orang
Andalusia dan Afrika.
Akan tetapi, tidak sedikit juga orang yang mencela metode penukilan Al-
Mustakhrajah terhadap fikih madzhab Maliki, khususnya orang-orang semasa
dengan Al-Atabi seperti, Muhammad bin Abdul Hakim, Ibnu Lubabah.
Imam Malik dikenal sebagai sosok yang memiliki semangat tinggi dalam mempelajari ilmu
agama. Selain itu, ia juga dikenal memiliki kekuatan hafalan yang tajam dan pemahaman yang tinggi.
Selain rajin menimba ilmu, Imam Malik juga sorang mujtahid yang sangat pandai. Pengembangan
pemikiran Imam Malik dilakukan dengan cara, antara lain, pertama mendatangi para ulama di Masjidil
Haram, di mana tempat tersebut merupakan tempat dikunjungi para ulama terutama pada musim haji
untuk berdiskusi; kedua, mengadakan forum diskusi dengan ulama Madinah. Di sinilah beliau berjumpa
dengan Imam Abu Hanifah yang sedang bermukim di Madinah pada saat itu; ketiga, mengembangkan
keilmuan keagamaan yang telah dimilikinya melalui bacaan literatur yang sudah ada, baik berupa kitab
maupun artikel yang terkait dengan keilmuannya serta mengadakan forum diskusi di kediamannya
dengan muridnya dan para ulama yang terkenal pada saat itu seperti Muhammad bin Hasan (murid
Abu Hanifah) dan Imam Syafi’i.
Saat menjadi mujtahid dan seorang guru, Imam Malik sering meyampaikan pelajarannya di
Masjid Nabawi dan duduk ditengah-tengah para muridnya yang datang dari berbagai penjuru negeri.
Imam Malik menyampaikan ilmunya dengan cara unik yang tidak dimiliki oleh imam lainnya. Keunikan
tersebut terdapat pola pikirnya yang dipengaruhi oleh aktivitas penduduk Madinah.
Kitab-kitab Rujukan
Imam Malik memiliki karya yang cukup banyak, terutama pendapat-pendapatnya yang
dibukukan oleh para muridnya. Namun, dari sekian karyanya itu ada dua karyanya yang sangat
masyhur yang ditulis sendiri olehnya dan menjadi rujukan Madzhab Maliki.
1. Al-Muwaththa’
Kitab Imam Malik yang pertama dan terkenal diberi nama Al-Muwaththa’ atau
Muwaththa’ Malik. Kitab tersebut merupakan kitab hadits dan fiqh yang disusun oleh
Imam Malik. Kitab itu termasuk salah satu Kutubut Tis’ah (sembilan kitab hadits utama
di kalangan Sunni). Kata Al-Muwaththa’ memiliki arti jalan mudah yang disediakan untuk
ibadah. Latar belakang penyusunannya ada dua, yakni karena timbul berbagai pendapat
dari penduduk Irak serta orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan disebabkan
kelemahan ingatan serta riwayat suatu hadits. Imam Malik menulis kitab ini pada zaman
khalifah Abu Ja’far al-Manshur (754-775 M) dan berhasil disempurnakan pada zaman
khalifah al-Mahdi (775-785 M). Khalifah Harun al-Rasyid pernah mencoba menjadikan
kitab ini sebagai undang-undang resmi kehakiman negara, tetapi Imam Malik idak
berkenan karena tidak ingin mempersulit masyarakat umum dalam memutuskan urusan
mereka.
Dalam menyusun kitab Muwaththa’-nya, Imam Malik tidak memberikan nomor. Di
kemudian hari beberapa pihak menambahkan nomor pada kitab al-Muwaththa' untuk
memudahkan perujukan hadis, sehingga dikenal beberapa penomoran berikut:
a) Penomoran al-Alamiyah (1594)
Penomoran ini diberikan oleh al-Alamiyah, penerbit program komputer
Mausu'ah al-Hadis asy-Syarif (Ensiklopedia Hadis Syarif). Versi online
ensiklopedia ini ada di situs al-islam.com.
b) Penomoran Al-Muwaththa' Imam Malik (1836)
Penomoran ini diberikan oleh Muhammad Ridhwan Syarif Abdullah ketika
mentakhrij dan mentahqiqnya, Penomoran ini banyak digunakan dalam
penulisan kitab, buku, dan artikel keislaman.
c) Penomoran Aisha Abdarahman at-Tarjumana dan Yaqub Johnson
Penomoran ini menurut penomoran pada Translation of Malik's Muwatta,
terjemah Muwaththa Malik dalam Bahasa Inggris oleh Aisha Abdarahman
at-Tarjumana dan Yaqub Johnson. Penomoran ini berturut-turut
menyebutkan nomor kitab, bab, dan hadis (book, section and hadith).
Kitab al-Muwaththa' karya Imam Malik ini adalah kitab yang berisikan hadis – hadis
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam, atsar - atsar (perkataan) para sahabat, fatawa
- fatwa para tabi'in. Dia memilahnya dari seratus ribu hadis yang pernah dia
riwayatkan. [Tanwir al-Hawalik hal 8, as-Suyuthi rahimahullah]
Menurut riwayat Yahyah bin Yahyah al-Andalusi hadis yang ada di dalamnya
mencapai 853 hadis. Akan tetapi Imm Abu Bakar al-Abhari berkata: "Jumlah hadis
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam, atsar sahabat dan fatawa tabi'in yang ada
dalam kitab al-Muwaththa' adalah 1720 hadis, yang bersanad sebanyak 600, mursal
222, mauquf 613 dan fatawa tabi'in 285." [Tajrid at-Tamhid hal 258 dan Tanwir al-
Hawarik hal 8]
Jumlah hadis dalam kitab al-Muwaththa' Imam Malik ini terkadang berbeda - beda
dikarenakan perbedaan orang yang meriwayatkan dari Imam Malik, dimana Imam Malik
selalu membersihkan dan memperbaiki kitab al-Muwaththa' nya ini, karena dia tetap
menulis dan memperbaikinya selama 40 tahun. [Tanwir al-Hawalik hal 8]
Kitab Al-Muwaththa’ menghimpun berbagai fiqh, disusun dengan urutan fiqh, oleh
sebab itu kitab ini dinilai sebagai kitab hadits fiqh. Kehadiran buku ini telah membuka
cakrawala berpikir umat terhadap bagaimana cara menulis sunnah. Para ulama
berdatangan dari segala penjuru dunia untuk belajar kepada sang imam sehingga
semakin majulah perkembangan ilmu di negeri ilmu ini.
Kitab Al-Muwaththa’ sudah di syarah-i (penjelas) oleh Muhammad Zakaria al-
Kandahlawi dengan judul Aujaz al-Masalik ila Muwaththa’ Malik dan Syarh al-Zarqani.
Sedangkan oleh Jalaluddin ‘Abd al-Rahman as-Suyuthi al-Syafi’i, kitab Imam Malik
tersebut diberi judul Tanwir al-Hawalik Syarh’ala Muwaththa’ Malik.
2. Al-Mudawwanah al-Kubra
Judul asli kitab ini adalah Al-Mudawwanah al-Kubra bi Riwayati Sahnun. Kitab
initermasuk salah satu diantara derab kitab fiqh utama yang menjadi rujukan Madzhab
Maliki. Kitab ini merupakan sebuah kitab fiqh yang isinya sangat lengkap dan padat.
Kitab ini mencakup 90 kitab fiqh yang jika dirinci terdiri dari 4000 hadits, 30.006 atsar,
dan 40.000 masalah, hukum, serta fatwa.
Sebenarnya, kitab Al-Mudawwanah al-Kubra merupakan kitab Al-Asadiyah yang
dinisbatkan kepada Asad bin Al-Furat. Kitab Al-Asadiyah berisi kumpulan masalah-
masalah fiqh yang disusun oleh Asad bin Al-Furat dari hadits maupun sunnah lainnya
yang didapat dari Imam Malik. Setelah Imam Malik wafat, ia melengkapi dan mengkaji
kitab itu kembali bersama Abdurrahman bin al-Qasim juga Sahnun bin Sa’id at-Tanukhi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada empat orang
mujtahid yang terlibat dakam penyusunan kitab Al-Mudawwanah al-Kubra. Dengan kata
lain, kita tersebut mencakup pemikiran fiqh dari empat orang mujtahid yaitu Imam
Malik, Asad bin al-Furat, Abdurrahman bin al-Qasim, dan Sahnun bin Sa‘id. Kitab ini
terdiri dari empat jilid, menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami,
mencakup seluruh permasalahan fikih yang dimulai dari bab wudhu dan ditutup dengan
bab diyat. Melihat kandungan ilmu yang ada di dalamnya, cukup untuk menjadi rujukan
dan pegangan bagi seorang yang bermadzhab Maliki.
Hampir setiap bab dalam kitab ini dimulai dengan pertanyaan tentang suatu
perkara yang kemudian diikuti dengan jawaban, baik dari Imam Malik maupun dari tiga
imam lainnya. Inilah sebabnya, ketika membaca kitab ini, kita seolah menyaksikan tanya-
jawab dan percakapan beberapa orang, bahkan seolah-olah kita menjadi bagian dari
percakapan tersebut.
Banyak ulama madzhab Maliki yang menaruh perhatian dengan menulis syarah
kitab al-Mudawwanah, seperti Imam Ibnu al-Jalab al-Bashri, Imam Abu Muhammad bin
al-Faraj al-Qurthubi, dan yang lainnya. Selain menulis syarah, ada juga ulama yang
meringkasnya, melakukan takhrij hadits-haditsnya, dan melakukan studi ilmiah lainnya.
Selain dua kitab utama tersebut, masih ada banyak kitab lain yang menjadi rujukan Madzhab
Maliki, diantaranya adalah :
1. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid karya Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad
bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurthubi al-Andalusi
2. Fath al-Rahim ‘ala Fiqh al-Imam Malik bi al-Adillah karya Muhammad bin Ahmad
3. Al-I’tisham karya Abi Ishaq bin Musa al-Syaihibi
4. Mukhtashar Khalil ‘ala Matn al-Risalah li Ibn Abi Zaid al-Qirawani karya Syekh ‘Abd al-
Majid al-Syarnubi al-Azhari
5. Ahkam al-Ahkam ‘ala Tuhfat al-Ahkam al-Syari’iyyah karya Muhammad Yusuf al-Kafi
Selain karena murid-murid Imam Malik, perkembangan Madzhab Maliki hingga ke luar
Madinah juga disebabkan oleh peran beberapa ulama dan fuqaha.
1. Ulama Pengembang Madzhab Maliki di Afrika dan Andalusia
a. Imam Al-Qurthubi
Salah satu ulama besar dan masyhur yang turut aktif mengembangkan Madzhab Maliki
adalah Imam Al-Qurthubi. Ia adalah seorang imam, ahli Hadits, alim, dan seorang
musafir (penafsir) Al-Qur'an yang terkenal. Ia merupakan seorang ahli tafsir yang
berasal dari Cardova (Spanyol). Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin
Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Anshari al-Khazraji al-Andalusi al-Qurthubi.
Imam Al-Qurthubi termasuk salah satu imam pengikut Madzhab Maliki. Ia telah
melahirkan banyak karya. Adapun kayanya yang paling terkenal adalah sebuah kitab
tafsir Al-Qur'an yang dikenal sebagai Tafsir Al-Qurthubi. Kitab tersebut merupakan
sebuah kitab besar yang terdiri dari 20 jilid. Judul asli kitab Al-Jami Li-ahkam Al-Qur'an
wa al-Mubayyin lima Tadhammanahu Min as-Sunnah Wa Ayi al-Furqan. Didalam ktab
tersebut tidak tercantum kisah-kisah atau sejarah. Imam Al-Qurthubi hanya
menetapkan hukum-hukum al-Qur'an, melakukan istinbath atas dalil-dalil, menyebutkan
berbagai macam Qiraah, i'ran, nasikh, dan manshukh didalamnya. Sehingga, tidak heran
bila kitab tafsir Al-Qurthubi tersebut menjadi salah satu kitab tafsir terbesar sepanjang
sejarah.
Selain tafsir Al-Qur'thubi, karya-karya lain dari imam Al-Qurtubi adalah :
1. Al-Asna fi Syarh Asma'illah al-husna
2. At-Tidzkar fi Afdhal al-Adzkar
3. Syar at-Taqoshishi
4. Qam'al Hirsh bi az-Zuhid wa al-Qana'ah
5. At-Taqrib Likitabi at-Tamhid
6. Al-I'lam biima fi Din an-Nahara min al-Mafasid wa Al-Auham wa Izhharm
Mahasin Din al-Islam
7. At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa umur al-akhirah (eidisi Indonesia berjudul
buku pintar alam Akhirat
Imam Al-Qurthubi menghabiskan waktunya dengan cara berkelana ke negeri Timur
hingga akhirnya menetap diselatan asyut, Mesir. Disana, waktunya dihabisakan untuk
memberi bimbingan beribadah dan menulis buku. Imam Al-Qurthubi meninggal dunia
pada 9 Syawwal tahun 671 H dan dimakamkan di Mesir.
b. Isa bin Dinar al-Andalusi
Ulama berikutnya yang turut berperan dalam pengembangan madzhab Maliki adalah isa
in dinar al-Andalusi. Nama belakangnya diambil dari nama kota di Spanyol, yaitu
Andalusia, yang merupakan tempat asalnya. Tidak banyak informasi yang memberitakan
tentang sosok ulama ini. Namun, dalam sebuah literatur (1(alsofwah.or.id), disebutkan
bahwa Isa bin Dinar belajar kepada Ibnul Qasim, sehingga menjadi faqih Andaluisa. Ahli
sejarah berkata "isa adalah seorang faqih yang mempuni, ahli ibadah, termasuk ulama
yang takut kepada Allah Ta'ala, berkarya padat, dan doanya mustaja. Ada orang yang
berkata bahwa ia melaksanakan Shalat Subuh dengan Wudhu salah isya selama empat
puluh tahun.
c. Yahya bin Yahya bin Katsir al-Laitsi
Yahya bin Yahya bin Katsir al-Laitsi termasuk salah seorang murid Imam Malik. Ia lebih
dikenal dengan nama Yahya bin Yahya al-Andalusi. Sedangkan nama lengkapnya adalah
Abu Muhammad Yahya al-Yahya bin Litsi bi Katsirbin Qislasen bin Shammal bin Mangaya
al-Andalusi. Ia berasal dari Andalusi. Secara khusus, ia datang ke Madinah untuk
berguru kepada Imam Malik. Ia meupakan seorang pencetak dinar diera Al-Hakim 1 pada
tahun 796-822 dan era Abdurrahman II pada 822-888 M. Ia wafat tahun 846 M.
d. Adul Malik bin Habib bin Sulaiman as-Sulami
Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman as-Sulami juga termasuk salah satu pengembang
Madzhab Maliki. Namun, sampai buku ini ditulis, belum ada sumber yang menceritakan
tentang pribadi Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman as-Sulaim, kecuali penjelasan bahwa
ia termasuk salah satu pengembang Madzhab Maliki
e. Abdul Hasan Ali bin Ziyad at-Tunisi
Seperti profil Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman as-Sulami, infornasu tentang sosok
Abdul Hasan Ali bin Ziyad at-Tunisi juga tidak diketahui secara detail. Tidak ada sumber
yang menceritakan tentang jati dirinya, kecuali dalam yang kitab menyebutkan namanya
sebagai salah satu pengembang Madzhab Maliki di wilayah Afrika dan Andalusia
f. Asad bin Furat
Asad bin Furad adalah seorang panglima muslim terkemuka dan seorang ahli hukum
islam pada abad ke 2 H atau ke 8 M. Ia terkenal sebagai penakluk Sicilia.
g. Abdus Salam bin Said at-Tanukhi
Pengembang Madzhab Maliki sebelumnya adalah Abdus Salam bin Said at-Tanukhi. Tidak
ada catat yang membahas profilnya secara detail. Meski demikian, banyak orang
menyebutkan bahwa ia termasuk salah satu penganut Madzhab Maliki.