Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Studi Kitab Tafsir Al- Qur’an Adzim (Karya Ibnu Katsir)


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah : Studi Kitab Tafsir
Dosen Pengampu : Shofaussamawati,S.Ag.,M.S.I

Disusun oleh :
1. Sholihah (2230110109)
2. Muhammad Hilmi Haikal (2230110126)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berangkat dari asumsi dasar bahwa hasil penafsiran Al-Qur’an itu bersifat
relatif, dan bahwa Al-Qur’an diklaim sebagai sālihun li kulli Tafsir Ibn Katsir: Metode
dan Bentuk Penafsirannya zamān wa makān, maka dari itu, Al-Qur’an harus selalu
ditafsirkan seiring dan senafas dengan akselarasi perubahan dan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, sepeninggal Nabi Muhammad selaku penafsir pertama, Al-Qur’an
sangat terbuka untuk kemudian bisa ditafsirkan ulang sesuai dengan kaidah-kaidah dan
metodologi tafsir yang berkembang dan yang telah ditetapkan oleh ulama atau mufassir.
Hal ini juga memperkuat bahwa tidak ada penafsiran yang final dan mutlak.1
Seperti yang dikemukakan di atas bahwa penafsiran Al-Qur’an selalu
berkembang sesuai dengan semangat zaman, hal ini tidak lepas dari perkembangan
metodologi yang digunakan oleh para mufassir. Oleh karena itu, jika dilakukan
periodesasi terkait dengan perkembangan penafsiran Al-Qur’an, hal itu sangat terlihat
dengan jelas adanya shifting methodology dikalangan para mufassir, mulai dari masa
klasik, tengah, modern sampai kontemporer. Adanya pegeseran tersebut dikarenakan
pada kecenderungan sudut pandang dari para mufassir dan latar belakang keilmuan dan
juga yang sangat berepengaruh adalah kondisi sosial historis. Namun, dalam tulisan ini,
tidak akan membahas terkait dengan perkembangan atau periodesasi penafsiran Al-
Qur’an tersebut, melainkan akan fokus pada metodologi penafsiran pada masa
pertengahan dengan melihat kerangka metodologi Tafsir Ibn Katsīr.2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Imam Ibnu Katsir?
2. Bagaimana Metode dan Corak yang dipakai Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan
ayat Al-Qur’an?
3. Bagaimana kisah israiliyat yang terkandung dalam tafsir Ibnu Katsir?
4. Bagaimana penilaian para ulama’ terhadap tafsir Ibnu Tatsir?

1
Maliki. TAFSIR IBN KATSIR: METODE DAN BENTUK PENAFSIRANNYA. el-Umdah 74–75 (2018), lihat
juga M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir “Syarat, ketentuan, dan Aturan yang Patut anda ketahui dalam memahami
ayat-ayat al-Qur’an. (Ciputat: Lentera Hati, 2013), 416- 422.
2
Maliki. Loc.cit.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Katsir


Ibnu Katsir lahir di basrah pada tahun 700 H/1300 M. Nama lengkap beliau
adalah Imaduddin Isma’il bin Umar bin Katsiral-Quraisy a-Dimasyqi, sedangkan nama
kunyah beliau adalah Abu Fida’. Beliau mendapatkan gelar al-Imam al-Jalil al-Hafidz.3
Ibnu Katsir banyak belajar hadis kepada ulama’ hijaz. Beliau mendapatkan
ijazah dari al-Wani. Beliau juga belajar kepada ulama’ hadis terkenal, yakni Jamaluddin
al-Mizzi (w. 742 H/1342M) yang kemudian menjadi mertua Ibnu Katsir. Ibnu
Katsir hidup cukup lama di suriah. Pada awalnya Ibnu Katsir belum memiliki
popularitas. Beliau baru terkenal sejak terlibat dalam penelitian yang diprakarsai oleh
gubernur suriah, Altunbuga An-Nasiri untuk menetapkan hukuman kepada seorang
zindiq yang didakwa menganut paham inkarnasi (hulul).4
Sejak itu, Ibnu Katsir menduduki berbagai jabatan sesuai dengan keahlian yang
dimilikinya. Beliau menjadi guru di lembaga pendidikan Turba Umm Shalih,
menggantiakan gurunya, Muhammad bin Muhammad Adz-Dzahabi (1284-1348). Pada
tahun 756 H/1355 M, Ibnu Katsir diangkat menjadi kepala sebuah lembaga
pendidikan hadis, Darul Hadits Asyrafiyyah, menggantikan Hakim Taqiyuddin al-
Subki. Pada tahun 768/1366 beliau diangkat oleh gubernur Mankali Buga menjadi
guru besar di masjid umayyah Damaskus. 5 Ibnu Kaṡīr juga dikenal sebagai ahli
tafsīr, hadis, sejarah, dan fiqih. Husain adz-dzahab berkata “Imam Ibnu Katsir adalah
seorang pakar di bidang fiqih yang sangat ahli, juga seorang mufassir dan ahli hadis
yang sangat paripurna, dan penulis banyak kitab”.6 Beliau juga menjadi konsultan
penguasa pada saat itu untuk membuat keputusan berkaitan dengan korupsi (761/1358),
mewujudkan perdamaian dan rekonsiliasi pasca permberontakan Baydamur, dan
menyerukan jihad pada tahun 770-771/1368-1369.7
Pada tahun 774/1373 Ibnu Katsir wafat dalam usia 74 tahun dan dimakamkan
di samping makam Ibnu Taimiyyah, di sufiyah, Damaskus.8

3
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, “Tafsir wa Mufassirun”, hlm 210 (Kairo: Dar al-Hadis)
4
Abd Haris Nasution, Muhammad Mansur. Studi Kitab Tafsīr Al-Qur’ān Al-Aẓīm Karya Ibnu Kaṡīr, Jurnal
Ushuluddin Adab dan Dakwah (2018). Hal 3.
5
Dadi Nurhaedi, “Tafsir Al-Qr’an al-Adhim”dalam Studi Kitab Tafsir cet. 1 hlm 133 (Yogyakarta: Teras, 2004)
6
Ibid
7
Abd Haris Nasution, dan Muhammad Mansur. loc.cit.
8
Muhammad Ramdhoni. METODOLOGI TAFSIR AL-QUR’ANUL ‘AZHIM (IBNU KATSIR). hal. 4.

3
Imam ibnu katsir selain memiliki karya kitab tafsir yang fenomenal berjudul
tafsir al- (adz-dzihabi) Qur’an al-adzim, juga memiliki banyak karya dalam fan-fan
ilmu lainnya. Berikut karya-karya imam ibnu katsir :
1. Al-Tafsīr, sebuah kitab tafsir bi Al-Riwayah yang terbaik, dimana Imam Ibnu Katsir
menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, kemudian dengan hadis-hadis masyhur
yang terdapat dalam kitab-kitab para ahli hadis, disertai dengan sanadnya masing-
masing.
2. Al-Bidayah wa Al-Nihayah, sebuah kitab sejarah yang berharga dan terkenal,
dicetak di Mesir di percetakan Al-Sa`adah tahun 1358 H. dalam 14 Jilid. Dalam
buku ini Imam Ibnu Katsir mencatat kejadian- kejadian penting sejak awal
penciptakaan sampai peristiwa-peristiwa yang menjadi pada tahun 768 H, yakni
lebih kurang 6 tahun sebelum wafatnya.
3. Al-Sirah (ringkasan sejarah hidup Nabi Muhammad Saw). Kitab ini telah dicetak
di Mesir tahun 1538 H dengan judul “Al-Fushul fi Ikhtishari Sirat Rasul”.
4. Al-Sirah Al-Nabawiyah (kelengkapan sejarah hidup Nabi Saw).
5. Ikhtishar ‘Ulum al-Hadīts, Ibnu Katsir meringkaskan kitab Muqaddimah Ibn
Shalah, yang berisi ilmu Musthalah al-Hadīst. Kitab ini telah di cetak di Makkah
dan di Mesir, dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Muhammad
Syakir pada tahun 1370 H.
6. Jami` al-Masanid wa al-Sunan,kitab ini disebut oleh Syaikh Muhammad Abd al-
Razzaq Hamzah dengan judul, al-Huda wa al-Sunnah fi Ahadits al-Masanid wa al-
Sunan, dimana Imam Ibnu katsir telah menghimpun antara Musnad Imam Ahmad,
al-Bazzar, Abu Ya’la dan Ibnu Abi Syaibah dengan al-Kutub al-Sittah menjadi satu.
7. Al-Takmil fi Ma’rifah al-Tsiqat wa al-Dhu’afa’i wa al-Majahil, dimana Imam Ibnu
Katsir menghimpun karya-karya gurunya, al-Mizzi dan al- Dzahabi menjadi satu,
yaitu Tahzib al-Kamal dan Mizan al-I’tidal, disamping ada tambahan mengenai al-
Jarh wa al-Ta’dīl.
8. Musnad al-Syaikhain, Abi Bakr wa Umar, musnad ini terdapat di Dar al-Kutub al-
Mishriyah.
9. Risalah al-Jihad, di cetak di Mesir.
10. Thabaqat al-Syafi’iyah, bersama dengan Manaqib al-Syafi’i.
11. Iktishar, ringkasan dari kitab al-Madkhal ila Kitab al-Sunan karangan al-Baihaqi.
12. Al-Muqaddimat, isinya tentang Musthalah al-Hadīs.

4
13. Takhrij Ahadist Adillatit Tanbih, isinya membahas tentang furu’ dalam madzab al-
Syafi’i.
14. Takhrij Ahadits Mukhtashar Ibn Hajib, berisi tentang ush al-fiqh.
15. Syarah Shahih al-Bukhari, merupakan kitab penjelasan tentang hadis- hadis
Bukhari. Kitab ini tidak selesai, tetapi dilanjutkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani (952
H/ 1449 M).
16. Al-Ahkam, kitab fiqh yang didasarkan pada al-Qur’an dan hadis.
17. Fadillah al-Qur’an, berisi tentang sejarah ringkasan al-Qur’an. Kitab ini
ditempatkan pada halaman akhir Tafsir Ibnu Katsir.9

Sebelum pemaparan tentang metode penafsiran Ibnu Katsīr, terlebih dahulu di


jelaskan terkait dengan sejarah/seputar penulisan tafsir Ibnu Katsīr. Pada umumnya
para penulis sejarah tafsir menyebut Tafsir Ibn Katsīr dengan nama Tafsīr Al-Qur’ān
al-Adzīm. Namun, berdasarkan literature-literatur yang ada, tafsir yang ditulis oleh
Ibnu Katsīr ini belum ada kepastian mengenai judulnya. Karena nampaknya Ibn Katsīr
tidak pernah menyebut secara khusus nama kitab tafsirnya, seperti yang biasa dilakukan
oleh penulis-penulis klasik lainnya yang menulis judul kitabnya pada bagian
mukaddimah, akan tetapi, Ali al-Shabuny berpandangan bahwa nama tafsir itu adalah
pemberian dari Ibnu Katsir sendiri.10 Oleh karena itu, ada dua kemungkinan yang bisa
terjadi bahwa bisa jadi nama tafsirnya dibuat oleh ulama-ulama setelahnya, yang
tentunya judul tersebut bisa menggambarkan tentang isi dari kitab tafsir itu. Dan bisa
jadi juga tafsīr Al-Qur’ānu al-Adzīm ditulis oleh Ibnu Katsir sendiri (selanjutnya tafsir
Ibn Katsīr). Terlepas dari kesimpangsiuran tersebut, karena tidak adanya bukti secara
empiric tentang nama kitab tafsir ini, dan tidak adanya akses untuk bisa meneliti lebih
jauh. Yang pastinya ada kitab tafsir yang ditulis sendiri oleh Ibn Katsīr.

Ketika berbicara mengenai geneologi keilmuan, adalah yang niscaya jika pemikiran
seseorang akan sedikit banyak dipengaruhi oleh pemikiran sebelumnya. Misalnya,
Filsafat Islam sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani yang jauh lebih dulu
berkembang. Sedangkan dalam tafsirnya, Ibnu Katsir banyak dipengaruhi oleh ulama-
ulama terdahulu Ibn Katsīr terpengaruh oleh tafsir Ibnu Ahiyyah, tafsir Ibnu Jarir al-
Tabari, Ibnu abi Hatim, dan beberapa ulama terdahulu lainnya.11 Tafsir ini di tulis

9
Nur Faiz Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Menara Kudus, 2002). h. 43.
10
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-unsur Israiliyat. Hal. 71
11
Muhammad Husain Al-Zahabi. Op.cit. Hal.175.

5
dalam gaya yang sama denga tafsir Ibnu Jarir Al-Thabari. Tafsir ini merupakan salah
satu kitab tafsir yang paling terkenal, tafsir ini lebih dekat dengan Al-Thabari, tafsir ini
termasuk tafsir bil-ma’tsur. Tafsir menggunakan sumber-sumber primer dan
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan bahasa yang sederhana dan mudah
difahami.12

Penulisan kitab tafsir Al-Qur’an Al-Adzim dimulai setelah ia diangkat menjadi guru
besar oleh Gubenur Mankali Bugha di masjid Umayyah, Damaskus di tahun 1366 M.13
kitab ini pertama kali diterbitkan di kairo pada tahun 1342 H/ 1923 M, yang terdiri dari
empat jilid.14 Hingga saat ini kitab tersebut masih menjadi bahan rujukan, karena
pengaruhnya begitu besar dalam bidang keagamaan. Tafsir Ibnu katsir juga merupakan
sebaik-baiknya tafsir bi al-ma’tsur yang mengumpulkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an,
hadis dengan hadis yang ada kondifikasi beserta sanadnya.15

Bentuk fisik tafsir Ibnu Katsir terdiri dari 4 jilid yang sebagai berikut:

a. Jilid I, dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nisaa. Tebal : 552 halaman.
b. Jilid II, dari surat al-Maidah sampai surat an-Nahl. Tebal : 573 halaman.
c. Jilid III, dari surat al-Isra’ samapai surat Yaasiin. Tebal : 558 halaman.
d. Jilid IV, dari surat as-Shaafat sampai surat an-Naas. Tebal :580 halaman.16
B. Metode dan Corak Ibnu Katsir dalam Menafsirkan Ayat Al-Qur’an
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, imam Ibnu Katsir menggunakan
metode sebagai berikut:
1. Menafsirkan Al-Qur`an dengan Al-Qur`an. Ia menjelaskan satu ayat dengan ayat
yang lain, karena dalam satu ayat di ungkapkan dengan abstrak (mutlak) maka pada
ayat yang lain akan ada pengikatnya (muqayyad). Atau pada suatu ayat bertemakan
umum (‘âm) maka pada ayat yang lain di khususkan (khâsh). Ibnu Katsir
menjadikan rujukan ini berdasarkan sebuah ungkapan, “bahwa cara yang paling
baik dalam penafsiran, adalah menafsirkan ayat dengan ayat yang lain”.
Contoh surat al-Baqarah ayat 47 yang berbunyi :
ۡ َ َ ‫َ ِ ىٓۡ ى َ ٓ ى َ ى ُ ُ ى ى َ ِ َ َّ ِ ىٓۡ َ ى َ ى ُ َ َ ى ُ ى َ َ ِى ى َ َّ ۡ ُ ُ ى‬
َِ ‫ٰالع َلم ى‬
ٰ‫ي‬ ِ ‫اٰنعم ِنٰال ِنٰانعمتٰعليكمٰواّنٰفضلتكمٰعَل‬ ِ ‫يٰب ِن ِٰاۡسا ِءيلٰاذكرو‬

12
Nur Faiz Maswan, op.cit. Hal. 5
13
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir Al-Qur’an, h. 107.
14
Abd Haris Nasution, dan Muhammad Mansur. op.cit. hal.4
15
Nur Faiz Maswan, loc.cit. Hal. 5
16
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anul ‘adzim, Beirut: Daarul Jiil, 1991, cet I

6
“ Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah aku anugerahkan kepadamu dan
(ingatlah pula) bahwasannya aku telah melebihkan kamu atas segala umat”.

Allah mengingatkan Bani Israil akan nikmat yang dulu diberikan kepada nenek
moyang mereka. Yaitu nikmat keunggulan mereka berupa pengangkatan sebagian
mereka mnjadi rasul, penurunan Al-Kitab dan mengunggulkan mereka atas umat lain
pada zamannya, sebagaimana Allah berfirman, “ Dan sesungguhnya telah kami pilih
mereka dengan pengetahuan (kami) atas bangsa-bangsa”(Ad-Dukhan: 32). Abul
Aliyah berkata, “ mereka mendapat keunggulan melalui kerajaan, pra rasul, dan kitab-
kitab, atas umat lain pada zamannya. Karena pada setiap zaman ada umat yang unggul.

2. Menafsirkan Al-Qur`an dengan Sunnah (Hadits). Ibnu Katsir menjadikan Sunnah


sebagai referensi kedua dalam penafsirannya. Bahkan dalam hal ini, Ibnu Katsir
tidak tanggung-tanggung untuk menafsirkan suatu ayat dengan berpuluh-puluh
hadits – bahkan mencapai 50 hadits – kasus ini bisa dilihat ketika menafsirkan surat
al-Isra’. Contoh surat al-Baqarah ayat 210 yang berbunyi :
ُ َّ َ َ ُ ْ َ ْ َ ِ ُ َ ُ َ ۡٓ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ‫َ ْ َ ُ ُ َ َّ ٓۡ َ َ ْ َ ُ ُ َّ ُ ِ ُ َ ى‬
ٰ‫َّللٰت ْر َج ُع‬
ِ ‫هلٰينظرون ِٰإَّلٰأنٰيأ ِتيهمٰٱَّلل ِٰفٰظل ٍلٰمنٰٱلغم ِامٰوٱلمل ِئكةٰوق ِضٰٱْلمرٰٰۚو ِإَلٰٱ‬
ُْ
ٰ ُ ‫ٱْل ُم‬
‫ور‬
“ Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan Malaikat
(pada hari kiamat) dalam naungan awan,dan diputuskan perkaranya. Dan hanya
kepada Allah dikembalikan segala urusan”.

Allah mengancam kaum kafir, “ Tiada yang mereka nanti-nantikan kecuali


Allah mendatangkan mereka dalam naungan awan dan malaikat”, yakni pada hari
kiamat sebagai penentapan keputusan antara orang-orang terdahulu dan kemudian,
setiap pelaku dibalas selaras dengan perilakunya. Jika pelakunya baik maka akan
dibalas dengan kebaikan, dan jika buruk maka di balas dengan keburukan .

3. Tafsir Al-Qur`an dengan perkataan sahabat. Ibnu Katsir berkata, jika kamu tidak
mendapati tafsir dari suatu ayat dari Al-Qur`an dan Sunnah, maka jadikanlah para
sahabat sebagai rujukannya, karena para sahabat adalah orang yang adil dan mereka
sangat mengetahui kondisi serta keadaan turunnya wahyu. Ia menjadikan konsep
ini berdasarkan beberapa riwayat, di antaranya atas perkataan Ibnu Mas’ud: “demi
Allah tidak suatu ayat itu turun kecuali aku tahu bagi siapa ayat itu turun dan di
mana turunnya. Dan jika ada seseorang yang lebih mengetahui dariku mengenai

7
kitab Allah, pastilah aku akan mendatanginya“. Juga riwayat yang lain mengenai
didoakannya Ibnu Abbas oleh Rasululllah saw, “ya Allah fahamkanlah Ibnu Abbas
dalam agama serta ajarkanlah ta’wil kepadanya“. Kita dapat melihat pada surat an-
Naba ayat 31 beliau menukil perkataan Ibnu Abbas.
4. Menafsirkan dengan perkataan tabi’in. Cara ini adalah cara yang paling akhir dalam
cara menafsirkan Al-Qur`an dalam metode bil-ma`tsur. Ibnu Katsir merujuk akan
metode ini, karena banyak para ulama tafsir yang melakukannya, artinya, banyak
ulama tabi’in yg dijadikan rujukan dalam tafsir. Seperti perkataan ibnu Ishaq yang
telah menukil dari Mujahid, bahwa beliau memperlihatkan mushaf beberapa kali
kepada Ibnu Abbas, dan ia menyetujuinya. Sufyan al-Tsauri berkata, “jika Mujahid
menafsirkan ayat cukuplah ia bagimu”. Selain Mujahid, di antara ulama tabi’in
adalah Sa’id bin Jabir, Ikrimah, Atha’ bin Rabah, Hasan al-Bashri, Masruq bin al-
Ajdi, Sa’id bin Musayyab, Abu al-‘aliyah, Rabi’ bin Anas, Qatadah, al-Dahhaak
bin Muzaahim Radliyallahu’anhum. Kita dapat melihat pada surat al-Baqarah ayat
47 beliau menukil perkataan Mujahid.17

Metode penyajian yang digunakan ibnu katsir dalam menulis kitab ini adalah
metode analitis (tahlili).18 Metode analitis ialah metode yang berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai seginyam sesuai dengan pandanganm
kecenderungam, dan keinginan mufasirnya yang dihidangkannya secara runtut sesuai
dengan perurutan ayat-ayat dalam mushaf. Biasanya yang dihidangkan itu mencakup
pengertian umum kosakata ayat, munasabah/hubungan ayat dengan ayat sebelumnya,
sabab nuzul (kalau ada), makna global ayat, hukum yang dapat ditarikm yang tidak
jarang menghidangkan aneka pendapat ulama mazhab. Ada juga yang menambahkan
uraian aneka qira’at, i’rab ayat-ayat yang ditafsirkan, serta keistimewaan susunan kata-
katanya.19 Ibn Katsīr dalam tafsirnya menyajikannya secara runtut mulai dari surat al-
Fatihah, al-Baqarah sampai an-Nas sesuai dengan mushaf Usmani. Dengan tidak
mengabaikan aspek asbāb al-nuzūl dan juga munasabat ayat atau melihat hubungan
ayat-ayat al-Qur’ān antara satu sama lain.20

17
Muhammad bin Shalih al –Utsaimin dan Nashiruddin al-Albani, Belajar mudah ilmu tafsir, terjemah Fariid
Qusy, Jakarta: Daarus sunnah, 2005, hal. 67.
18
Maliki. Op,cit. Hal.83.
19
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir “Syarat, ketentuan, dan Aturan yang Patut anda ketahui dalam memahami
ayat-ayat al-Qur’an. (Ciputat: Lentera Hati, 2013). Hal.378.
20
Maliki. loc,cit. Hal.83.

8
Sedangkan coraknya kitab tafsir ini mengunakan corak otoritas (al-laun wa al-
ittijah) yaitu tafsir bil ma’tsur/ tafsir bil riwayah, karena dalam tafsir tersebut sangat
dominan menggunakan riwayat /hadits, atau pendapat para sahabat dan tabi’in. Adapun
corak tafsir yang ditemukan dalam tafsir Ibnu Katsir yaitu : corak fiqih, corak ra’yi,
dan corak qira’at.21

C. Israiliyat dalam Tafsir Ibnu Katsir


Masuknya israiliyat dalam Islam diantara penyebabnya adalah kondisi
kehidupan umat Islam di awal Islam banyak berinteraksi dengan ahlul kitab terutama
orang Yahudi di Madinah, tapi selain hal itu, penyebab utama masuknya israiliyat
dalam islam karena banyaknya ahlul kitab yang masuk islam, terutama di masa tabi’in.
Embrio masuknya israiliyat dalam tafsir Al-Qur’an sudah ada sejak masa sahabat,
namun sahabat sangat berhati hati mengambil riwayat israiliyat sehingga hanya sedikit
riwayat israiliyat yang mereka kutip. Namun ketika memasuki masa tabi’in, jumlah
ahlul kitab semakin banyak yang masuk islam, sehingga para tabi’in semakin banyak
mengambil riwayat israiliyat dari mereka, yang berdampak pada banyaknya mufassir
mengutip kisah israiliyat dalam menafsirkan Al-Qur’an terutama ayat Al-Qur’an yang
terkait kisah israiliyat itu.22
Namun Cerita Israiliyat juga memiliki jalur periwayatan, oleh karena itu ada
israiliyat yang shahih dan ada yang dha’if, ada yang sesuai dengan syari’at islam dan
ada yang tidak sesuai. Walaupun Ibn Katsīr dikenal sebagai ahli hadis yang sangat
selektif memilih riwayat-riwayat yang shahih, hal itu tidak menutup kemungkinan
bahwa semua riwayat israiliyat yang dikemukakannya memiliki sanad yang shahih.
Akan tetapi, ketika ia mengutip kisah-kisah israiliyat yang dha’if, Ibn katsīr juga
menjelaskan letak kedho’ifannya, atau ketika riwayatnya shohih ia juga menjelaskan
keshahihannya Misalnya ketika Ibnu Katsir menfasirkan surat al-Nāzi’āt ayat 30: “dan
bumi sesudah itu dihamparkan”. Ibnu Katsir mengemukakan israiliyat yang
disampaikan muslim dan dari Abu hurairah bahwasanya: “Allah telah menciptakan
tanah pada hari sabtu, gunung pada hari ahad, pohon-pohon pada hari senin, sesuatu
yang dibenci pada hari selasa, cahaya pada hari rabu, binatang pada hari kamis dan
Adam pada hai Jum’at antara ashar dan malam.” menurut Ibn Katsīr, kisah ini sanadnya
Gharib. Ada juga kisah yang dikemukakan oleh Ibn Katsīr, yang riwayatnya bersumber

21
Ali Hasan Ridha, Sejarah dan Metodologi Tafsir (terj), Ahmad Akrom, (Jakarta: Rajawali Press, 1994).hal.59.
22
Tammulis & Aisyah Arsyad. KISAH ISRAILIYAT DALAM TAFSIR IBN KATSIR (ANALISIS PENELUSURAN
SURAH AL-BAQARAH). Published online 2021:451-458.

9
dari Ibnu Abbas, yang berbunyi: di balik bumi ini. Allah menciptakan sebuah lautan
yang melingkupinya. Di dasar laut itu, Allah telah menciptakan pula sebuah gunung
yang bernama Qaf. Langit dan bumi ditegakkan diatasnya. Di bawahnya, Allah
menciptakan langit yang mirip seperti bumi ini yang jumlahnya tujuh lapis. Kemudian
di langit kedua ini ditegakkan di atasnya. Sehingga jumlah semuanya : tujuh lapis bumi,
tujuh lautan, tujuh gunung, dan tujuh lapis langit”. Israiliyat ini dikemukakan oleh Ibnu
katsir untuk menjelaskan awal Surat Qaf.23
D. Penilaian Para Ulama’ terhadap Tafsir Ibnu Katsir
Dalam hal ini Rasyid Ridha berkomentar “Tafsir ini merupakan tafsir paling
masyhur yang memberikan perhatian besar pada riwayat-riwayat dari para mufassir
salaf, menjelaskan mana-mana ayat dan hukumnya, menjauhi pembahasan masalah
I’rab dan cabang-cabang balaghah yang pada umumnya dibicarakan secara panjang
lebar oleh kebanyakan mufassirin, menghindar dari pembicaraan yang melebar pada
ilmu-ilmu lain yang tidak diperlukan dalam memahami Al-Qur’an secara umum atau
hukum dan nasihat-nasihatnya secara khusus”.24 Imam Suyuthi (w.911) berkata
mengenai tafsir ibnu katsir, “lam yu-laf „alâ namthihi mitsluhu“ (belum pernah ada
kitab tafsir yang semisal dengannya).25 Muhammad Husain al- Dzahabi juga
mengatakan, “Imam Ibnu Katsir telah menduduki posisi yang tinggi dari sisi keilmuan,
dan para ulama menjadi saksi terhadap keluasan ilmunya, (penguasaan) materinya,
khususnya dalam bidang tafsir, hadis, dan tarikh.26
Namun, tidak berarti kitab Tafsir Ibnu katsir luput dari kekurangan dan kritik.
Muhammad al-Ghazali misalnya, menyatakan bahwa betapapun Ibnu Katsir dalam
tafsirnya telah berusaha menyeleksi hadis-hadis atau riwayat-riwayat (secara relatif
ketat), ternyata masih juga memuat hadis yang sanadnya dha’if dan kontradiktif.27

23
Maliki. Op,cit. Hal.84.
24
Manna’ al-Qaththan, pengantar studi ilmu Al-Qur’an, terjemahan Ainurrafiq, Jakarta: pustaka al-Kautsar, 2006,
cet. I, hal. 456.
25
Muhammad Ramdhoni. Op.cit. hal. 13-14.
26
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, Tafsir wa Mufassirun, (Kairo: Dar al-Hadis)
27
Abd Haris Nasution, dan Muhammad Mansur. op.cit. hal.12.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ibnu Katṡīr lahir di basrah pada tahun 700 H/1300 M. Nama lengkap beliau
adalah Imaduddin Isma’il bin Umar bin Katsiral-Quraisy a-Dimasyqi, sedangkan
nama kunyah beliau adalah Abu Fida’. Beliau mendapatkan gelar al-Imam al-Jalil
al-Hafidz. Ibnu Kaṡīr juga dikenal sebagai ahli tafsīr, hadis, sejarah, dan fiqih.
Pada umumnya para penulis sejarah tafsir menyebut Tafsir Ibn Katsīr dengan
nama Tafsīr Al-Qur’ān Al-Adzīm. Imam ibnu katsir selain memiliki karya kitab
tafsir yang fenomenal berjudul tafsir Al-qur’an Al-adzim, juga memiliki banyak
karya dalam fan-fan ilmu lainnya. Tafsir Ibnu katsir juga merupakan sebaik-
baiknya tafsir bi al-ma’tsur yang mengumpulkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an,
hadis dengan hadis yang ada kondifikasi beserta sanadnya.
Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, imam Ibnu Katsir menggunakan
metode : pertama yaitu menafsirkan Al-Qur`an dengan Al-Qur`an, kedua
menafsirkan Al-Qur`an dengan Sunnah (Hadits), ketiga yaitu Tafsir Al-Qur`an
dengan perkataan sahabat, keempat yaitu menafsirkan dengan perkataan tabi’in.
Sedangkan metode penyajian yang digunakan ibnu katsir dalam menulis kitab ini
adalah metode analitis (tahlili). Dan corak yang digunakan Tafsir Ibnu Katsir ini
corak otoritas (al-laun wa al-ittijah) yaitu tafsir bil ma’tsur/ tafsir bil riwayah.
Penyebab utama masuknya israiliyat dalam islam karena banyaknya ahlul kitab
yang masuk islam, terutama di masa tabi’in. Penilaian ulama tentang tafsir ibnu
katsir salah satunya oleh Imam Suyuthi (w.911) berkata mengenai tafsir ibnu
katsir, “lam yu-laf „alâ namthihi mitsluhu“ (belum pernah ada kitab tafsir yang
semisal dengannya. Sedangkan imam Muhammad al-Ghazali menyatakan
kekurangan dan kritikan dari tafsir ibnu katsir tersebut.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abd Haris Nasution,M. M. (2018). Studi Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Azim Karya Ibnu Kasir.

Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah, 3.

Adz-Dzahabi, M. H. (n.d.). Tafsir wa Mufassirun. Kairo: Dar al- Hadis.

Adz-dzihabi, M. H. (n.d.). Tafsir wa Mufassirun.

Anwar, R. (n.d.). Melacak Unsur-Unsur Israiliyat.

Arsyad, T. (2021). KISAH ISRAILIYAT DALAM TAFSIR IBN KATSIR (ANALISIS

PENELUSURAN SURAH AL- BAQARAH ). Published online.

Ghofur, S. A. (n.d.). Profil Para Mufassir Al-Qur’an.

Katsir, I.(1991). Al-Qur’anul adzim. Beirut: Daarul jiil.

Maliki. (2018). TAFSIR IBN KATSIR; METODE DAN BENTUK PENAFSIRANNYA.

Manna’al-Qaththan. (2006). Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terjemahan Ainurrafiq.

Jakarta:Pustaka al- Kautsar.

Maswan , N. F. (2002). Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Menara Kudus.

Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, N. (2005). Belajar Mudah Ilmu Tafsir, Terjemah

Faarid Qusy. Jakarta: Daarus Sunnah.

Nurhaedi, D. (2004). Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim dalam Studi Kitab Tafsir. Yogyakarta: Teras.

Ramdhoni, M. (n.d.). Metodologi Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim(Ibnu Katsir).

Ridha, Ali Hasan.(1994).Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta: Rajawali Press.

Shihab,M. Q. (2013). Kaidah Tafsir “Syarat, ketentuan dan aturan yang patut Anda Ketahui

dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Ciputat: Lentera Hati.

Shihab, M.Q. (2013).LENTERA HATI.

12

Anda mungkin juga menyukai