Anda di halaman 1dari 14

BAB 11

AGAMA DALAM ARENA SOSIAL


Terminologi
Sekularisme dan Sekularitas Saat ini penggunaan paling umum dari
sekularisasi ini disebut sebagai suatu
Sekularisme dan Sekularisasi (saeculum), proses yang mengakibatkan institusi-
bermakna ras dan keturunan, ditetapkan institusi religius akan kehilangan posisi
pula dalam makna-makna seperti abad, atau kedudukan sosialnya dan analisis-
dunia, duniawi, dan tak beragama. Akibat analisis natural dan rasional akan
dari berbagai penggunaan , maka istilah ini menggantikan penjelasan supranatural.
juga terkadang bermakna “anti agama” dan
“eskapis dari agama”. Sekularime adalah sebuah ideologi.
Sedangkan sekularisasi adalah suatu
proses yang diikuti oleh hilangnya
kedudukan sosial institusi-institusi
keagamaan, sementara analisis-analisis
natural dan rasional menggantikan
analisis-analisis metafisikal.
Laisisme dan Laisisasi (laic)

Istilah ini sepadan dengan sekularisme


dan sekularisasi. Alma>niyah

Namun istilah laisisme dan laisisasi Istilah ini adalah pengganti kata
lebih dikenal oleh kalangan kaum sekularisme dan sekularisasi oleh para
Katolik, sedangkan istilah sekularisme pemikir Arab.
dan sekularisasi lebih dikenal oleh
Sebagian golongan lain yang
kalangan kaum Protestan.
berkeyakinan bahwa kata ini
seharusnya dibaca ‘ilma>niyah,
karena diambil dari kata “ilmu”,
sebagian lagi menganggapnya sebagai
turunan dari kata “’a>lam” sehingga
dibaca alama>niyah, alma>niyah.
Dukungan-dukungan Pemikiran bagi Sekularisme
Humanisme
Masuk pada pengertian-pengertian seperti mazhab Humanisme mempunyai dua cabang
kemanusiaan, keyakinan terhadap manusia, prinsip manusia, asli, yaitu religius dan sekuler.
humanism, ajaran prinsip manusia. Tingkat tertinggi humanisme berujung
pada ateisme yang menekankan pada
Kesimpulan mengenai pemikiran August comte tentang kemampuan dan kelayakan manusia,
kemajuan masyarakat adalah bahwa dalam memimpin atau dan sebagian tingkat lainnya, senada
mengarahkan manusia menuju kesempurnaan, akal dan dengan sekularisme.
perasaan sangatlah berpengaruh. Kemudian guna
menyintesakan akal dan perasaan dalam memperbaiki
masyarakat, maka ia menetapkan sebuah agama yang
dijelaskan bahwa kemanusiaan dipahami sebagai eksistensi
terbesar.
Rasionalisme

Pemikir timur dan barat: fondasi-fondasi dasar


sekularisme dan menegaskan hubungan antar Liberalisme
keduanya. Bisa juga disebut sebagai keinginan untuk bebas,
yang termasuk tema filosofis-politis, dimana lebih
Abad ke 18 Eropa: simbol keterbebasan dari menekankan prinsip personal untuk membela atau
belenggu kufarat, kembali pada ciri-ciri memperjuangkan kebebasan manusia dan dengan
orisinal kemanusiaan dan menutup mata dari pembedaan antara ranah-ranah individual
kekuatan-kekuatan supranatural. masyarakat. Juga pembatasan agama pada wilayah
personal, dimana tidak menerima kekuasaan atau
Rene Guenon (1886-1951 M): mengandung pemerintahan religius.
“penafian segala jenis pengetahuan
supranatural yang riil, salah satu diantara
Bagaimanapun juga, umumnya kaum liberal
hasilnya adalah pengingkaran terhadap segala
adalah kaum rasionalis, sebagaimana sudah
bentuk rujukan spiritual yang secara niscaya
disebutkan bahwa mereka mempunyai cara
bersumber dari alam metainsani.
pandang sekuler dalam masalah-masalah yang
terkait dengan agama dan pemerintahan.
Agama dan Politik dalam Islam
Ruang Lingkup Agama, Kajian Eksternal Agama atau Internal Agama?
Sebagian penulis menganggap bahwa penentuan lingkup agama berada dalam jaminan
“pemahaman” atasnya, menyebut pemahaman atau interpretasi terhadap teks-teks
religius bergantung pada “harapan manusia dari agama”. Mereka menambahkan,
“dalam memperbarui harapan-harapan kita atas agama, penjelasan dua hal berikut
adalah yang sangat perlu: yang satu adalah hakikat atau inti agama, dan yang lainnya
adalah bagian kebutuhan-kebutuhan mendasar manusia yang tidak bisa dipuaskan di
tempat lain. Penjelasan kedua hal ini terjadi di luar agama.
Nabi Islam dan Pembentukan Pemerintahan
Ali Abdurrazik (1888-1966 M) menegaskan
bahwa, pemerintahan Nabi Islam tidak
mempunyai pilar-pilar yang diperlukan suatu Hubungan Agama dan Politik dalam Beberapa
pemerintahan dan tidak bisa dalam makna yang Ayat dan Riwayat
sesungguhnya dari kata ini, dinamakan
pemerintahan. Bagi penulis, agama dan politik saling berhubungan
Jika masyarakat menyebut para pemimpin- dam sudah di atur dalam ayat dan juga beberapa
pemimpin religius seperti para nabi dan imam riwayat. Q.S. Yusuf: 55, dalam ayat tersebut
pantas atau layak dengan kekuasaan, disebutkan bahwa Nabi Yusuf meminta sendiri untuk
masyarakat akan memilih mereka untuk jabatan mengurus perbendaharaan Mesir. Kemudian pada
ini. Jika tidak maka seseorang tidak boleh Q.S. Shad: 35, dijelaskan bahwa Nabi Sulaiman
dengan menggunakan nama agama untuk meminta suatu pemerintahan dunia dari Tuhan.
mengupayakan penegakan pemerintahan, serta
menganggapnya sebagai tugas yang bersifat Doktrin “pemerintahan dunia” Imam Mahdi juga
Ilahi. banyak disebutkan dalam hadist-hadist Syi’ah dan
Sunni termasuk bukti jelas atas hubungan agama dan
politik dalam Islam.
BAB 12
AGAMA DAN MORALITAS
Kebutuhan Moralitas kepada Agama
Kebutuhan moralitas pada agama dikaji pada empat poros:
1. Dalam definisi konsep-konsep
2. Dalam pembenaran proposisi-proposisi
3. Dalam penemuan proposisi-proposisi
4. Dalam kewujudan praktis (penyiapan jaminan realisasi)

Kebutuhan moralitas pada agama bisa dibagi menjadi dua bentuk, yaitu teoritis dan praktis. Bentuk
teoritis bisa berkaitan pada kedudukan konsepsi atau afirmasi, dan bentuk praktis dikemukakan dalam
dua dimensi, yaitu kebenaran proposisi-proposisi moralitas dan penemuan proposisi-proposisi moralitas.
Kebutuhan proposisi-proposisi moral terhadap agama dapat berhubungan dengan salah satu dari dua,
proposisi eksternal dan internal, maupun keduanya.
Dalam Definisi Konsep-Konsep Dalam Benarnya Proposisi-Proposisi
Pemikir barat berbicara tentang estimasi Pemikir kebanyakan yang berbicara tentang
bahwa mungkin saja terdapat orang-orang relasi antara agama dan moralitas tidak
yang dalam mendefinisikan konsep-konsep mendasarkan definisi konsep-konsep moral, jika
moral, menggunakan doktrin-doktrin religius. mereka memahami konsep-konsep moral
Sebagai contoh, dalam mendefinisikan kata tersebut dapat didefinisikan dengan doktrin-
“baik”, mereka menyatakan sebagai “sesuatu doktrin religius. Tapi sebagian dari mereka
yang diinginkan Tuhan”. berkeyakinan bahwa apa yang menjadikan suatu
tindakan itu baik dan pantas, kemudian tindakan
Orang yang menyatakan bahwa definisi
lainnya itu buruk dan tidak pantas adalah
konsep-konsep moral (seperti baik-buruk)
kehendak Tuhan.
tidak mungkin kecuali dengan menggunakan
asumsi-asumsi keagamaan, sedapat mungkin Kalangan pemikir Barat mengeluarkan teori
menjadikan moralitas bergantung pada “titah ilahi” dengan tema, “baik dan buruknya
agama. tindakan mengikuti syariah”. Tema itu membuat
teolog Asy’ariyah terpikat, karena menurut
mereka sesuatu yang menjadikan tindakan itu
baik atau buruk bukanlah tipologi esensial dan
bersifat internal, melainkan titah atau perintah
dan larangan Tuhan.
Dalam Menyingkap Proposisi-Proposisi Dalam Kenyataan Praktis
Orang-orang yang mendasarkan kebenaran Apa yang secara praktis mewujudkan moralitas
proposisi-proposisi moral pada doktrin-doktrin atau perilaku baik dalam masyarakat adalah
religius dan tafsiran para pemikir muslim, kepercayaan terhadap Tuhan yang mengetahui
mereka tidak menganggap kebaikan dan kondisi hamba-hamba-Nya dan berdasarkan
keburukan tindakan sebagai sesuatu yang keadilan, memberi pahala kepada orang-orang
esensial (dzati). Untuk menyingkap proposisi berperilaku baik serta ganjaran siksaan bagi
tersbeut, mereka tidak punya jalan keluar kecuali orang-orang yang berperilaku buruk.
berpegang pada syari’at.
Berdasarkan metode rasionalisme moderat, apa
yang dapat diterima disini adalah kebutuhan
moralitas terhadap agama, dalam menyingkap
sebagian proposisi-proposisi moral. Penerimaan
atas kebaikan dan keburukan esensial tindakan
bermakna bahwa sebagian perbuatan yang
dilakukan di alam nyata merupakan objek
keadilan dan sebagian lainnya merupakan objek
kedzaliman.
Moralitas dan Bantuan Kepada Agama
Argumen Moral Pembuktian Wujud Tuhan
Argumen ini lebih banyak dibicarakan oleh filsuf Immanuel Kant (1724-1804 M), dalam
bukunya yang berjudul Critique on Pure Reason. Ia berkeyakinan bahwa berdasarkan suatu
“akal praktis” dan sebagai asumsi hukum-hukum moral, maka eksistensi Tuhan mesti
diterima.
Dari sebagian pernyataannya, terpahami bahwa ia memiliki cara pandang pragmatis dan
memandang “eksistensi Tuhan” hanya sebuah “prakonsepsi” moral, suatu asumsi yang tak
semestinya ia bimbangkan pembuktiannya secara meyakinkan.
Penulis menyimpulkan bahwa, keberadaan berbagai hukum dan aturan moral dapat menuntun
kita pada suatu wujud yang nonmaterial, yang merupakan sumber dari aturan-aturan itu.
Tiadanya Keselarasan antara Klaim Agama dan Moral
Ada sebagian yang tetap bersikukuh bahwa agama dan moral tidak berhubungan,
mereka membagi kelompoknya menjadi dua yang berbeda. Kaum ateis yang
menghitung kembali kekurangan-kekurangan etika religius, yang lebih cenderung
pada etika sekuler. Sedangkan kaum fideis, menyatakan bahwa agama lebih luas
dari pada moralitas.
Kierkegaard (1813-1855 M) mengatakan bahwa agama lebih luas dari moralitas,
ia menjelaskan hal ini dalam bukunya “Fear and Tremling”. Baginya, manusia
mukmin menjalin hubungan dengan Tuhan yang keinginan-keinginan-Nya
mutlak, dan mustahil dapat diukur oleh intelektual manusia. Kelompok yang
cenderung pada moral (etika) sekuler menyebut bahwa, etika religius memiliki
berbagai kekurangan dan konsekuensi menyedihkan.
Kekurangan tersebut adalah: e) Agama ilahi tidak mengindahkan kehormatan
a) Proposisi-proposisi religius adalah anti manusia, karena meletakkan perbedaan antara
rasionalitas atau mengindari akal. Dari sisi kaum beriman dan selain mereka yang menyebut
ini, moralitas tidak boleh dibangun atas Tuhan bebas untuk mengeluarkan pendapat
dasar-dasar ini. apapun.
b) Jika jauh sebelumnya Tuhan telah f) Agama mendorong manusia pada karakter-
mengetahui segala sesuatu, tempat bagi karakter seperti humanis, pemurah dan pengasih,
ikhtiar manusia, maka pada kesimpulannya, patuh dan berserah diri, kemudian juga
moralitas tidak lagi tersisa. mengembangkan moralitas yang mengekang
c) Agama-agama ilahi bertumpu dengan kepribadian sejati manusia serta mencegahnya
harapan atas surga/takut dari neraka, ada untuk berkembang. Maka dari itu Nietszche
penawaran suatu moralitas yang sifatnya mengatakan “Tuhan dibunuh saja” , hal ini
mencari kemaslahatan dan bersifat dagangan. karena baginya manusia tidak dapat
d) Agama berlawanan dengan proses normal berkembang, mereka akan selalu menjadi lemah
alam, dimana tidak menerima perubahan karena harus mengikuti moralitas yang ada.
moralitas dan menegaska konstannya kaidah- Salah satu contohnya ialah mereka yang lemah
kaidah moral. akan tetap lemah, karena moralitas religious
memaksa agar mereka yang kuat harus
membantu yang lemah, jadi mereka yang lemah
akan menunggu hingga bantuan itu datang.

Anda mungkin juga menyukai