Anda di halaman 1dari 15

EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM KONSTITUSI NEGARA

PASCAAMANDEMEN

Yanis Maladi*

Abstract Abstrak

As a manifestation of our indigenous Hukum adat di Indonesia dipandang


laws, adat law is an important source in sebagai sumber pembentukan hukum
our national legislation. Being aware that nasional karena merupakan perwujudan
the government should recognise both dari hukum asli bangsa kita. Oleh karena
moral values and formal written laws, this pemerintah seyogyanya tidak hanya
article explores the existence of adat law memerhatikan hukum formal belaka, namun
in the Indonesian constitution since our juga nilai-nilai moral, tulisan ini mencoba
LQGHSHQGHQFH WR WRGD\¶V 5HIRUPDVL HUD mengeksplorasi eksistensi hukum adat dalam
konstitusi bangsa Indonesia mulai dari awal
NHPHUGHNDDQ KLQJJD HUD 5HIRUPDVL

Kata kunci: eksistensi hukum adat, konstitusi, kepastian hukum, harmonisasi hukum.

A. Pendahuluan yang ia pimpin pada 1930-an.


Dalam perjalanan sejarah hukum Sepanjang paruh akhir abad ke-19, istilah
nasional Indonesia, istilah hukum adat de gebruiken, gewoonten en godsdienstige
(adatrecht) pertama kali diperkenalkan instellingen der inlanders (kelaziman,
oleh seorang ahli hukum berkebangsaan kebiasaan dan lembaga-lembaga keagamaan
Belanda bernama Snouck Hurgronje dalam orang-orang pribumi) digunakan oleh
bukunya yang berjudul De Atjehers. Pada administrasi kolonial dalam mengembangkan
awalnya, tidak banyak orang yang mengenal tatahukum. Pada masa kolonial, dirasakan
istilah ini. Namun, sejak van Vollenhoven adanya pengingkaran eksistensi hukum
memopulerkan adatrecht dalam bukunya Het adat sebagai hukum yang bisa difungsikan
Adatrecht van Nederland-Indie1, istilah ini untuk mengintegrasi organisasi kehidupan
menjadi dikenal luas di kalangan akademisi. berskala antarlokal. Pengingkaran ini terlihat
Pada perkembangan selanjutnya, ter Haar dari berbagai kebijakan pemerintah kolonial
menggunakan istilah yang sama di sekolah yang mengonsepkan hukum sebagai lege
tinggi hukum Rechtshogeschool te Batavia (peraturan perundangan positif tertulis)

*
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram, Pengajar/Pembimbing Disertasi pada Program Doktor, Pasca-
sarjana Universitas Brawijaya Malang (e-mail: yanis.maladi@yahoo.com).
1
van Vollenhoven, 1931, +HW $GDWUHFW YDQ 1HGHUODQG ,QGLH 7ZHHGH 'HHO, Cetakan Kedua, Leiden. dalam
Yanis Maladi, 2009, Antara Hukum Adat dan Ciptaan Hukum oleh Hakim (Judge Made Law), Mahkota Kata,
Yogyakarta, hlm. 22.
Maladi, Eksistensi Hukum Adat Dalam Konstitusi Negara Pascaamandemen 451

belaka. Asas konkordansi hukum yang Benturan antara hukum modern dan hu-
mengharuskan hukum ‘negara penjajah’ kum setempat yang telah ada lebih dahulu
juga berlaku di ‘negara jajahan’ membuat sejak ratusan tahun yang lalu memang
hukum tertulis yang pada awalnya hanya menimbulkan jarak pemisah yang lebar
berlaku bagi penduduk golongan Eropa antara kedua format hukum. Tidak hanya per-
pada akhirnya diberlakukan bagi penduduk benturan antarhukum, pertemuan antara
golongan lain, termasuk pribumi. dua cara hidup atau kultur yang berbeda
Penggunaan asas konkordansi dan satu sama lain pun juga terjadi. Di Mikro-
pemberlakuan hukum positif tertulis oleh nesia contohnya, hukum yang berlaku di
pemerintah kolonial ini menuai kritik dan negara kepulauan itu adalah hukum yang di-
protes keras, termasuk dari van Vollen- transplantasi langsung dari hukum Amerika
hoven yang dikenal sebagai bapak hukum Serikat. “Micronesian law was transplanted
adat. Ditinjau dari pemikiran dan aliran LQ LWV HQWLUHW\ IURP WKH 8QLWHG 6WDWHV 7KHLU
pemikiran van Vollenhoven, dia termasuk customs and values could hardly been more
orang yang setuju dengan teori bahwa different from the legal system and its norms”.3
hukum tertulis negara lebih fungsional Penerapan hukum Amerika di Mikronesia
untuk menata suatu negeri yang dikelola telah mengakibatkan terjadinya perubahan
berdasarkan prinsip negara modern. Hal keadaan di negara tersebut. Hukum yang
yang ditentang oleh van Vollenhoven sesuai dengan kultur di Amerika Serikat
bukanlah niat untuk memodernisasi ternyata tidak kompatibel dengan kultur
dan memformalisasi tatanan hukum di Mikronesia. Ketidakcocokan ini alih-alih
Indonesia, melainkan niat pemerintah menyelesaikan masalah malah menimbulkan
kolonial untuk menjadikan substansi hukum persoalan dan kesengsaraan bagi rakyat
barat sebagai materi hukum perundang- Mikronesia. Kasus inkompatibilitas format
undangan di suatu negara yang mayoritas hukum ini merupakan salah satu contoh
penduduknya telah mempunyai hukumnya dari banyak kasus yang terjadi di berbagai
sendiri. Bahkan van Vollenhoven pernah belahan dunia, termasuk di Indonesia.
memberikan kritik kepada pendapat rekan Seiring dengan berjalannya waktu,
sejawatnya yang mengatakan bahwa pemikiran para ahli hukum Belanda dan
Indonesia tidak memiliki hukum (hukum kaum terpelajar kalangan pribumi pada saat
asli). Vollenhoven mengatakan bahwa itu mengakibatkan penguatan hukum adat
pendapat tersebut muncul karena teman dalam berbagai kebijakan hukum kolonial,
sejawatnya menggunakan kacamata jurist walaupun sedikit demi sedikit. Selama
Belanda. Beliau mengajurkan untuk jangan masa perjuangan kemerdekaan, pemakaian
menggunakan kacamata juristenrecht bila istilah hukum adat secara khusus pada awal
ingin menemukan hukum Indonesia asli.2 mulanya dipelopori oleh kalangan pemuda

2
Satjipto Rahardjo, 2009, 1HJDUD +XNXP \DQJ 0HPEDKDJLDNDQ 5DN\DWQ\D Genta Publishing, Yogyakarta,
hlm. 49-50.
3
Tamanaha dalam Satjipto Rahardjo, Ibid, hlm. 30-31.
452 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, Oktober 2010, Halaman 450 - 464

pada 1928 dalam suatu kongres pemuda. Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya: UUD
Mereka sepakat mencantumkan hukum adat 1945) kini menjadi relevan untuk dijadikan
sebagai pemersatu bangsa Indonesia dan bahan kajian bincangan rancang bangun
mengikrarkan hukum adat sebagai asas-asas hukum nasional Indonesia.
hukum Indonesia di masa mendatang. Ikrar
ini merupakan salah satu indikator nyata B. Pembahasan
dari gerakan modernisasi di kalangan kaum Setiap bangsa dan peradaban memiliki
terpelajar pribumi, namun dengan tetap karakter masing-masing yang unik. Karakter
mempertahankan warisan kultural dari bumi ini terbentuk berdasarkan sejarah dan
sendiri sebagai substansi utamanya. perkembangan budaya masyarakatnya.
Dalam kongres tersebut, Moh. Koesnoe Bahkan setiap bangsa memiliki karakter dan
menegaskan bahwa hukum adat telah men- kualitas tersendiri yang secara intrinsik tidak
jadi jiwa dan isi tatanan hukum nasional.4 ada yang bersifat superior satu sama lainnya.
Sebagai cikal-bakal tersusunnya pengertian Hal yang sama terjadi di pembentukan
hukum adat milik bangsa Indonesia yang sistem hukum yang memiliki kaitan erat
berbeda dari adatrecht sebagaimana dengan budaya masyarakatnya. Seperti yang
diberikan oleh kalangan akademisi Barat, dikatakan von Savigny, sistem hukum adalah
para ahli hukum adat menjadikan keputusan bagian dari budaya masyarakat. Hukum tidak
kongres tersebut sebagai peristiwa yang lahir dari suatu tindakan bebas (arbitrary act
monumental. of a legislator), tetapi dibangun dan dapat
Pada 1948, Soepomo secara akademis ditemukan di dalam jiwa masyarakat. Hukum
menggunakan istilah hukum adat dalam secara hipotetis dapat dikatakan berasal dari
pidato dies beliau di Universitas Gadjah kebiasaan dan selanjutnya dibuat melalui
Mada. Sejak saat itu, istilah hukum adat suatu aktivitas hukum (juristic activity)5.
menjadi lebih lazim dipakai. Namun, istilah Akar katatanegaraan suatu negara
adatrecht di kalangan akademisi masih dengan demikian bisa dilacak dari sejarah
digunakan juga secara resmi di beberapa bangsa itu sendiri. Karakteristik dan
fakultas hukum, misalnya di Fakultas Hukum identitas suatu bangsa sangat menentukan
dan Masyarakat Universitas Indonesia. dasar-dasar kebangsaan dan kenegaraan di
Cita-cita dan harapan bangsa Indonesia dalam konstitusi. Hal itu dapat dilihat dari
yang menghendaki hukum adat sebagai alat salah satu konsensus dasar yang termaktub
pemersatu bangsa telah memberi harapan dalam konstitusi, yaitu kesepakatan tentang
bagi pembangunan hukum adat Indonesia tujuan atau cita-cita bersama (the general
ke depan. Amandemen terhadap pasal-pasal goals of society or general acceptance of
Undang-undang Dasar Negara Republik the same philosophy of government)6. Oleh

4
Moh. Koesnoe, dalam Siti Soendari (editor), 1996, Hukum Adat dalam Alam Kemerdekaan Nasional dan
Soalannya Menghadapi Era Globalisasi, Ubhara Press, Surabaya, hlm. 5.
5
M. D. A. Freeman, 2001, Lloyd’s Introduction to Jurisprudence, Edisi Ketujuh, Sweet & Maxweel Ltd, London,
hlm. 904-905.
6
William G. Andrews, 1968, Constitutions and Constitutionalism, Edisi Ketiga, Van Nostrand Company, New
Jersey, hlm. 12-13.
Maladi, Eksistensi Hukum Adat Dalam Konstitusi Negara Pascaamandemen 453

karenanya, konstitusi selalu dibuat oleh serta pengalaman ketatanegaraan adat


dan berlaku untuk suatu negara tertentu. yang telah dipraktikkan oleh masyarakat
Konstitusi dibuat berdasarkan pengalaman Indonesia. Seperti yang dikatakan Soepomo
dan akar sejarah suatu bangsa, kondisi yang dalam rapat pembahasan BPUPKI, “dasar
sedang dialami, serta cita-cita yang hendak dan susunan negara berhubungan dengan
dicapai. riwayat hukum (rechtsgeschichte) dan
Konstitusi merupakan jantung dan lembaga sosial dari negara itu sendiri.”7 Oleh
jiwa suatu negara. Konstitusi memberi tahu karena itu, pembangunan negara Indonesia
kepada kita tentang apa yang dimaksud harus disesuaikan dengan struktur sosial
dengan membentuk negara, cita-cita masyarakat Indonesia yang ada.
bernegara, apa yang ingin dilakukan, serta
asas-asas kehidupan di dalamnya. Bilamana 1. Kepastian Hukum yang Berkeadilan
kita memaknai UUD 1945 secara mendalam Perspektif Hukum Adat
dan komprehensif, maka kita bisa melihat Jeremy Bentham mengatakan kepastian
bahwa UUD 1945 menggambarkan Negara yang ditimbulkan oleh hukum (zekerheid
Republik Indonesia sebagai sebuah negara door het recht) bagi individu dalam
yang peduli akan rakyatnya. Ini terlihat masyarakat adalah tujuan utama dari hukum.
dalam substansi Pasal 33 UUD 1945 yang Lebih lanjut Bentham merumuskan bahwa
merupakan wujud ide nasionalisme yang tujuan utama dari hukum adalah menjamin
menjunjung tinggi asas kebersamaan dan adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya
kekeluargaan (mutualism and brotherhood kepada orang sebanyak-banyaknya.8 Tugas
atau ukhuwah). Kebersamaan dan hukum adalah untuk menjamin kepastian
kekeluargaan adalah sebuah konsep budaya ini, terutama dalam menengahi berbagai
yang hidup di masyarakat Indonesia. Hal ini VHQJNHWD DWDX NRQÀLN \DQJ WHUMDGL GL
berbeda dengan kultur barat yang cenderung tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya,
hidup secara individualistis. Bangsa hukum adalah suatu petunjuk tentang
Indonesia memiliki nilai-nilai luhur budaya apa yang layak dan apa yang tidak layak.
yang sangat menjunjung tinggi kebersamaan Hukum bersifat suatu perintah9 yang
dan gotong royong. berfungsi mengatur tatatertib dalam
Sejarah pembentukan konstitusi bangsa masyarakat dan seharusnya ditaati oleh
Indonesia mulai sejak proses pembahasan anggota masyarakat yang bersangkutan.
UUD 1945 menunjukkan bahwa UUD Maka apabila terjadi pelanggaran pada
1945 dibuat dengan cita-cita yang berakar petunjuk hidup tersebut pemerintah dapat
dari semangat bangsa Indonesia yang khas melakukan tindakan selaku pemegang

7
Muhammad Yamin, 1959, 1DVNDK 3HUVLDSDQ 8QGDQJ 8QGDQJ 'DVDU , Djilid Pertama, Siguntang, Jakarta,
hlm. 111-112.
8
Jeremy Bentham, 1823, ,QWURGXFWLRQ WR WKH 3ULQFLSOHV RI 0RUDOV DQG /HJLVODWLRQ, dalam E. Utrecht, 1983,
3HQJDQWDU GDODP +XNXP ,QGRQHVLD, Cetakan XI, PT Ichtiar Baru, Jakarta, hlm. 12.
9
Paul Scholten, 1934, $VVHU¶V +DQGOHLGLQJ WRW GH %HRHIHQLQJ YDQ KHW 1HGHUODQGVFK %XUJHUOLMNH 5HFKW $OJHPHHQ
Deel, hlm.16.
454 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, Oktober 2010, Halaman 450 - 464

otoritas penjamin kepastian hukum.10 sendiri (self-regulation) atau “inner order


Dalam pengertian normatif, kepastian mechanism”.12
hukum memerlukan ketersediaan suatu Perwujudan perlindungan hak-hak
perangkat peraturan perundang-undangan konstitusional perspektif hukum adat ter-
yang secara operasional mampu mendukung lihat dari beberapa ketentuan yang ber-
pelaksanaannya sendiri. Dalam usaha sumber pada norma-norma dasar (staats-
menyediakan perangkat hukum yang fundamental recht atau fundamental law)
memadai, prinsip-prinsip dasar berbentuk mulai dari UUD 1945, Undang-undang,
perlindungan hukum bagi setiap aktor Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
pengguna hukum sangatlah penting undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
untuk diletakkan mengingat hukum harus Presiden, Peraturan Daerah13, konvensi
memberikan perlindungan terhadap harkat internasional, dan lain-lain.
dan martabat manusia. Oleh karenanya Pada masa awal kemerdekaan, sama
pengertian kepastian hukum dalam konteks sekali tidak disebutkan secara tegas tentang
ini adalah dalam arti perlindungan hak-hak hukum adat dalam batang tubuh UUD
dasar bagi setiap orang. 1945. Bahkan menurut Iman Sudiyat, tidak
Louis Henkin mengatakan “... human ada satu pasal pun yang memuat dasar
rights are claims asserted, and recognized berlakunya hukum adat, kecuali ketentuan
“as of right”, not claims upon love, or grace, Aturan Peralihan Pasal II yang menyatakan,
or brotherhood or charity: one does not have “Segala badan negara dan peraturan yang
WR HDUQ RU GHVHUYH WKHP 7KH\ DUH QRW PHUHO\ ada, masih langsung berlaku selama belum
aspirations or moral assertions but, in- diadakan yang baru dalam undang-undang
creasingly, legal claims under some appli- dasar ini”.14 Namun kita temukan dalam
cable law.”11 Pernyataan Henkin ini me- uraian penjelasan bagian umum UUD 1945,
rupakan prinsip-prinsip perlindungan “Bahwa undang-undang dasar ialah hukum
hukum bagi rakyat terhadap tindakan dasar yang tertulis, sedang di sampingnya
pemerintahan yang bertumpu dan ber- undang-undang dasar berlaku juga hukum
sumber dari konsep tentang pengakuan dasar tidak tertulis.” Menurut Soepomo,
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi istilah hukum tidak tertulis ini merupakan
manusia. Perlindungan hak asasi tidak saja sinonim dari hukum adat.15
terbatas pada perlindungan diri (orang- Penegasan ini memperlihatkan bahwa
perorangan) tetapi juga perlindungan hak- eksistensi hukum adat telah direspon dalam
hak konstitusional masyarakat di bidang konstitusi negara. Bahkan meskipun Undang-
hukum adat baik yang berbentuk pengaturan undang Dasar Sementara 1950 tidak berlaku

10
Lahirnya “teori keputusan” (beslissingenleer) yang dipelopori oleh ter Haar banyak dipengaruhi oleh jalan
pikiran Paul Scholten dalam “Algemeen Deel”, bagian I, Ibid, hlm. 236.
11
Louis Henkin, 1978, 7KH 5LJKW RI 0DQ 7RGD\ Westview Press, Boulder, Colorado, hlm.1-2.
12
Periksa: Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 47-48/PHPU.A-VI/2009.
13
Periksa: Pasal 7 (1) Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundangan (UU 10/2004) .
14
Iman Sudiat, 1978, $VDV DVDV +XNXP $GDW %HNDO 3HQJDQWDU, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hlm. 22.
15
Soepomo dalam Iman Sudiyat, Ibid., hlm. 8.
Maladi, Eksistensi Hukum Adat Dalam Konstitusi Negara Pascaamandemen 455

lagi namun ia masih tetap menjiwai hukum- sebagai sarana menunjang perkembangan
hukum lainnya karena pembangunan hukum modernisasi dan pembangunan.” Ada pula
tidak bisa memisahkan atau melepaskan diri TAP IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar
dari sejarahnya.16 Haluan Negara, pada Bab III Pembangunan
Selama perjalanan hukum ketata- Hukum bagian Umum: “Pembangunan
negaraan kita di masa-masa Orde Lama, hukum harus dilaksanakan berdasarkan
Orde Baru, Orde Reformasi, sampai nilai-nilai kebenaran dan keadilan dengan
amandemen Konstitusi Negara, secara mengakui dan menghormati hukum agama
konsisten pemerintahan negara merespon dan hukum adat.” Terakhir kita memiliki TAP
positif terlaksananya kepastian hukum IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria
perspektif hukum adat. Misalnya pada tahun dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, yang
1960, dikeluarkan TAP II/MPRS/1960 yang menghendaki pengakuan, penghormatan,
pada lampiran satunya menetapkan hukum dan perlindungan hak masyarakat hukum
adat menjadi landasan tata hukum nasional. adat.
Kemudian ada TAP IV/MPR/1973 yang pada Meskipun undang-undang Kekuasaan
butir dua menentukan, “Pembinaan bidang Kehakiman beberapa kali mengalami
hukum harus mampu mengarahkan dan pergantian/penyempurnaan, namun undang-
menampung kebutuhan-kebutuhan hukum undang ini tetap konsisten mengawal dan
sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang menempatkan hukum adat sebagai hukum
berkembang ke arah modernisasi menurut yang eksis dan berkedudukan kuat (strong
tingkat-tingkat kemajuan pembangunan di legal pluralism). Setiap hakim yang
segala bidang sehingga tercapai ketertiban menangani sengketa atau perkara diwajibkan
dan kepastian hukum sebagai prasarana yang untuk menggali sumber-sumber hukum yang
ditujukan ke arah peningkatan pembinaan hidup dan berkembang di tengah-tengah
kesatuan bangsa sekaligus berfungsi masyarakat17.

16
Periksa: Pasal 104 (1) jis. Pasal 32, Pasal 43 UUDS 1950.
17
Periksa: Pasal 17, 20 (1), 23 (1), dan 27 (1) UU 19/1964. Pasal 23 (1) yang isinya hampir sama dengan Pasal
17 menyatakan, “Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu,
juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum
tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.Pasal 27 (1) yang isinya hampir sama dengan Pasal 20 (1)
menyatakan, “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-
nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.
Periksa lagi: UU 14/1970 dalam penjelasan umum bagian 7 memberikan petunjuk kepada kita, bahwa yang
dimaksud dengan hukum tak tertulis dalam undang-undang ini adalah hukum adat. Pasal 27 (1) menyatakan,
“Hakim sebagai penegak hukum dan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat”. Penjelasan pasal ini menyatakan, “Dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak
tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, Hakim merupakan perumus dan penggali dari ni-
lai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk
mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dengan demikian Hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat”.
Periksa lagi: UU 35/1999 dan UU 4/2004. Pasal 28 (1) menyatakan, “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Penjelasan pasal ini berbu-
nyi, “Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat”
Periksa lagi: UU 48/2009. Pasal 5 (1) menyatakan, “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti,
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
456 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, Oktober 2010, Halaman 450 - 464

Gambaran di atas memberikan pen- bermasyarakat di zaman modern. Karena


jelasan dan informasi mengenai sejarah KXNXP EHUVLIDW ÀHNVLEHO GDQ GLQDPLV
hukum asli (indigenous law) bangsa Indonesia hukum adat dapat dijadikan sebagai sumber
dalam mempertahankan eksistensinya penyusunan materi perundang-undangan
dalam kerangka konstitusi dan peraturan nasional. Menurut van Dick sebagaimana
perundang-undangan. Hal ini ditujukan tidak dikutip oleh R. Otje Salman18, hukum adat
lain untuk menjamin adanya kepastian dan memiliki corak tersendiri dibandingkan
keadilan hukum bagi masyarakat Indonesia. sistem hukum lainnya. Tiga karakteristik
Adanya jaminan konstitusi dan pengakuan unik hukum adat adalah: ia mengandung
negara terhadap eksistensi hukum adat dan sifat yang sangat tradisional, dapat berubah,
masyarakat hukumnya telah termaktub sanggup untuk menyesuaikan diri. Ciri khas
dalam konstitusi bangsa Indonesia yang ini menunjukkan bahwa walaupun hukum
selanjutnya terwujud dalam rumusan Pasal adat mempertahankan nilai-nilai tradisional
18A (1) UUD 1945 yang mengamanatkan yang dimilikinya, dalam waktu yang sama
pemerintah untuk memerhatikan kekhususan hukum adat pun dapat menerima perubahan
dan keragaman daerah. Sementara itu, Pasal yang memengaruhinya. Di sinilah letak
18B (1-2) menggariskan: ÀHNVLELOLWDV GDUL KXNXP DGDW 19
(1) Negara mengakui dan menghor- Konstitusi yang merupakan hukum
mati satuan-satuan pemerintah yang bersifat organik, memberikan
daerah yang bersifat khusus atau
sebuah jaminan kepastian hukum kepada
bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang. hukum adat dan masyarakat hukumnya
(2) Negara mengakui dan meng- dengan mencantumkan pengakuan dan
hormati kesatuan-kesatuan ma- penghormatan terhadap hukum yang hidup
syarakat hukum adat beserta dalam masyarakat. Jaminan kepastian hukum
hak-hak tradisionalnya sepanjang oleh konstitusi juga diwujudkan dengan
masih hidup dan sesuai dengan
mewajibkan kepada para hakim (hakim
perkembangan masyarakat dan
SULQVLS 1HJDUD .HVDWXDQ 5HSXEOLN dan hakim konstitusi) sebagai pemberi
Indonesia, yang diatur dalam dan pencipta keadilan di masyarakat untuk
undang-undang. menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
Materi muatan Pasal 18B (2) UUD nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
1945 pada frasa “sepanjang masih hidup” dalam masyarakat (Pasal 5 UU 48/2009).
seperti yang tertulis di atas, mengamanatkan Keberpihakan pengadilan pada hukum
bahwa negara kita memiliki konstitusi adat baru akan terlihat ketika putusan para
pluralis. Artinya, konstitusi menganggap hakim pengadilan telah menunjukkan segala
hukum adat termasuk hukum yang perlu sesuatu yang ada dalam hidup kemasyarakatan
dijadikan sebagai sumber pedoman hidup yang telah mendapatkan bentuk sebagai

18
R. Otje Salman, 2002, 5HNRQVHSWXDOLVDVL +XNXP $GDW .RQWHPSRUHU, Alumni, Bandung, hlm. 34.
19
Siti Maryam Salahuddin, 2008, “Peranan Hukum Adat dalam Pembangunan Hukum Nasional”, Jurnal Konsti-
WXVL 9RO 1R , Jakarta, hlm. 142.
Maladi, Eksistensi Hukum Adat Dalam Konstitusi Negara Pascaamandemen 457

hukum.20 Artinya setiap putusan pengadilan karenanya, mereka akan melakukan apa
itu mencerminkan kepastian yang memiliki saja (yang wujudnya ‘kepastian’) untuk
akibat hukum (rechtsgevolgen) berbentuk mempertahankan hubungan sosial tersebut.
dwang (pemaksaan) atau kepastian dalam Langkah yang ditempuh untuk itu adalah
bentuk lainnya. Dalam uraian Anthony dengan mencari penyelesaian melalui
Allott mengenai postulat dasar dari hukum, negosiasi, penyelesaian dengan musya-
ciri-ciri keputusan hakim adalah “keputusan warah, atau menggunakan pihak ketiga
hakim yang dapat dipaksakan”.21 Sementara (pengadilan). Bagi mereka, mempertahankan
LWX 1DGHU GDQ 7RGG PHQJLGHQWL¿NDVL FDUD hubungan sosial (terutama kekerabatan)
cara penyelesaian sengketa yang ada dalam adalah hal yang penting. Maka di sini dapat
masyarakat, dan menguraikan bahwa salah kita lihat letak pentingnya keputusan yang
satu dari cara-cara penyelesaian sengketa dihasilkan pihak ketiga (termasuk pengadilan
adalah dengan melakukan tindakan dan pranata hukum adat)24 sebagai terapi
paksaan (coercion) melalui pengadilan hukum melalui musyawarah yang bersifat
(adjudication).22 kompromistis untuk menyelesaikan seng-
Tujuan utama dan yang paling penting keta atau untuk mengembalikan kondisi
dari setiap keputusan yang mengakhiri masyarakat kembali normal.25
VHQJNHWD GDQ NRQÀLN \DQJ WHUMDGL GDODP
masyarakat tidak terletak pada prosesnya 2. Harmonisasi Hukum Adat dan
tetapi pada adanya jaminan kepastian Hukum Negara
hukum bagi pihak-pihak yang mengakhiri Penegasan identitas bangsa Indonesia
sengketa. Dalam laporan hasil studi mereka sebagai negara hukum dalam konstitusi
pada masyarakat nelayan Skandinavia yang terletak dalam Pasal 1 (3) UUD 1945 dan
sedang bersengketa, Nader dan Todd dalam penjelasan atas UUD 1945 yang
menemukan bahwa hal yang mendorong menyatakan bahwa Indonesia adalah negara
para pihak untuk menyelesaikan sengketa- yang berdasarkan atas hukum (5HFKWVWDDW ,
nya adalah hasrat mempertahankan tidak berdasarkan kekuasaan belaka
kelanjutan hubungan sosial mereka.23 Oleh (Machtstaat). Satu hal yang menarik di

20
ter Haar dalam Iman Sudiyat, 1978, Asas-asas Hukum Adat, %HNDO 3HQJDQWDU, Penerbit Liberty, Yogyakarta,
hlm. 21.
21
A. N Allott, 1967, “Law and Social Anthropology with Special Reference to African Laws”, 6RFLRORJLHV 9R
No. 1, Berlin, Duncker & Humblot.
22
Laura Nader dan Harry Todd, 1978, ,QWURGXFWLRQ WKH 'LVSXWLQJ 3URFHVV /DZ LQ 7HQ 6RFLHWLHV, Columbia Uni-
versity Press, New York, hlm. 9.
23
Ibid, hlm. 17 dan 18.
24
van Dijk dalam E. Utrecht Op. Cit. hlm. 248. menyatakan: “Het adat-recht wordt gevormd en onderhouden in
de beslissingen en gedragingen der daartoe competente organen ven gemeenschap en maatschap, in onder-
linge binding, begrenzing en vervlechting binnen de eenheid van de sociale en rechtsorde waarin zij fungeren”.
Hukum adat dibuat dan dipertahankan dalam keputusan-keputusan dan tingkah laku mereka (orang dan badan
hukum) yang (a) berkuasa dalam suatu masyarakat yang mengenal satu tata tertib hukum, dan (b) bertugas
mempertahankan kedua tata tertib itu.
25
Yanis Maladi, 2009, Op. Cit., hlm. 92.
458 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, Oktober 2010, Halaman 450 - 464

sini adalah apakah dengan mempertegas negara hukum Republik Indonesia adalah
identitas bangsa kita sebagai negara hukum suatu negara yang memiliki kepedulian (a
segala sesuatunya telah berhasil terjawab, state with conscience and compassion).
khususnya mengenai eksitensi hukum Negara hukum Indonesia bukan negara
adat dalam kerangka hukum nasional? yang hanya bekerja sebagai perwujudan
Pada bagian pendahuluan penulis sempat hukum formal belaka namun lebih dari itu
menyinggung bahwasanya di Indonesia telah negara Indonesia harus mampu mewujudkan
terjadi benturan hukum yang disebabkan moral yang terkandung dalam konstitusinya
oleh perbedaan kultur. Di satu sisi Indonesia (moral design). Seperti dikatakan oleh
memiliki hukum nasional (tertulis) yang Robin M Williams bahwa moral, nilai,
bersumber dari hukum sebelumnya yakni atau kebudayaan itu merupakan “blue
hukum kolonial pada waktu Indonesia di- print of behavior” dari tingkah laku warga
“jajah”. Di sisi lain, kita memiliki hukum masyarakat27.
yang tumbuh dan lahir dari kemurnian Mahkamah Konstitusi sebagai salah
budaya (culture) kita yang biasa kita sebut satu “produk” konstitusi pascareformasi
sebagai hukum adat. merupakan salah satu lembaga negara yang
Penegasan negara hukum Indonesia memegang peranan penting menciptakan
pascaamandemen UUD 1945 tidak harus negara hukum à la Indonesia. Mahkamah
GLOLKDW VHEDJDL VXDWX EDQJXQDQ \DQJ ¿QDO Konstitusi sebagai satu-satunya lembaga
tetapi suatu bangunan yang harus secara negara yang memiliki peran mengawal dan
terus-menerus dibangun untuk menjadi menafsirkan konstitusi diharapkan mampu
Indonesia yang sesungguhnya. Misalnya menjaga negara hukum à la Indonesia dengan
melalui penampilan ciri khas keindonesiaan tetap memelihara harmonisasi antara hukum
yang membumi ke dalam habitat, tradisi, adat dan hukum nasional dalam konstitusi
nilai-nilai kosmologi, serta cita-cita modern kita yang pluralis. Pasal 18B UUD 1945
Indonesia. Harus ada harmonisasi hukum telah membuktikan semangat negara untuk
adat dan hukum nasional dalam proses tetap mempertahankan dan menghormati
membangun negara hukum à la Indonesia. pengakuan terhadap hak-hak masyarakat
Seperti kata orang Belanda, “kita hanya adatnya.
dapat mengayuh perahu dengan dayung Salah satu contoh harmonisasi hukum
milik kita sendiri”. adat dan hukum nasional bisa kita lihat
Berangkat dari semangat kons- dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor
titusionalisme bangsa kita yang khas, 47-48/PHPU.A-VI/2009 ketika Mahkamah
konstitusi harus dibaca secara bermakna, Konstitusi telah memainkan perannya dengan
seperti yang dikatakan Ronald Dworkin26 baik, dengan tidak hanya melihat hukum
sebagai “moral reading”. Dari pembacaan dari kacamata Juristenrecht belaka. Dalam
tersebut dibuatlah suatu konstruksi bahwa putusan tersebut Mahkamah Konstitusi

26
Ronald Dworkin dalam Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hlm. 92-93.
27
Robin Williams dalam Yanis Maladi, Op. Cit., hlm. 38.
Maladi, Eksistensi Hukum Adat Dalam Konstitusi Negara Pascaamandemen 459

mengabulkan permohonan masyarakat setidak-tidaknya bersifat potensial yang


Yahukimo di Papua untuk melaksanakan menurut penalaran yang wajar dapat
Pemilihan Umum sesuai dengan caranya dipastikan akan terjadi;
sendiri (adat), yaitu pemilih memasukkan d. ada hubungan sebab akibat (causal
surat suara yang telah dicontreng ke dalam verband) antara kerugian hak
sebuah “noken”, semacam kantong yang konstitusional dengan undang-undang
terbuat dari kain atau bahan alamiah yang dimohonkan pengujian;
lainnya. e. ada kemungkinan bahwa dengan
Melihat posisi kasus ini, para pemohon dikabulkannya permohonan, maka
(masyarakat adat Yahukimo) memiliki kerugian hak konstitusional yang
legal standing (kedudukan hukum) sebagai didalilkan tidak akan atau tidak lagi
pemohon sesuai dengan bunyi Pasal 51 terjadi;
(1) UU 24/2003 yang menyebutkan bahwa Terungkap dalam persidangan di
“Pemohon adalah pihak yang menganggap Mahkamah Konstitusi bahwa pemilihan
hak dan atau kewenangan konstitusionalnya umum bagi masyarakat Yahukimo identik
dirugikan oleh berlakunya undang- dengan pesta gembira. Pada pemilu legislatif,
undang yaitu: a. perorangan Warga Negara kepala suku mengumpulkan masyarakat
Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum untuk bermusyawarah mengenai bagai-
adat sepanjang masih hidup dan sesuai mana cara melaksanakan pemilu ter-
dengan perkembangan dan prinsip Negara sebut. Musyawah memutuskan bahwa
Kesatuan Republik Indonesia yang diatur pencontrengan dilakukan oleh seorang
dalam undang-undang.” Hak konstitusional kepala suku terhadap partai-partai yang
yang dimaksud adalah hak yang diatur telah disepakati, termasuk jumlah suaranya
dalam UUD 1945, yang substansinya ada sekaligus. Sementara itu, masyarakat
dalam pasal 18B (2) UUD 1945. Pasal menyiapkan sebuah lubang yang cukup
ini merupakan pengakuan konstitusional besar yang diisi dengan batu dan kayu
terhadap kesatuan masyarakat hukum yang bakar. Di atas batu tersebut ditaruh babi,
masih hidup. umbi-umbian untuk dimasak. Setelah babi
Sejak putusan nomor 006/PUU- dan umbi-umbian matang, maka mulailah
III/2005, Mahkamah Konstitusi telah rakyat berpesta ria sementara kepala suku
menentukan lima syarat adanya kerugian menyontreng surat suara untuk partai-partai
konstitusional sebagaimana yang dimaksud yang telah ditentukan sebelumnya. Surat
dalam Pasal 51 (1) UU 23/2004 yakni: suara kemudian dimasukkan ke dalam
a. harus ada hak konstitusional pemohon kantong-kantong noken.
yang diberikan oleh UUD 1945; Dari fenomena ini, bisa dikatakan
b. hak konstitusional tersebut dianggap bahwa masyarakat Yahukimo memiliki pola
dirugikan oleh berlakunya suatu pikir participerend cosmich, yaitu pola pikir
undang-undang; yang memandang segala yang ada di alam
c. kerugian hak konstitusional tersebut semesta merupakan satu kesatuan sehingga
EHUVLIDW VSHVL¿N GDQ DNWXDO DWDX setiap ada gangguan, adalah kewajiban
460 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, Oktober 2010, Halaman 450 - 464

bersama untuk memulihkan keadaan sedia hukum, tindakan-tindakan revolusioner


kala. Pemilu menurut masyarakat adat pastilah bukan tindakan biasa melainkan
Yahukimo dianggap dapat meninggalkan tindakan-tindakan yang menurut Satjipto
sebuah permasalahan yang dikhawatirkan Rahardjo disebut sebagai rule breaking
dapat merusak persatuan satu sama lain. yang sangat visioner. Sebagai referensi,
Cara yang digunakan masyarakat dalam kajian ilmu hukum tatanegara
Yahukimo jelas berbeda dengan apa yang dikenal suatu langkah yang visioner yang
ditentukan oleh UU 10/2008 tentang dilakukan oleh Hakim Jhon Marshall
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan (Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat)
DPRD. Akan tetapi, kepala suku berargumen pada 1803 yang memutuskan bahwa
bahwa pemilu tidak boleh meninggalkan peradilan berhak membatalkan undang-
permusuhan di antara mereka. Jadi sekalipun undang. Begitulah hukum seharusnya
telah terjadi “penyimpangan” seperti yang bergerak: menuju kepada hukum yang
telah ditentukan menurut UU 10/2008, berkeadilan.29
praktik penyimpangan ini adalah praktik Adanya pengakuan konstitusi terhadap
yang selalu digunakan oleh masyarakat kesatuan hukum adat dan masyarakat
Yahukimo sebagai bentuk perwujudan cara hukumnya menggambarkan dengan jelas
melaksanakan kedaulatan rakyat.28 bahwa konstitusi kita bisa disebut sebagai
Realitas di atas menggambarkan bahwa konstitusi pluralis (constitutional pluralism).
sesungguhnya ¿FWLH semua orang dianggap Terdapat dua nilai yang bisa disimpulkan
mengetahui hukum dan kedudukan orang dari putusan Mahkamah Konstitusi di atas,
sama di mata hukum (equality before the yaitu adanya nilai kepastian hukum dan
law) tidak demikian adanya. Realitas di nilai harmoni masyarakat. Kepastian hukum
atas menunjukkan kepada kita bersama perundang-undangan tertulis terkadang
bahwa sesungguhnya hukum mencerminkan memang tidak sejalan dengan harmonisasi
dengan jelas karakter masyarakatnya. kehidupan di masyarakat sehingga meng-
Putusan Mahkamah Konstitusi mem- akibatkan terjadinya benturan di masya-
berikan gambaran, bahwa para hakim harus rakat. Seperti yang dikatakan Ahmad
mampu melakukan sebuah penafsiran Sodiki30 bahwasanya hukum yang sama
hukum dalam rangka melakukan penemuan pada masyarakat yang berbeda adalah sama
hukum (rechtsvinding) dan penciptaan tidak adilnya dengan hukum yang berbeda
hukum (rechtschepping). Tindakan hakim pada masyarakat yang sama.
yang mengubah aturan main hukum yang Untuk mencegah hal yang demikian,
berani sangatlah diperlukan, karena apabila konstitusi kita menjamin terciptanya
kita menengok sejarah kemajuan-kemajuan harmonisasi kepastian hukum antara hukum

28
Ahmad Sodiki, 2009, “Konstitusionalitas Pemilu Model Masyarakat Yahukimo”, Jakarta, Jurnal Konstitusi
9R , hlm. 4-5.
29
Satjipto Rahardjo, “MA yang Progresif”, Harian Kompas, 8 Juni 2009.
30
Ahmad Sodiki, Op. Cit. hlm. 3.
Maladi, Eksistensi Hukum Adat Dalam Konstitusi Negara Pascaamandemen 461

nasional dan hukum adat. Masyarakat tersebut juga penulis maknai sebagai sebuah
Indonesia adalah masyarakat majemuk yang upaya konstitusi untuk menjunjung tinggi
memang menuntut pandangan konstitusi asas kekeluargaan sebagai satu kesatuan
pluralis. Jadi, konstitusi pluralis bisa bangsa Indonesia yang memegang teguh
dimaknai sebagai sebuah penghormatan prinsip %KLQQHND 7XQJJDO ,ND. Indonesia
dan pengakuan negara terhadap hak-hak adalah negara yang memiliki ideologi
adat dan masyarakat hukumnya. Karena Pancasila dan konsep %KLQQHND 7XQJJDO
begitulah hukum seharusnya, hukum Ika. Pluralisme dalam sebuah kesatuan akan
bukanlah sekedar mengejar kepastian hukum mewadahi konstitusi modern yang menuntut
tetapi mempertimbangkan nilai-nilai hukum keseimbangan dan keserasian antara
lain yang hidup dalam masyarakat, yaitu wawasan yang berlingkup nasional dalam
harmoni, manfaat dan stabilitas.31 kenyataan yang beraneka ragam dari suatu
Hukum adat memang diakui dan tetap masyarakat yang majemuk.
dijunjung oleh konstitusi bangsa Indonesia,
namun bukan berarti tidak ada batasan C. Penutup
terhadap hukum adat dan masyarakat Pengakuan dan penghormatan eksis-
hukumnya. Ada kalanya terjadi sebuah tensi hukum adat dalam konstitusi
pembatasan hukum adat ketika bertentangan telah memberikan gambaran yang jelas
dengan prinsip Negara Kesatuan Republik bahwasanya bangsa Indonesia memiliki
Indonesia yang tidak terlepas dari koridor kultur yang khas dalam hukum. Hukum adat
konstitusi. Sebagai contoh, dapat ditelaah adalah hukum yang lahir dari kebutuhan
makna Pasal 33 (3) UUD 1945 yang hukum dan perasaan rakyat Indonesia.
menggariskan bahwa “Bumi dan air dan ke- Maka dengan sendirinya hukum adat dapat
kayaan alam yang terkandung di dalamnya mampu menjawab segala masalah-masalah
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk hukum yang dihadapi oleh rakyat dalam
sebesar-besar kemakmuran rakyat”. kehidupan sehari-hari. Hukum adat harus
Pengertian “rakyat” dari Pasal 33 (3) dikaji dalam rangka pembangunan hukum
di atas harus dipahami tanpa terkecuali, nasional karena secara alamiah situasi
yakni termasuk masyarakat hukum adat.32 dan kondisi masyarakat di masing-masing
Namun batasan tersebut bukanlah suatu hal daerah berbeda. Perbedaan itu selanjutnya
yang dipertentangkan ketika kita berbicara juga menimbulkan variasi dalam nilai-nilai
masalah eksistensi hukum adat, karena satu sosial budaya mereka, termasuk nilai-nilai
dengan yang lain saling mengisi, bahkan hukum sebagai produk budaya.
mempertegas keberadaan masyarakat Gambaran di atas menunjukkan bahwa
hukum adat sebagai rakyat Indonesia yang walaupun di satu sisi hukum adat tetap
dijamin oleh UUD 1945. Amanah konstitusi mempertahankan nilai-nilai tradisional

31
Ahmad Sodiki, Ibid., hlm. 2-3.
32
Lies Sugondo, 2007, Masyarakat Adat dalam Kerangka Hukum Nasional. Makalah hukum disampaikan dalam
pelatihan bagi dosen-dosen pengajar hak asasi manusia di Yogyakarta, 21-24 Agustus 2007.
462 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, Oktober 2010, Halaman 450 - 464

yang dimilikinya, di sisi lain hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
adat pun dapat menerima perubahan masyarakat.
yang mempengaruhinya. Di sinilah letak Masing-masing masyarakat memiliki
ÀHNVLELOLWDV GDUL KXNXP DGDW .RQVWLWXVL otonomi terhadap nilai-nilai hukumnya,
sebagai hukum yang bersifat organik, karena sesungguhnya masyarakat itulah
memberikan sebuah jaminan kepastian yang membutuhkan adanya nilai-nilai
hukum kepada hukum adat dan masyarakat hukum itu. Adanya konstitusi sebagai
hukumnya dengan mencantumkan peng- aturan normatif tertinggi dalam hierarki
akuan dan penghormatan terhadap hukum perundang-undangan yang telah mem-
yang hidup dalam masyarakat. Jaminan berikan tempat tersendiri terhadap peng-
kepastian hukum oleh konstitusi juga akuan dan penghormatan pada hukum
diwujudkan dengan mewajibkan kepada adat harus dimaknai sebagai semangat dan
para hakim (hakim dan hakim konstitusi) cita-cita bangsa Indonesia dalam rangka
sebagai pemberi dan pencipta keadilan di mewujudkan negara hukum à la Indone-
masyarakat untuk wajib menggali, meng- sia yang mampu membahagiakan rakyat-
ikuti, dan memahami nilai-nilai hukum nya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku University Press, New York.


Allot, A. N, 1967, “Law and Social Rahardjo, Satjipto, 2009, Negara Hukum
Anthropology with Special Reference \DQJ 0HPEDKDJLDNDQ 5DN\DWQ\D,
to African Laws”, 6RFLRORJLHV 9RO Genta Publishing, Yogyakarta.
No. 1, Duncker & Humblot, Berlin. Salahuddin, Siti Maryam, 2008, “Peranan
Andrews, William G., 1968, Constitutions Hukum Adat dalam Pembangunan
and Constitutionalism, Edisi Ketiga, Hukum Nasional”, Jurnal Konstitusi
Van Nostrand Company, New Jersey. 9RO 1R , Jakarta.
Freeman, M. D. A., 2001, Lloyd’s Introduc- Salman, R. Otje, 2002, 5HNRQVHSWXDOLVDVL
tion to Jurisprudence, Edisi Ketujuh, Hukum Adat Kontemporer, Alumni,
Sweet & Maxweel Ltd, London. Bandung.
Henkin, Louis, 1978, 7KH 5LJKW RI 0DQ Scholten, Paul, 1934, Asser’s Handleiding
7RGD\ Westview Press, Boulder, tot de Beoefening van het Nederlandsch
Colorado. %XUJHUOLMNH 5HFKW $OJHPHHQ 'HHO.
Maladi, Yanis, 2009, Antara Hukum Adat Sodiki, Ahmad, 2009, “Konstitusionalitas
dan Ciptaan Hukum oleh Hakim Pemilu Model Masyarakat Yahukimo”,
(Judge Made Law), Mahkota Kata, Jakarta, -XUQDO .RQVWLWXVL 9RO
Yogyakarta. Soendari, Siti (editor), 1996, Hukum Adat
Nader, Laura dan Harry Todd, 1978, dalam Alam Kemerdekaan Nasional
,QWURGXFWLRQ WKH 'LVSXWLQJ 3URFHVV dan Soalannya Menghadapi Era
/DZ LQ 7HQ 6RFLHWLHV, Columbia Globalisasi, Ubhara Press, Surabaya.
Maladi, Eksistensi Hukum Adat Dalam Konstitusi Negara Pascaamandemen 463

Sudiyat, Iman, 1978, Asas-asas Hukum Adat, MPR/1999 tentang Garis-garis Besar
%HNDO 3HQJDQWDU, Penerbit Liberty, Haluan Negara Tahun 1999-2004.
Yogyakarta. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Utrecht, E., 1983, 3HQJDQWDU GDODP +XNXP Rakyat Republik Indonesia Nomor
Indonesia, Cetakan XI, PT Ichtiar Baru, IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan
Jakarta. Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya
van Vollenhoven, Cornelis, 1931, Het Alam.
$GDWUHFW YDQ 1HGHUODQG ,QGLH 7ZHHGH Undang-undang Dasar Negara Republik
Deel, Cetakan Kedua, Leiden. Indonesia Tahun 1945.
Yamin, Muhammad, 1959, 1DVNDK 3HU Undang-undang Dasar Sementara 1950.
siapan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 19 Tahun 1964
Djilid Pertama, Siguntang, Jakarta. tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
B. Artikel dan Makalah Negara Tahun 1964 Nomor 107,
Rahardjo, Satjipto, “MA yang Progresif”, Tambahan Lembaran Negara Nomor
Harian Kompas, 8 Juni 2009. 2699).
Sugondo, Lies, 2007, Masyarakat Adat Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
dalam Kerangka Hukum Nasional. tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Makalah hukum disampaikan dalam Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
pelatihan bagi dosen-dosen pengajar Negara Tahun 1970 Nomor 74,
hak asasi manusia di Yogyakarta, 21-24 Tambahan Lembaran Negara Nomor
Agustus 2007. 2951).
Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999
C. Peraturan Perundangan dan Putusan tentang Perubahan atas Undang-
Hakim undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Indonesia Nomor 47-48/PHPU.A- Kehakiman (Lembaran Negara Tahun
VI/2009. 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Negara Nomor 3879).
Sementara Republik Indonesia Nomor Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
II/MPRS/1960 tentang Garis-garis tentang Mahkamah Konstitusi
Besar Pola Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor
Semesta Berencana Tahapan Pertama 98, Tambahan Lembaran Negara
1961-1969. Nomor 4316).
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
Republik Indonesia Nomor IV/ tentang Pembentukan Peraturan
MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Perundangan (Lembaran Negara Tahun
Haluan Negara. 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Negara Nomor 4389).
Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/ Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
464 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 3, Oktober 2010, Halaman 450 - 464

tentang Kekuasaan Kehakiman Daerah (Lembaran Negara Tahun


(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran
8, Tambahan Lembaran Negara Nomor Negara Nomor 4836).
4358). Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 ten- tentang Kekuasaan Kehakiman
tang Pemilihan Umum Anggota Dewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan 157, Tambahan Lembaran Negara
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 5076).

Anda mungkin juga menyukai