Anda di halaman 1dari 9

Islam dan Ilmu Sosial Humaniora

“Mendialogkan Islam dengan Ilmu Sosial Humaniora”


Dosen Pengampu : Yayan Suryana

DISUSUN OLEH:

ROSSY INDAH KHOIRUNNISYA 20107010087

WILDA NUR KHOLIFAH 20107010097

DWIYA ELSA YULIANTI 20107010110

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2020/2021
Pendahuluan
Ilmu sosial merupakan ilmu sekuler yang belum banyak dikaji melalui perrspektif
islam. Kajian sosiologi mengenai masyarakat islam belum menghasilkan teori-teori sosial
yang memadahi. Perkembangan ilmu sosial telah berkembang sejak pertengahan abad ke-19
Ilmu sosial mengalami proses kemajuan ditandai dengan munculnya sejumlah intelektual
indonesia dari berbagai latar belakang dan mewarnai diskursus tentang kehidupan sosial,
kebudayaan, politik dan kepemimpinan. Oleh Karena itu setiap ndiividu dituntut untuk bisa

Islam adalah agama yang membawa kebaikan dan kesejahteraan umatnya. Dalam QS Ar
Ra’d ayat 11 terkandung makna bahwa setiap individu harus bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri. Oleh karena itu setiap individu dtuntut untuk bisa berbuat baik terhadap
dirinya maupun orang lain. Dalam konteks ini jelas bahwa islam dan ilmu sosial sangatlah
berhubungan untuk membangun kemaslahatan umat.

A. Islam sebagai Fenomena Sosial


Dalam pemikiran manusia modern, manusia tidak hanya membutuhkan
sesuatu yang bersifat material biologis. Dalam memenuhi semua kebutuhannya,
manusia berulang kali menyadari ada dalam ketidakpastian. Tidak semua keinginan
manusia bisa terpenuhi atau tercapai baik keinginan yang tinggi maupun yang rendah
sekalipin manusia telah merencanakannya dengan cermat. Manusia juga menyadari
tidak mampu menjawab semua persoalan hidup. Manusia memiliki keterbatasan
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang fundamental seperti mengapa adanya
penyakit, mengapa manusia harus mati, mengapa terjadi musibah, dan lain
sebagainya. Tetapi daripada itu, manusia tidak pasrah terhadap nasib dan melihat
semuanya sebagai tantangan yang harus diatasi, minimal untuk mengurangi pengaruh
buuk dari ketidak pastian dan keterbatasan manusia.
Dalam proses tumbuh berkembang sebagai makhluk beragama, manusia
melakukan berbagai usaha untuk menguasai dan mengendalikan lingkungan
hidupnya. Usaha-usaha yang dibutuhkannya yakni, kebahagiaan saat ini dan nanti.
Dalam mencapai dua kebutuhannya itu, manusia melakukan usaha religius dan
nonreligius. Manusia melakukan usaha nonreligius saat ia masih mampi melakukan
dan mencapainya dengan kemampuannya sendiri. Sedangkan religius, saat ia tidak
mampu melakukannya sendiri yakni kekuatan lain yang dipercayai dan tidak dapat
dijangkau, namun dirasa dapat membantunya.
Dalam usaha-usaha itu, sejarah menunjukkan adanya perkembangan agama
dalam berbagai bentuk sederhana menuju modern. Adapun urutan perkembangan
bentuk-bentuk keagamaan yakni dari pra-animisme, animisme, kemudian agama. Pra-
animisme menggunakan kekuatan ghaib yang dipercayai dalam benda-benda tak
bernyawa, animisme manusia berhubungan dengan roh-roh atau makhluk lain yang
bernyawa, dan agama yaitu manusia mengadakan hubungan dengan roh tertinggi yang
dipercaya memiliki kekuatan tak terbatas yang disebut Tuhan, yang menciptakan dan
menguasa alam semesta.
1. Agama secara Etimologis
Secara etimologis agama berasal dari bahasa Sanskerta. Agus Bustanuddin
mengatakan bahwa agama berasal dari kata a yang berarti tidak dan gam yang berarti
pergi. Maka agama berarti “tidak pergi, tidak hilang atau tidak putus”. Agama
diajarkan oleh penganutnya secara turun-temurun atau umumnya mengajarkan
kekekalan hidup atau kematian bukanlah akhir kehidupan karena ada lagi kehidupan
selanjutnya di alam gaib dan akhirat. Menurut Harun Nasution kata agama diartikan
dengan “tuntutan”. Dengan mengartikan kata agama sebagai tuntutan, Harun Nasution
memandang agama sebagai ajaran yang mengandung tuntutan untuk mengerjakan
ibadat dan tuntutan untuk menghindari perbutan haram.
Kata agama dapat disamakan dengan kata religion dalam bahasa Inggris dan
religie dalam bahasa Belanda, dimana keduanya berasal dari bahasa latin religio dari
akar kata religare yang mempunyai beberapa arti yaitu: membaca, mengumpulkan dan
mengikat. Alasan kata yang mengandung tiga arti ini dipakai oleh agama karena
ajaran agama yang terkandung dalam kitab suci memang sering dibaca. Arti
mengumpulkan juga dapat dipahami karena ajaran agama dipercayai sebagai
kumpulan cara mengabdi kepada Tuhan. Kemudian arti mengikat juga dapat dipahami
karena ajaran agama memang mengikat penganutnya untuk melakukan suruhan dan
menghentikan larangan.
2. Agama dalam kehidupan Masyarakat
Pengertian agama dalam kehidupan masyarakat berbeda dengan pengertian
agama sebagai bahasa. Keragaman pengertian agama di masyarakat, disebabkan
karena dalam diri agama itu sendiri terkandung dua faktor yang berbeda jenis tetapi
sama-sama dinamis yakni tradisi kumulatif yang historis dan iman personal manusia.
Tradisi kumulatif historis adalah kehidupan religius pada masa silam sebagai
gambaran konkret agama, yang dialihkan dari satu generasi ke generasi lain.
Sedangkan iman personal manusia merupakan konseptualisasi hati manusia atas Sang
Transenden, ada di dalam hati manusia melampaui tradisi-tradisi agama.
Menurut pendapat Hendro Puspito, “agama adalah suatu jenis sosial yang
dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-
empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi
mereka dan masyarakat luas umumya”.
Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup:
a. Hubungan manusia dengan Tuhannya
Hubungan manusia dengan Tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk
mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.
b. Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan
kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-
ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula
sebagai ajaran kemasyarakatan.
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan
antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat
melanjutkan kehidupannya.
Dalam hal fungsi, Agama di masyarakat dapat berperan sebagai solusi
akternatif ketika masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat tidak dapat
diselesaikan secara empiris oleh individu-individu di masyarakat karena
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Dengan begitu agama dapat berperan
di masyarakat secara proporsional agar masyarakat menjadi aman, tentram dan
damai. Peran agama menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama menyuguhkan sebuah sistem nilai yang derivatif dengan
norma-norma yang berkembang di masyarakat yang bisa dijadikan pedoman
kapanpun, dan dimanapun manusia berada. Dalam memandang nilai misalnya,
nilai agama dilihat dari sudut intelektual akan menjadikan nilai agama sebagai
norma atau prinsip. Selain itu juga, nilai agama dirasakan dalam sudut pandang
emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri manusia
untuk melakukan kewajiban dan meninggalkan larangan Tuhan.
Manusia memerlukan ilmu sosial yang tidak hanya menjelaskan fenomena
sosial saja. Menurut Kuntowijoyo kita butuh ilmu sosial profetik, yaitu ilmu sosial
yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga memberi
petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa dan oleh siapa. Ilmu
sosial yang dimaksud adalah ilmu sosial yang mampu mengubah fenomena
berdasarkan pada tiga hal, yaitu: cita-cita kemanusiaan, liberasi dan transendensi.
Cita-cita profetik tersebut dapat diderivikasikan dari misi historis Islam
sebagaimana terkandung QS. Ali Imran ayat 10:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”

3. Peran agama islam dalam perubahan sosial masyarakat


Salah satu syarat kehidupan manusia adalah keyakinan, atau disebut sebagai
agama. Agama bertujuan untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan
jasmani. Agama Islam memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan,
kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian dan lain-lain. Konsep dasar tersebut
memberikan gambaran tentang ajaran yang berkenaan dengan: hubungan manusia
dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Seluruh konsep
kemasyaraktan yang ada bertumpu pada satu nilai, yaitu saling menolong antara
sesama manusia. Sebagaimana yang termaktub dalam Surat al-Maidah ayat 2:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-
binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan
keredhaan dari Tuhannyadan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka
bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya”.
Perubahan sosial yang dikehendaki ajaran Islam adalah perubahan yang
memiliki dan mengutamakan nilai-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang kurang baik
menjadi baik atau yang baik menjadi lebih baik dan segala bentuk perubahan yang
terjadi di berbagai bidang harus sesuai dengan norma-norma ajaran Islam. Pada
dasarnya perubahan sebagai suatu kemajuan perubahan yang memberi dan membawa
pada masyarakat. Hal diharapkan karena kemajuan itu bisa memberikan keuntungan
dan berbagai kemudahan pada manusia. Perubahan kondisi masyarakat tradisional,
dengan kehidupan teknologi yang masih sederhana, menjadi masyarakat maju dengan
berbagai kemajuan teknologi memberikan berbagai kemudahan menjadi sebuah
perkembangan dan pembangunan yang membawa kemajuan. Sehingga, pembangunan
dalam masyarakat merupakan bentuk perubahan ke arah kemajuan.
B. Problem Dikotomis antara Islam dan Ilmu Sosial Humaniora
Ilmu pengetahuan sosial dan paradigma modernitas adalah hasil proses
sejarah yang dipengaruhi oleh budaya, agama, nilai dan struktur sosial. Sedangkan
ilmu studi agama bukan semata-mata hal yang subyektif yang tidak boleh dipelajari
secara kritis dan ilmiah. Ilmu sosial dan humanoria modern sangat dipengaruhi oleh
struktur ekonomi kapitalis dan kepentingan-kepentingan yang terkait dengan dana.
Ilmu alampun tidak terpisah dari nilai dan kepentingan yang terkait dengan asumsi-
asumsi budaya dan agama. Apalagi ilmu sosial mengandung ideologi dan kepentingan
tertentu. Masalahnya bukan semata-mata bahwa ilmu sosial modern juga mengandung
unsur subyektifitas, tetapi bahwa agama tidak bisa dipenjara dalam sangkar besi
subyektifitas, emosi dan nilai-nilai moral. Studi tentang agama dengan pendekatan
normatif juga berbicara tentang kehendak Tuhan dalam dunia nyata. Asumsi-asumsi,
simbol-simbol dan jaringan makna yang dipakai dalam agama normatif berbeda
daripada ilmu sosial modern. Tetapi agama normatif juga mengandung ilmu
pengetahuan yang berguna dalam dunia empiris. Agama normatif, mirip dengan ilmu
sosial modern, berbicara tentang kenyataan dan bukan tentang subyektivitas saja.
Definisi kenyataan dalam agama lebih luas daripada modernitas oleh karena
melampaui dunia jasmaniah dan mencakup dunia rohani, batin, dan kehendak Tuhan.
Tetapi kenyataan yang tak terlihat tidak terpisah jauh dari dunia material. Agama juga
berbicara tentang ekonomi, politik, struktur sosial, dan seluruh alam semesta. Ilmu
sosial modern tidak boleh dipisahkan dari agama dan budaya, berdasarkan dikotomi
subyek-obyek oleh karena kedua-duanya menghubungkan subyek yang berpikir
dengan makna dunia yang ditafsirkan.

C. Titik Temu antara Islam dan Ilmu Sosial Humaniora

Fenomena keagamaan atau kehidupan beragama bisa menjadi sumber kajian sosiologi,
misalnya bagi kaum muslim, agama bisa menyangkut sumber identitas, sumber nilai dan
norma sosial. Agama menyangkut masalah makna sebagai landasan dasar untuk melihat dan
memaknai realitas. Dalam masyarakat muslim, Islam menjadi sumber identitas, sumber nilai
etika, moral dan peradabannya. Karena itu Islam menjadi referensi utama dalam memecahkan
masalah-masalah sosial kemanusiaan, atas dasar itu masyarakat akan bergerak, berbuat,
bertindak. Sumber referensi bagi tindakan sosial adalah Al-Quran dan hadis, tindakan-
tindakan sosial itulah yang menjadi fakta sosial. Sebab itulah agama menjadi universal,
agama kemanusiaan dan agama rahmatan lil’alamin atau agama bagi seluruh umat manusia
tanpa mempersoalkan asal-usul keyakinannya.

Dengan memahami bagaimana kandungan Al-Quran dan hadis menjadi referensi utama
bagi muslim dalam membentuk komunitas dan dalam proses interaksi sosialnya, menyadari
sepenuhnya bahwa Tuhan selalu hadir dalam setiap aktivitas manusia. Islam sebagai sistem
kepercayaan berarti Islam terdiri dari seperangkat kepercayaan, nilai, norma, dan hukum.
Elemen-elemen agama ini kemudian menjelma sebagai struktur yang menjalankan fungsinya
sebagai patokan umum dalam bertingkah laku.

Struktur sosial yang bersumber dari ajaran agama pada akhirnya menciptakan kebenaran
objektif bagi para penganutnya. Kebenaran objektif inilah yang mendasari lahirnya
pandangan dunia atas berbagai persoalan hidup sehari-hari. Pada aspek pertama ini, agama
sebagai sistem kepercayaan bermuara pada wilayah pikiran. Hakekat agama sebagaimana
dipahami dalam alam pikiran manusia. Selain sebagai sistem kepercayaan, aspek kedua
agama adalah sebagai institusi sosial. Berbeda dengan aspek sebelumnya. Jika muara agama
berada di pikiran, maka pada aspek kedua ini agama berada di tataran tingkah laku. Lebih
tepatnya berfokus pada ekspresi keagamaan masyarakat yang mencerminkan kepercayaan
yang diyakininya.

Kesimpulan

Dalam memenuhi semua kebutuhannya, manusia menyadari ada dalam


ketidakpastian. Tidak semua keinginan manusia bisa terpenuhi atau tercapai baik keinginan
yang tinggi maupun yang rendah sekalipun manusia telah merencanakannya dengan cermat.
Manusia juga menyadari tidak mampu menjawab semua persoalan hidup. Manusia memiliki
keterbatasan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang fundamental.

Ilmu sosial dan humanoria modern sangat dipengaruhi oleh struktur ekonomi
kapitalis dan kepentingan-kepentingan yang terkait dengan dana. Ilmu alampun tidak terpisah
dari nilai dan kepentingan yang terkait dengan asumsi-asumsi budaya dan agama. Apalagi
ilmu sosial mengandung ideologi dan kepentingan tertentu. Studi tentang agama dengan
pendekatan normatif juga berbicara tentang kehendak Tuhan dalam dunia nyata. Asumsi-
asumsi, simbol-simbol dan jaringan makna yang dipakai dalam agama normatif berbeda
daripada ilmu sosial modern.

Dengan memahami bagaimana kandungan Al-Quran dan hadis menjadi referensi


utama bagi muslim dalam membentuk komunitas dan dalam proses interaksi sosialnya. Islam
sebagai sistem kepercayaan berarti Islam terdiri dari seperangkat kepercayaan, nilai, norma,
dan hukum. Elemen-elemen agama ini kemudian menjelma sebagai struktur yang
menjalankan fungsinya sebagai patokan umum dalam bertingkah laku.

DAFTAR PUSTAKA
Ridla, M. R. (2012, Desember). Sosiologi Hukum Islam. Al-Ihkam, 7.
Sa’diyah, H. (2016, Desember). Peran Agama Dalam Perubahan Sosial Masyarakat.
Islamuna, 3.

Sampean. (2018, Juli). Sosiologi Islam. Islamic World and Politics, 2.

Syarifuddin Jurdi dan Sulistyaningsih. (2011, Juni), Islam dan Ilmu Sosial di Indonesia

Risakotta, B. A. (2003). Mendialogkan Ilmu Sosial Dan Humaniora Dengan Ilmu Agama:
Tantangan Pengembangan Kajian Islam. Hermeheia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner,
2(1), 1-23

Anda mungkin juga menyukai