Anda di halaman 1dari 16

ZIARAH MAKAM SYEKH HASAN MUNADI

DI DESA NYATNYONO KABUPATEN SEMARANG

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh:

Ridha Aninda Restu (40020522650001)


Nurul Khikmah (40020522650006)
Novita Nisrina Dwi Cahyani (40020522650010)
Rachma Aprilia Isfandiary (40020522650018)
Shinta Dyah Kusumastuti (40020522650025)
Adena Trya Ramadhanty (40020522650029)
Dinda Rafiatusyahna (40020522650035)

Universitas Diponegoro
Sekolah Vokasi
Bahasa Asing Terapan
2022

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya, Indonesia telah hadir dengan berbagai perkembangan budaya agama
seperti Hindu, Buddha, dan agama-agama lainnya sebelum agama Islam masuk ke Indonesia.
Tak lama dari itu, akhirnya Islam masuk ke dalam negara Indonesia dan melahirkan budaya
baru yaitu Islam Nusantara. Islam sendiri dengan mudahnya diterima oleh masyarakat saat
Islam masuk ke Indonesia meskipun pada saat itu sebagian masyarakat Indonesia sudah
memiliki kepercayaan dan kebudayaan agama masing-masing, namun tidak juga melunturkan
budaya agama sebelumnya yang sudah lahir sebelum Islam datang. Setelah islam masuk ke
Indonesia, Islam sendiri mengalami yang namanya akulturasi yang di mana akulturasi sendiri
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian yaitu percampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Semenjak adanya
akulturasi agama Islam di Indonesia, maka lahirlah budaya islam di Indonesia yaitu Islam
Nusantara.
Islam yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi
lokal, budaya, dan adat istiadat di Tanah Air. Dalam konteks ini, budaya suatu daerah atau
negara tertentu menempati posisi yang setara dengan budaya Arab dalam menyerap dan
menjalankan ajaran Islam. Suatu tradisi Islam Nusantara menunjukkan suatu tradisi Islam dari
berbagai daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan Islam dari daerah tersebut.
(www.nu.or.id 2016). Dengan mengacu pada konsep Islam Nusantara (IN) di atas, budaya
Islam; nilai-nilai Islam, teologi (sistem kepercayaan), pemikiran, dan praktek ibadah yang
bersifat qath’i, juga dianggap sebagai ajaran Islam yang bersifat lokal-Arab. Sementara
budaya Indonesia adalah pemikiran, perilaku, kebendaan, dan sistem nilai yang memiliki
karakteristik tertentu, seperti keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda, terbuka,
egaliter, tidak merasa paling tinggi satu sama lain, sopan-santun, tata krama, toleransi, weruh
saduruning winarah dan suwuk, hamengku, hangemot, dan hangemong. Terdapat perbedaan
antara Islam Arab dengan Islam Nusantara karena adanya perbedaan budaya. Salah satu
perbedaan yang ada yaitu di Indonesia sendiri Islam bisa masuk karena adanya media dakwah
yang telah disebarkan oleh wali Allah. Wali Allah di Indonesia juga disebut sebagai Wali
songo. Wali songo melakukan penyebaran Islam secara bertahap, tidak radikal. Wali songo
juga menyebarkan Islam menggunakan kebudayaan yang menyerap seni budaya lokal seperti

2
wayang, tembang jawa, gamelan, dan sebagainya yang digabungkan dengan unsur-unsur
Islam.
Di Semarang, khususnya di Kabupaten Ungaran telah mengalami penyebaran Islam
oleh Syekh Hasan Munadi. Beliau sudah banyak berkontribusi menyebar ajaran Islam
khususnya di Ungaran Kabupaten Semarang, yang di mana ajaran yang beliau sebar sangat
diterima baik oleh masyarakat sekitar. Sehingga, di Ungaran terdapat makam Syekh Hasan
Munadi dan banyak masyarakat untuk berziarah ke makam tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, rumusan masalah yang diperoleh
sebagai berikut:

1. Bagaimana perjalanan Hasan Munadi dalam menyebarkan ajaran agama Islam?


2. Apa saja manfaat yang dirasakan masyarakat sekitar atas penyebaran ajaran agama
Islam oleh Syekh Hasan Munadi?
3. Apakah masyarakat pada saat itu menolak ajaran yang diberikan oleh Syekh Hasan
Munadi?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuannya yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perjalanan Hasan Munadi dalam menyebarkan ajaran agama Islam.
2. Untuk mengetahui manfaat yang dirasakan masyarakat sekitar atas penyebaran ajaran
agama Islam oleh Syekh Hasan Munadi.
3. Untuk mengetahui apakah masyarakat pada saat itu menolak ajaran yang diberikan
oleh Syekh Hasan Munadi atau menerima ajarannya.

3
PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana perjalanan Hasan Munadi dalam menyebarkan ajaran agama Islam?

Syekh Hasan Munadi memiliki nama asli Bambang Kertonadi. Nama Hasan Munadi
merupakan julukan yang diberikan oleh Sunan Ampel ketika beliau berkunjung ke Demak
dan mendengar suara azan yang merdu. Hasan memiliki arti bagus, sedangkan Munadi berarti
orang yang mengumandangkan azan1.

Syekh Hasan Munadi adalah seorang Tumenggung dari Kerajaan Demak pada masa
kepemimpinan Raden Patah. Ia memimpin tentara Kerajaan Demak melawan siapapun yang
ingin menggoyahkan kerajaan. Alasan inilah yang menjadikannya dikenal sebagai seorang
pemimpin yang pemberani, bijaksana, berwibawa, dan sakti. Karena mendapat hidayah dan
memilih untuk istiqomah, maka dari itu syekh Hasan Munadi meninggalkan jabatan
tumenggungnya dan beliau memilih untuk fokus dalam menyiarkan agama Islam di tanah
Jawa hingga akhir hayatnya.

Syekh Hasan Munadi dikenal karena menyebarkan ajaran agama Islam tepatnya di
Desa Nyatnyono. Terdapat makam waliyullah Hasan Munadi dan juga putranya, yakni
waliyullah Hasan Dipuro yang juga dimakamkan di sana, yang mana hingga saat ini banyak
yang datang untuk berziarah ke makam beliau.

Perjalanan Hasan Munadi dalam menyebarkan ajaran agama Islam dimulai dari Kota
Demak. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, beliau merupakan tumenggung
kerajaan Demak yang memutuskan untuk menyingkir dari peperangan dan menyebarkan
agama Islam di kawasan Gunung Ungaran dan dengan membangun sebuah masjid.

Pada masa sebelum Hasan Munadi menyebarkan agama Islam tepatnya di Desa
Nyatnyono, masyarakat di sana bisa dikatakan masih hidup dalam kegelapan iman dan masih
mempercayai hal-hal yang dirasa menyesatkan atau dapat dikatakan bahwa mereka belum
mendapat petunjuk yang benar dalam hal beribadah kepada Sang Maha Pencipta. Melalui

1 Inibaru.id, “Cerita Kiai Hasan Munadi, Dari Demah Bintoro hingga Desa Nyatnyono”,
https://inibaru.id/tradisinesia/cerita-kiai-hasan-munadi-dari-demak-bintoro-hingga-desa-nyatnyono (diakses
pada 17 November 2022, pukul 10.08)

4
ajaran agama yang disebarkan atau dibawa oleh Syekh Hasan Munadi inilah yang mengubah
serta memperbaiki secara perlahan-lahan ke arah yang lebih baik mengenai keimanan dari
masyarakat sekitar pada masa itu.

Di samping makam ada pula Masjid Subulussalam, masjid peninggalan Syekh Hasan
Munadi. Masjid ini telah mengalami perbaikan dan renovasi besar-besaran yang dilakukan
pada tahun 2012. Masjid ini menjadi pusat dilaksanakannya kegiatan atau acara-acara besar,
seperti setiap tanggal 21 Ramadhan diadakan haul beliau (Syekh Hasan Munadi), Maulidul
Rasul, kegiatan wirid untuk orang-orang tua, sholat Jumat, dan kegiatan keagamaan lainnya.

Masjid Peninggalan Syekh Hasan Munadi

Selain masjid peninggalan, juga terdapat sendang (Sendang Kalimah Tayyibah) yang
hingga kini masih berfungsi dan terus ramai dikunjungi oleh pengunjung khususnya bagi
mereka yang memiliki hajat. Sendang ini juga mengalami perubahan seiring dengan
masuknya ajaran agama Islam oleh Syekh Hasan Munadi, yang mana pada masa sebelum
ajaran beliau sampai, penemuan sendang yang diyakini sebagai air kramat ini masih
dikelilingi oleh hal-hal mistis dalam pemanfaatannya, karena airnya dipercaya dapat
menyembuhkan bermacam penyakit yang diderita oleh manusia.

Selain itu, dalam tata cara berpakaian juga belum diketahui terkait syariat yang benar
ketika berada di sendang tersebut, karena pada masa itu orang-orang yang datang masih
menggunakan jarik atau kemben, dan belum memahami perihal batasan aurat bagi perempuan
maupun laki-laki. Namun kini, area mandi sendang telah dibagi menjadi dua area, yakni laki-

5
laki dan perempuan. Pengelola setempat juga menyediakan peminjaman sarung sebagai
penutup mandi basahan agar syariat mengenai aurat yang diajarkan dapat terjaga dan
terlaksana dengan benar.

Kemudian mengenai nama "nyatnyono", dari apa yang disampaikan oleh narasumber,
yakni Bapak H. Hasan Ashari serta cerita yang berkembang di masyarakat sekitar mengenai
nama "nyatnyono", yakni dalam perjalanannya, beliau melakukan kegiatan pertapaan yang
kemudian lahirlah Desa Nyatnyono yang berasal dari kata "menyat-ono" atau diartikan ketika
bangun dari pertapaan, di depannya muncul masjid atau tempat yang suci. Cerita lain yang
beredar di internet mengenai asal usul Desa Nyatnyono juga dikatakan ketika aktivitas sore
hari beliau ada di Demak, dan ketika masuk waktu shalat isya sudah berada di Nyatnyono
lagi. Hal inilah yang dipercayai menjadi asal mula nama Desa Nyatnyono, yang artinya
"menyat-wis-ana" atau dapat diartikan begitu cepatnya waktu perjalanan beliau dari dan akan
menuju Demak dari Ungaran atau sebaliknya2.

Melanjutkan mengenai penyebaran ajaran agama Islam, dari yang dijelaskan oleh
narasumber dapat dipahami bahwa beliau, Syekh Hasan Munadi merangkul masyarakat untuk
mengenal ajaran agama Islam, agar keluar dari masa kegelapan iman karena pada masa itu,
banyak masyarakat sekitar yang masih menganut agama Hindu-Budha dan juga banyak
masyarakat kejawen. Tidak mudah memang untuk mengenalkan ajaran baru pada masyarakat
yang sejatinya telah memiliki beragama ataupun memiliki kepercayaan. Akan tetapi, hal
tersebut tetap dapat dilewati dan bahkan setelah Syekh Hasan Munadi meninggal, penyebaran
ajaran agama Islam masih terus berlanjut, yang mana dilanjutkan oleh putranya dan berlanjut
pada keturunan-keturunan selanjutnya.

Masyarakat yang pada masa itu sebagian besar menganut agama Hindu-Budha
tentunya memiliki tradisinya masing-masing. Salah satu contohnya ketika ada seseorang yang
meninggal dunia, maka mereka akan menghabiskan waktu 3 hari hingga 7 hari dengan
mabuk-mabukan. Hal ini kemudian diperbaiki dan diubah agar sesuai dengan syariat Islam, di
mana ketika ada orang yang meninggal dunia pada 3 hari ataupun 7 harian, diadakan acara
tahlilan dengan dibacakan ayat-ayat Al Quran seperti membaca yasin.

2 Andika, “Syekh Hasan Munadi, Nyatnyono: Dikenal Ahli Mengatur Distribusi Air Bersih”,
https://www.suaramerdeka.com/opini/pr-04167958/syekh-hasan-munadi-nyatnyono-dikenal-ahli-mengatur-
distribusi-air-bersih (diakses pada 17 November 2022, pukul 10.08)

6
Dapat dikatakan bahwa perubahan atau perbaikan yang dilakukan melalui ajaran
agama Islam yang disebarkan tidak terlepas dari keseharian masyarakat sekitar yang
sebelumnya telah dilakukan oleh mereka. Hal-hal yang diajarkan tidak hanya terhenti pada
dakwah saya, melainkan perihal konsep Ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, serta Insaniyah
dalam Islam

2.2. Apa saja manfaat yang dirasakan masyarakat sekitar atas penyebaran ajaran
agama Islam oleh Syekh Hasan Munadi?

Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh narasumber bahwa masyarakat sekitar
telah mengalami perubahan menuju perbaikan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan
dengan semakin banyaknya anak-anak muda di Desa Nyatnyono yang berpendidikan dengan
mengenyam pendidikan di pesantren dengan harapan dapat kembali ke daerah dengan ilmu
yang bermanfaat, bukan hanya ilmu akhirat tetapi juga ilmu dunia dalam berinteraksi dengan
satu sama lain serta mensejahterakan keluarganya dan berkontribusi untuk perkembangan
daerahnya.

Bapak H. Hasan Ashari selaku narasumber juga menyampaikan bahwa sebagian besar
perangkat desa/dusun yang bekerja merupakan masyarakat setempat, yang mana setelah
mengenyam pendidikan mereka kembali ke daerahnya dan berkontribusi bagi perkembangan
daerah khususnya desa Nyatnyono. Banyak juga dari mereka yang telah lulus menjadi dosen
di beberapa universitas. Ajaran agama yang disebarkan mendorong pada terciptanya
masyarakat sekitar yang dekat dengan agama dan menjadikan desa Nyatnyono menjadi desa
religi di Ungaran, Kabupaten Semarang. Madrasah kampung juga didirikan dengan tujuan
mendukung pendidikan anak-anak di lingkungan tanpa keluar dari nilai-nilai agama yang
berkembang.

Selain dari sisi pendidikan, kegiatan ekonomi atau perekonomian juga ikut merasakan
manfaatnya. Dengan ditetapkannya Desa Nyatnyono sebagai Desa Wisata Religi di
Kabupaten Semarang oleh pemerintah setempat, menjadikannya pusat tujuan wisata religi
(ziarah), di mana banyak masyarakat dari penjuru daerah di Indonesia datang ke Desa
Nyatnyono untuk berziarah maupun mendatangi sendang yang tidak jauh dari lokasi masjid
dan makam. Pemerintah daerah setempat juga turut mendukung potensi Nyatnyono sebagai
desa religi dengan mendorong warga yang tinggal di sekitarnya untuk berpartisipasi aktif
dengan tergabung ke dalam dunia usaha seperti UMKM.

7
Kontribusi yang dilakukan oleh warga setempat untuk memanfaatkan keadaan yang
ada dengan membuka usaha kecil-kecilan, seperti warung makan, warung sembako, hingga
pelayanan jasa transportasi ojek dan shuttle bus yang sering dimanfaatkan oleh pengunjung
rombongan yang ingin menuju ke lokasi masjid maupun makam untuk berziarah. Pendapatan
yang dihasilkan juga cukup besar, pada hari libur seperti Minggu maupun ketika masuk hari
Jumat, pendapat bagi ojek motor sekitar Rp500.000,00 per hari, sedangkan untuk shuttle bus
sebesar Rp1.000.000,00 sehari. Pendapatan ini dapat terus meningkat sesuai dengan jumlah
rombongan atau pengunjung yang datang maupun ketika bertepatan dengan hari besar
keagamaan.

Dapat dikatakan bahwa masyarakat sekitar tepatnya di desa Nyatnyono merasakan


berbagai manfaat atas penyebaran ajaran agama Islam oleh Syekh Hasan Munadi yang
menjadikan desa Nyatnyono tersebut menjadi desa religi. Bukan hanya perubahan pada
masyarakatnya itu sendiri dalam hal keimanan, melainkan juga kehidupan masyarakatnya
yang secara perlahan-lahan menuju ke tahap yang lebih baik. Masyarakat setempat saat ini
terus menerapkan ajaran yang disebarkan oleh beliau Syekh Hasan Munadi, bukan hanya
mengenai dakwah saja, melainkan juga terus mengembangkan pendidikan dan juga
perekonomian.

Melalui ajaran agama yang disebarkan pula, masyarakat setempat tetap terbuka pada
perbedaan, karena sebagaimana yang diajarkan bahwa kita sebagai manusia adalah sama
dalam kemanusiaan serta sama atau satu bangsa dan negara. Oleh karena itu, masyarakat desa
Nyatnyono menyikapinya dengan terbuka pada perbedaan dalam hal tetap menghormati
mereka yang berbeda agama tanpa memaksakan kehendak untuk ikut beragama pada satu
kepercayaan atau ajaran saja. Meskipun terdapat perbedaan, tetapi mereka tetap hidup
beriringan, bersama-sama atas rasa kemanusiaan sama, tidak membeda-bedakan satu sama
lain, serta saling menolong satu sama lain tanpa memandang agama.

2.3 Apakah masyarakat pada saat itu menolak ajaran yang diberikan oleh Syekh Hasan
Munadi?
Syekh Hasan Munadi menyebarkan agama islam di Ungaran tepatnya di Desa
Nyatnyono yang pada saat itu melihat kondisi masyarakat Ungaran masih sangat kurang
dalam ajaran agama dan masyarakat masih menganut paham animisme dan dinamisme yang
kental. Dari apa yang disampaikan oleh narasumber yakni tentang ajaran yang diberikan,
beliau menyampaikan bahwa semua masyarakat di Desa Nyatnyono menerima ajaran yang

8
dibawa oleh syekh Hasan Munadi dan beliau juga menyampaikan bahwa biasanya yang
menolak ajarannya adalah masyarakat pendatang.

Tantangan dan juga kesulitan sudah pasti dirasakan oleh beliau, namun beruntungnya
masyarakat pada masa itu menerima ajaran yang dibawa dan tidak menentang maupun
bersifat keras kepala dengan adanya ajaran yang beliau bawa masuk ke daerah Ungaran di
desa nyatnyono. Syekh Hasan Munadi memutuskan menyebarkan agama islam di Desa
Nyatnyono. Dalam melakukan syiar islam ia dibantu oleh anaknya yaitu Syekh Hasan Dipuro.

HASIL WAWANCARA
Narasumber: H. Hasan Ashari

1. Bagaimana transportasi menuju ke makam?


Dari terminal bawah (tempat parkir bus), ada warga yang menawarkan ojek.
Biasanya ketika siang menggunakan motor, kalau malam pakai mobil.
2. Apakah ada kegiatan atau acara besar yang dilakukan di daerah Desa
Nyatnyono?
Ada, setiap tanggal 21 Ramadhan ada haul-nya beliau (merujuk pada Syekh
Hasan Munadi), ada maulidul rasul, ada juga kegiatan wirid untuk orang-orang tua.
3. Bagaimana dengan masyarakat sekitar khususnya anak-anak muda?
Masyarakat di sini juga rata-rata masuk ke pesantren, jadi dibangun madrasah
kampung untuk mendukung pendidikan anak-anak muda, karena dulu orang-orang sini
kurang peduli dengan pendidikan. Agar anak-anak tersebut mendapat ilmu, baik ilmu
dunia dan juga ilmu akhirat.
4. Apakah masyarakat di daerah sini terbuka dengan keadaan yang ada?
Sebagian besar masyarakat terbuka, sesuai juga dengan di awal tadi Desa
Nyatnyono sebagai desa religi, jadi warganya juga disesuaikan dengan keadaan.
Hampir lebih dari 70% warga di sini religius (muslim).
5. Bagaimana perubahan makam dan sendang?
Dulu masih tradisional, sampai pada tahun 85 ada kejadian air keramat
(sendang). Dan mulai dari kejadian itu mulai dibangun masjid, lalu lokasi air keramat
mulai diberi bangunan dan disediakan kotak sebagai uang kontribusi bagi mereka yang
datang.
6. Apakah pemerintah setempat berperan juga dalam perkembangan desa?

9
Pemerintah daerah membantu memberdayakan lokasi juga para warga dengan
mengikutsertakan pada program UMKM, sehingga warga sekitar dapat membuka
usaha seperti warung kecil-kecilan yang sesuai dengan lokasi sekitar, yakni Desa
Nyatnyono sebagai Desa Religi sekaligus desa wisata di Kabupaten Semarang.
Kebanyakan dari masyarakat membuka warung sembako maupun warung makan kecil
di depan rumah.
7. Bagaimana sejarah masuknya ajaran Islam di Desa Nyatnyono?
Hal ini sudah lama, sejak zaman wali. Ajaran agama yang masuk juga
mendorong warga sekitar untuk merenovasi masjid karena banyaknya yang datang dan
masjidnya sudah tidak cukup lagi untuk menampung semua jamaah yang datang. Dulu
masih banyak masyarakat kejawen (Hindu-Budha), sehingga hal itu menjadi
tantangan. Contohnya mengubah kebiasaan mereka dengan menambahkan ajaran
Islam, yakni ketika ada orang yang meninggal, masyarakat Hindu-Budha masa saat itu
biasanya melakukan minum atau mabuk pada hari ke-3 dan hari ke-7. Lalu, ketika
ajaran Islam masuk, hal itu diubah oleh Syekh Hasan Munadi dengan mengadakan
tahlilan dan membaca ayat-ayat Al-Quran maupun dengan membaca yasin. Hal ini
terus dilakukan atau diterapkan hingga saat ini.
8. Apakah ada tantangan dari masyarakat sekitar?
Perbedaan ada biasanya dari para pendatang, tetapi mereka saling
menghormati. Kami juga tidak saling membeda-bedakan, juga tidak merasa paling
benar dengan cara memaksa. Ketika ada perbedaan diberitahu secara pelan-pelan
bukan memaksa bahwa kita itu benar dan mereka salah, jadi tidak ada yang benar dan
tidak ada yang salah. Tidak ada pergejolakan juga di sini. Walaupun tidak seluruh
masyarakat nyatnyono muslim/beragama Islam. Jadi, meskipun beda tetap satu bangsa
negara (ukhuwah wathaniyah, uswaniyah) (bangsa/negara, dan sesama manusia).
Kalau ada tetangga yang tidak beragama Islam yang tidak apa-apa, kalau ada
yang tidak sholat ya tidak apa-apa, karena mereka tetap sama-sama manusia dalam
bermasyarakat. Tidak memaksakan seseorang untuk mengikuti suatu agama atau
ajaran dengan paksa. Ajak saja orang yg belum sholat biar sholat, kalau sudah
beragama ya tidak perlu diagamakan lagi karena mereka memiliki pasti sudah
memiliki ajarannya masing-masing.
9. Lalu, bagaimana tantangan Syekh Hasan Munadi dalam menyebarkan ajaran
agama Islam?

10
Seperti tadi, karena masih banyak orang jawa yang kuat (sakti) mereka juga
tirakatnya kuat (adigang-adigung), tetapi oleh beliau dapat ditaklukan. Seperti asal-
usul Desa Nyatnyono, ketika beliau melakukan pertapaan, ketika akan pergi atau
menyat, seketika muncul masjid (tempat suci) atau ono (muncul sesuatu) begitupun
dengan setiap daerah yang didatanginya sama juga. Masih satu dengan Raden Patah
dari Demak, yang setelah itu beliau (Syekh Hasan Munadi) melakukan pertapaan, atau
sebagai istilahnya perantara untuk berdoa kepada Allah SWT. Dengan ajarannya,
masyarakat dapat keluar dari alam gelap ea lam terang dengan syariat Islam yang
menuntun pada kebenaran dan penuh kebaikan.

10. Jadi, masyarakat akhirnya menerima?


Iya, menerima secara keseluruhan, karena yang biasanya ada yang beda itu dari
pendatang. Ada juga pendatang yang membawa ajaran yang berbeda dan ingin
menyebarkan ajarannya secara sembunyi-sembunyi. Tetapi, tetap tidak bisa karena
memang tidak sesuai dengan ajaran yang ada di masyarakat selama ini. Saling hidup
berdampingan saja, karena masyarakatnya sudah mendarah daging dengan ajaran yang
diajarkan oleh beliau Syekh Hasan Munadi terdahulu.
11. Bagaimana manfaat yang dirasakan dari adanya Makam Syekh Hasan Munadi
ini?
Desa Nyatnyono jadi ikon wisata religi di Kabupaten Semarang dan diakui
dengan masyarakat luas yang beramai-ramai datang ke sini. Biasanya malam minggu
sama malam jumat pasti ramai yang datang berkunjung ke sini. Pemerintah daerah
juga ikut mengakui sebagai ikon wisata religi serta mendukung perkembangan desa
Nyatnyono ini, masyarakat luas juga mengakui dengan berziarah ke Desa Nyatnyono.
Bahkan masyarakat sekitar juga ikut merasakan, sehari khususnya kalau hari minggu,
ojek motor bisa dapat sekitar Rp 500.000 dan kalau mobil bisa sampai Rp 1000.000.

11
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bambang Kertonadi, atau yang biasa dikenal sebagai Syekh Hasan Munadi merupakan
seorang tumenggung dari Kerajaan Demak pada masa kepemimpinan Raja Raden Patah. Pada
saat itu, Syekh Hasan Munadi memimpin tentara Kerajaan dan dikenal sebagai pemimpin
yang pemberani, bijaksana, berwibawa dan sakti.
Nama Syekh Hasan Munadi merupakan sebuah julukan yang diberikan oleh Sunan
Ampel ketika beliau berkunjung ke Demak dan mendengar Bambang Kertonadi atau Syekh
Hasan Munadi yang sedang melantunkan adzan dengan merdunya. Karena kagum, Sunan
Ampel pun akhirnya menjuluki Bambang Kertonadi sebagai Hasan Munadi. ‘Hasan’ memiliki
arti merdu sedangkan ‘Munadi’ artinya orang yang mengumandangkan adzan.
Sebelum Syekh Hasan Munadi melakukan penyebaran agama islam di Desa
Nyatnyono, masyarakat di sana pada saat itu bisa dikatakan masih mempercayai hal-hal yang
dirasa menyesatkan dan belum mendapatkan petunjuk yang benar dalam hal beribadah kepada
Sang Maha Pencipta. Melalui ajaran yang disebarkan oleh Syekh Hasan Munadi, masyarakat
akhirnya mulai berubah secara perlahan ke arah yang lebih baik mengenai keimanan dan
ibadah. Syekh Hasan Munadi berdakwah dengan cara merangkul masyarakat untuk lebih
mengenal ajaran Islam. Karena pada saat itu masyarakat sekitar masih menganut agama
Hindu-Buddha yang tentunya memiliki adat dan tradisinya masing-masing. Contohnya ketika
ada seseorang yang meninggal dunia, maka mereka akan menghabiskan waktu tiga sampai
tujuh hari dengan bermabuk-mabukan. Hal tersebut kemudian diperbaiki dan diubah menjadi
tahlilan agar sesuai dengan syariat islam.
Berkat penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh syekh hasan munadi, masyarakat
sekitar telah mengalami perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Hal tersebut ditunjuklan
dengan semakin banyaknya pemuda-pemuda di Desa Nyatnyono yang menempuh pendidikan

12
di pesantren dengan harapan dapat kembali ke desa membawa ilmu yang bermanfaat, bukan
hanya ilmu dunia, tetapi juga ilmu akhirat.
Menurut Bapak H. Hasan Ashari selaku narasumber, Sebagian besar perangkat desa
atau dusun yang bekerja merupakan masyarakat setempat, yang mana telah mengeyam
pendidikan dan kembali ke daerahnya untuk berkontribusi dalam mengembangkan daerah
khususnya Desa Nyatnyono. Ajaran agama yang disebarkan mendorong pada terciptanya
masyarakat sekitar yang dekat dengan agama dan menjadikan Desa Nyatnyono menjadi desa
religi di daerah Ungaran, Kabupaten Semarang. Selain di bidang pendidikan, perekonomian
Desa Nyatnyono pun ikut merasakan manfaatnya karena ditetapkan sebagai pusat tujuan
wisata religi oleh pemerintahan setempat.
Dari apa yang disampaikan oleh narasumber, Ajaran Islam yang dibawa oleh Syekh
Hasan Munadi diterima dengan baik oleh masyarakat setempat tanpa adanya pertentangan
atau bersifat kepala. Walaupun memang ada beberapa warga yang menolak, tapi pada
umumnya warga yang menolak ajaran Islam yang dibawa Syekh Hasan Munadi merupakan
warga pendatang.

3.2 Saran
Dengan adanya pembahasan mengenai sejarah mengenai Syekh Hasan Munadi,
diharapkan para pembaca dapat mengetahui lebih lanjut mengenai penyebaran agama Islam di
Desa Nyatnyono oleh Syekh Hasan Munadi dan manfaatnya bagi masyarakat setempat yang
dapat dirasakan hingga saat ini.

13
LAMPIRAN FOTO DENGAN NARASUMBER

Makam Syekh Hasan Munadi dari luar

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Amri, L., & Haramain, M. (2017). AKULTURASI ISLAM DALAM BUDAYA

LOKAL. KURIOSITAS: Media Komunikasi Sosial Dan Keagamaan, 10(2),

87-100. Retrieved November 17, 2022, from

https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/kuriositas/article/view/594/448https://

ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/kuriositas/article/view/594/448

Andika. (2021, April 29). Syekh Hasan Munadi, Nyatnyono: Dikenal Ahli Mengatur

Distribusi Air Bersih. Suara Merdeka. Retrieved November 17, 2022, from

https://www.suaramerdeka.com/opini/pr-04167958/syekh-hasan-munadi-

nyatnyono-dikenal-ahli-mengatur-distribusi-air-bersih (diakses pukul 10.08)

Burhani, A. N. (2017, March 10). Islam Arab dan Islam Nusantara - Opinion |

University of Muhammadiyah Malang. Universitas Muhammadiyah Malang.

Retrieved November 17, 2022, from https://www.umm.ac.id/en/opini/islam-

arab-dan-islam-nusantara.html

15
inibaru.id. (2022, April 19). Cerita Kiai Hasan Munadi, Dari Demak Bintoro hingga

Desa Nyatnyono Cerita Kiai Hasan Munadi, Dari Demak Bintoro hingga

Desa Nyatnyono. Inibaru.id. Retrieved November 17, 2022, from

https://inibaru.id/tradisinesia/cerita-kiai-hasan-munadi-dari-demak-bintoro-

hingga-desa-nyatnyono (diakses pukul 10.08)

Luthfi, K. M. (2016). Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal. SHAHIH:

Journal of Islamicate Multidisciplinary, 1(1), 1-12. Retrieved November 17,

2022, from https://ejournal.uinsaid.ac.id/index.php/shahih/article/view/53

Ashari, Hasan. 2022. “Sejarah Makam Hasan Munadi”. Hasil Wawancara Pribadi: 8

November 2022, Universitas Diponegoro

16

Anda mungkin juga menyukai