Anda di halaman 1dari 9

RANGKUMAN SUNAN KUDUS

Diajukan untuk Memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran SKI


Guru : Ono Darsono, S.Ag

Disusun oleh:

KELOMPOK 7

1. Salma Elia Putri


2. Sarti Yuni
3. Muhamad Fajri

Kelas : IX-A

MTs 4 PANDEGLANG
PANDEGLANG - BANTEN
Jalan Raya Turus Km. 0,5 Pasanggrahan Munjul– Pandeglang 42276
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Ta’ala karena karunianya
penulis dapat menyelesaikan rangkuman biografi Sunan Kudus ini sebagai salah satu
tugas mata pelajaran SKI.
Rangkuman biogarfi Sunan Kudus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, Untuk itu penyusun
ucapkan terima kasih atas kontribusi bantuan dalam berbagai bentuk.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan
rangkuman ini, baik dari segi EBI, kosakata, tata bahasa, etika maupun isi. Maka dari
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca yang
kemudian akan penulis jadikan sebagai evaluasi.
Demikian semoga rangkuman Biogarfi Sunan Kudus ini bisa diterima sebagai
ide atau gagasan yang menambah kekayaan intelektual dalam bidang kajian media.
Semoga rangkuman biografi Sunan Kudus saya ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan juga untuk penulis sendiri.

Pandeglang, 06 Februari 2023


Penyusun,
SUNAN KUDUS

Walisongo merupakan para ulama yang sangat memberikan pengaruh pada


penyebaran agama Islam di Nusantara. Walisongo memberikan peran yang sangat
penting untuk perkembangan agama Islam secara luas. Salah satu wali yang
termasuk ke dalam Walisongo adalah Sunan Kudus. Beliau merupakan seorang wali
yang melakukan dakwah di daerah Kudus untuk mengenalkan Islam.
Sunan Kudus merupakan seorang wali yang sangat dikenal dengan sikap
toleransinya yang tinggi dengan sesama. Hal tersebut masih dikenal sampai
sekarang dan diikuti oleh pengikutnya yang mencintai kedamaian.

A. Biografi Sunan Kudus


Sunan Kudus adalah salah satu seseorang yang sangat berpengaruh
dalam penyebaran Islam di Nusantara, beliau adalah bagian dari Walisongo
dengan wali yang lainnya. nama asli sunan kudus yaitu Ja’far Shodiq dan lahir
pada tahun 1500-an Masehi. Ja’far Shodiq merupakan putra dari Sunan
Ngudung (H. Raden Usman) dan Syarifah yang merupakan adik dari Sunan
Bonang.
Sunan Kudus belajar mengenai agama Islam dengan ayahnya. Selain itu,
beliau juga belajar agama dengan Sunan Ampel dan Kyai Telingsing. Kyai
Telingsing adalah salah satu ulama yang berasal dari negara Cina, beliau datang
ke Jawa bersama dengan Cheng Hoo. Cheng Hoo adalah seorang laksamana
jenderal Cina yang datang ke Pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam.
Selama belajar dengan Kyai Telingsing, beliau mewarisi kepribadian yang
biasanya dimiliki oleh orang Cina. Raden Ja’far Shodiq menjadi seorang pribadi
yang disiplin dan tekun dalam berusaha untuk mencapai keinginannya. Salah
satu dari keinginan yang dimiliki Sunan Kudus adalah untuk menyebarkan dan
mengenalkan agama Islam kepada masyarakat beragama Buddha dan Hindu.

B. Nama Asli Sunan Kudus


Sunan Kudus memiliki nama asli dan lengkap, Sayyid Ja’far Shadiq
Azmatkhan. Beliau adalah putra dari Sunan Ngudung dan istrinya Syarifah.
Sunan Ngudung merupakan putra dari salah satu Sultan dari Palestina yang
memiliki nama Sayyid Fadhal Ali Murtazha, kemudian dikenalkan sebagai Raden
Santri atau Raja Pandita.
Sunan Ngudung pergi berhijrah sampai ke Pulau Jawa dan selanjutnya
diangkat menjadi seorang panglima perang di Kesultanan Islam Demak. Jika
dilihat dari silsilahnya, Sunan Kuduk bukan seorang penduduk asli Kudus. Beliau
lahir dan berasal di Al-Quds, Palestina. Beliau ikut pergi hijrah bersama ayah,
kakek, dan kerabat yang lainnya dan akhirnya sampai ke Pulau Jawa.

C. Kisah Sunan Kudus


Pada saat itu, ayah dari Sunan Kudus adalah pemimpin dari pasukan
Majapahit. Selanjutnya, ayah dari Ja’far Shodiq menjadi seorang Senopati
Demak dan dijuluki Sunan Ngudung. Ketika terjadi pertempuran dengan
Majapahit yang dipimpin oleh Adipati Terung atau Raden Husain, Sunan
Ngudung tidak bisa bertahan dan gugur. Kedudukan sebagai Senopati Demak
lalu diserahkan kepada anaknya.
Saat menjadi seorang Senopati Demak, Ja’far Shodiq tetap melanjutkan
kegiatan dakwah di daerah Kudus dan daerah sekitarnya. Perjuangan dakwah
yang dilakukan oleh Ja’far Shodiq mengedepankan cara yang halus dengan sikap
yang tenang. Cara tersebut dilakukan oleh beliau untuk membuat masyarakat
dapat menerima ajaran mengenai Islam secara sukarela dan tidak terpaksa.
Sunan Kudus adalah ulama yang dikenal suka mengembara. Pada saat
itu, beliau pernah mengembara hingga menginjakkan kaki ke tanah suci Mekah
untuk melaksanakan ibadah haji. Ketika beliau berada di Mekah, ada seorang
penguasa di sana yang sedang mencari orang yang bisa menghilangkan atau
menyembuhkan wabah penyakit yang terjadi dengan imbalan hadiah.
Banyak ulama yang datang untuk mencoba menghilangkan, namun gagal
untuk bisa menghilangkan wabah penyakit yang terjadi. Pada saat itu, Ja’far
Shodiq datang menemui penguasa tersebut, namun kedatangannya tidak
disambut baik.
Beliau ditanya oleh penguasa tersebut mengenai cara untuk
menghilangkan wabah penyakit yang ada, beliau menjawab dengan jelas bahwa
doa yang dapat menghilangkannya. Seketika saja wabah penyakit tersebut
hilang dan warga yang terjangkit wabah tersebut bisa sembuh dengan cepat.
Ternyata, penyebab banyak ulama yang gagal adalah imbalan yang
ditawarkan oleh penguasa tersebut. Doa yang dibacakan oleh banyak ulama
tersebut menjadi tidak ikhlas dan hanya menginginkan imbalannya saja.
Setelah berhasil menghilangkan wabah penyakit yang ada, Ja’far Shodiq
dijanjikan hadiah jika berhasil menghilangkan wabah penyakit tersebut. Namun,
beliau menolak hadiah tersebut, beliau hanya meminta batu yang berasal dari
Baitul Maqdis. Sunan Kudus mendapatkan batu tersebut dan membawanya
pulang. Batu tersebut diletakkan di Masjid Kudus, tepatnya di area imam di
masjid.

D. Sejarah Sunan Kudus dalam Berdakwah


Sejarah Sunan Kudus dalam berdakwah dan berjuang untuk
menyebarkan agama Islam hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh para
wali lainnya, cara yang digunakan adalah lebih mengutamakan kebijaksanaan
dalam melakukan siasat dan taktik. Cara tersebut merupakan cara yang paling
pas dan dapat mengajak masyarakat sekitar untuk mengikuti ajaran Islam.
Dalam melakukan strategi dakwahnya, Sunan Kudus menerapkan
strategi serupa dengan Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Beliau membiarkan
terlebih dahulu kepercayaan yang telah ada dan adat istiadat yang sulit untuk
diubah. Mereka setuju untuk tidak menggunakan jalan yang radikal dan penuh
dengan kekerasan untuk menghadapi tipe masyarakat yang seperti itu.
Tut Wuri Handayani memiliki makna untuk mengikuti dari belakang
setiap kelakuan dan adat istiadat masyarakat, tetapi selalu diusahakan untuk
memengaruhi sedikit demi sedikit. Tut Wuri Hangiseni, mengikuti dari belakang
sambil mengisi ajaran dari Islam. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadi
konfrontasi langsung dalam menyebarkan agama Islam.
Pada akhirnya dapat dikatakan merubah kepercayaan dan adat istiadat
masyarakat yang tidak pas dengan Islam, namun tidak menghalau masyarakat
tersebut dari umat Islam. Masyarakat yang sudah memeluk agama Islam harus
bisa untuk berusaha dalam menarik simpati masyarakat lainnya agar tertarik
dan mau mendekat dengan agama Islam.
Strategi dakwah tersebut berbeda dengan yang ditetapkan oleh Sunan
Ampel, strategi tersebut disebut sebagai kaum Aliran Tuban atau Aliran
Abangan.
E. Metode Dakwah sunan Kudus
Pada masa itu, mayoritas masyarakat di Kudus beragama Buddha dan
Hindu. Upaya beliau dalam mengajak masyarakat tersebut untuk mau mengenal
dan memeluk Islam bukan hal yang mudah, apalagi masih banyak masyarakat
yang berpegang dengan kepercayaan dan adat istiadat lama. Di keadaan
masyarakat itu, Ja’far Shodif diuji kesabaran dan keteguhannya dalam
berdakwah.
Suatu saat, Ja’far Shodiq membeli seekor sapi dari Hindia. Sapi tersebut
dibawa oleh para pedang asing menggunakan kapal besar dan akhirnya
disimpan di halaman rumah beliau. Banyak masyarakat yang mayoritas
memeluk agama Hindu ingin tahu alasan Ja’far Shodiq membawa sapi tersebut.
Dalam pandangan agama Hindu, sapi merupakan hewan yang suci dan
digunakan sebagai kendaraan dewa.
Menyembelih sapi merupakan perbuatan yang dikutuk dan dosa oleh
dewa. Dalam waktu yang sebentar halaman rumah Ja’far Shodiq menjadi ramai
oleh penduduk, baik itu yang beragama Hindu, Buddha, dan Islam. Akhirnya,
beliau keluar dan berbicara dengan masyarakat yang ada di sana. Beliau berkata
bahwa melarang rakyatnya untuk menyembelih dan menyakiti sapi.
Beliau menceritakan sebuah cerita bahwa pada saat beliau masih kecil,
beliau pernah ditolong oleh sapi dan diberi susu. Masyarakat yang beragama
Hindu merasa sangat kagum dengan cerita tersebut. Mereka berpikir bahwa
Sunan Kudus merupakan titisan dari Dewa Wisnu. Akhirnya, masyarakat di sana
bersedia untuk mendengarkan ceramahnya dengan senang hati.
Beliau juga mengatakan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat salah satu
surat tentang sapi dan dalam bahasan Arab bernama Al-Baqarah. Mendengar
hal tersebut, masyarakat Hindu di sana semakin tertarik lagi untuk
mendengarkan penjelasan dari beliau.
Setelah hal itu terjadi, banyak masyarakat di sana yang merasa simpati
dan terbukalah jalan lebar bagi Ja’far Shodiq dalam berdakwah kepada orang
Hindu. Masyarakat Hindu banyak yang kemudian memeluk agama Islam dengan
suka rela dan tanpa paksaan. Beliau juga membuat masjid yang bentuk
bangunannya tidak jauh berbeda dengan candi milik Hindu.
Hal tersebut dapat dilihat pada menara Masjid Kudus. Bentuk masjid
yang demikian membuat warga Hindu tidak takut dan merasa akrab, sehingga
tidak segan untuk masuk untuk mendengarkan ceramah dari Ja’far Shodiq.

F. Perjuangan Sunan Kudus dalam Agama Islam


Akhirnya beliau berhasil banyak mengajak Umat Hindu masuk untuk
memeluk agama Islam dengan sikap toleransi yang tinggi, yaitu menghormati
sapi yang sangat dihargai dalam agama Hindu dan membuat menara masjid
yang menyerupai dengan candi. Perjuangan Ja’far Shodiq tidak berhenti sampai
itu saja, beliau juga menginginkan untuk mengajak Umat Buddha mengenal
Islam.
Cara yang dilakukan oleh Sunan Kudus memang tidak selalu mudah,
beliau membutuhkan pemikiran yang kreatif agar tidak menimbulkan sifat
memaksa.
Setelah masjid berdiri kokoh, Raden Ja’far Shodiq membuat tempat
wudhu dengan bentuk pancuran yang jumlahnya ada delapan. Masing-masing
dari pancuran tersebut diberi arca kebo gumarang di atasnya, hal tersebut
menyesuaikan dengan ajaran Buddha yaitu Sanghika Marga atau jalan berlipat
delapan.
Usaha membuat tempat wudhu tersebut membuahkan hasil yang baik,
banyak masyarakat yang beragama Buddha merasa penasaran. Oleh karena itu,
beliau membuat lambang mengenai wasiat Buddha di tempat wudhu,
masyarakat datang ke masjid untuk mendengarkan penjelasan dari beliau
mengenai hal tersebut.
Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Ja’far Shodiq juga pernah
mengalami kegagalan ketika melakukan strategi dakwah penyebaran agama
Islam. Pada saat itu masih terdapat banyak masyarakat di Jawa yang melakukan
kegiatan dengan mengikuti adat istiadat yang aneh dan sering bertentangan
dengan Islam, contohnya mengirimkan sesaji di kuburan, selamatan mitoni, dan
adat lainnya.
Sebagai seorang yang melakukan dakwah, beliau sangat memperhatikan
dengan baik tentang upacara ritual dan berusaha untuk mencoba mengarahkan
dan merubah kebiasaan tersebut menjadi bentuk yang lebih Islami. Hal seperti
ini juga dilakukan oleh Sunan Muria dan Sunan Kalijaga.
Misalnya, ketika ada seorang istri yang sedang hamil tiga bulan, maka
dilakukan sebuah acara selamatan yang diberi nama mitoni. Dalam acara
selamatan ini, pasangan dan orang yang hadir akan memohon kepada dewa
untuk membuat anak yang dikandungnya menjadi tampan seperti Arjuna atau
cantik seperti Dewi Ratih.

G. Kisah Sunan Kudus yang Menentang Sesajen


Sunan Kudus sangat menentang acara selamatan yang seperti itu,
sebagai gantinya beliau menyarankan untuk melakukan acara selamatan namun
dengan niat bukan untuk mengirim sesaji kepada dewa, melainkan berbagi
sedekah dengan penduduk sekitar dan sesajinya dibawa pulang kembali.
Permintaannya tidak ditujukan kepada dewa, tetapi langsung kepada
Allah. Masyarakat bisa berdoa dan mengharapkan jika anak laki-laki yang akan
lahir bisa berwajah seperti Nabi Yusuf, sementara jika bayi perempuan yang
lahir seperti Siti Maryam. Oleh karena itu, orang tua harus sering membaca Al-
Quran, terutama surat Yuruf dan surat Maryam.
Sebelum melakukan acara selamatan, maka akan dilakukan pembacaan
sejarah para Nabi atau Layang Ambiya. Biasanya sejarah yang akan dibacakan
adalah mengenai Nabi Yusuf. Hingga saat ini, acara pembacaan Layang Ambiya
yang masih ada di masyarakat pedesaan berbentuk tembang Pucung,
Asmarandana, dan lainnya.
Sementara itu, acara selamatan yang dilakukan menggunakan cara lama
adalah di mana tua rumah akan membuat sesaji yang berisi macam-macam jenis
makanan. Selanjutnya, diikrarkan oleh tetua masyarakat atau dukun. Setelah
acara selesai, sesaji tidak boleh dibawa lagi dan dimakan, melainkan disimpan di
kuburan, candi, atau tempat sunyi lainnya.
Ketika melakukan gagasan tersebut untuk pertama kalinya, Sunan Kudus
pernah mengalami kegagalan. Beliau mengundang seluruh warga yang ada, baik
itu yang beragama Islam, Hindu, atau Buddha untuk datang ke masjid. Dalam
undangan tersebut dinyatakan bahwa beliau akan melakukan mitoni dan
bersedekah untuk istrinya yang sedang mengandung tiga bulan.
Sebelum masuk ke dalam masjid, rakyat diharuskan untuk mencuci
tangan dan kakinya terlebih dahulu di kolam yang sudah ada. Karena harus
mencuci tangan dan kaki ini, banyak masyarakat yang kemudian enggan masuk
ke dalam masjid, terutama yang beragama Hindu dan Buddha.
Hal tersebut merupakan kesalahan yang dilakukan beliau. Beliau terlalu
mementingkan dan memikirkan mengenai syariat wudhu kepada masyarakat
yang datang, namun pada akhirnya masyarakat tersebut menjauh. Hal tersebut
dikarenakan iman tauhid yang belum terbina.
Di lain kesempatan, beliau kembali mengundang masyarakat lagi untuk
datang ke masjid. Kali ini, beliau tidak mengharuskan orang yang datang untuk
mencuci tangan dan kakinya terlebih dahulu. Ternyata hal ini sangat sukses dan
menghasilkan hasil yang sangat di luar dugaan. Banyak masyarakat yang
kemudian mendatangi undangan yang diberikan oleh beliau.
Kesempatan tersebut dilakukan beliau untuk menyisipkan ajaran Islam
mengenai keimanan dengan cara yang halus dan membuat rakyat merasa
senang.
Cara yang dilakukan juga sangat pintar, ketika orang-orang tengah serius
memperhatikan beliau, beliau mengakhiri ceramahnya, karena dikhawatirkan
orang akan bosan. Namun, hal ini malah membuat orang semakin penasaran
dengan ceramahnya. Pada akhirnya, masyarakat mau berwudhu terlebih dahulu
untuk mendengar kelanjutan ceramah Sunan Kudus.

H. Letak Makam Sunan Kudus


Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M. Beliau meninggal dalam
keadaan yang sangat diinginkan oleh setiap umat muslim. Sunan Kudus
meninggal dunia dalam posisi sujud ketika menjadi imam sholat subuh di
masjid, tepatnya Masjid Menara Kudus. Beliau di makamkan di area Masjid
Menara Kudus. Sampai saat ini, banyak orang yang selalu datang untuk
berziarah ke makam beliau.
Makam Ja’far Shodiq terletak di belakang bangunan utama. Untuk
masuk ke dalam komplek makam, ada akses tersendiri yang bisa dilewati,
namun, bisa juga melewati gapura di samping kiri Masjid Menara Kudus.
Sifat beliau yang penuh dengan kesabaran dan kebesaran hatinya
terlihat dalam upaya beliau dalam menyampaikan dakwah, sifat tersebut juga
perlu dilestarikan untuk Umat Muslim. Hingga saat ini, beliau adalah tokoh
penting Islam yang merupakan panutan yang sangat dikenang sampai detik ini
oleh banyak orang.
KESIMPULAN

Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Kudus
Ja’far Shadiq merupakan bagian dari Walisongo yang berperan dalam penyebaran
agama Islam di pulau Jawa.
Sunan Kudus lahir pada 9 September 1400 Masehi/ 808 Hijriyah di Al-Quds
(Palestina). Beliau adalah putra Raden Usman haji bergelar Sunan Ngudung dari
Jipang Panolan. Ada yang mengatakan letak Jipang Panolan ini sebelah utara kota
Blora.
SOAL

1. Siapakah nama asli sunan Kudus?


2. Kapan sunan Kudus?
3. Dimanakah beliau di lahirkan?
4. Siapakah nama orang tua sunan Kudus?
5. Dimanakah beliau dimakamkan?

JAWABAN
1. Ja’far Shodiq
2. Tahun 1500-an
3. Al-Quds (Palestina)
4. Sunan Ngudung (H. Raden Usman) dan Siti Syarifah
5. Areal masjid menara kudus

Anda mungkin juga menyukai