Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ATLAS WALI SONGO

“Sayyid Ja'far Shadiq (Sunan Qudus)”


Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Rajafi, M.Hi

OLEH
Ufik W. Ahmad (16.3.3.003)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAB DA’WAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) MANADO
T.A 2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………............

DAFTAR ISI
……………………………………………………………………………...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………………...


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Sayyid Ja’far Shadiq……………………………………………………..


B. Da’wah Sayyid Ja’far Shadiq …………………………………………………….

BAB III PETUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………………………………………….
B. Saran ……………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.wb.

Dengan mengucap rasa Syukur kepada Allah SWT, saya memohon Ridho dan
Petunjuk dari-Nya. Alhamdulillahirrabil alamin. Saya bersyukur kepada Allah SWT
karena dengan izin dan kuasa-Nya MAKALAH mata kuliah Atlas Walisongo dapat
terselesaikan. Shalawat bertangkaikan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan
hasil kerja keras semenjak diberikannya tugas ini sampai sekarang Insya Allah berjalan
dan terkendali dengan sebaik-baiknya.
Disamping itu, saya berterima kasih kepada Bapak Ahmad Rajafi M,Si yang
telah memberikan kepercayaan, kesempatan serta tanggungjawab atas diberikannya
tugas mengenai materi ini (Sayyid Ja’far Shadiq). Tugas ini dapat saya katakan sebagai
salah satu tugas yang memiliki keunikan tersendiri, hal ini menurut saya dapat kita lihat
pada isinya yang membahas dari masuknya islam sampai terterima di kalangan hindu-
budha. Kemudian saya mengehimbau kepada teman-teman sekelas khususnya
mahasiswa program Studi Sejarah Peradaban Islam agar dapat menjadikan MAKALAH
ini sebagai suatu sarana untuk menambah ilmu pengetahuan kita dan InsyaAllah kita
dapat ambil Hikmah dan pelajarannya serta dapat di Implementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Demikian yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya saya Mohon maaf
Billahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alaikum Wr.wb.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan sejarah islam saat ini menodorong para pemikir islam ataupun
para sejarawan, pelajar, serta mahasiswa islam menggali, meneliti dan mencari segala
sesuatu yang menjadikan sejarah islam itu mncul dipermukaan. Kegiatan tersebut digali
dalam berbagai macam pendekatan, konsep yang digunakan juga berbagai cara serta
metode yang mendukung suatu penelitian pun dilakukan. Sejarah walisongo enak dikaji
dan kemudian bagus dipublikasikan karena pada dasarnya sejarah Walisongo
merupakan sejarah awal islam masuk dan berkembang di Nusantara.
Akibat usaha dan kerja keras mereka, sehingga islam mampu ada. Saya pribadi
mengatakan bahwa andaikan Walisongo tidak datang ke Nusantara untuk Islam, maka
saya katakan tidak akan ada islam seperti sekarang atau bahkan tidak sama sekali. Salah
satunya adalah Sayyid Ja’far Shadiq atau Sunan Qudus yang memiliki peran penting
dalam menyebarkan islam di Nusantara (Indonesia). Beliau adalah salah seorang
dianatara Sembilan wali yang memiliki peran penting, oleh karena itu penting mencari
sejarah perjuangan beliau dala berbagai segi.
Makalah ini dibuat dengan penuh percaya diri, diharapkan mampu memberikan
pandangan dan argument terhadap suatu masalah yang berhubungan dengan penelitian
yakni penelitian terhadap salah seorang Walisongo yang datang dan membantu islam
dalam perkembangannya. Makalah ini berisi sedikit tentang biografi dan seluk belum
perjalanan dakwah beliau dari masuk sampai terterima di Nusantara pada saat itu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Sayyid Ja’fat Shadiq ?
2. Bagaimana Da’wah Sayyid Ja’far Shadiq ?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Biografi
Sunan Kudus adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang
tergabung dalam walisongo, yang lahir pada 9 September 1400M/ 808 Hijriah. Nama
lengkapnya adalah Sayyid Ja'far Shadiq. Nama Ja’far Shadiq diambil dari nama
datuknya yang bernama Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali bin Husain
bin Ali bin Abi Thalib yang beristerikan Fatimah az-Zahra binti Muhammad. Menurut
Rahman dalam Sejarah Hidup Walisongo (1988) Ia adalah putra dari pasangan Sunan
Ngudung. Sunan Ngudung sendiri adalah putra dari saudara Sultan Mesir, adik dari
Raja Dampul. Sunan Ngudung dan saudarinya, Raja Dampul pergi ke negeri Puser
Bumi dicirebon dan bertemu dengan Syarif Hidayat, yaitu spupu mereka yang menjadi
Sunan di Gunung Jati
Syarif Hidayat menyarankan agar Ngudung pergi ke Ampeldenta berguru
kepada Sunan Ampel. Dan akhirnya ia pun pergi dan berguru disana dan menjadi murid
terkasih Sunan Ampel. Ngudung kemudian dinikahkan cucu sunan Ampel yang
bernama Syarifah, yang dikenal dengan nama Nyi Ageng Manila, adik Sunan Bonang.
Dari pernikahan itu , lahirlah Raden Fatihan Ja’far Shadiq, yang dikenal dengan Sunan
Kudus. Sunan Kudus sejatinya bukanlah asli penduduk Kudus, ia berasal dan lahir di
Al-Quds negara Palestina.1
Ia pula yang menjadi salah satu dari anggota Wali Sanga sebagai penyebar Islam
di Tanah Jawa. Sosok Sunan Kudus begitu sentral dalam kehidupan masyarakat Kudus
dan sekitarnya.
B. Dakwah Sunan Kudus.
Kiprah dakwah dari Sunan kudus di Pulau Jawa bermula saat Sunan Kudus pergi
menuju kota Kudus. Sunan Kudus masuk ke kota Kudus bersama dengan santri-
santrinya yang mana santri-santrinya ini adalah mantan prajurit perangnya ketika
1
Agus, Sunyoto, (2012) Atlas Walisongo, cet 1 (Depok: Pustaka. MaN,)
memimpin perang terdahulu. Setelah sampai di Kudus, Sunan beserta dengan santri-
santrinya membangun sebuah masjid sebagai tempat ibadah dan pusat penyebaran
agama. Masjid yang dibangun oleh Sunan Kudus adalah Masjid Menara Kudus yang masih
berdiri hingga kini. Masjid Menara Kudus didirikan pada tahun 1456 Hijriyah yang bertepatan
dengan 1549 Masehi. Terlebih, strategi dakwah yang dilakukan Sunan Kudus dalam
menyebarkan Islam di Kudus yakni dapat dilihat dari caranya yang berusaha mengajarkan
toleransi beragama kepada umat hindu dan Buddha yang berada di Kudus. Sebagaimana
pendekatan dakwah yang dilakukan para wali penyebar islam pada akhir abad ke-15 dan awal
abad ke-16, yaitu menggunakan pendekatan yang sesuai dengan firman Allah SWT. Dalam
surah An-Nahl ayat 125. Dalam perjalanan hidupnya, Sunan Kudus banyak berguru kepada
Sunan Kalijaga. Cara berdakwahnya pun sejalan dengan pendekatan dakwah Sunan Kalijaga
yang menekankan kearifan lokal dengan mengapresiasi terhadap budaya setempat. Dengan
kebijaksanaan dakwah itu, sebagaimana walisogo lainnya, Sunan Kudus berusaha mendekati
masyarakat untuk menyelami serta memahami apayang diharapkan masyarakat 2

Kemudian beberapa nilai toleransi yang diperlihatkan oleh Sunan Kudus


terhadap pengikutnya yakni dengan melarang menyembelih sapi kepada para
pengikutnya. Bukan saja melarang untuk menyembelih, sapi yang notabene halal bagi
kaum muslim juga ditempatkan di halaman masjid kala itu. Langkah Sunan Kudus
tersebut tentu mengundang rasa simpatik masyarakat yang waktu itu menganggap sapi
sebagai hewan suci. Mereka kemudian berduyun-duyun mendatangi Sunan Kudus untuk
bertanya banyak hal lain dari ajaran yang dibawa oleh ia. Lama-kelamaan, bermula dari
situ, masyarakat semakin banyak yang mendatangi masjid sekaligus mendengarkan
petuah-petuah Sunan Kudus. Islam tumbuh dengan cepat. Mungkin akan menjadi lain
ceritanya jika Sunan Kudus melawan arus mayoritas dengan menyembelih sapi.

Selain berdakwah lewat sapi, bentuk toleransi sekaligus akulturasi Sunan Kudus
juga bisa dilihat pada pancuran atau padasan yang berjumlah delapan yang sekarang
difungsikan sebagai tempat berwudlu. Tiap-tiap pancurannya dihiasi dengan relief arca
sebagai ornamen penambah estetika. Jumlah delapan pada pancuran mengadopsi dari

2
Wahyudi, Agus Makrifat Jawa (2007), Makna HIdup Sejati para Walisongo, Yogyakarta
Pustaka Marwah
ajaran Budha yakni Asta Sanghika Marga atau Delapan Jalan Utama yang menjadi
pegangan masyarakat saat itu dalam kehidupannya. Pola akulturasi budaya lokal Hindu-
Budha dengan Islam juga bisa dilihat dari peninggalan Sunan Kudus berupa menara.
Menara Kudus bukanlah menara yang berarsitektur bangunan Timur Tengah, melainkan
lebih mirip dengan bangunan Candi Jago atau serupa juga dengan bangunan Pura di
Bali. Menara tersebut difungsikan oleh Sunan Kudus sebagai tempat adzan dan tempat
untuk memukul bedug setiap kali datangnya bulan Ramadhan. Kini, menara yang konon
merupakan menara masjid tertua di wilayah Jawa tersebut dijadikan sebagai landmark
Kabupaten Kudus. Strategi (akulturasi) dakwah Sunan Kudus adalah suatu hal yang
melampaui zamannya. Melampaui zaman karena dakwah dengan mengusung nilai-nilai
akulturasi saat itu belumlah ramai.3

Pada Umat Hindu, bentuk toleransi itu dapat dilihat dari sikap Sunan Kudus
yang menghormati sapi yang disucikan oleh umat hindu. Pada hari Qurban, Sunan
Kudus tidak menyembelih sapi dan hanya menyembelih kerbau. Hal itu yang membuat
umat hindu kemudian tertarik untuk masuk ke agama Islam. Ketika Sunan Kudus
berhasil membujuk umat hindu memeluk agama Islam, selanjutnya Sunan Kudus juga
bermaksud membujuk umat Buddha untuk memeluk agama Islam, adapun strategi yang
dilakukan oleh Sunan Kudus yakni membuat padasan wudhu (tempat berwudhu),
dengan pancuran yang berjumlah delapan buah. Pada masing-masing pancuran, diberi
sebuah arca yang diletakkan di atas padasan tersebut. Hal yang dilakukan Sunan Kudus
tersebut berhasil menarik simpati umat Buddha. Adapun maksud Sunan Kudus
membuat padasan wudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan buah disebabkan
karena Sunan Kudus mengetahui delapan ajaran yang diajarkan dalam agama Buddha.
Delapan ajaran tersebut dikenal dengan nama Asta Sanghika Marga. Isi ajaran Asta
Sanghika Marga adalah “seseorang harus memiliki pengetahuan yang benar, mengambil
keputusan yang benar, berkata yang benar, bertindak atau berbuat yang benar, hidup
dengan cara yang benar, bekerja dengan benar, beribadah dengan benar dan menghayati
agama dengan benar”. Usaha ini membuat hasil yang tidak percuma, banyak Umat

3
Adfar, Zainul, (2009), Resolusi Konflik Para Wali, Semarang, IAIN Walisongo
Buddha berbondong-bondong ke masjid dan memeluk agama Islam setelah Sunan
Kudus menjelaskan bagaimana agama Islam yang sebenarnya. Selain itu, dalam hal adat
istiadat, Sunan Kudus tidak langsung menentang masyarakat yang sering menabur
bunga di perempatan jalan dan disamping jalan, menaruh sesajen di kuburan, dan adat
lain yang bertentangan dengan ajaran Islam. Beliau tidak langsung menentang adat itu,
tetapi beliau mengarahkan adat tersebut sesuai ajaran Islam. Salah satunya adalah
dengan mengarahkan fungsi sesajen yang berupa makanan lebih baik diberikan kepada
orang yang kelaparan atau butuh makan. Sunan Kudus juga mengajarkan bahwa
meminta pertolongan bukan kepada ruh nenek moyang tetapi harus kepada Allah SWT.4

BAB III

4
Abdillah, Aji Sasmito, dalam http://www.abdillahajisasmito.com/sistem-pemerintahan-
walisongo/ di akses pada 8 mei 2019, jam 08.40 Wita
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi, dakwah islam walisongo di Kudus saya katakan merupakan dakwah yang
sesuai dengan Q.S An-Nahl ayat 125, dengan menyampaikan dakwah dengan hikmah
maka pasti akan tererima. Karena pada dasarnya islam itu datang dan diseur dengan
kelembutan dan ketenangan. Oleh karena itu metode yang digunakan oleh para
walisongo sangat pas dan baik melihat kondisi Nusantara pada saat itu telah memeluk
agama hindu dan budha tetapi pada kenyataannya islam yang datang kebelakangan
mampu terterima. Hal ini juga berdasarkan pada informasi yang terdapat dalam
buku Agus Sunyoto tentang Atlas Walisongo, beliau mengatakan bahwa ternyata para
walisongo tanpa terkecuali termasuk Sayyid Ja’far Shadiq menggunakan landasan Al-
Qur’an surah An-Nahl ayat 125 tersebut sebagi landasan dalam berdakwah, sehingga
tidak heran kalau seluruh dakwah Walisongo dengan bantuan tuhan data terterima
dengan baik dikalangan agama lain.

B. Saran
Saran saya kepada seluruh yang dapat membaca Makalah ini, insya Allah setelah
teman-teman membaca makalah ini semoga menambah wawasan ilmu pengetahuan
umum teman-teman. Dan khususnya kepada teman-teman prodi sejarah peradaban Islam
semoga makalah ini menjadi rujukan dan pedoman baik dalam belajar maupun dalam
menyusun skripsi nanti. Kemudian jadikanlah makalah ini sebagai ladanga dakwah kita
dengan cara menyampaikan makalah ini kepada mereka yang belum sempat membaca
dan mempelajari Makalah ini. Sehingga

DAFTAR PUSTAKA
Agus, Sunyoto, Atlas Walisongo, cet 1 (Depok: Pustaka. MaN, 2012)

Wahyudi, Agus Makrifat Jawa, Makna HIdup Sejati para Walisongo, Yogyakarta
Pustaka Marwah, (2007)

Adfar, Zainul, Resolusi Konflik Para Wali, Semarang, IAIN Walisongo (2009)

Abdillah, Aji Sasmito, dalam http://www.abdillahajisasmito.com/sistem-pemerintahan-


walisongo/ di akses pada 8 mei 2019, jam 08.40 Wita

Amar, Imron Abu, Sunan Kalijaga KAdilangu Demak, Kudus Menara, 1992

Ansa Ahmad, Menguak Pengalaman Keagamaan, Yogyakart: Pustaka Pelajar 2004

Anda mungkin juga menyukai