SUNAN KUDUS
Disusun Oleh :
YOGYAKARTA
2019
Biografi Sunan Kudus
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah
(adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan
Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di
Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan
Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai
daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara
berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para
wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas
masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.
Cara Berdakwah
Dalam menyampaikan dakwah, Raden Ja’far Shodiq juga menerapkan strategi
dakwah yang diterapkan Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan Sunan
Gunung Jati. Selain mempunyai strategi yang sama, Sunan Kudus juga
mempunyai strategi tersendiri dalam berdakwah, antara lain :
Mendekati Masyarakat Hindu
Cara ini sangat sulit dilakukan karena masyarakat Hindu masih memegang teguh
kepercayaan mereka. Tapi cara ini tetap dilakukan agar Masyarakat Hindu masuk
ke agama Islam. Sunan Kudus mengajarkan toleransi yang tinggi dalam agama
Islam kepada masyarakat Hindu. Sehingga umat Hindu tertarik untuk masuk ke
agama Islam. Ajaran toleransi tersebut adalah menghormati sapi yang
dikramatkan oleh umat Hindu. Selain itu, Sunan Kudus juga membangun menara
masjid yang hampir sama dengan bangunan candi Hindu.
Mendekati Masyarakat Budha
Setelah Masjid dibangun, Sunan Kudus membuat sebuah tempat wudhu yang
berbentuk pancuran sebanyak delapan buah. Setiap pancuran diberi arca Kebo
Gumarang yang dihormati umat Budha. Setelah umat Budha melihat arca tersebut,
mereka penasaran dan masuk ke area masjid. Setelah masuk ke masjid, mereka
terpengaruh dengan penjelasan Sunan Kudus. Akhirnya mereka masuk ke agama
Islam.
Mengubah Inti Ritual Mitoni (Selametan)
Acara Selametan Mitoni merupakan acara yang sejak dulu disakralkan oleh
masyarakat Hindu-Budha. Inti dari acara Mitoni adalah bersyukur atas dikaruniai
seorang anak. Namun, masyarakat Hindu-Budha dulu tidak bersyukur kepada
Allah SWT, melainkan kepada patung-patung dan arca. Disinilah tugas Sunan
Kudus untuk meluruskan inti dari acara tersebut. Sunan Kudus tidak menghapus
Selametan dalam kebiasaan masyarakat. Tapi, Sunan kudus meluruskan acara
mitoni menuju ke arah Islami.
Sunan Kudus berhasil menampakkan warisan budaya dan tanda dakwah
islamiyahnya yang dikenal dengan pendekatan kultural yang begitu kuat. Hal ini
sangat tampak jelas pada Menara Kudus yang merupakan hasil akulturasi budaya
antara Hindu-China-Islam yang sering dikatakan sebagai representasi menara
multikultural. Aspek material dari Menara Kudus yang membawa kepada
pemaknaan tertentu melahirkan ideologi pencitraan tehadap Sunan Kudus. Oleh
Roland Barthes disebut dengan mitos (myth), yang merupakan system komunikasi
yang memuat pesan (sebuah bentuk penandaan). Ia tak dibatasi oleh objek
pesannya, tetapi cara penuturan pesannya. Mitos Sunan Kudus selain dapat
ditemui pada peninggalan benda cagar budayanya, juga bisa ditemukan di dalam
sejarah, gambar, legenda, tradisi, ekspresi seni maupun cerita rakyat yang
berkembang di kalangan masyarakat Kudus. Kini ia populer sebagai seorang wali
yang toleran, ahli ilmu, gagah berani, kharismatik, dan seniman.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.romadecade.org/sunan-kudus/
https://www.biografiku.com/biografi-sunan-kudus/#forward