Spanyol yang sedang bersaing dengan Portugis pun diterima di Tidore. Karena
diangap melanggar perjanjian Tordesillas, maka Armada Spanyol keluar dari
Maluku dan menetap di Filipina.
Benteng ini berhasil bertahan selama empat tahun, hingga kemudian tentara
Sultan Baabullah dengan suksesnya menjebol pertahanan benteng lalu
membunuh semua pasukannya. Waktu itu, Portugis tak dapat mengirim bala
bantuan karena Malaka sedang dikepung Kesultanan Aceh. Lantas, apa saja
bangunan peninggalan Bangsa Portugis di Indonesia?
1. Benteng Oranje
Alhasil, kini Benteng Oranje ini kembali menjadi salah satu tempat menarik di
Ternate dan banyak dikunjungi pada hari libur dan musim liburan.
Dalam catatan sejarah, dulunya bangsa Portugis dibawa sebagai tahanan oleh
Belanda dari Pulau Malaka. Selanjutnya mereka melakukan ibadah di Gereja
Sion yang letaknya di daerah Kota. Namun, karena merasa tak bebas, para
leluhur Tugu pun melarikan diri ke kampung tugu yang dulunya masih terdapat
rawa dan hutan.
Atas inisiatif dan ide dari seorang pendeta bernama Melchior Leydecker, maka
dibangunlah untuk pertama kalinya di tahun 1678 yang ceritanya berada di
sebuah Gereja HKI yang ada di Tanjung Priok.
Di samping gereja terdapat lonceng yang masih ada sejak dulu. Hanya saja
untuk lonceng yang asli disimpan di ruangan samping gereja dan diganti
dengan replikanya. Beberapa makam keturunan Portugis pun bisa dijumpai di
kawasan gereja tersebut.
3. Benteng Tolukko
Mulanya dikenal dengan nama Tolukko, benteng satu ini juga disebut sebagai
Benteng Hollandia oleh banyak orang. Benteng peninggalan bangsa Portugis di
Indonesia ini dibangun pada tahun 1540 oleh Fransisco Sereo, seorang
panglima Portugis.
Benteng ini didirikan pada tahun 1540 oleh panglima Portugis yakni Fransisco
Sereo. Fungsi didirikannya benteng ini untuk menghadapi serangan dari bangsa
Spanyol dari Rum dan Tidore.
Seiring dengan digunakannya benteng tersebut, benteng inipun dibangun
kembali oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda di tahun 1609 yang bernama
Pieter Both.
Sebelum itu, benteng Kalamata dikuasai oleh Spanyol pada tahun 1625, seusai
dikosongkan oleh bangsa Portugis yang bernama Geen Huigen Schapen.
Setelah ditinggalkan juga oleh bangsa Spanyol, benteng ini kembali dirawat
oleh Belanda.
Akhirnya benteng tersebut menjadi saksi bisu sejarah di masa penjajahan.
Pemandangan indah di sekitar kawasan benteng tersebut menjadi daya tarik
bagi pengunjung baik lokal maupun mancanegara.
Ada juga Penjara Tua Kema, sebuah saksi bisu sejarah penjajahan yang
berlokasi di Minahasa, Sulawesi Utara. Sebuah penjara bekas yang dibuat oleh
bangsa Portugis berlokasi di Desa Kema III Kecamatan Kema, Minahasa Utara.
Terletak di ketinggian enam meter di atas permukaan laut atau berjarak sekitar
500 meter dari pantai.
Penjara ini berada di sebuah gang sempit di tengah pemukiman penduduk. Saat
sampai ke penjara ini, nuansa putih sangat dominan. Mulai dari pintu masuk
hingga ke bangunan penjara, semua diwarnai putih.
“Saya sudah sering mendengar itu,” tukas pria yang di tahun 2014 lalu sudah
menjadi PNS ini.
Menurut Karim, penjara ini kini sudah jadi objek wisata dark tourism sehingga
banyak dikunjungi wisatawan.
“Banyak turis yang kagum dengan penjara ini, mereka tahan berlama- ama
disini, meski yang ada hanya ruang kosong,” bebernya.
Bentuk dari penjara itu sendiri dibuat menyerupai gudang dengan ukuran 10 x
7,5 meter dengan tinggi bangunan mencapai 4 meter. Bahkan ada yang
setinggi 7,25 meter apabila dihitung sampai dengan ujung atap.
Untuk ruangannya terdiri dari 3 bilik penjara yang berukuran tidak terlalu
besar. Masing-masing pintu tersebut mempunyai pintu lagi yang di atasnya
terdapat kisi-kisi besi. Yang membuat peninggalan bangsa Portugis di Indonesia
menarik ialah beberapa bangunan yang bentuknya masih terlihat khas dan asl