Anda di halaman 1dari 11

FEATURE

ILMU SEJARAH

SEJARAH INTRO LIVING MUSEUM KOTAGEDE YOGYAKARTA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sejarah

Dosen Pengampu:

Dr. Taufik Alamin M.Si

Disusun oleh:

Zoehroeva Azkiya (22105029)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IANI) KEDIRI

2023
INTRO LIVING MUSEUM KOTAGEDE

Museum Kotagede merupakan sebuah museum yang baru diresmikan pada bulan
Desember 2021. Yang mana Museum Kotagede ini menggunakan bangunan warisan budaya
yang mempunyai nilai penting sebagai bangunan penanda karakter kawasan di Kotagede
sehingga sangat perlu untuk dilindungi dan dilestarikan. bangunan Museum Kotagede ini
sangat unik sekali, hiasannya mengandung unsur ornamen Art Deco dan gaya art Neuveau.
Ternyata bangunan yang digunakan sebagai Museum Kotagede ini dahulu merupakan rumah
kalang atau kediaman B.H. Noeriyah yang mana beliau adalah keturunan kalang yang sangat
terkenal sebagai pengusaha kerajinan emas dan diperkirakan dibangun pada tahun 1931.
Museum Kotagede ini mempunyai tujuan sebagai pusat informasi tentang sejarah
Kotagede sehingga masyarakat bisa lebih tahu tentang potensi heritage dan budaya Kotagede
secara lengkap. Intro Living Museum Kotagede berisi koleksi-koleksi yang dibagi menjadi
empat klaster utama. Klaster utama adalah klaster situs arkeologi dan lanskap sejarah, lalu
klaster kemahiran (teknologi) tradisional, klaster sastra-seni pertunjukan adat-tradisi dan
kehidupan keseharian, dan klaster pergerakan sosial kemasyarakatan.
Klaster situs arkeologi dan lanskap sejarah merupakan klaster yang mengandung
tinggalan arkeologi berupa situs dan didalamnya terdapat jenis peninggalan berupa artefak,
bangunan, struktur cagar budaya yang bersama dengan elemen lainnya membentuk lanskap
sejarah kotagede. Klaster kemahiran (teknologi) tradisional didalamnya memuat informasi
mengenai tinggalan budaya kemahiran arsitektur dan kriya (kerajinan) perak yang kaya akan
kandungan nilai-nilai kemahiran dalam penguasaan teknologi tradisional didalamnya.
Klaster sastra-seni pertunjukan adat-tradisi dan kehidupan keseharian mencakup aspek
yang berkaitan dengan dengan budaya dalam bentuk kemampuan kreasi seni serta kuliner khas
Kotagede mencerminkan aspek kehidupan keseharian masyarakat. Klaster pergerakan sosial
kemasyarakatan memuat mengenai perjalanan sejarah muncul dan berkembangnya organisasi-
organisasi sosial dan masyarakat di Kotagede yang sangat besar perannya dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan dan pembangunan negara.
Diharapkan keberadaan museum Kotagede ini akan mampu memberikan angin segar
dalam misinya untuk mengajak pengunjung menikmati tinggalan-tinggalan budaya di
Kotagede secara lebih mendalam dan menghadirkan nuansa penglaman yang berbeda dari
museum-museum yang lain. Aspek Pendidikan, pembelajaran dan hiburan sekaligus dapat
tercakup didalamnya. Museum Kotagede mencoba menghadirkan sebuah real world sebuah
wilayah yang didalamnya terkandung karakteristik lanskap alam dan budaya lengkap dengan
nilai-nilai intrinstik yang menjiwainya.
Intro Watu Gilang

Tulisan pada permukaan watu gilang telah mengandung keingintahuan sejumlah


peneliti yang meyakini bahwa pembuatnya adalah orang Eropa multi-bahasa. Van Mook
(1998) menyatakan bahwa tulisan itu dibuat oleh tawanan perang dari masa VOC. Sementera,
Noto Soeroto (1888-1951) menduga penulis inskripsi pada watu gilang adalah pelaut Eropa
yang terdampar karena kapalnya karam diterjang badai yang dibuat oleh penguasa laut selatan.
Setelah selamat dari lautan dan ditangkap penduduk, ia kemudia diserahkan kepada raja. Pelaut
itu dirantai pada watu gilang dan sempat menggoreskan beberapa kata-kata menyedihkan
dengan kerikil tajam sebelum meninggal.
William Barrington D’almaida, pelancong Eropa yang mengunjungi Kotagede pada
abad ke-19 dan menerbitkan catatannya pada 1864, berhasil mengumpulkan cerita watu gilang
dari penduduk setempat. Menurut cerita yang diperoleh dari penutur local, penulis pada watu
gilang adalah seorang pelaut dari kapal portugis yang terdampar di pantai selatan dan
diselamatkan oleh nelayan. Keberadaanya didengar oleh raja yang kemudian memerintahkan
agar membawa orang portugis itu ke Kotagede. Karena dianggap berbahayaatau dapat
berpengaruh buruk bagi masyarakatnya, maka orang portugis ini dirantai pada sebuah batu,
yang dikenal dengan watu gilang.
Raja melarang siapapun mendekati tawanan ini dan bagi yang melanggar akan
dihukum. Awalnya beberapa prajurit ditugaskan menjaga tawanan, namun karena pelaut
portugis itu sudah terlihat sangat pasrah, maka tugas ini ditiadakan lagi. Seorang prajurit yang
iba atas kondisi pelaut portugis itu, sembunyi-sembunyi memberinya makanan, sarung dan
kikir yang digunakannya untuk melepaskan rantai secara perlahan. Setelah memekan cukup
lama, pelaut portugis iniberhasil melepaskan rantai, dan kemudian melarikan diri Bersama
seorang gadis yang membantunya menuju Banten.
Penyelidikan lebih mendalam tentang watu gilag juga dilakukan Stevens Andriaan
Buddingh pada 1838 yang menduga batu tersebut ditemukan terdampar dipesisir selatan jawa
bersama dua orang pelaut portugis. Dr. J.L.A Brandes dalam penyelidikannya pada 1900
menduga tulisan dibatu tersebut dibuat oleh orang polyglot Belanda yang kemungkinan bekerja
untuk misi portugis karena pada tahun yang disebutkan pada batu itu dibawa dari tempat
lain,semisal pesisir selatan Coromandel, oleh kapal-kapal eropa untuk pembuatan nisan dan
monument.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (21 April 1938) memuat
kemungkinan lain terkait inskripsi watu gilang yang diduga dibuat pada abad ke-17 oleh
misionaris Fransiskan. Pada 1667/1668, tiga missionaris berlayar dari Banten menuju Timor
(Leste) melalui pantai selatan jawa untuk menghindari pencegatan kapal VOC, namun kapal
mereka karam di pantai selatan mataram. Berdasarkan keterangan Van Ryckevorsel, hanya satu
dari ketiga misionaris yang terdengar kabarnya. Ia kemungkinan berasal dari Belanda bagian
Selatan, yang Namanya dipatahkan pada batu dengan inisial “I.G.M”.
Setelah terdampar, ia ditangkap, dijadikan budak atau pelayan di istana namunnasib
baik menghampirinya sehingga ia kemudian ditunjuk utusan raja mataram ke banten karena
pernah tinggal disana akan tetapi, misi ini gagal, dan sebagai hukuman ia ditahan dengan cara
dirantai pada watu gilang dimana kemudian ia membuat pahatan, dalam bahasa yang
dikuasainya, dan demikian memberitahukan nasib malang yang menimpanya.

Miniatur Rumah Tradisional Kotagede

Sebuah miniatur tempat tinggal saudagar dikotagede Yogayakarta. Rumah tersebut


merupakan rumah tradisional dikotagede warna coklat kayu, susunan rumah terdiri dari:
pendopo, dalem, gondok kanan, gondok kiri, gudang, dan dapur.
Alat Pelaburan, Penipisan, dan Pengukiran Perak

• Alat Pelaburan Perrak


Terdiri dari lamus, kowi, dan batu putih. Digunakan bersama batu bata, arang,
dan minyak tanah melebur perak. Alat tiup yang digunakan sampai saat ini mengalami
perkembangan. Awalnya alat tiup menggunakan lamus kemudian berkembang
menggunakan blower.
Blower mulai ditinggalkan dan beralih menggunakan tangki tingkat dengan
menggunakan angin dari kompresor. Ketika menggunakan tangki tingkat, api langsung
dikenakan api. Saat ini pelaburan perak sudah menggunakan LPG yang didorong
oksigen.
• Alat Penipisan Perak
Terdiri dari paron dan palu digunakan untuk menipiskan perak dengan cara
dipukul. Alat ini digunakan secara manual yaitu dengan memukul perak agar lebih tipis
sebelum diukir. Tebal tipisnya hasil penipisan disesuaikn dengan kebutuhan. Semakin
sering dipukul, perak akan menjadi semakin tipis. Saat ini sudah digunakan alat yang
lebih modern berupa rolling mill.
• Alat Pengukiran Perak
Terdiri dari mesin pres, kowi, tungku pelaburan, pilin, paku ukir, solder,
pompa,dll digunakan untuk mengukir lembaran perak. Perak yang sudah ditipiskan
berupa lembaran kemudian diukir sesuai kebutuhan.
Dalem Ngaliman

Merupakan bangunan warisan budaya berupa rumah tradisional jawa (joglo). Nama
dalem ngaliman (omah ngaliman) berasal dari nama pemilik rumahnya yaitu M. Ngaliman.
Lokasinya berada di kompleks sopingen bagian timur. Dalem ngaliman salah satu rumah joglo
khas kotagede. Pada bagian rumah joglo terdiri dari gondhok tengen, gandhok kiwa, dalem
sethong tengen, senthong kiwa, senthong tengah, omah wingking ( pekiwan, sapen, pawon),
pringgitan, serta dilengkapi dengan adanya pendapa. Pendapa berfungsi sebagai tempat
pertemuan.

Bahu Dhanyang

Merupakan elemen bangunan yang mirip konsol atau kontruksi yang menyangga
tritisan bangunan. Bahu dhanyangadalah salah satu ciri khas arsitektur tradisional kotagede.
Letaknya menempel pada tiang terluar atau cagak emper. Bentuknya unik seperti lengan tangan
atas manusia (arti dari istilah bahu), sedangkan dhanyang berarti roh penunggu tempat sakral.
Bahu dhanyang tidak hanya berfungsi untuk penyangga tritisan tetapi juga menambah nilai
keindahan dari rumah.
Repro Lukisan B.H Noerijah

Lukisan yang menampilkan B.H Noerijah yang mengenakan kebaya jarit, kerudung biru,
serta beberapa perhiasan.

Lawang Pethuk

Merupakan penyebutan suatu lokasi dikampung alun-alun, Kotagede. Dalam bahasa


Indonesia diartikan “Di Antara Dua Gerbang”. Istilah Between Two Gates dimunculkan oleh
Tim Peneliti dari Jurursan Teknik Aarsitektur UGM pada tahun 1986. Pada prinsipnya Between
Two Gates adalah satuan lingkungan terkecil dasri pemukiman ang bersifat semi tertutup
karena diapit oleh gerbang-gerbang pada kedua ujungnya. Satuan lingkungan tersebut
terbentuk ari sejumlah rumah joglo, terdiri dari dalem dan pendopo yang berjajar satu deret.
Karakteristik tata tapak lingkungan bangunan joglo dalam Between Two Gates tidak dapat
ditemukan diwilayah lainnya.
Tata tapak lingkungan ini terbentuk dari longkangan yang saling menyambung antara
kompleks bangunan yang satu dengan banguna yang berada disampingnya. Longkangan atau
ruangan antara dalem dan pendopo dari rumah-rumah tersebut sambung-menyambung
sehingga membentuk sebuah gang atau Lorong dengan pintu gerbang diujungnya yakni
gerbang barat dan genrbang timur.

Sirap Genteng

➢ Sirap Sendang Selirang Kotagede


Kepingan papan tipis yang terbuat dari kayu jati dan digunakan untuk atap
sendang (Hibah Masjid Agung Kotagede)
➢ Sirap Atap Masjid Agung Kotagede
Kepingan papan tipis yang terbuat dari kayu jati dan digunakan untuk atap
masjid (Hibah Masjid Agung Kotagede)
➢ Genteng Sirap Kripik
Atap rumah joglo tradisional yang terbuat dari tanah liat dan berbentuk pipih.
Dalem Sopingen

Dalem sopingen, dahulu merupakan rumah kediaman dari Raden Amatdalem Sopingi,
yakni kepala lurah juru kunci makam dibawah kesutanan Yogyakarta. Sebagai abdi dalem,
Raden Amatdalem Sopingi menyiapkan rumahnya untuk tempat singgah, berkumpul, dan
beristirahat bagi pejabat kerajaan yang akan berziarah dimakam raja-raja di kotagede.
Pada masa pergerakan nasional, dalem sopingen digunakan sebagai tempat pertemuan
organisasi-organisasi pergerakan nasional. Beberapa tokoh besar juga pernah datang dan
berpidato ditempat ini, seperti HOS Cokroaminoto, H. Samanhudi, KH. Ahmad Dahlan, Ki
Hajar Dewantara, dan lainnya.

Konsol Besi

Merupakan bagian penyangga tritisan bangunan yang terbuat dari besi. Konsol besi
menunjukan ciri khas bangunan dengan gaya rsitektur indis. Biasanya aplikasi konsol besi ini
terdapat dirumah kalang karena rumah kalang menerapkan adaptasi arsitektur indis pada
bangunannya. Konsol besi berfungsi tidak hanya sebagai elemen bangunan tetapi juga hiasan.
Pada bagian konsol besi dihiasi dengan ornament gaya Art Nouveau dengan bentuk sulur-sulur
yang meliuk-liuk.

Alat Soldering / Penggabungan Perak

Merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk menggabungkan perak dengan cara
dipatri. Terdiri dari meja dan kursi yang teerbuat dari kayu jati. Meja dan kursi ini digunakan
saat pengrajin perak bekerja. Di atas meja ini juga terdapat beberapa alat yang digunakan untuk
proses penggabungan perak seperti kikir, tang, gunting, supit, dan gergaji. Dalam proses
penggabungan digunakan gembosan. Gembosan merupakan alat yang digunakan untuk
mematri dengan cara diinjiak menggunakan kaki. Gembosan ini menggunakan bahan bakar
berupa bensin.

Anda mungkin juga menyukai