Anda di halaman 1dari 12

Sahabat Jadi Cinta

Sahabat, tempat kamu bisa menjadi dirimu sendiri. Mengungkapkan


segala hal tanpa batas. Tempat kamu menemukan hal yang indah dalam
kesederhanaan. Tempat kamu selalu pulang ketika dunia yang kamu lalui begitu
kejam dan selalu menjadi pemasok energi terbesar untuk hari-harimu.
Triana Aulia Safitri
**

Dina, itulah nama ku. Aku baru saja menjadi siswi sekolah menengah
pertama. Tentu suasana dengan sekolah sebelumnya sangat berbeda. Dulu,
seragam yang aku kenakan putih merah, sekarang berubah menjadi putih biru.
Sekolah baru, teman baru, dan juga semangat baru. Aku ditempatkan di kelas 7B.
Kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Aku merasa ungkapan itu benar adanya.
Karena masih baru, aku belum begitu mengenal teman kelas ku. Jadi, ketika jam
istirahat tiba, biasa aku berkumpul dengan teman satu sekolah dasar ku dulu.
Awalnya aku merasa sedih karena merasa asing dan tidak terbiasa. Namun, hari
demi hari aku jalani. Aku mulai mengenal teman kelas ku satu sama lain.
Satu tahun berlalu, semua terasa biasa-biasa saja. Tidak ada yang spesial
menurutku. Tapi semua berubah ketika aku mulai menginjak kelas delapan. Aku
mulai dekat dengan tujuh teman kelas ku. Mereka adalah Sabila, Deni, Riska,
Gilang, Dewa, Nirza, dan Vita. Menurutku mereka adalah teman yang paling gila
yang pernah aku kenal. Sebenarnya kedekatan kami dimulai ketika sekolah
melarang murid untuk membawa kendaraan ke sekolah. Tapi mau dikata apa,
rumah kami cukup jauh dari sekolah. Apabila menggunakan becak dan kendaraan
umum, tentu bisa membuang waktu dan terlambat ke sekolah. Akhirnya, mau
tidak mau kami membawa kendaraan pribadi dan menitipkannya di rumah
seorang teman yang bermana Vita. Kebetulan rumah Vita dekat dengan sekolah.
Karena tempat menitipkan kendaraan yang sama, ketika pulang sekolah kami
selalu bersama. Karena selalu pulang bersama, tanpa kami sadari, ikatan
pertemanan kami menjadi semakin kuat. Sekarang bukan hanya pulang saja kami
selalu bersama, ke kantin, bermain ketika jam kosong pun selalu bersama.
Maklum, namanya juga murid. Jam kosong menjadi primadona.
Lama-kelamaan perteman kami berubah menjadi persahabatan. Kami
selalu pulang bersama melewati lapangan sekolah dan menjadi tontonan untuk
murid yang lain. Ketika itu ada sebuah film yang menceritakan mengenai kisah
lima sahabat. Karena terinspirasi dari film itu, kami berdelapan menamakan diri
menjadi 8 cm. Tiada hari tanpa bersama, membuat Dewa memiliki perasaan
kepada ku. Teman delapan 8cm yang lain kemudian membantu Dewa agar aku
juga memiliki perasaan yang lebih. Mereka mendukung aku dan Dewa. Dari
sanalah aku mulai mengenal namanya cinta. Dewa selalu memberikan perhatian
kepadaku. Tapi aku menganggap dia biasa saja, sama seperti sahabat yang lain.
Tapi Dewa tidak mau menyerah, dan ditambah lagi dukungan dari anak 8cm yang
lain membuat aku sedikit demi sedikit memiliki perasaan kepada Dewa. Saat itu,
aku dan Dewa sama-sama belum pernah menjalin hubungan pacaran sebelumnya.
Jadi bisa dibilang aku dan Dewa sama-sama first love atau cinta pertama.
Aku bisa dibilang tipe wanita yang memiliki gengsi yang tinggi.
Walaupun aku memiliki perasaaan yang sama kepada Dewa tapi aku tidak mau
mengungkapkannya dan tetap menganggap Dewa seperti sahabat ku yang lain.
Berbulan-bulan Dewa mendekatiku, tetap saja aku tidak mau menerimanya
sebagai kekasihku. Padahal aku memiliki perasaan yang sama kepada Dewa.
Mungkin karena aku takut mengenal namanya pacaran atau mungkin aku terlalu
gengsi untuk mengakui bahwa aku sebenarnya juga menyukai Dewa. Aku sendiri
bingung mengapa bisa aku memiliki perasaan lebih untuk Dewa. Mungkin karena
kami sama-sama menjadi sahabat 8cm yang selalu menghabiskan waktu bersama
ditambah lagi dengan Dewa selalu meberikan perhatian lebih kepada ku dan
membuat aku merasa begitu nyaman kepadanya. Alhasil, aku dan Dewa menjalani
hubungan seperti sepasang kekasih namun tidak memiliki ikatan. Setiap malam,
aku dan Dewa selalu berkomunikasi lewat pesan singkat. Dewa selalu
mengingatkan hal-hal kecil seperti sholat tepat waktu, makan, atau mandi.
Perhatian kecilnya membuat dia memiliki tempat tersendiri di dalam hatiku.
Namun demikian, aku terus saja menolak dia untuk menjadikan dia kekasih.
Suatu ketika, mungkin karena kesalahan ku sendiri yang tidak pernah mau
mengungkapkan perasaan membuat Dewa mulai menyerah untuk
memperjuangkanku. Dia mulai membuka hati untuk wanita lain. Mengetahui hal
itu, aku merasa sedih. Aku ingin marah, tapi atas dasar apa aku marah kepadanya?
Jelas aku tidak memiliki ikatan apa-apa dengan Dewa, jadi sah-sah saja jika dia
mencari wanita lain. Aku merasa kecewa, Dewa selalu berkata bahwa dia
menyayangiku, tapi mengapa dia mencari wanita lain? Jika dia benar
menyayangiku, bukankah ikatan seperti pacaran tidak perlu untuk kami jalani,
cukup dengan saling menjaga perasaan satu sama lain dan selalu menjaga hati.
Seperti biasa, pulang sekolah kami berdelapan selalu bersama. Namun
semenjak mengetahui Dewa dengan wanita lain membuat aku menjadi tidak
nyaman jika kumpul bersama. Tentu masalah ini di sadari oleh anak 8cm yang
lainnya. Mereka berusaha membuat keadaan seperti sedia kala, mengembalikan
kebersamaan antara aku dan Dewa. Tapi aku yang terlanjur kecewa tidak mau
perduli lagi. Itu sebabnya aku tidak pernah suka jika antara sahabat memiliki
perasaan yang lebih karena jika sudah terlanjur dikecewakan persahabatan itu
tidak akan menjadi utuh lagi.
Aku terus bersikap acuh tak acuh dengan semua yang terjadi. Namun
semakin aku berusaha kuat, semakin membuat hatiku sakit. Aku tidak bisa
membohongi diriku lebih jauh lagi bahwa aku menyukai Dewa dan tidak ingin
melihat Dewa memberikan perhatian yang sama kepada wanita lain seperti dia
memberikan perhatiannya dulu kepadaku.
Kini telepon genggam milikku yang biasanya diramaikan dengan pesan
singkat dari Dewa tidak pernah berbunyi. Aku sedih kehilangan perhatian kecil
yang membuatku nyaman. Teman-teman 8cm tidak bisa berbuat apa-apa, karena
sekalinya aku berkata tidak, tidak ada yang bisa memaksa ku untuk berkata iya.
Aku selalu membohongi diriku dengan berkata bahwa aku baik-baik saja.
Walaupun sebenarnya jauh di balik kata itu, aku tidak kuat dan aku ingin
menyerah. Akhirnya, karena aku sudah tidak mampu untuk membohongi diriku
sendiri lebih jauh lagi, aku memberanikan diri mengambil telepon genggam ku
dan menuliskan pesan singkat yang kutujukan kepada Dewa. Di dalam pesan
singkat itu, aku mengungkapkan kejujuran ku yang belum pernah aku ungkapkan
sebelumnya bahwa aku menyukai Dewa. Saat itu aku membuang gengsi ku jauh-
jauh, dan setelah mengungkapkan kejujuran itu perasaanku marasa lega.
Tidak lama setelah aku menekan tombol send, aku menerima balasan
pesan dari Dewa. Kejujuran tentang perasaanku mebuat hubungan ku dengan
Dewa menjadi baik kembali. Tepat saat itu adalah hari perpisahan kelas sembilan
dan Dewa menjadi salah satu pengisi acara perpisahan. Aku datang untuk
menontonnya. Selapas acara, aku, Dewa dan teman 8cm yang lain mengisi waktu
dengan makan bersama. Setelah itu kami pulang ke rumah masing-masing. Tepat
pada tanggal 1 Juni kami menjadi sepasang kekasih. Kali ini hubungan ku dan
Dewa tidak lagi menjadi hubungan tanpa status.
Ujian kenaikan kelas pun tiba. Selama ujian berlangsung satu minggu, aku
dan Dewa mengurangi aktivitas kami bersama. Namun tetap saling mengingatkan
untuk sholat dan makan. Walaupun kedengarannya sedikit berlebihan tapi kami
menjalaninya dengan nyaman.
Kini, kami sudah menjadi murid kelas sembilan. Kelas kami pun terpisah.
Kami berdelapan tidak lagi dalam satu kelas yang sama. Namun, kebersamaan
seperti sebelumnya tetap kami jalani. Kami masih menitipkan motor di tempat
yang sama. Ketika jam istirahat tiba, kami berdelapan selalu makan bersama.
Pulang pun demikian. Kami saling menunggu satu sama lainnya.
Entah mengapa semenjak aku dan Dewa tidak lagi satu kelas, membuat
aku menjadi wanita yang sensitif kepada Dewa. Mungkin kerena pengalaman
buruk yang aku lalui sebelumnya membuat aku terlalu membatasi ruang gerak
Dewa. Sebenarnya aku tidak mau bertindak demikian, tapi karena aku tidak mau
kehilangan untuk kedua kalinya, aku terpaksa melarang Dewa ini dan itu.
Mungkin Dewa sedikit tidak suka karena aku selalu melarangnya melakukan hal
yang dia mau, tapi aku tidak mau peduli apakah Dewa suka atau tidak. Aku
menjadi wanita yang egois dan selalu mementingkan perasaanku sendiri tanpa
pernah mementingkan dan memperdulikan perasaan Dewa.
Kini aku berubah. Aku selalu marah kepada Dewa jika dia melakukan
kesalahan sekecil apapun. Aku sendiri juga tidak tau mengapa. Tapi Dewa selalu
sabar menghadapi sikap ku yang seperti itu. Itulah salah satu yang mebuat aku
tidak bisa lepas dari Dewa. Semakin lama aku semakin egois. Mungkin karena
Dewa selalu menuruti semua keinginanku, akhirnya menjadikan aku seperti itu.
Jika ada kemauanku yang tidak bisa dia turuti aku selalu marah. Aku tidak bisa
mengerti keadaannya, tapi dia selalu bertahan walaupun aku bersikap seperti itu.
Lama kelamaan, karena sikapku yang tidak pernah mau tau tentang
perasaan Dewa membuat dia merasa tidak dihargai dan mulai mencari
kenyamanan dengan wanita lain. Di belakangku dia mulai dekat dengan seorang
wanita teman satu kelasnya, bernama Firna. Aku pernah datang mengambil buku
ke kelas Dewa ketika saat itu dia tengah berolah raga. Saat itu, tidak sengaja aku
melihat Dewa menitipkan jam tangannya kepada Firna. Aku tidak memiliki
perasaan negatif apapun melihat hal itu. Karena aku percaya dan yakin kepada
Dewa.
Suatu hari, Hanifa, teman yang juga satu kelas dengan Dewa berada di
sampingku ketika sholat dzuhur berjamaah di sekolah. Hanifa bercerita kepada ku
mengenai kedekatan Dewa dan Firna. Awalnya aku tidak percaya dan hanya
menanggapi cerita itu dengan santai. Beberapa hari setelah itu, aku mulai
menyadari dan merasakan ada perbedaan dengan Dewa. Dia mulai tidak lagi
memperdulikan aku. Biasanya ketika aku marah dengannya, dia selalu berusaha
membuat aku agar tidak marah lagi. Namun kali ini tidak, dia seakan
membiarkanku. Melihat sikap Dewa yang seperti itu, aku mulai mencari tau
penyebabnya. Aku mulai curiga dengan cerita yang disampaikan Hanifa kepadaku
beberapa hari yang lalu. Suatu hari, ketika Dewa mengikuti lomba band yang
diadakan oleh sebuah sekolah menengah atas, aku datang untuk melihatnya.
Kebetulan saat itu Firna juga datang. Sebenarnya aku dan Firna sudah saling
mengenal satu sama lain, tapi tidak begitu akrab. Dewa menitipkan telepon
genggamnya kepadaku. Dengan isengnya, aku membukan history pesan singkat
milik Dewa. Namun kosong, Dewa sebelumnya ternyata sudah menghapusnya
terlebih dahulu. Aku sedikit kesal karena tidak bisa melihat dengan siapa saja
Dewa sudah mengirim pesan. Kemudian aku berpura-pura ingin meminjam
telepon genggam milik Firna dengan alasan aku ingin sedang mencari kontak
seorang teman. Tapi, Firna tidak mau memberikannya. Tentu aku merasa
curiga bahwa memang benar Firna dan Dewa sedang dalam sebuah hubungan.
Perasaanku kuat mengatakan bahwa Dewa sedang membohongiku. Tapi
aku tidak mempunyai bukti apapun. Akhirnya tepat tiga bulan hubungan ku
dengan Dewa, aku memutuskan untuk mengakhirinya. Awalnya Dewa menolak
dengan keras untuk berpisah denganku, tapi aku tidak memperdulikannya. Kabar
berakhirnya hubungan ku dengan Dewa cepat sekali menyebar. Hal itu membuat
teman-teman 8cm yang lainnya terkejut. Banyak yang menanyakan mengapa bisa
hubungan ku dengan Dewa berakhir. Tapi aku hanya diam dan tidak mau
menjawab apapun.
Walaupun keadaanku dan Dewa sedang tidak baik, kami 8cm tetap saling
menunggu dan tetap pulang bersama. Walaupun kebiasaan 8cm yang kami
lakukan tetap berjalan, tentu perbedaan karena masalah itu terasa sangat jelas.
Di malam harinya, aku membuka akun facebook milikku. Ketika itu
muncul di beranda ku Dewa mengubah foto profil akun miliknya. Sekedar iseng,
aku mengomentari foto itu. Melihat itu, banyak teman-teman yang mengira aku
dan Dewa kembali bersama lagi. Sepertinya Firna melihat kejadian itu juga
sehingga membuatnya kesal dan membuat status tentang hal tersebut. Kemudian
aku membuka akun milik Firna, di sana aku melihat berbagai status nya tentang
Dewa. Dari situlah aku mengetahui bahwa memang benar Firna dan Dewa selama
ini bahkan sebelum aku dan Dewa mengakhiri hubungan telah memiliki ikatan di
belakangku.
Suatu hari, pelajaran olah raga kosong. Pak guru tidak masuk sekolah
karena sedang ada urusan. Akhirnya, jam kosong itu diisi dengan bermain di
dalam kelas saja. Teman-teman wanita kelasku membentuk lingkaran mengobrol
tentang banyak hal sambil makan-makan. Kemudian aku ikut bergabung dengan
mereka. Tiba-tiba tanpa tahu mengapa obrolan mereka mengarah kepada putusnya
hubunganku dengan Dewa. “Din, kamu kok bisa putus sama Dewa?” tanya Riri.
Aku hanya diam tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Din, sebenarnya ada yang
aku mau bilang sama kamu” kata Gea. “Kamu mau bilang apa, Ge?” tanya ku.
“Tapi sebelumnya kamu jangan marah ya, ini tetang Dewa.” Jawab Gea. “Kamu
santai aja Gea, aku gak akan marah kok. Tadi kamu mau bilang aku apa?” tanya
ku. “Sebenarnya waktu aku lagi les, aku ga sengaja baca pesan di telpon genggam
Dewa. Aku liat di situ ada pesan dari Firna, dia panggil Dewa pake sebutan
sayang”. Kretekkk.... mendengar itu, aku merasa seperti ada yang sakit di dadaku
namun tidak berdarah. Tapi aku berusaha menunjukkan ekspresi yang biasa saja.
“Kalau kamu ga percaya, aku bisa panggil Tio kok. Aku ngeliat barengan sama
Tio.” Sambung Gea. “Tiooo Tiooo! sini” panggil Gea. Kebetulan Tio dan Gea
teman satu kelas Dewa saat les dan teman satu kelasku saat sekolah. “Tio, beneran
kan Dewa dan Firna saling panggil pake sebutan sayang” kata Gea. Tio hanya
terdiam. Dia takut mengatakan yang sebenarnya kepadaku. “Dina udah tau kok
Tio, jadi kamu jangan pura-pura ga tau gitu” kata Gea. “Iya Din, memang benar
Dewa dan Firna.” Kata Tio dengan nada pelan karena ingin menjaga perasaanku.
Kemudian teman-teman ikut mendengar percakapanku dengan Tio dan Gea
berusaha memberikan semngat untukku. Sebenarnya aku sudah tidak kuat dan
ingin menangis raasanya. Tapi aku tidak tega membuat teman-teman ku merasa
sia-sia memberikan semangat untukku.
Waktu itu aku sedang ada halangan, jadi aku tidak mengikuti sholat
dzuhur berjamaah. Begitu juga hal nya dengan Sabila dan Riska. Kemudian
sembari menunggu sholat berjamaah selesai, kami duduk-duduk di depan kelas
Sabila. Saai itu aku menceritakan tentang Dewa dan Firna kepada Sabila. Sabila
yang juga telah mengenal Firna tidak menyangka. Bagaimana bisa Firna dengan
Dewa. Sabila dan Riska pun memberithau aku bahwa laki-laki di dunia ini tidak
hanya Dewa saja. Mereka banyak memberikan aku nasihat yang membuat aku
bisa tersenyum lagi.
Seminggu setelah perpisahanku dengan Dewa, aku mulai belajar
mengikhlaskan bahwa tidak selamanya mencintai seseorang berarti harus
memilikinya juga. Kadang Tuhan mengirimkan seseorang dalam hidup kita
dengan dua tujuan, yaitu hanya sekedar singgah dan memberikan pelajaran atau
menetap bersama membangun cerita. Mengikhlaskan tidak semudah seperti
mengucapkannya. Awalnya memang sulit melepaskan seseorang yang sudah
mendapat tempat yang spesial di dalam hati. Terlebih lagi jika perpisahan yang
dikarenakan oleh sebuah pengkhianatan. Tapi aku menerima semuanya. Suatu
malam di dalam kesendirianku, aku mengingat Dewa. Kemudian aku
merenungkan segala kejadian yang sudah terjadi. Aku sadar Dewa melakukan hal
seperti itu kepadaku pasti ada penyebabnya. Semakin dalam aku berfikir, aku
mulai menyadari, sikapku yang terlalu berlebihan kepadanya, yang selalu
memarahinya karena melakukan kesalahan walaupun tidak disengaja, yang selalu
melarangnya ini dan itu membuat Dewa merasa tidak nyaman berada di dekatku.
Aku berfikir, mungkin karena itulah dia mencari kenyaman dengan wanita lain,
mungkin karena itulah penyebab kedekatan Dewa dengan Firna.
Masalah ini membuat aku sadar dan merubah sifat kekanak-kanakanku
menjadi dewasa. Aku terbangun dari tidurku, bergegas bersiap ke sekolah dan
menjalankan hari seperti biasanya. Kini aku mulai terbiasa tanpa kehadiran Dewa
mengisi hari-hariku.
Di suatu malam tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Aku tidak
menyangka pesan yang kuterima berasal dari Dewa. Di saat aku mulai bangkit
dan bisa mengikhlaskan Dewa, mengapa Dewa kembali lagi. Aku tidak tau
perasaan apa yang sedang aku rasakan. Antara bahagia karena Dewa masih
memperdulikan aku atau benci karena Dewa datang di saat aku memulai
kehidupan yang baru tanpa dia.
Keesokan harinya, Dewa mengajak aku pulang bersamanya. Tentunya hal
ini menjadi kabar baik bagi teman-teman 8cm, merekapun ikut mendukung. Tapi
Dewa tidak langsung mengantarkan aku pulang. Sebelumnya dia membawa aku
ke taman kota. “Dina, aku mau jujur sama kamu. Selama ini aku ga kuat pisah
sama kamu. Aku mau kita balikan lagi. Aku mohon maafin kesalahanku.” Kata
Dewa. “Tapi kalau kita balikan, bagaimana dengan perempuan pelarianmu itu?”
jawabku. Aku menyebut Firna sebagai perempuan pelarian. Karena aku merasa
enggan untuk menyebut namanya. Aku menatap mata Dewa dalam-dalam. Aku
bisa merasakan ketulusannya. Akhirnya aku menerima Dewa kembali dan dia
berjanji kepadaku menjadikan aku satu-satunya dan meninggalkan Firna.
Kabar kembalinya aku dengan Dewa menjadi kabar bahagian untuk anak
8cm. Ketika kami berkumpul, kekonyolan dan kegilaan yang sempat beberapa
hari terakhir hilang bisa kami rasakan kembali. Kini aku dan Dewa memulai
hubungan kembali dan melupakan segala hal buruk yang telah kami lewati dan
berjalan kedepan membangun cerita yang lebih baik dari sebelumnya. Betapa
beruntung nya aku mempunyai seseorang yang sekaligus bisa menjadi teman,
sahabat, dan pacar.
Suatu hari, tepatnya pada hari sabtu, ketika kami berjalan pulang bersama
tiba-tiba Sabila dipanggil ke ruang kepala sekolah. Seketika kami terkejut dan
bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Kemudian Sabila berjalan menuju ruang
kepala sekolah. Kulihat langkahnya melewati lapangan sekolah di bawah terik
matahari siang itu. Dalam hati aku merasakan ada sesuatu yang telah terjadi, tapi
apa? Aku dipusingkan dengan pertanyaanku sendiri. Akhirnya kami memutuskan
untuk menanti Sabila seraya duduk di bangku depan kelas. Cukup lama kami
menunggu Sabila keluar. Dua puluh menit kemudian, Sabila tak kunjung keluar.
Ini semakin menambah kecemasan kami. Akhirnya saat yang ditunggu tiba. Sabila
keluar dari ruangan kepala sekolah. Ada sesuatu dalam genggamannya. Seperti
sebuah kertas yang berisi surat. Aku semakin penasaran. Surat apa yang ada
dalam genggaman Sabila itu? Aku melihat langkah Sabila yang terus berjalan
mendekati kami yang sudah dari tadi menunggunya. Setelah itu, kami bertanya,
apa yang sedang terjadi, mengapa dia dipanggil ke ruangan kepala sekolah.
Bertubi-tubi kami lontarkan pertanyaan kepadanya, tapi tak satu pun yang dia
jawab. Kemudian, tiba-tiba Sabila menyodorkan secarik kertas yang sudah dia
genggam tadi kepada kami. Ternyata surat itu isinya bahwa Sabila diterima di
sebuah lembaga yang membina atlet voli. Memang Voli adalah hobi Sabila. Dia
sangat hebat bermain voli. Tentunya kami sangat gembira. Kami kemudian
memberikan pelukan dan ucapan selamat kepadanya. Namun, kami kemudian
tersadar, jika Sabila diterima itu artinya bahwa dia akan pindah dari sekolah ini.
Entah perasaan apa yang kami rasakan. Di satu sisi, kami sangat bahagia melihat
salah satu sahabat kami dapat mewujudkan impiannya selama ini menjadi seorang
atlet voli, tapi di sisi lain, kami tidak mau kehilangan Sabila. Kami tidak mau
berpisah dari Sabila. Antara bahagia dan kesedihan. Itulah yang kami rasakan.
Setelah itu kami berjalan menuju rumah Vita. Di sana kami menghabiskan waktu
bersama. Makan-makan dan juga bermain. Tiba saatnya pulang. Ketika itu aku
diantar pulang oleh Riska. Di tengah perjalanan Riska bercerita kepadaku. “Din,
sedih aku kalo Sabila harus pindah. Gimana ini?” Kulihat Riska meneteskan air
mata. Aku sungguh mengerti perasaannya, karena pada saat itu aku juga
merasakan hal yang sama dengannya.”Aku juga sedih Ris, tkita semua sedih,
begitu juga dengan Sabila. Tapi jika kita memperlihatkan kesedihan kita padanya,
itu akan membuatnya semakin bersedih. Tentu kamu ga mau kan melihat dia pergi
dengan hati yang tertekan?” jawab ku menasihati Riska. Aku sangat pandai dalam
menasihati orang, walaupun diriku sendiri lebih sedih darinya. Keesokannya,
adalah hari minggu. Sangat tepat sekali hari itu adalah hari ulang tahun Sabila.
Kami memberikannya kejutan ulang tahun sekaligus tanda perpisahan kami
dengannya. Ketika Sabila menyanyikan sebuah lagu perpisahan untuk kami, aku
sudah tidak tahan dengan air mataku yang terus membendung. Aku memeluk
Sabila dengan erat. Anak 8cm yang lain juga ikut memeluknya. Sungguh memang
benar. Memang benar, kehilangan seseorang yang sudah mengisi hari-hari yang
telah kita lewati itu sangat menyakitkan. Sekalipun itu kehilangan untuk kebaikan.
Itulah perpisahan kami dengan Sabila. Walaupun demikian, kami tetap
saling menghubungi satu sama lain. Kami tetap berkumpul bersama. Tidak terasa
hari mendekati ujian nasional sudah di depan mata. Kesibukan jelang persiapan
menghadapi ujian begitu terasa. Mulai dari ujian praktik, sekolah hingga ujian
negara. Di saat kesibukan yang melanda kami itu, kami jarang berkumpul
bersama. Begitu juga dengan aku dan Dewa. Kami mengurangi waktu bersama
demi bisa mempersiapkan diri semaksimal mungkin. Akhirnya ujian demi ujian
sudah kami lewati. Begitu juga dengan ujian nasional yang selama ini menjadi
hantu dalam pikiran kami.
Setelah ujian berakhir, kami memiliki banyak waktu luang. Tentunya itu
kami manfaat sebaik mungkin. Suatu ketika Sabila datang kembali. Akhirnya
kami membuat rencana untuk liburan bersama. Kami pergi ke air terjun. Sungguh,
kebersamaan yang sempat hilang itu benar-benar kami bisa rasakan kembali. Saat
itu hubunganku dengan Dewa juga semakin baik. Betapa beruntungnya aku
memiliki sahabat- sahabat dan pacar yang sekaligus bagian dari sahabat ku juga.
Aku dan teman-temanku melanjutkan sekolah di tempat yang sama.
Sementara itu, Sabila dan Riska melanjutkan sekolah di luar kota. Masa SMA
memang sangat berbeda dengan SMP. Kami semakin disibukan dengan berbagai
kegiatan sehingga hampir sekarang waktu untuk berkumpul pun bahkan tak ada.
Lama kelamaan, waktu terus berjalan, merubah kami yang dulu begitu sangat
dekat menjadi orang yang seakan hanya sekedar mengenal tapi tidak memiliki
ikatan lebih. Aku merasa sangat asing dengan 8cm. Kami selalu membuat janji
untuk berkumpul bersama tapi tidak pernah terjadi. Janji hanyalah ucapan untuk
sekedar membuat keadaan lebih baik tapi tidak benar benar baik. Terkadang kami
berjalan berpapasan hanya sekedar melontar senyuman kecil. Tidak ada lagi
kebersamaan seperti dulu. Bahkan untuk mengatakan ‘hai’ saja masih sempat
berpikir. Mungkin kesibukan dengan urusan masing-masing membuat semuanya
berubah.
Sementar itu, hubunganku dengan Dewa juga semakin hari semakin tidak
baik. Kurangnya waktu bersama dan komunikasi yang tidak lancar membuat kami
berdua sering terlibat pertikaian karena masalah kesalahpahaman. Hari demi hari
hubunganku dengan Dewa mengalami pasang surut. Kami sering kali terlibat adu
argumen, tidak ada yang mau mengalah satu sama lain. Hingga tepat ketika
memasuki awal semester dua, aku sudah tidak bisa mempertahankan hubunganku
dengan Dewa. Akhirnya aku memutuskan untuk mengakhirinya. Sayangnya, cara
aku dan Dewa mengakhiri hubungan tidak baik sehingga membuat kami menjadi
orang yang asing, seperti orang yang tidak pernah mengenal satu sama lainnya.
Keadaan itu terus saja berjalan hingga akhir semester dua.
Libur semester tiba. Aku tidak pergi kemana-mana. Cukup menikmati
waktu istirahat di rumah. Namun walaupun begitu, aku menikmatinya. Aku
sebenarnya tidak menyukai keramaian. Aku lebih menyukai suasa yang sepi,
sunyi, dan jauh dari keramaian. Aku berpikir, ini adalah musim liburan. Tentu
banyak tempat objek wisata yang diserbu orang. Oleh sebab itu aku memilih
berdiam diri di rumah saja. Tidak ada tempat yang lebih nyaman selain di rumah
sendiri. Bangun tidur, aku bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan
kewajibanku sebagai muslimah untuk sholat subuh. Setelah itu, aku keluar rumah
menghirup udara segar yang masih bercampur dengan embun pagi menghasilkan
wangi yang membuat pikiran dan perasaan menjadi tenang. Setelah itu aku mandi
dan sarapan. Aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton film.
Maklum, selama sekolah aku sangat sibuk. Jadi, hampir tidak pernah aku bisa
meluangkan waktu untuk hobiku yang satu ini. Bagitu seterusnya setiap hari.
Mungkin, bagi orang lain, menjalani liburan dengan hal seperti itu sangat
membosankan, tapi bagiku ini membuat aku lebih bisa menikmati waktu istirahat
dengan maksimal.
Tak terasa waktu liburan sudah usai. Akhirnya tiba saatnya menjadi murid
kelas sebelas. Hari pertama masuk sekolah, kegiatan belajar mengajar belum
berlangsung efektif. Terlebih lagi diiringi oleh bulan ramadhan dimana pada bulan
itu kegiatan belajar mengajar memang mendapat pengurangan waktu. Ini
merupakan ramadhan pertamaku tanpa ditemani Dewa. Memang sungguh berbeda
rasanya. Selama dua tahun terakhir, sekitar pukul empat pagi telepon genggam
milikku selalu mendapat pesan singkat dari Dewa. Entah itu untuk
membangunkanku atau sekedar mengucapkan selamat sahur untukku. Tapi kali ini
tidak ada satu pesan pun yang muncul di layar telepon gengamku. Tapi aku tetap
bersikap seperti biasa. Memang rasanya berbeda. Meninggalkan kebiasaan yang
sempat membuat aku bahagia itu memang sulit. Tapi apa daya, semuanya sudah
terjadi. Inilah jalan yang harus aku lalui.
Kemudian, seminggu setelah hari raya Idul Fitri, hari pertama masuk
sekolah. Sekolah diwali dengan saling bermaaf-maafan. Ketika aku berdiri di
depan kelas, tiba-tiba Dewa datang untuk lahir batin denganku. “Sudah, tidak usah
berlebihan. Hanya sekedar bersalaman saja. Tidak lebih dari itu” pikir ku.
Keesokan harinya, aku dikejutkan dengan munculnya Sabila tiba-tiba di sekolah.
Ternyata Sabila telah kembali dan kini bersekolah di tempat yang sama denganku.
Tentu aku tidak menyangka. Ini merupakan kejutan yang tidak aku sangka-
sangka. Begitu juga dengan teman-teman 8cm yang lain. Semenjak Sabila pindah
dan sekarang kami satu sekolah kembali, membawa perubahan bagi kami, 8cm.
Sekarang, kami selalu berkumpul bersama walaupun tidak sesering yang dulu.
Ketika ada waktu luang, kami selalu menyempatkan diri untuk berkumpul. Karena
sering berkumpul kembali, hubunganku dengan dewa sedikit mulai sedikit
menjadi baik, yang awalnya untuk saling menyapa saja kami enggan, namun
sekarang sudah tidak lagi. Kini aku dan Dewa walaupun sudah tidak lagi terikat
status pacaran tetapi kami tetap menjadi sahabat, yang selalu ada satu sama
lainnya. Begitu juga dengan teman 8cm yang lain, Sabila, Deni, Riska, Gilang,
Dewa, Nirza, dan Vita. Aku sungguh menikamati waktu kebersamaan dengan
sahabat-sahabatku sekarang. Karena aku sadar, suatu saat nanti aku tidak akan
bisa menikmatinya seperti saat ini. Untuk itu, aku sungguh memanfaatkan waktu
kebersamaan sekarang dengan sebaik-baiknya. Karena esok, ketika kami sudah
lulus SMA, tentu kami akan berpisah. Berpisah bukan berarti tidak akan berjumpa
kembali. Kami, berpisah untuk mengejar cita-cita yang telah kami gantungankan
masing-masing, dan akan kembali bertemu ketika kami sama-sama sudah berhasil
dan meraih kesuksesan. Sahabat menjadi cinta merupakan suatu hal yang biasa,
tapi cinta menjadi sahabat merupakan suatu kedewasaan yang luar biasa. Mantan
kekasih memang ada, tapi tidak untuk sahabat. Tidak akan pernah ada yang
namanya mantan sahabat. Jika memang ada yang namanya mantan sahabat, tentu
itu bukan sahabat. Karena sahabat sejati adalah sahabat yang akan selalu menjadi
kenangan yang mendapat tempat teristimewa di hati.
BIODATA
Nama panjang saya adalah Triana Aulia Safitri. Nama panggilan saya
adalah Aulia. Saya lahir pada tanggal 04 Januari 1999. Saya anak ketiga dari
empat bersaudara. Saya mempunyai dua kakak laki-laki dan satu adik laki-laki.
Saat ini saya masih berumur 16 tahun. Alamat saya di Jalan Diponegoro nomor 33
Selong, Lombok Timur.
Status saya adalah sebagai pelajar di SMA Negeri 1 Selong. Saat ini saya
masih duduk di bangku kelas XI MS 5. Agama saya adalah Agama Islam. Alamat
email saya yaitu aulia41@gmail.com . Nama facebook saya adalah Triana Aulia
Safitri. Nama twitter saya adalah Safitri Auliaa. Pin bbm saya 5455B111. IG saya
adalah Triana Aulia Safitri.
Saya memiliki hobi menonton film. Apabila mempunyai waktu senggang,
saya selalu mengisinya dengan menonton film. Selain itu saya memiliki hobi
traveling. Saya menyukai alam. Karena itu, ketika liburan tiba saya lebih memilih
untuk menghabiskan waktu dengan alam daripada mengahabiskan waktu di pusat-
pusat perbelanjaan.
Setelah lulus SMA, saya ingin melanjutkan pendidikan di STAN (Sekolah
Tinggi Akutansi Negara). Setelah lulus kuliah nanti, saya ingin menjadi pegawai
pajak. Selain itu, saya ingin memiliki pekerjaan sampingan menjadi wanita
pembisnis (Bussiness woman).
Prinsip dalam kehidupan saya adalah menjadi anak yang dibanggakan
kedua orang tua. Saya selalu ingin melihat kedua orang tua saya bahagia dan
bangga memiliki anak seperti saya.
SINOPSIS CERITA PENDEK “SAHABAT JADI CINTA”
Kedekatan aku dan Dewa dimulai saat kami berdua menjadi sahabat.
Setiap waktu kami habiskan bersama membuat tumbuh perasaan yang lebih
diantara kami. Kedekatan ku dan Dewa sangat didukung oleh sahabat kami yang
lain. Hingga pada suatu hari Dewa mengungkapkan perasaan nya kepada ku.
Namun sayang, sifat ku yang mungkin bisa dikatakan perempuan yang memiliki
gengsi yang tinggi membuat aku tidak mau menerima Dewa.
Walaupun begitu, Dewa tetap terus berusaha untuk mendapatkan ku,
ditambah lagi dukungan dari sahabat yang lain membuatnya tidak pantang
menyerah. Awalnya, perasaan ku terhadap Dewa biasa-biasa saja, sama seperti
perasaan ku kepada yang lain. Aku hanya menganggap Dewa sebagai seorang
sahabat, tidak lebih dari itu. Namun seiring berjalannya waktu, tanpa aku sadari,
perasaan lebih untuk Dewa mulai tumbuh. Entah karena apa. Aku sungguh tidak
mengerti, semua berjalan begitu saja.
Namun, karena gengsi yang aku miliki, aku tidak mau mengakuinya
bahwa aku juga sebenarnya menyukai Dewa. Setiap hari Dewa terus memberi
perhatian-perhatian kecil kepadaku. Dia tidak pernah lupa mengingatkan ku untuk
sholat, makan tepat waktu, dan sebagainya. Hal ini membuat aku merasa nyaman
dengannya. Mungkin karena hal itu juga sedikit demi sedikit perasaan sayang ku
kepada Dewa mulai tumbuh. Mungkin karena hal itu juga Dewa kini mendapat
tempat yang spesial di dalam hati ku, meskipun aku terlalu munafik untuk
mengatakan itu semua.
Waktu terus berjalan, dan aku memang mengakui keberadaan Dewa,
namun tidak pernah memberikannya kejelasan mengenai status kami berdua. Bisa
dibilang aku menggangtungkannya tanpa pernah memberi kejelasan. Untuk itu,
aku dan Dewa menjalani hubungan seperti sepasang kekasih namun tidak
memiliki ikatan lebih selain persahabatan.
Kami terus menjalani hubungan seperti itu hingga Dewa mulai jenuh
karena status ketidakjelasan ini. Mungkin karena bosan dengan aku yang terus
saja menggantungkan harapannya, akhirnya Dewa mulai membuka hati untuk
wanita lain. Mengetahui itu, aku sungguh sedih. Jikalau boleh aku berkata jujur,
aku sebenarnya tidak ingin melihat Dewa membagi perhatiannya untuk wanita
selain aku. Kemudian dengan membuang gengsi ku yang besar, aku memutuskan
untuk mengakui perasaan ku kepada Dewa. Sejak saat itu, akhirnya aku dan
Dewa resmi menjadi sepasang kekasih. Kini kami berdua memiliki ikatan dan
tidak lagi menjalin HTS (hubungan tanpa status).
TUGAS BAHASA INDONESIA
CERITA PENDEK

OLEH

NAMA : TRIANA AULIA SAFITRI


KELAS : XI MS 5
NO : 32

SMA NEGERI 1 SELONG


Jalan Tuan Guru Haji Umar, Nomor 17, Selong, Kabupaten Lombok
Timur, NTB.
Telp. (0376) 21057 Kode Pos 83612
2015

Anda mungkin juga menyukai