Anda di halaman 1dari 17

Teruntuk Nenekku Tersayang, yang Kini Sudah

Bahagia di Surga
Halo Nek, apa kabar?

“Sudah lama kita tidak bersua.

Sudah berapa tahun lamanya sejak engkau meninggalkan


Apa nenek baik-baik saja di sana? Bagaimana rupa nenek sekarang? Apakah masih
sama seperti ketika sedang bercengkerama denganku untuk yang terakhir
kalinya? Yah, aku harap nenek sedang tersenyum menatapku sembari ditemani
para malaikat surga.
Sejak kepergian nenek, ada banyak hal yang terjadi di dunia
ini. Aku sekarang sudah menjadi wanita dewasa. Aku sudah
tidak gemar merengek ataupun bermanja-manja. Aku juga
sudah menyelesaikan studiku dan kini sedang berjuang
menapaki karier sendiri. Sungguh, aku ingin nenek masih ada
di sini. Menjadi saksi pertumbuhan serta perjalananku hingga
Ah, andai saja nenek masih ada di sini. Kita pasti masih
bisa saling bertukar cerita. Nenek pasti akan
mendongengkan kembali kisah ketika Indonesia masih
dijajah, ataupun aku akan mengajarkan nenek
bagaimana cara menggunakan gadget. Mungkin.
Ah, andai saja nenek masih ada di sini. Kita pasti masih bisa saling bertukar cerita. Nenek
pasti akan mendongengkan kembali kisah ketika Indonesia masih dijajah, ataupun aku akan
mengajarkan nenek bagaimana cara menggunakan gadget. Mungkin.
Nenek adalah bagian penting dari masa kecilku. Aku
masih ingat   bagaimana dulu kita sering menghabiskan
waktu
Hari itu akhirnya tiba. Hari dimana kesehatan nenek
mulai menurun dan hanya bisa tergolek di atas
pembaringan.
Aku selalu mengutuki hari itu. Aku tidak pernah mengharapkan hari itu akan ada di
hidupku. Ya, hari dimana kesehatan nenek mulai menurun. Aku semakin bisa
melihat dengan jelas jejak guratan menua di wajah nenek. Nenek tidak lagi nampak
sehat dan bisa membuatkan kami camilan. Nenek lebih banyak tergolek lemah di
atas pembaringan. Bahkan, aku dan saudara-saudaraku harus berada di samping
kasur nenek demi bisa bercengkerama.

Saat nenek terbaring lemah, aku mulai menyadari bahwa aku tidak memanfaatkan
waktu pertemuan kita di dunia dengan sebaik-baiknya. Aku membuang waktu yang
berharga hanya demi bersenang-senang bersama kawan atau bahkan sibuk
berkutat dengan dunia maya yang dirasa kurang perlu.

Maafkan aku nek, aku berharap diberi kesempatan sekali lagi untuk mengubah tabiatku.
Jika bisa, aku ingin sekali lagi kembali ke masa lalu demi bisa mengulang waktu saat
nenek masih ada.
Sekarang hanya tinggal rasa sedih dan menyesal yang masih
tersisASampai detik ini pun aku masih mengutuki diri
sendiri. Aku masih menyesal kenapa aku tidak selalu berada
di samping nenek. Kenapa aku memilih mengabaikan
daripada menemani? Ya, mungkin rasa sesal lah yang kini
menjadi alarm penanda bahwa aku tidak boleh mengabaikan
lagi orang-orang kesayangan di dalam hidupku.
Ah, ya nek, taukah bahwa terkadang aku juga selalu cemburu
jika ada satu dua kawan yang masih memiliki seorang nenek
hingga detik ini? Ya, aku cemburu dengan kedekatan mereka,
kenapa mereka masih memiliki nenek dan nenekku sudah
dipanggil terlebih dahulu?

Melihat kedekatan kawanku dengan nenek mereka membuatku


rindu terhadap kenangan yang pernah kita lalui bersama.
Kenangan saat kita saling berbagi cerita, atau saat nenek
selalu menuruti kemauanku dengan selalu membelikan mainan
dan barang-barang yang kuinginkan. Ah, kenangan bersama
nenek tidak akan pernah ada habisnya jika kutuangkan semua
di suratku ini.

Tapi asal nenek tahu, kenangan manis bersama nenek akan


selalu tersimpan rapi di lingkar kepala dan juga dalam
hatiku. Bahkan mungkin, esok saat tiba waktuku berperan
sebagai seorang nenek, aku akan mencontoh penuh sifat
nenek. Ya, aku belajar banyak dari nenek, belajar artinya
menerima dan mencintai dengan tulus.

Nek, aku belum pernah sekalipun mengatakan perasaanku


pada nenek, bahwa aku mengagumi dan menyayangi nenek.
Ya, rasa ini belum terlalu jelas kurasakan saat usiaku masih
dini, namun sekarang aku tahu pasti bahwa nenek sudah
berjasa memberikan masa kecil yang membahagiakan bagiku.

“Aku sungguh sayang nenek. Ku harap nantinya kita akan


berkumpul bersama lagi di surga.”
Nek, masih ingatkah dulu nenek gemar membuatkan aku dan KAKAK,ADIK baju?
Ya, baju yang nenek jahit sendiri. Bahkan, nenek rela terjaga hingga larut demi
menyelesaikan satu stel baju. Nenek selalu memperbolehkan kami memilih sendiri
corak kain hingga model baju yang kami sukai. Tidak hanya untuk mengasah
keahlian menjahit yang nenek miliki, tapi sekaligus sebagai perwujudan rasa sayang
nenek kepada kami.

Aku juga masih ingat ketika hari libur tiba, aku dan adik-adik selalu girang
ketika menghabiskan waktu untuk menginap di rumah nenek dan berkumpul
bersama dengan kerabat lainnya. Nenek tidak pernah alpa menyiapkan hidangan,
dari camilan hingga makan malam. Camilan yang nenek buat selalu enak karena
dibuat dengan takaran kasih sayang yang pas. Sama halnya dengan masakan yang
nenek racik, membuat mulut ini tidak berhenti mengunyah.

Bahkan, tidak hanya sewaktu libur saja, rumah kakek dan nenek selalu yang
menjadi tujuan utama ketika papa dan mama sedang repot bekerja dan harus
menitipkan aku dan adik-adik untuk sementara. Aku tidak tahu bagaimana nasib
kami tanpa adanya kakek dan nenek. Saat aku jatuh sakit nenek juga selalu mau
merawatku, menggantikan mama yang memang sedang kelimpungan dengan
pekerjaan.
aku menjadi wanita dewasa seperti sekarang ini.
Aku rindu usapan tangan nenek yang membelai lembut
rambutku. Rindu juga dengan candaan ringan yang selalu
nenek lontarkan. Bahkan, aku juga kangen saat nenek
memberi nasihat yang itu-itu saja ataupun cerita masa muda
nenek yang selalu diulang-ulang.
ADVERTISEMENT
dunia?”

Anda mungkin juga menyukai