Anda di halaman 1dari 11

TUGAS STRUKTUR DAN KEBAHASAAN DRAMA

I Gede Pramaditya Wahyu Saputra


7
XI MIPA 5

i. Kebahasaan dan Struktur Drama Berupa Teks.


A. KEBAHASAAN
1. Menggunakan konjungsi kronologis yakni kata yang menunjukan hubungan
waktu, misalnya : “Di suatu pagi pada saat dayang sumbi sedang menenun, ia
merasa tak enak badan. Selanjutnya ia secara tidak sengaja menjatuhkan pintalan
benangnya ke lantai berkali-kali.”, “Pergilah sekarang kau ke hutan untuk
berburu rusa dan ajaklah si Tumang bersama dirimu.”, “Sesampainya di rumah,
Sangkuriang sangat heran melihat banyak perubahan yang terjadi pada
kampungnya. Kemudian ia bertemu kembali dengan ibunya, namun keduanya
tidak saling mengenal.”, “Aku tidak akan kembali pulang, sebelum membawa
hasil yang memuaskan.”
2. Menggunakan kata kerja yang menjelaskan suatu peristiwa, misalnya:
“Selanjutnya ia secara tidak sengaja menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai
berkali-kali.”, “Lalu Sangkuriang mengarahkan busurnya ke aras si Tumang.”,
“Dayang Sumbi begitu marah besar mendengar cerita tersebut.”.
3. Menggunakan kata sifat untuk menggambarkan tokoh, suasana, dan tempat,
misalnya: “Sangkuriang berkembang dan tumbuh menjadi seorang pemuda yang
tampan rupawan dan gagah.”, “Kau sangat piawai sekali dalam berburu
menjangan.”, “Putri tersebut bernama Dayang Sumbi yang tekenal dengan
kecantikan dan juga kecerdasannya, namun ia juga terkenal dengan sifat
manjanya.”
4. Menggunakan kata-kata yang dirasakan tokoh, misalnya: “Dayang Sumbi begitu
marah besar mendengar cerita tersebut.”
5. Menggunakan kata ganti orang ketiga untuk prolog dan epilog, misal: “Putri
tersebut bernama Dayang Sumbi yang tekenal dengan kecantikan dan juga
kecerdasannya, namun ia juga terkenal dengan sifat manjanya.”
6. Menggunakan kata ganti orang pertama dan kedua untuk dialog, misal: “Kenapa
malah kau yang membawakan pintalan benangku? Artinya suka tidak suka, aku
harus menjalankan janjiku untuk menjadikan anjing ini suamiku.”

B. STRUKTUR
1. PROLOG
Alkisah pada zaman dahulu, di tanah Parahyangan pada sebuah kerajaan yang
dipimpin oleh seorang baginda raja yang ditemani oleh seorang ratu yang hanya
memiliki seorang putri. Putri tersebut bernama Dayang Sumbi yang tekenal
dengan kecantikan dan juga kecerdasannya, namun ia juga terkenal dengan sifat
manjanya. Di suatu pagi pada saat dayang sumbi sedang menenun, ia merasa tak
enak badan. Selanjutnya ia secara tidak sengaja menjatuhkan pintalan benangnya
ke lantai berkali-kali.
2. DIALOG
a. Orientasi
Dayang Sumbi:
Ya ampun, pintalan itu lagi-lagi terjatuh (Dayang Sumbi Kesal). Aku bejanji,
Siapapun orangnya apabila ada seseorang yang membawakan pintalan benang
yang jatuh itu kepadaku, kalau ia seorang laki-laki, akan kujadikan ia
suamiku, apabila ia seorang perempuan maka akan kujadikan ia saudaraku.

Narator:
beberapa saat setelah kata-kata perjanjian tersebut diikrarkan, tiba-tiba
datanglah seekor anjing yang sakti bernama Tumang.

Tumang:
Ini milikmu tuan putri? (seraya membawakan pintalan benang)

Dayang sumbi:
Kenapa malah kau yang membawakan pintalan benangku? Artinya suka tidak
suka, aku harus menjalankan janjiku untuk menjadikan anjing ini suamiku.

Narator:
Selanjutnya Dayang Sumbi dan seekor anjing yang bernama Tumang hidup
berbahagia dalam mahligai rumah tangga. Dalam rumah tangga mereka,
Dayang Sumbi dan Tumang dikaruniai seorang anak laki-laki yang gagah dan
tampan. Anak tersebut tumbuh dan berkembang layaknya seperti seorang anak
laki-laki pada umumnya. Anak laki-laki ini dinamakan Sangkuriang.

b. Komplikasi
Narator:
Dalam perjalanan perkembangan pertumbuhan Sangkuriang, Keseharian
Sangkuriang selalu ditemani oleh Tumang yang selama ini ia ketahui hanyalah
seekor anjing biasa yang selalu setia menemaninya. Bukanlah sebagai ayah
kandungnya. Dalam perjalanan waktu yang senantiasa bergulir, Sangkuriang
berkembang dan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan rupawan dan
gagah. Pada suatu ketika Dayang Sumbi memanggil puteranya Sangkuriang

Dayang sumbi:
Ananda Sangkuriang, ibu saat ini sangat ingin memakan daging menjangan.
Pergilah sekarang kau ke hutan untuk berburu rusa dan ajaklah si Tumang
bersama dirimu.

Sangkuriang:
Baiklah, ibundaku.

Narator:
Setibanya Sangkuriang di tengah hutan.

Sangkuriang:
Dimana aku bisa memperoleh seekor menjangan yang besar? Aku tidak akan
kembali pulang, sebelum membawa hasil yang memuaskan. Jika aku tidak
membawa hasil, maka dengan sangat terpaksa akan aku hujamkan anak panah
ini ke tunuh kumang sebagai ganti hewan buruan yang tak kunjung ku
dapatkan.

Narator:
Lalu Sangkuriang mengarahkan busurnya ke aras si Tumang, dan benar saja ia
telah melakukannya. Tumang pun terkena anak panah Sangkuriang dan tak
lama kemudian si Tumangpun sekarat dan akhirnya mati. Begitu Sangkuriang
tiba di rumah, ia langsung menyerahkan daging Tumang kepada ibunya.

Sangkuriang:
Ibunda, ini adalah daging menjangan yang besar hasil buruanku.

Dayang sumbi:
Terima kasih banyak anakku. Kau sangat piawai sekali dalam berburu
menjangan.

Narator:
Beberapa saat setelah makan selesai, Dayang Sumbi teringat akan si Tumang.

Dayang sumbi:
Dimana ya si Tumang? Kenapa ia belum pulang juga. Sangkuriang, kemarilah
nak…!
Sangkuriang:
Iya bunda, ada apa gerangan?

Dayang sumbi:
Kau tahu di mana si Tumang? Kenapa ia belum pulang juga

Sangkuriang:
Maafkan aku ibunda, Tumang telah mati ditanganku. Daging yang ibu makan
bukanlah daging menjangan. Tapi daging itu adalah milik Tumang.

Dayang Sumbi:
Apa kau bilang???!! Jadi, yang kau suguhkan pada ibumu kemarin adalah
daging si Tumang??

Sangkuriang:
Benar sekali bunda.

Dayang Sumbi:
(marah) Dasar anak tak tau diri! Pergilah dari rumah ini!

Narator:
Dayang Sumbi begitu marah besar mendengar cerita tersebut. Dengan reflek
disertai dengan amarah yang memuncak Dayang Sumbi memukul kepala
Sangkuriang dengan benda peralatan dapur yang dipegangnya. Sangkuriang
terluka cukup parah dibagian kepalanya.

Sangkuriang:
Maafkan aku ibu, baiklah…aku akan pergi dari sini.

Narator:
Beberapa tahun berlalu, Sangkuriang yang telah mengembara ke seluruh
negeri dan selanjutnya memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang sangat heran melihat banyak perubahan
yang terjadi pada kampungnya. Kemudian ia bertemu kembali dengan ibunya,
namun keduanya tidak saling mengenal.

Sangkuriang:
Hai, nona manis. kau sangat cantik. Aku ingin sekali melamarmu. Maukah
kau kupersunting untuk menjadi istriku?

Dayang Sumbi:
Baiklah, aku bersedia untuk menjadi istrimu.

Narator:
Suatu ketika Sangkuriang meminta tolong untuk merapikan ikat kepalanya,
dan Dayang Sumbi pun mengikuti kemauannya. Dayang Sumbi kaget melihat
kepala Sangkuriang terdapat bekas luka yang amat jelas di kepalanya.

Dayang Sumbi:
Sangkuriang, mengapa di kepala mu terdapat bekas luka? Bekas luka apakah
itu?

Sangkuriang:
Bekas luka di bagian kepalaku ini, dulu aku pernah dipukul oleh ibuku.
Karena aku telah membunuh anjing kesayanganku.

Dayang Sumbi:
Ya Tuhan…! Ternyata engkau adalah Sangkuriang anakku.

Narator:
Dayang Sumbi semakin bertambah bimbang.

Dayang Sumbi:
Bagaimana ini? Aku tak mungkin menikahi anakku sendiri. Aku harus
mencari cara untuk menggagalkan pernikahan kami.

Dayang Sumbi:
Sangkuriang. Aku ingin mengatakan hal yang sesungguhnya bahwa engkau
adalah puteraku. Kau adalah anakku. Aku yang dahulu pernah memukul
kepalamu hingga berbekas seperti itu.

Sangkuriang:
Kau bohong! Kau hanya tidak mencintaiku bukan? Makanya kau mengarang
cerita yang tidak-tidak supaya pernikahan kita gagal.

Dayang Sumbi:
Apa yang aku ceritakan adalah kebenaran. Aku adalah ibumu nak.

c. Resolusi
Narator:
Setelah panjang lebar Dayang Sumbi menjelaskan mengenai dirinya dan
puteranya serta anjing yang bernama Kumang, namun Sangkuriang tetap tak
mau mendengarkan dan bersikeras hendak menikahi Dayang Sumbi. Dayang
Sumbi berpikir keras untuk menemukan cara agar pernikahannya dengan
puteranya gagal.

Dayang Sumbi:
Wahai Sangkuriang, apa kamu tetap bersikeras ingin mempersuntingku?

Sangkuriang:
Tentu, tekadku sedah bulat.

Dayang Sumbi:
Baiklah. Aku bersedia menjadi istrimu dengan beberapa syarat.

Sangkuriang:
Apa syarat yang kau ajukan?

Dayang Sumbi:
Aku ingin engkau membuat sebuah bendungan dan membuatkanku sebuah
perahu untukku. Syarat-syarat tersebut harus bisa kau penuhi sebelum fajar
tiba.

Sangkuriang:
Baiklah! Akan aku jalankan segala persyaratan yang kau ajukan.

Narator:
Lalu sangkuriang pun pergi. Kemudian ia mengerahkan segala kesaktiannya
dan memanggil jin-jin untuk membuat bendungan dan perahu untuknya.

Narator:
Ketika pekerjaan Sangkuriang tengah berlangsung, Dayang Sumbi
menggunakan tipu muslihat yakni dengan membangunkan ibu-ibu
untukmenumbuk padi pertanda fajar telah tiba.

Narator:
Sangkuriang berhenti melakukan pekerjaannya, dan jin-jin pun lari terbirit-
birit karena mengira fajar telah tiba. Namun Sangkuriang menyadari bahwa
ini hanyalah tipu muslihat dari Dayang Sumbi.

3. EPILOG
Sangkuriang marah dan mengutuk Dayang Sumbi lalu ia merusak bendungan
setengah jadi ia buat bersama jin-jin nya. Karena amarah yang tak tersalurkan,
Sangkuriang pun menendang perahu tersebut dan jatuh dalam keadaan terbalik.
Perahu itu membentuk sebuah Gunung Tangkuban Perahu

ii. Kebahasaan dan Struktur Drama Berupa Video.


A. KEBAHASAAN
1. Menggunakan kata kerja yang menjelaskan suatu peristiwa, misalnya: “Takdir
mempertemukan Dayang Sumbi sang puteri dengan Tumang, dewa yang
dikutuk menjadi anjing berwarna jelaga.”, “Dayang menjelma menjadi bunga,
Sangkuriang menghilang ditelan bumi.”
2. Menggunakan konjungsi kronologis yang menunjukan hubungan waktu, misal:
“Dengan rasa kecewa dan marah, perahu raksasa ditendang Sangkuriang
kemudian terkelungkup menjadi Gunung Tangkuban Perahu.”, “Perahu raksasa
ditendang oleh Sangkuriang lalu tertelungkup menjadi Gunung Tangkuban
Perahu.”
3. Menggunakan kata sifat untuk menggambarkan tokoh, suasana, dan tempat,
misalnya: “Hari ini terlalu terik untuk bekerja menenun, bahkan untuk sekedar
melamun.”
4. Menggunakan kalimat suruhan, seperti: “Tolong ambilkan pinta itu!”
5. Menggunakan kalimat pertanyaan, seperti : “Sungguhkan ia yang kau pilih?”
6. Menggunakan kata-kata yang menggambarkan perasaan tokoh, misal : “Dengan
rasa kecewa dan marah, perahu raksasa ditendang oleh Sangkuriang lalu
tertelungkup menjadi Gunung Tangkuban Perahu.”
B. STRUKTUR
1. PROLOG
Ini adalah sebuah kisah yang kualami dan kini kuceritakan kembali. Bahwa pada
akhirnya, tak ada kisah yang sampai ke hilir hidup terus berlanjut di tempat lain,
di alam berbeda, seperti aliran sungai yang selamanya tak berujung. Semua
berawal dari dahaga babi hutan mereguk genangan cahaya, pipis, air seni Raja
Perbangkara yang sakti, melahirkan Dayang Sumbi, dibesarkan raja dalam istana,
namanya bermakna wujud nurani dengan dua wajah yang tidak terpisah cinta
sahaja dan nafsu belaka. Demi menikahi sang puteri, berperang seluruh ksatria
yang menyebabkan pertumbahan darah. Sang puteri ingin kembali ke hutan, ke
tanah kisah ini bermula.
2. DIALOG
a. Orientasi
Dayang Sumbi:
Semua berawal dari nurani. Demi pertumpahan dara berhenti. Menyepi ku ke
hutan berlantara, menenun sepanjang hari, menembang sepanjang malam,
dijaga anjing berwarna jelaga.
Tumang:
Semua berawal dari sabda, dewata telah bertitah, jatuhlah hamba dari nirwana,
di bumi hamba berada.

Dayang Sumbi:
Hari ini terlalu terik untuk bekerja menenun, bahkan untuk sekedar melamun.
Matahari meluncur turun ke atas pucuk kepalaku. Ah, kayu pintalku jatuh.

Tumang:
Menjaga Dayang Sumbi, anak emas ayahanda raja, menjelma gadis jelta,
diperebutkan para kesatria, hingga harus mengasingkan diri, ku setia
menemani.

Dayang Sumbi:
Jika ada telinga yang mendengarku, tolong ambil kayu pintalku. Jika kau
perempuan, bersaudaralah kita nanti, jika kau lelaki, ku jadikan kau suami.
Sungguh kah ia yang kau pilih?

Tumang:
Menikahi Dayang Sumbi, berputrakan Sangkuriang, ia tak tahu siapa ayahnya,
ia hanya tau satu-satunya penjaga adalah anjing berwarna jelaga.

Dayang Sumbi dan Tumang:


Jiwamu telah berucap, tak mungkin kau langgar, jiwaku telah berjanji, maka
akan kutepati. Demikian semua berawal dari nurani.

b. Komplikasi
Selagi berburu, tertusuk panah Sangkuriang kecil, anaknya sendiri, Tumang
pun jatuh dan terbunuh. Dayang Sumbi pun mengusir Sangkuriang. Terusir,
Sangkuriang pun berkelana, berkeliling menimba ilmu hingga jadi manusia
sakti. Setelah belasan tahun, kini ia kembali ke tanah kelahirannya, dan jatuh
cinta pada Dayang Sumbi.

Sangkuriang:
Semua berawal dari senja, saat ibu merana dan aku termanggu, dengan satu
tamparan ia lukai kepalaku. Bertahun ku lewati, di tanah asing, ku timba ilmu
dengan satu tujuan. Manusia hebat mahadaya, aji yang sakti dan mantraguna.
Raga menjelma perkasa, jiwa menjadi hadir, sesak pilu telah di ujung kening.
Entah dimana kini ku berdiri, hanya satu yang terlihat, seraut wajah, dengan
mata yang serupa cakrawala, apakah kau percaya pada rasa cinta, cinta, oh
matamu serupa cakrawala dengan matahari yang tak kunjung tenggelam.
Ketika semua berawal dari senja.

Menyadari Sangkuriang adalah anak kandungnya, Dayang Sumbi menolak


untuk dinikahi, tetapi Sangkuriang bersikeras, semesta pun berkehendak.

Narator:
Dayang Sumbi memohon ampun tulus dan penuh dari hati. Dewa memberinya
kecantikan abadi yang membuat putranya sendiri terpukau.

Dayang Sumbi:
Aku tak mau menikahimu, kau putera kandungku.

Sangkuriang:
Buktikan padaku bahwa ucapanmu adalah sungguh.

Dayang Sumbi:
Luka di keningmu adalah karena amarahku dulu.

c. Resolusi
Narator:
Sangkuriang tak lagi dibutakan oleh cinta semata, tetapi nafsu pula. Ibunya
terpekur oleh kegigihan puteranya, tak punya pilihan selain menerima, dengan
sebuah syarat yang tidak bisa diwujudkan manusia bisa, sebelum fajar tiba,
perahu besar harus dibangun sungai pun harus dibendung.

Dayang Sumbi:
Jika bisa kau penuhi, aku bersumpah bersedia kau nikahi.

Narator:
Sangkuriang yang sakti memanggil mahluk ghoib, membangun perahu
raksasa, membendung derasnya sungai hanya dalam semalam saja.

Sangkuriang:
Pukul 3 pagi, perahu sudah bediri, tingal kubendung sungai ini.

Dayang Sumbi:
Oh dewata, tolonglah hamba hentikan putera hamba. Menikahi ibu
kandungnya.

Narator:
Dayang Sumbi mengambil kain sutra putih, ditutupinya langit gulita,
dimintanya juga ayam jantan berkokok. Meski masih dalam bertahta, mahluk
ghoib pun pergi, Sangkuriang pun seorang diri, kemarahan memuncak bagai
api.

Sangkuriang:
Engkau telah mengkhianati sumpahmu sendiri.

Dengan rasa kecewa dan marah, perahu raksasa ditendang Sangkuriang


kemudian terkelungkup menjadi Gunung Tangkuban Perahu. Dayang Sumbi
menjelma menjadi bunga. Sangkuriang hilang ditelan bumi.

3. EPILOG
Dayang Sumbi:
Ilusi cinta ditendangnya, terlempar jauh, jatuh menghadap bumi.

Narator
Kelahiran bagai mujikzat, pertemuan yang tak diharap, cinta yang tak pada
tempatnya, kematian yang tak terelakkan, semua kembali pada semesta.

Tumang:
Dikejarnya sang kekasih, cinta lari bersembunyi, terus bersembunyi, hingga
menjelma abadi.

Sangkuriang:
Kelahiran bagai mujikzat, pertemuan yang tak diharap, cinta yang tak pada
tempatnya, kematian yang tak terelakkan, semua kembali pada semesta.

Narator, Sangkuriang, Tumang, Dayang Sumbi:


Bahagia fana, kesediha pedih, amarah yang perih, semua kembali kepada semesta.
Kelahiran bagai mujikzat, pertemuan yang tak diharapkan, cinta yang tak pada
tempatnya, kematian yang tak terelakkan, semua kembali pada semesta.

iii. Perbedaan Pengalaman Menikmati Drama Berupa Teks dan


Video.
Perbedaan yang paling jelas adalah ketika saya membaca drama berupa teks naskah, yang
paling penting adalah imajinasi kita dalam menggambarkan latar serta peristiwa kejadian,
berbeda dengan ketika saya menonton drama, imajinasi bisa terelealisasikan dalam
bentuk visual, yang jauh lebih menarik. Akibat dari hal ini, pengalaman menikmati drama
akan berbeda sekali tergantung proses penyampainnya, tergantung prefrensi masing-
masing orang. Saya sendiri lebih menyukai drama yang bisa ditonton, selain visual yang
memanjakan, saya bisa lebih masuk ke ceritanya. Di drama berupa teks, banyak sekali
plot holes dan beberapa keganjalan lain yang membuat cerita tidak solid, tetapi masalah
tersebut berhasil diatasi dalam bentuk video. Selain itu, di dalam video juga disajikan
musik yang benar-benar mampu membangun suasana. Jadi dapat disimpulkan, untuk
yang ingin memahami inti cerita, dapat membaca teks, sedangkan jika ingin menikmati
dan mendalami cerita, dapat menonton videonya. Walau begitu, baik teks dan video
memberi saya kesimpulan bahwa setiap versi dari cerita Sangkuriang berbeda-beda,
misalnya ketika Dayang Sumbi ingin memperdaya Sangkuriang. Pada bagian teks,
Dayang Sumbi membangunkan ibu-ibu untuk menenun padi, sedangkan di video
dijelaskan bahwa Dayang Sumbi menutupi langit gulita dengan kain putih dan menyuruh
ayam untuk berkokok, tetapi poin utamanya tetaplah sama.

Anda mungkin juga menyukai