Anda di halaman 1dari 11

Sangkuriang

Nama: Nurjannatul Ma’wa

Kelas: X MIPA 1

Tokoh:
1. Sangkuriang
2. Tumang/ Anjing sakti
3. Beberapa tokoh pembantu/ibu-ibu
4. Dayang Sumbi
Narator:
Alkisah pada zaman dahulu, di tanah Parahyangan pada sebuah
kerajaan yang dipimpin oleh seorang baginda raja yang ditemani oleh
seorang ratu yang hanya memiliki seorang putri. Putri tersebut
bernama Dayang Sumbi yang tekenal dengan kecantikan dan juga
kecerdasannya, namun ia juga terkenal dengan sifat manjanya. Di
suatu pagi pada saat dayang sumbi sedang menenun, ia merasa tak
enak badan. Selanjutnya ia secara tidak sengaja menjatuhkan pintalan
benangnya ke lantai berkali-kali.

Adegan 1
Dayang Sumbi:
Ya ampun, pintalan itu lagi-lagi terjatuh (Dayang Sumbi
Kesal). Aku bejanji, Siapapun orangnya apabila ada seseorang
yang membawakan pintalan benang yang jatuh itu kepadaku,
kalau ia seorang laki-laki, akan kujadikan ia suamiku, apabila
ia seorang perempuan maka akan kujadikan ia saudaraku.
Narator:
beberapa saat setelah kata-kata perjanjian tersebut diikrarkan,
tiba-tiba datanglah seekor anjing yang sakti bernama Tumang.
Tumang:
Ini milikmu tuan putri? (seraya membawakan pintalan
benang)
Dayang sumbi:
Kenapa malah kau yang membawakan pintalan benangku?
Artinya suka tidak suka, aku harus menjalankan janjiku untuk
menjadikan anjing ini suamiku.
Narator:
Selanjutnya Dayang Sumbi dan seekor anjing yang bernama
Tumang hidup berbahagia dalam mahligai rumah tangga.
Dalam rumah tangga mereka, Dayang Sumbi dan Tumang
dikaruniai seorang anak laki-laki yang gagah dan tampan.
Anak tersebut tumbuh dan berkembang layaknya seperti
seorang anak laki-laki pada umumnya. Anak laki-laki ini
dinamakan Sangkuriang.
Dalam perjalanan perkembangan pertumbuhan
Sangkuriang, Keseharian Sangkuriang selalu ditemani
oleh Tumang yang selama ini ia ketahui hanyalah
seekor anjing biasa yang selalu setia menemaninya.
bukanlah sebagai ayah kandungnya. Dalam perjalanan
waktu yang senantiasa bergulir, Sangkuriang
berkembang dan tumbuh menjadi seorang pemuda yang
tampan rupawan dan gagah.
Pada suatu ketika Dayang Sumbi memanggil puteranya
Sangkuriang

Adegan 2
Dayang sumbi:
Ananda Sangkuriang, ibu saat ini sangat ingin memakan
daging menjangan. Pergilah sekarang kau ke hutan untuk
berburu rusa dan ajaklah si Tumang bersama dirimu.

Sangkuriang:
Baiklah, ibundaku.

Narator:
Setibanya Sangkuriang di tengah hutan.

Adegan 3
Sangkuriang:
Dimana aku bisa memperoleh seekor menjangan yang besar?
Aku tidak akan kembali pulang, sebelum membawa hasil
yang memuaskan. Jika aku tidak membawa hasil, maka
dengan sangat terpaksa akan aku hujamkan anak panah
ini ke tunuh kumang sebagai ganti hewan buruan yang
tak kunjung ku dapatkan.
Narator:
Lalu Sangkuriang mengarahkan busurnya ke aras si Tumang,
dan benar saja ia telah melakukannya. Tumang pun terkena
anak panah Sangkuriang dan tak lama kemudian si
Tumangpun sekarat dan akhirnya mati. Begitu Sangkuriang
tiba di rumah, ia langsung menyerahkan daging Tumang
kepada ibunya.

Adegan 4
Sangkuriang:
Ibunda, ini adalah daging menjangan yang besar hasil
buruanku.
Dayang sumbi:
Terima kasih banyak anakku. Kau sangat piawai sekali dalam
berburu menjangan.
Narator:
Beberapa saat setelah makan selesai, Dayang Sumbi teringat
akan si Tumang.

Adegan 5
Dayang sumbi:
Dimana ya si Tumang? Kenapa ia belum pulang juga.
Sangkuriang, kemarilah nak…!
Sangkuriang:
Iya bunda, ada apa gerangan?
Dayang sumbi:
Kau tahu di mana si Tumang? Kenapa ia belum pulang juga
Sangkuriang:
Maafkan aku ibunda, Tumang telah mati ditanganku. Daging
yang ibi makan, bukanlah daging menjangan. Tapi daging itu
adalah milik Tumang.
Dayang Sumbi:
Apa kau bilang???!! Jadi, yang kau suguhkan pada ibumu
kemarin adalah daging si Tumang??
Sangkuriang:
Benar sekali bunda.

Dayang Sumbi:
(marah) Dasar anak tak tau diri! Pergilah dari rumah ini!

Narator:
Dayang Sumbi begitu marah besar mendengar cerita tersebut.
Dengan reflek disertai dengan amarah yang memuncak
Dayang Sumbi memukul kepala Sangkuriang dengan benda
peralatan dapur yang dipegangnya. Sangkuriang terluka cukup
parah dibagian kepalanya.
Sangkuriang:
Maafkan aku ibu, baiklah…aku akan pergi dari sini.

Beberapa tahun berlalu, Sangkuriang yang telah mengembara


ke seluruh negeri dan selanjutnya memutuskan untuk kembali
ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Sangkuriang sangat
heran melihat banyak perubahan yang terjadi pada
kampungnya. Kemudian ia bertemu kembali dengan ibunya,
namun keduanya tidak saling mengenal.

Adegan 6
Sangkuriang:
Hai, nona manis. kau sangat cantik. Aku ingin sekali
melamarmu. Maukah kau kupersunting untuk menjadi istriku?
Dayang Sumbi:
Baiklah, aku bersedia untuk menjadi istrimu.

Narator:
Suatu ketika Sangkuriang meminta tolong untuk merapikan
ikat kepalanya, dan Dayang Sumbi pun mengikuti
kemauannya. Dayang Sumbi kaget melihat kepala
Sangkuriang terdapat bekas luka yang amat jelas di
kepalanya.

Adegan 7
Sangkuriang, mengapa di kepala mu terdapat bekas luka?
Bekas luka apakah itu?

Sangkuriang:
Bekas luka di bagian kepalaku ini, dulu aku pernah dipukul
oleh ibuku. Karena aku telah membunuh anjing
kesayanganku.

Dayang Sumbi:
Ya Tuhan…! Ternyata engkau adalah Sangkuriang anakku.

Narator:
Dayang Sumbi semakin bertambah bimbang.

Dayang Sumbi:
Bagaimana ini? Aku tak mungkin menikahi anakku sendiri.
Aku harus mencari cara untuk menggagalkan pernikahan
kami.

Dayang Sumbi:
Sangkuriang. Aku ingin mengatakan hal yang sesungguhnya
bahwa engkau adalah puteraku. Kau adalah anakku. Aku yang
dahulu pernah memukul kepalamu hingga berbekas seperti
itu.

Sangkuriang:
Kau bohong! Kau hanya tidak mencintaiku bukan? Makanya
kau mengarang cerita yang tidak-tidak supaya pernikahan kita
gagal.
Dayang Sumbi:
Apa yang aku ceritakan adalah kebenaran. Aku adalah ibumu
nak.

Narator:
Setelah panjang lebar Dayang Sumbi menjelaskan mengenai
dirinya dan puteranya serta anjing yang bernama Kumang,
namun Sangkuriang tetap tak mau mendengarkan dan
bersikeras hendak menikahi Dayang Sumbi. Dayang Sumbi
berpikir keras untuk menemukan cara agar pernikahannya
dengan puteranya gagal.

Adegan 9
Dayang Sumbi:
Wahai Sangkuriang, apa kamu tetap bersikeras ingin
mempersuntingku?
Sangkuriang:
Tentu, tekadku sedah bulat.

Dayang Sumbi:
Baiklah. Aku bersedia menjadi istrimu dengan beberapa
syarat.

Sangkuriang:
Apa syarat yang kau ajukan?

Dayang Sumbi:
Aku ingin engkau membuat sebuah bendungan dan
membuatkanku sebuah perahu untukku. Syarat-syarat tersebut
harus bisa kau penuhi sebelum fajar tiba.
Sangkuriang:
Baiklah! Akan aku jalankan segala persyaratan yang kau
ajukan.
Narator:
lalu sangkuriang pun pergi. Kemudian ia mengerahkan segala
kesaktiannya dan memanggil jin-jin untuk membuat
bendungan dan perahu untuknya.

Narator:
Ketika pekerjaan Sangkuriang tengah berlangsung, Dayang
Sumbi menggunakan tipu muslihat yakni dengan
membangunkan ibu-ibu untuk menumbuk padi pertanda fajar
telah tiba.

Narator:
Sangkuriang berhenti melakukan pekerjaannya, dan jin-jin
pun lari terbirit-birit karena mengira fajar telah tiba. Namun
Sangkuriang menyadari bahwa ini hanyalah tipu muslihat dari
Dayang Sumbi. Sangkuriang marah dan mengutuk Dayang
Sumbi lalu ia merusak bendungan yang setengah jadi ia buat
bersama jin-jin nya. Karena amarah yang tak tersalurkan,
Sangkuriang pun menendang perahu tersebut dan jatuh dalam
keadaan terbalik. Perahu itu membentuk sebuah Gunung
Tangkuban Perahu.

-selesai-

Anda mungkin juga menyukai