Anda di halaman 1dari 4

MENELAAH NOVEL SITI NURBAYA

KARYA MARAH RUSLI

A.    Sinopsis
Sutan Mahmud Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal di Padang.
Penghulu yang sangat disegani dan dihormati penduduk disekitarnya itu, mempunyai
putra bernama Samsulbahri, anak tunggal yang berbudi dan berprilaku baik.
Bersebelahan dengan rumah Sutan Mahmud Syah, tinggal seorang Saudagar kaya
bernama Baginda Sulaiman. Putrinya, Sitti Nurbaya, juga merupakan anak tunggal
keluarga kaya-raya itu. Sebagaimana umumnya kehidupan bertetangga, hubungan antara
keluarga Sutan Mahmud Syah dan keluarga Baginda Sulaiman, berjalan dengan baik.
Begitu pula hubungan Samsulbahri dan Sitti Nurbaya. Sejak anak-anak sampai usia
mereka menginjak remaja, persahabatan mereka makin erat. Apalagi, keduanya belajar
di sekolah yang sama. Hubungan kedua remaja itu berkembang menjadi hubungan cinta.
Perasaan tersebut baru mereka sadari ketika Samsulbahri akan berangkat ke Jakarta
untuk melanjutkan sekolahnya. Sementara itu, Datuk Meringgih, salah seorang saudagar
kaya di Padang, berusaha untuk menjatuhkan kedudukan Baginda Sulaiman. Ia
menganggap Baginda Sulaiman sebagai saingannya yang harus disingkirkan, di samping
rasa iri hatinya melihat harta kekayaan ayah Sitti Nurbaya itu. “Aku sesungguhnya tidak
senang melihat perniagan Baginda Sulaiman, makin hari makin bertambah maju,
sehingga berani ia bersaing dengan aku. Oleh sebab itu, hendaklah ia dijatuhkan,”
demikian Datuk Meringgih berkata (hlm. 92). Ia kemudian menyuruh anak buahnya
untuk membakar dan menghancurkan bangunan, took-toko, dan semua harta kekayaan
Baginda Sulaiman. Akal busuk Datuk Meringgih berhasil. Baginda Sulaiman kini jatuh
miskin. Namun, sejauh itu, ia belum menyadari bahwa sesungguhnya, kejatuhannya
akibat perbuatan licik Datuk Meringgih. Oleh karena itu, tanpa prasangkaapa-apa, ia
meminjam uang kepada orang yangsebenarnya akan mencelakakan Baginda Sulaiman.
Bagi Datuk Meringgih kedatangan Baginda Sulaiman itu ibarat “Pucuk dicinta ulam
tiba”, karena memang hal itulah yang diharapkannya. Rentenir kikir yang tamak dan licik
itu, kemudian meminjamkan uang kepada Baginda Sulaiman dengan syarat harus dapat
dilunasi dalam waktu tiga bulan. Pada saat yang telah ditetapkan, Datuk Meringgih pun
dating menagih janji. Malang bagi Baginda Sulaiman. Ia tak dapat melunasi utangnya.
Tentu saja Datuk Meringgih tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia akan mengancam
akan memenjarakan Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali
apabila Sitti Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya. Baginda Sulaiman tentu
saja tidak mau putri tunggalnya menjadi korban lelaki hidung belang itu walaupun
sbenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Maka, ketika ia sadar bahwa dirinya tak sanggup
untuk membayar utangnya, ia pasrah saja digiring polisi dan siap menjalsni hukuman.
Pada saat itulah, Sitti Nurbaya keluar dari kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi
istri Datuk Meringgih asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu putusan yang kelak
akan menceburkan Sitti Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan. Samsulbahri,
mendengar peristiwa yang menimpa diri kekasihnya itu lewat surat Sitti Nurbaya, juga
ikut prihatin. Cintanya kepada Sitti Nurbaya tidak mudah begitu saja ia lupakan. Oleh
karena itu, ketika liburan, ia pulang ke Padang, dan menyempatkan diri menengok
Baginda Sulaiman yang sedang sakit. Kebetulan pula, Sitti Nurbaya pada saat yang sama
sedang menjenguk ayahnya. Tanpa sengaja, keduanya pun bertemu lalu saling
menceritakan pengalaman masing-masing. Ketika mereka sedang asyik mengobrol,
datanglah Datuk Meringgih. Sifat Meringgih yang culas dan selalu berprasangka itu,
tentu saja menyangka kedua orang itu telah melakukan perbuatan yang tidak pantas.
Samsulbahri yang tidak merasa tidak melakukan hal yang
tidak patut, berusaha membela diri dari tuduhan keji itu. Pertengkaran pun tak dapat
dihindarkan. Pada saat pertengkaran terjadi, ayah Sitti Nurbaya berusaha datang ke
tempat kejadian. Namun, karena kondisinya yang kurang sehat, ia jatuh dari tangga
hingga menemui ajalnya. Ternyata ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah
Samsulbahri yang merasa maluatas tuduhan yang ditimpakan kepada anaknya,
kemudian mengusir Samsulbahri. Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara
Sitti Nurbaya, sejak ayahnya meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi
tunduk dan patuh kepada Datuk Meringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang
bersama salah seorang familinya yang bernama Aminah. Sekali waktu, Sitti Nurbaya
bermaksud menyusul kekasihnya ke Jakarta. Namun, akibat tipu muslihat dan akal licik
Datuk Meringgih yang menuduhnya telah mencuri harta perhiasan bekas suaminya itu,
Sitti Nurbaya terpaksa kembali ke Padang. Oleh karena Sitti Nurbaya tidak bersalah,
akhirnya ia bebas dari tuduhan. Namun, Datuk Meringgih masih juga belum puas. Ia
kemudian menyuruh seseorang untuk meracun Sitti Nurbaya. Kali ini, perbuatannya
berhasil. Sitti Nurbaya meninggal karena keracunan. Rupanya, berita kematian Sitti
Nurbaya membuat sedih ibu Samsulbahri. Ia kemudian jatuh sakit, dan tidak berapa
lama kemudian meninggal dunia. Berita kematian Sitti Nurbaya dan ibu
Samsulbahri, sampai juga ke Jakarta. Samsulbahri yang merasa amat berduka, mula-
mula mencoba bunuh diri. Beruntung, temannya, Arifin, dapat menggagalkan tindakan
nekat Samsulbahri. Namun, lain lagi berita yang sampai ke Padang. Di kota ini,
Samsulbahri dikabarkan telah meninggal dunia. Sepuluh tahun berlalu. Samsulbahri kini
telah menjadi serdadu kompeni dengan pangkat letnan. Ia juga sekarang lebih dikenal
dengan nama Letnan Mas. Sebenarnya, ia menjadi serdadu kompeni bukan karena ia
ingin mengabdi kepada kompeni, melainkan terdorong oleh rasa frustasinya mendengar
orang-orang yang dicintainya telah meninggal. Oleh karena itu, ia sempat bimbang juga
ketika mendapat tugas harus memimpin pasukannya memadamkan pemberontakan
yang terjadi di Padang. Bagaimanapun, ia tak dapat begitu saja melupakan tanah
leluhurnya itu. Ternyata pemberontakan yang terjadi di Padang itu didalangi oleh Datuk
Meringgih. Dalam pertempuran me;awan pemberontak itu, Letnan Mas mendapat
perlawanan cukup sengit. Namun, akhirnya ia berhasil menumpasnya, termasuk juga
menembak Datuk Meringgih, hingga dalang pemberontak itu tewas. Namun, Letnan Mas
luka parah terkena sabetan pedang Datuk Meringgih. Rupanya, kepala Letnan Mas yang
terluka itu, cukup parah. Ia terpaksa dirawat dirumah sakit. Pada saat itulah timbul
keinginan Letnan Mas untuk berjumpa dengan ayahnya. Ternyata, pertemuan yang
mengharukan antara “Si anak yang hilang” dan ayahnya itu merupakan pertemuan
terakhir sekaligus akhir hayat kedua orang itu. Oleh karena setelah Letnan Mas
menyatakan bahwa ia Samsulbahri, ia mengembuskan napas di depan ayahnya sendiri.
Adapun Sutan Mahmud Syah, begitu tahu bahwa Samsulbahri yang dikiranya telah
meninggal beberapa tahun lamanya tiba-tiba kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya
pun meninggal dunia pada keesokan harinya.

 Unsur intrinsik
1.    Tema
kisah cinta yang tak kunjung padam dari sepasang anak manusia yaitu Siti Nurbaya dan
Samsulbahri walaupun terpisahkan oleh jarak dan waktu.
2.    Tokoh dan Penokohan
a.    Siti Nurbaya         : baik, rela berkorban demi ayahnya.
b.    Samsulbahri         : baik, bijak, rela berkorban
c.    Baginda Sulaiman     : pasrah pada nasib, kurang bijak
d.    Sultan Mahmud    : kurang berpikir panjang, tidak bijak.
e.    Datuk Maringgih     : culas, moralnya bobrok, serakah, jahat.

3.    Latar
a.    Latar Tempat :
Di kota Padang dan di Stovia, Jakarta
b.    Latar Waktu :
pada masa dimana Kota Padang masih terjadi  banyak huru hara juga saat dimana masih
banyak pemberontakan – pemberontakan  (diceritakan Datuk Maringgih salah satu dari
pemberontak tersebut).
4.    Alur
a.    Eksposisi        
dua sejoli yang akan berpisah karena Samsulbahri akan menuntut ilmu ke Jakarta.
b.    Insiden Permulaan      
Datuk Maringgih menjadi culas dan menyuruh anak buahnya membakar semua kiosnya.
c.    Penanjakan Laku    
Samsulbahri mengetahui Siti Nurbaya menikah dengan Datuk Maringgih
d.    Klimak        
Samsulbahri saling bunuh dengan Datuk Maringgih
e.    Penurunan Laku    
Samsulbahri ikut terbunuh setelah berhasil membunuh Datuk Maringgih
f.    Penyelesaian        
Samsulbahri dikuburkan didekat makam Siti Nurbaya
5.    Sudut Pandang Pengarang
Menggunakan sudut pandang orang ke – 3
6.    Gaya Bahasa
Menggunakan gaya bahasa Melayu

7.Amanat
Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja
meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih
pengorbanan tersebut demi orang tuanya. Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana,
tidak memutuskan suatu persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka
sehingga mungkin berakibat penyesalan di akhir khayatnya.
C.    Unsur Ekstrinsik
1.    Keadaan subjektivitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan
hidup. Keadaan Subjektivitas: pengarang berusaha melakukan inovasi baru, dengan
menggebrak Sastra Indonesia Modern dengan melncurkan novel ini dengan gaya bahasa
sendiri. Pandangan hidup penulis adalah pandangan hidup ke depan dan penuh inovasi
baru. Dan juga tak terpaut juga terkekang dengan adat istiadat lama.
2.    Psikologi pengarang yang mencakup proses kreatifnya.
Psikologi pengarang: merasa terkekang dengan adat istiadat lama, dan melakukan
terobosan dengan mengarang buku novel, “Siti Nurbaya”.
3.    Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
Keadaan yang terjadi: masih terkekang dalam kehidupan adat istiadat yang masih kuno,
baik dari segi ekonomi, politik dan sosialnya. Lalu pengarang berusaha membuat
terobosan baru dengan karyanya.
4.    Pandangan hidup suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lainnya.
Pandangan yang terjadi: pada saat itu pandangan karya seni cenderung monoton, dan
gaya bahsanya hanya itu saja, jadi Marah Rusli membuat gebrakan dengan memunculkan
gaya bahasa Melayu.

Anda mungkin juga menyukai