Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia tumbuh berbagai cerita rakyat daerah dengan corak dan budaya yang berbeda beda.
Cerita rakyat itu ada yang berupa cerita binatang (fabel), asal usul suatu tempat (legenda), dan
cerita tentang makhluk halus (mite).

Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di suatu daerah dan dianggap sebagai karya kolektif
(milik bersama) masyarakat daerah itu

Banyak manfaat yang kita akan dapatkan dengan mendengarkan cerita rakyat. Salah satunya, kita
akan memperoleh pengalaman berharga dari cerita tersebut, melalui peristiwa-peristiwayang
dialami tokoh-tokohnya. Di dalam cerita rakyat terkandung pesan moral yang berguna bagi
pembacanya. Pesan (amanat)dalam cerita kadang diungkapkan secara langsung, tetapi kadang
diungkapkan secara tidak langsung melalui tingkah laku tokoh-tokohnya.

B. Tujuan penulisan
1. Menjelaskan pengertian cerita rakyat.
2. Menjelaskan unsur-unsur apa saja yang terdapat di cerita rakyat.

C. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari cerita rakyat ?
2. Unsur apa saja yang terdapat dalam cerita rakyat ?
BAB II

PEMBAHASAN

CERITA RAKYAT MALUKU

Asal Mula Telaga Biru CERITA RAKYAT MALUKU

Dibelahan bumi Halmahera Utara tepatnya di wilayah Galela dusun Lisawa, di tengah ketenangan hidup
dan jumlah penduduk yang masih jarang (hanya terdiri dari beberapa rumah atau dadaru), penduduk
Lisawa tersentak gempar dengan ditemukannya air yang tiba-tiba keluar dari antara bebatuan hasil
pembekuan lahar panas. Air yang tergenang itu kemudian membentuk sebuah telaga.Airnya bening
kebiruan dan berada di bawah rimbunnya pohon beringin. Kejadian ini membuat bingung penduduk.
Mereka bertanya-tanya dari manakah asal air itu? Apakah ini berkat ataukah pertanda bahwa sesuatu
yang buruk akan terjadi. Apa gerangan yang membuat fenomena ini terjadi?

Berita tentang terbentuknya telaga pun tersiar dengan cepat. Apalagi di daerah itu tergolong sulit air.
Berbagai cara dilakukan untuk mengungkap rasa penasaran penduduk. Upacara adat digelar untuk
menguak misteri timbulnya telaga kecil itu. Penelusuran lewat ritual adat berupa pemanggilan terhadap
roh-roh leluhur sampai kepada penyembahan Jou Giki Moi atau Jou maduhutu (Allah yang Esa atau Allah
Sang Pencipta) pun dilakukan.

Acara ritual adat menghasilkan jawaban “Timbul dari Sininga irogi de itepi Sidago kongo dalulu de i uhi
imadadi ake majobubu” (Timbul dari akibat patah hati yang remuk-redam, meneteskan air mata,
mengalir dan mengalir menjadi sumber mata air).
Dolodolo (kentongan) pun dibunyikan sebagai isyarat agar semua penduduk dusun Lisawa berkumpul.
Mereka bergegas untuk datang dan mendengarkan hasil temuan yang akan disampaikan oleh sang
Tetua adat. Suasana pun berubah menjadi hening. Hanya bunyi desiran angin dan desahan nafas
penduduk yang terdengar.

Tetua adat dengan penuh wibawa bertanya “Di antara kalian siapa yang tidak hadir namun juga tidak
berada di rumah”. Para penduduk mulai saling memandang. Masing-masing sibuk menghitung jumlah
anggota keluarganya. Dari jumlah yang tidak banyak itu mudah diketahui bahwa ada dua keluarga yang
kehilangan anggotanya. Karena enggan menyebutkan nama kedua anak itu, mereka hanya menyapa
dengan panggilan umum orang Galela yakni Majojaru (nona) dan Magohiduuru (nyong). Sepintas
kemudian, mereka bercerita perihal kedua anak itu.

Majojaru sudah dua hari pergi dari rumah dan belum juga pulang. Sanak saudara dan sahabat sudah
dihubungi namun belum juga ada kabar beritanya. Dapat dikatakan bahwa kepergian Majojaru masih
misteri. Kabar dari orang tua Magohiduuru mengatakan bahwa anak mereka sudah enam bulan pergi
merantau ke negeri orang namun belum juga ada berita kapan akan kembali.

Majojaru dan Magohiduuru adalah sepasang kekasih. Di saat Magohiduuru pamit untuk pergi merantau,
keduanya sudah berjanji untuk tetap sehidup-semati. Sejatinya, walau musim berganti, bulan dan tahun
berlalu tapi hubungan dan cinta kasih mereka akan sekali untuk selamanya. Jika tidak lebih baik mati
dari pada hidup menanggung dusta.

Enam bulan sejak kepergian Magohiduuru, Majojaru tetap setia menanti. Namun, badai rupanya
menghempaskan bahtera cinta yang tengah berlabuh di pantai yang tak bertepi itu.

Kabar tentang Magohiduuru akhirnya terdengar di dusun Lisawa. Bagaikan tersambar petir disiang
bolong Majojaru terhempas dan jatuh terjerembab. Dirinya seolah tak percaya ketika mendengar bahwa
Magohiduuru so balaeng deng nona laeng. Janji untuk sehidup-semati seolah menjadi bumerang
kematian.

Dalam keadaan yang sangat tidak bergairah Majojaru mencoba mencari tempat berteduh sembari
menenangkan hatinya. Ia pun duduk berteduh di bawah pohon Beringin sambil meratapi kisah cintanya.

Air mata yang tak terbendung bagaikan tanggul dan bendungan yang terlepas, airnya terus mengalir
hingga menguak, tergenang dan menenggelamkan bebatuan tajam yang ada di bawah pohon beringin
itu. Majojaru akhirnya tenggelam oleh air matanya sendiri.

Telaga kecil pun terbentuk. Airnya sebening air mata dan warnanya sebiru pupil mata nona endo Lisawa.
Penduduk dusun Lisawa pun berkabung. Mereka berjanji akan menjaga dan memelihara telaga yang
mereka namakan Telaga Biru.
Origin Telaga Biru

North Halmahera hemisphere precisely in the area Galela Lisawa hamlet, amid the serenity of life and
the number of people who are still rare (only consists of a few houses or dadaru), resident snapped
Lisawa uproar with the discovery of water that suddenly came out of the hot lava rocks freezing results .
Stagnant water that then forms a clear bluish telaga.Airnya and is under the thick banyan tree. These
events unnerve residents. They wonder where did the water from it? Is this a blessing or a sign that
something bad will happen. What the hell which makes this phenomenon happen?

News about the formation of the lake also spread quickly. Especially in the area is quite difficult to
water. Various methods are used to uncover the curiosity of the population. The traditional ceremony
was held for the mystery of the emergence of the small lake. Search through traditional rituals such as
summoning the ancestor spirits come to worship or Jou Jou Giki Moi maduhutu (One God or the Creator
God) was performed.

Customary rituals produce answers "Arising from Sininga irogi de itepi Sidago congo dalulu de i Uhi
imadadi majobubu ake" (Arising from a broken heart-broken to pieces, shed tears, flowing and flowing
into the water source).

Dolodolo (rafters) was rung as a signal that all the villagers gathered Lisawa. They rushed to come and
listen to the findings that will be presented by the Indigenous Elders. The atmosphere was changed into
silence. Only the sound of the breeze and the sigh breath sounds population.

Elders with authority to ask "Those of you who were not present but also not at home". The population
began to look at each other. Each busy counting the number of family members. Of an amount not
much was easy to know that there are two families who lost members. By refusing to name the boys,
they just greeted with a general call the person Galela Majojaru (Ms) and Magohiduuru (nyong). At first
glance then, they talked about the children.

Majojaru already two days away from home and has not returned. Relatives and friends have been
contacted but there was no news story. It can be said that the departure Majojaru still a mystery. News
from Magohiduuru parents say that their child is six months to go wander into the country but still there
was no news of when it will be back.

Majojaru and Magohiduuru were lovers. At the moment Magohiduuru leave to go abroad, both have
promised to remain as lively-as dead. Indeed, even though the seasons change, months and years
passed but the relationship and their love will once and for all. If not better to die than to live with a lie.

Six months after the departure of Magohiduuru, Majojaru remain faithful waiting. However, the storm
apparently threw ark love being anchored on the endless beaches.

The news about Magohiduuru finally heard in hamlets Lisawa. As if struck by lightning daytime Majojaru
holes slammed and dropped off. He seemed unsure of when hearing that Magohiduuru so balaeng deng
Miss laeng. -Promise to as lively as dead as if death backfire.

In a very excited state Majojaru while trying to calm her shelter. He was sitting in the shade under the
banyan tree while lamenting his love story.

Unstoppable tears like dikes and dams were separated, the water continues to flow to uncover,
waterlogged and drown the sharp rocks under the banyan tree. Majojaru eventually sunk by her own
tears.

Small lake was formed. The water-clear water and the color blue as the eye pupils endo Lisawa lady.
Lisawa villager was mourning. They promised to keep and maintain the lake which they named Telaga
Biru
BAB III

PENUTUP

Jangan bosan untuk membaca atau mendengarkan cerita rakyat, karena kita bisa mendapat
banyak manfaat dari cerita tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

http.//118.98.173.102/web2008/_sma/Indonesia/bindo8/pengertianunsurekstrinsik.php
Sulastri dkk. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Galaxy Puspa Mega.
Syamsuddin. 2007. Kompetensi Berbahasa dan Sastra Indonesia. Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai