Anda di halaman 1dari 8

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Asal-Usul Nenek Moyang Indonesia
B. Perseberan Nenek Moyang di Indonesia
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejarah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan menjadi
suatu rangkaian yang erat sepanjang kehidupan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut maka
sejarah yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah yang berkaitan dengan kebudayaan,
terutama kebudayaan asing yang telah memberikan pengaruh dalam kehidupan bangsa Indonesia
dan khususnya memberikan pengaruh pada pembentukan kebudayaan Indonesia. Sejarah
memberikan pelajaran dan pengalaman untuk manusia di masa sekarang dan di masa yang akan
datang.
Dari sejarah akan dapat diketahui kegagalan dan keberhasilan yang dialami oleh manusia
dan memberikan suatu pedoman bagi manusia di masa yang akan datang untuk lebih berhati-hati
dalam melakukan segala sesuatu agar dapat mencapai keberhasilan dan peningkatan kualitas
kehidupan. Seperti yang dikatakan filsuf terkenal dari Cina, Kong Fu Tse yang mengatakan
“Sejarah mendidik kita bertindak bijaksana”. Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
merupakan kebudayaan yang majemuk dan sangat kaya ragamnya. Perbedaan yang terjadi dalam
kebudayaan Indonesia dikarekan proses pertumbuhan yang berbeda dan pengaruh dari budaya
lain yang ikut bercampur di dalamnya.
Indonesia adalah bangsa yang sangat besar, tetapi banyak masyarakat yang tidak tahu
akan nenek moyang bangsa Indonesia sendiri. Dengan semakin berkembangnya zaman, semakin
banyak masyarakat yang tidak perduli akan sejarah nenek moyangnya sendiri . Hal ini
mengakibatkan Sumber Daya Manusia di Indonesia masih di ragukan . berangkat adri
permasalahan ini, kami ingin membahas tentang Asal Usul dan Persebaran Manusia di
Kepulauan Indonesia .
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal-usul nenek moyang Indonesia?
2. Bagaimana persebaran nenek moyang di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asal-usul nenek moyang Indonesia.
2. Untuk mengetahui persebaran nenek moyang di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia


Indonesia termasuk salah satu negara tempat ditemukannya manusia purba. Penemuan
manusia purba di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan fosil-fosil yang telah ditemukan. Fosil
adalah tulang belulang, baik binatang maupun manusia, yang hidup pada zaman purba yang
usianya sekitar ratusan atau ribuan tahun. Adapun untuk mengetahui bagaimana kehidupan
manusia purba pada saat itu, yaitu dengan cara mempelajari benda-benda peninggalannya yang
biasa disebut dengan artefak.
Manusia purba yang ditemukan di Indonesia memiliki usia yang sudah tua, hamper sama
dengan manusia purba yang ditemukan di negara-negara lainnya di dunia. Bahkan Indonesia
dapat dikatakan mewakili penemuan manusia purba di daratan Asia. Daerahpenemuan manusia
purba di Indonesia tersebar di beberapa tempat, khususnya di Jawa.
Penemuan fosil manusia purba di Indonesia terdapat pada lapisan pleistosen. Salah
satu jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia hampir memiliki kesamaan dengan
yangditemukan di Peking Cina, yaitu jenis Pithecanthropus Erectus.
Penelitian tentang manusia purba di Indonesia telah lama dilakukan. Sekitar abad ke-19
para sarjana dari luar meneliti manusia purba di Indonesia. Sarjana pertama yang meneliti
manusia purba di Indonesia ialah Eugene Dubois seorang dokter dari Belanda. Dia pertama kali
mengadakan penelitian di gua-gua di Sumatera Barat. Dalam penyelidikan ini, ia tidak
menemukan kerangka manusia. Kemudian dia mengalihkan penelitiannya di Pulau Jawa. Pada
tahun 1890, E. Dubois menemukan fosil yang ia beri nama PithecanthropusErectus di dekat
Trinil, sebuah desa di Pinggir Bengawan Solo, tak jauh dari Ngawi (Madiun). E. Dubois
pertama-tama menemukan sebagian rahang. Kemudian pada tahun berikutnya kira-kira 40 km
dari tempat penemuan pertama, ditemukan sebuah geraham dan bagian atas tengkorak. Pada
tahun 1892, beberapa meter dari situ ditemukan sebuah geraham lagi dan sebuah tulang paha
kiri.
Untuk membedakan apakah fosil itu, fosil manusia atau kera, E.Dubois memperkirakan
isi atau volume otaknya. Volume otak dari fosil yang ditemukan itu, diperkirakan 900 cc.
Manusia biasa memiliki volume otak lebih dari 1000 cc, sedangkan jenis kera yang tertinggi
hanya 600 cc. Jadi, fosil yang ditemukan di Trinil merupakan makhluk di antara manusia dan
kera. Bentuk fisik dari makhluk itu ada yang sebagian menyerupai kera, dan ada yang
menyerupai manusia. Oleh karena bentuk yang demikian, maka E. Dubois memberi
nama Pithecanthropus Erectus artinya manusia-kera yang berjalan tegak (pithekos =
kera, anthropus = manusia, erectus = berjalan tegak). Jika makhluk ini kera, tentu lebih tinggi
tingkatnya dari jenis kera, dan jika makhluk ini manusia harus diakui bahwa tingkatnya lebih
rendah dari manusia (Homo Sapiens).
Sebelum menemukan fosil tempurung kepala (cranium) dan tulang paha tengah(femur),
Dubois memulai pencariannya dengan berlandaskan pada tiga teori. Ketiga dasar teori tersebut
selain digunakan sebagai acuan akademik sekaligus untuk meyakinkan pemerintah kolonial
Belanda, bahwa pencarian missing link dalam mempelajari evolusi manusia penting
bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Ingat! Pada masa itu Indonesia masih berada dalam
kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Walau begitu, ada juga kegagalan Dubois yang dalam kaitannya dengan perkembangan
ilmu pengetahuan menjadi bermakna. Salah satu kelemahan teori Dubois adalah di missing link,
yang menyebutkan mata rantai keramanusia telah terjawab dengan ditemukannya “java man”.
Pendapat itu keliru karena penemuan-penemuan selanjutnya fosil manusia purba di
Sangiran (Jawa Tengah), Mojokerto (Jawa Timur), juga di Cina dan Tanzania ternyata jauh lebih
tua sekitar 500.000 sampai 750.000 tahun dibanding temuannya.
Selain itu, ada kesalahan teori Dubois mengenai volume otak yang meningkat 2 kali lipat
sebanding dengan peningkatan ukuran tubuh. Menurut Dubois volume otak fosil “java man”
sekitar 700 cc, kurang lebih setengah dari volume otak manusia modern yang sekitar 1.350 cc.
Teori tersebut runtuh karena volume otak “java man” berdasarkan penghitungan yang lebih
akurat adalah sekitar 900 cc. Sebagai pembanding pada kera besar yang ada sekarang, simpanse
misalnya, volume otaknya sekitar 400 cc. “Java man” terlalu pandai untuk mengisi missing
link kera-manusia, ia lebih tepat disebut manusia purba. Penemuan fosil manusia purba yang
telah dilakukan oleh Dubois pada akhirnya mendorong penemuan-penemuan selanjutnya yang
dilakukan oleh para peneliti lainnya. Pada tahun 1907-1908, dilakukan upaya penyelidikan dan
penggalian yang dipimpin oleh Selenka di daerah Trinil (Jawa Timur). Penggalian yang
dilakukan oleh Selenka memang tidak berhasil menemukan fosil manusia. Akan tetapi upaya
penggaliannya telah berhasil menemukan fosil-fosil hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dapat
memberikan dukungan untuk menggambarkan lingkungan hidup manusiaPithecanthropus.
G.H.R von Koenigswald mengadakan penelitian dari tahun 1936 sampai 1941 di daerah
sepanjang Lembah Sungai Solo. Pada tahun 1936 Koenigswald menemukan fosil tengkorak
anak-anak di dekat Mojokerto. Dari gigi tengkorak tersebut, diperkirakan usia anak tersebut
belum melebihi 5 tahun. Kemungkinan tengkorak tersebut merupakan tengkorak anak dari
Pithecanthropus Erectus, tetapi von Koenigswald menyebutnya Homo Mojokertensis. Pada
tahun-tahun selanjutnya, von Koenigswald banyak menemukan bekas-bekas manusia prasejarah,
di antaranya bekas-bekas Pithecanthropus lainnya. Di samping itu, banyak pula didapatkan fosil-
fosil binatang menyusui. Berdasarkan atas fauna (dunia hewan), von Koeningswald membagi
diluvium Lembah Sungai Solo (pada umumnya diluvium Indonesia) menjadi tiga lapisan, yaitu
lapisan Jetis (pleistosen bawah), di atasnya terletak lapisan Trinil (pleistosen tengah) dan paling
atas ialah lapisan Ngandong (pleistosen atas).

Berdasarkan jenis artefak yang ditemukan, para ahli memperkirakan nenek moyang
berasal dari Teluk Tankin yang melakukan migrasi ke daerah lain.
Selain berasal dari Teluk Tankin, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan
Asia yang berimigrasi ke Indonesia yang menyebabkan manusia purba di Indonesia mengalami
kepunahan. Jenis homo waja kensis yang menjadi penghuni asli Indonesia yang menyebar kea
rah Barat dan timur. Mereka yang menyebar ke arah Barat dan Timur termasuk Austro
Melansoid, mereka menetap di Sumatera Timur. Dan yang arah Timur menetap di Papua,
kepulauan Kei, pulau Seram, dan Sulawesi Selatan. Adapun beberapa pendapat para ahli
mengenai asal-usul Nenek moyang Indonesia diantaranya adalah:
1. Von Hiene Geldern
Menurut Von Hiene Geldern, penduduk bangsa Indonesia sebelum nenek moyang masuk ke
Indonesia adalah Homo Wajakensis. Homo wajakensis yang tidak mau berasimilasi berimigrasi
menuju ke Timur dan akhirnya melahirkan penduduk Asia Australia.
2. Mandaline Coloni
Sebelum nenek moyang bangsa Indonesia datang, di wilayah Indonesia sudah berpenduduk suku
nagrito dan suku weddoit. Kedua suku ini berasal dari Tonkin yang menyebar ke Indonesia dan
pulau-pulau di Pasifik.
Pada saat nenek moyang bangsa Indonesia datang, suku nagrito sudah punah. Namun suku
weddoit masih ada, diantaranya suku Sakai di Siak, suku Kubu di Jambi, dan suku Kubu di
Palembang.
3. H. Kern dan Hiene Geldern
Menurut H. Kein dan Hiene Geldern nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia.
Pada mulanya nenek moyang Indonesia bertempat di daerah Yunan (Cina Selatan) ke Selatan
daerah Vietnam.
4. Prof. Dr. H. Kern
Ilmuwan asal Belanda ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia. Kern
berpendapat bahwa bahasa – bahasa yang digunakan di kepulauan Indonesia, Polinesia,
Melanesia, Mikronesia memiliki akar bahasa yang sama, yakni bahasa Austronesia. Kern
menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia berawal dari satu daerah dan menggunakan bahasa
Campa. Menurutnya, nenek-moyang bangsa Indonesia menggunakan perahu-perahu bercadik
menuju kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukung oleh adanya persamaan nama dan
bahasa yang dipergunakan di daerah Campa dengan di Indonesia, misalnya kata “kampong”
yang banyak digunakan sebagai kata tempat di Kamboja. Selain nama geografis, istilah-istilah
binatang dan alat perang pun banyak kesamaannya. Tetapi pendapat ini disangkal oleh K. Himly
dan P.W. Schmidt berdasarkan perbendaharaan bahasa Campa.
5. Moh. Yamin
Pendapat Moh. Yamin adalah bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah
Indonesia sendiri. Hal ini berdasarkan penemuan fosil-fosil dan artefak manusia tertua di
Indonesia.
B. Persebaran Nenek Moyang di Indonesia
Homo erectus dan homo wajakensis pernah tinggal dan hidup di Indonesia. Namun ada
yang menduga bahwa kedua jenis manusia purba tersebut bukan nenek moyang bangsa
Indonesia.
Demikian pula dengan Austro Melanesoid yang juga diragukan sebagai nenek moyang
bangsa Indonesia. Berdasarkan ciri-ciri fisik bangsa Indonesia terutama yang tinggi di kawasan
Timur yaitu Austro Melanesoid.
Ciri-ciri fisiknya tinggi, berkulit agak gelap, hidung lebih mancung dan berambut
keriting. Adapun dugaan bahwa Austro Melanesoid sebagai nenek moyang bangsa Indonesia.
a. Keturunan langsung dari homo wajakensis, dugaan tersebut didasarkan atas pewaris ciri-ciri
fisik ragawi.
b. Keturunan protoaustroid yang berpindah di sekitar laut tengah dan pernah tinggal di India
sebelum bangsa Dravida. Persamaan ragawi dan bahasa mendasari dugaan. Jadi, bangsa ini
bukan asli Nusantara.
Nenek moyang bangsa Indonesia bukanlah manusia-manusia jenis Meganthropus
Palaeojavanicus, Pithecantropus Erectus, Homo Soloensis, atau Homo Wajakensis. Walaupun
terdapat di Indonesia, manusia-manusia jenis itu sudah punah. Untuk mengetahui asal nenek
moyang bangsa Indonesia, kita dapat menggunakan dua cara, yakni persebaran rumpun bahasa
dan persebaran kebudayaan bercocok tanam.
1. Rumpun Bahasa Melayu Austronesia
Bahasa yang tersebar di Indonesia termasuk rumpun bahasa Melayu Austronesia.
Rumpun bahasa ini meliputi wilayah yang luas: dari Madagaskar di Afrika sampai ke Melanesia
dan Polinesia di Samudera Pasifik, lalu dan Taiwan sampai ke Indonesia. Penggunaan bahasa
Melayu Austronesia di wilayah yang luas itu erat kaitannya dengan persebaran penduduk yang
menggunakan bahasa tersebut. Para pakar sejarah berpendapat bahwa bahasa Melayu
Austronesia berasal dari Taiwan. Sekitar 5000 SM, masyarakat di Taiwan menggunakan bahasa
yang disebut Proto Austronesia (Austronesia kuno).
Masyarakat di tempat itu telah mengenal cocok tanam dan beternak. Masyarakat itu
kemudian menyebar ke sebelah selatan Cina, Vietnam, Semenanjung Malaya, lalu ke Indonesia.
Ada juga yang mengarungi laut menuju Filipina terus ke arah kepulauan di Indonesia dan
Samudera Pasifik.
2. Masyarakat Tani di Yunan
Peralihan dan kebudayaan berburu dan mengumpulkan makanan pada kebudayaan
bercocok tanam merupakan perubahan amat besar. Perubahan itu tidak mungkin dilakukan oleh
penduduk asli Indon esia yang sudah terbiasa dengan kehidupan berburu dan mengumpulkan
makanan. Para pakar sejarah menyimpulkan bahwa kebudayaan bercocok tanam diperkenalkan
oleh masyarakat pendatang. Mereka ini sudah terbiasa dengan bercocok tanam dan beternak di
tempat asalnya. Kebiasaan itu mereka terapkan di tempat baru di Indonesia. Pendatang inilah
yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia.
Nenek moyang bangsa Indonesia ternyata berasal dan luar Indonesia, yaitu dan daerah
Yunan, di sebelah selatan Cina (sekarang RRC). Kesimpulan tersebut dibuktikan oleh kesamaan
artefak prasejarah yang ditemukan di wilayah itu dengan artefak prasejarah di Indonesia. Dari
artefak yang ditemukan di Yunan, tampak bahwa sekitar 3000 SM, masyarakat di wilayah itu
telah mengenal cocok tanam.
Kemudian, masyarakat Yunan melakukan migrasi ke daerah sekitar Teluk Tonkin,
sebelah utara Vietnam. Di tempat itu mereka mengembangkan kebudayaan bercocok tanam. Dari
tempat itu, mereka melakukan migrasi ke Kepulauan Indonesia. Migrasi dilakukan secara
bergelombang. Gelombang yang satu dengan yang berikut bejarak waktu lebih dan 1000 tahun.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nenek moyang bangsa Indonesia datang ke nusnatara melalui dua jalur yakni jalur barat
dan timur.Migrasi jalur barat di lakukan dari yunan ke semenanjung Malaysia, Kalimantan,
menuju Jawa dan Nusa Tenggara. Penyebaran jalur timur di mulai dari Teluk Tonkin menyusuru
pantai asia timur menuju Taiwan , Filipina, Sulawesi, Maluku, papua, sampai australia . Mereka
datang secara bergelombang, gelombang pertama adalah bangsa prota melayu yang datang
membawa kebudayaan kapak persegi dan kapal bercadik satu. Gelombang kedua adalah bangsa
deutro melayu yang datang membawa kebudayaan kapak lonjong dan kapal bercadik dua.
Sebelum kedua bangsa melayu tersebut datang ke nusantara da beberapa suku primitive
yang sudah terlebih dahulu menetap di nusantara.
Oleh karna itu saat bengsa melayu datang ke nusantara meraka melakukan proses kawin
mengawin dangan suku asli yang sudah mendiami nusantara terlebih dahulu. Karna itu bangsa
Indonesia sekarang adalah turunan dari bangsa deutro melayu, prota melau, bangsa Melanesia
dan bangsa primitive yang dulu mendiami nusantara.
Dan padasaat itu keadaan geografis Indonesia yang luas memaksa mereka untuk tinggal
terpencar di seluruh wilayah nusantara yang sangat luas. Sehingga mereka hidup sacara terisolasi
dari suku bangsa yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

http://fitrinuraenialhafidza.wordpress.com/2013/02/19/makalah-asal-usul-penyebaran-dan-
pengaruh-nenek-moyang-bangsa-indonesia/
http://www.artikelsiana.com/2014/09/persebaran-nenek-moyang-bangsa-Indonesia.html#_
Mustafa Shodiq . 2006. Wawasan Sejarah 1 Indonesia dan Dunia. Solo : Tiga Serangkai
Mustopo Habib. 2007. Sejarah 1. Jakarta : Yudhistira

Anda mungkin juga menyukai