kehidupan masa depan saling terikat satu sama lain.
Jika kejadian di masa depan sering sekali terjadi dengan motif yang sama seperti kejadian masalalu.
Seperti kebudayaan kebudayaan kuno yang masih
terpakai hingga sekarang, keterikatan antara budaya itu yang menyebabkan adanya kesinambungan antara kebudayaan manusia purba dengan manusia modern.
Salah satu contohnya adalah sebagai berikut,
Tradisi gerabah tercatat terjadi sejak akhir zaman Mesolithikum menuju awal zama Neolithikum. Banyak tempat di Indonesia yang masih menggunakan tradisi tradisional membuat gerabah itu mengingatkan kita dengan tradisi gerabah yang terjadi di masa bercocok tanam.
C. Kryut dan Van Heekeren mencatat pembuatan
gerabah dengan teknologi tatap opendas masih dilakukan orang orang toraja di Sulawesi hingga sekarang. Semua proses pembuatan masih melakukan tangan dan bentuk bentuk yang tercipta juga masih bergantung pada keterampilan pembuatnya. Di pulau Jawa tepatnya di daerah jogja banyak ditemukan pengrajin gerabah dengan teknik lama namun lebih terkesan modern karena menggunakan roda pemutar. Sedangkan di Garut (Jawa Barat) pembuatan gerabah masih menggunakan tangan bukan tatap peladas ataupun roda pemutar. Tradisi megalitik (juga dikenal sebagai "kebudayaan megalitikum") adalah bentuk-bentuk praktik kebudayaan yang dicirikan oleh pelibatan monumen atau struktur yang tersusun dari batu-batu besar (megalit) sebagai penciri utamanya.
Tradisi ini dikenal dalam perkembangan peradaban
manusia di berbagai tempat: Timur Tengah, Eropa, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, sampai kawasan Polinesia. Dalam kronologi sejarah Eropa dan Timur Tengah, tradisi ini berkembang di akhir Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum), Zaman Batu Baru (Neolitikum), atau Zaman Perundagian (pengecoran logam), tergantung dari masyarakat yang mendukungnya Menurut Jean-Pierre Mohen, tiga kriteria menjadi penciri tradisi megalitik di Eropa: kubur gunduk (tumulus), upacara penguburan, dan "batu besar". Di Indonesia, tradisi megalitik tampaknya berkembang sejak Zaman Batu Baru yang bertumpang tindih kalanya dengan Zaman Perundagian. Pencirinya cukup berbeda dari Eropa, meskipun memiliki aspek-aspek yang paralel. Meskipun biasa dikaitkan dengan masa prasejarah, tradisi megalitik tidak mengacu pada suatu era peradaban tertentu, namun lebih merupakan bentuk ekspresi yang berkembang karena adanya kepercayaan akan kekuatan magis atau non-fisik dan didukung oleh ketersediaan sumber daya di sekitarnya. Sempat meluas pada masa pra-Hindu-Buddha, Indonesia sampai abad ke-21 masih memiliki beberapa masyarakat yang masih mendukung tradisi ini, baik dalam bentuk mendekati aslinya, yaitu: Suku bangsa Nias, Batak (sebagian), Sumba, dan Toraja, maupun dalam bentuk akulturasi dengan lapisan budaya setelahnya, seperti suku bangsa Bali, Sunda (masih dipraktikkan oleh masyarakat Badui), dan Jawa. Biasanya, dalam melakukan tradisi ini, mereka menggunakan batu besar. Selain penggunaan batu-batu besar sebagai simbol kekuatan magis atau sebagai altar, alat upacara, serta sarana penguburan, tradisi megalitik juga melibatkan struktur ruang/arsitektur tertentu, seperti: benda-benda logam (pisau, pedang, tabuhan, dan sebagainya), gerabah (seperti tempayan), Kayu manik-manik. Di Nusantara banyak ditemukan tradisi kubur tempayan yang terkait dengan kultur megalitik. Adanya kebiasaan menyertakan bekal kubur, berupa manik-manik atau senjata, juga berkembang kuat pada tradisi ini. Pada beberapa tempat, tradisi Dengan demikian tradisi megalitik juga melibatkan bentuk- bentuk seni tatah batu atau ukir batu, megalitik merupakan sehingga batu merupakan arca yang kepercayaan atau tradisi menunjukkan figur-figur tertentu, adat yang menyembah seperti di kawasan Pagaralam, sesuatu seperti nenek Sumatera Selatan. moyang maupun beda benda alam disekitarnya. Tradisi ini terus bertahan hingga sekarang, tradisi yang pada awalnya hanya meletakan mayat pada gua yang gelap dan menyimbolkan akan ketakutan mereka akan adanya kekuatan supranatural. Selain itu menjadi konsep mereka tetap kematian yaitu transisi manusia sebelum kembali ke dunia arwah. Setiap peristiwa kematian melakukan upacara tertentu yang bermaksud memuluskan jalan orang yang meninggal kedunia arwah.
Penguburan dalam gua biasanya meletakan mayat
dengan posisi menekuk. Para arkeolog mengatakan jika posisi seperti itu melambangkan tentang janin yag dalam kandungan, bermaksud bahwa lahirnya kembali menuju kehidupan yang baru. Keyakinan ini berkembang pada masaholosen yang dapat ditemukan di Kalimantan. CARA-CARA TRADISI PENGUBURAN
Penguburan langsung, biasanya menggunakan
wadah posisi mayat dengan posisi terlentang, miring terbujur atau miring terlipat. Tradisi ini masih dapat kita temukan di daerah Truyan kaki Gunung Batur, Bali. Jenazah tidak dimasukan kedalam gua melainkan diletakan begitu saja di atas tanah dengan diselimuti kain adat lalu dibaringkan dibawah pohon besar.
Penguburan tak langsung, yaitu dengan
cara menguburkan dengan menggunakan wadah tempayan atau guci keramik. Posisi mayat yang dikondisikan terbujur atau terlipat ini banyak ditemukan di makam makam kuno. Hingga sekarang tradisi ini masih di lakukan di suku Batak, Nias, sumba dan Toraja. Tradisi bercocok tanam merupakan tradisi tertua dalam masa manusia sejak zama praaksara.Tetapi, hingga saat ini, tradisi bercocok tanam masih dilakukan oleh orang orang kenkes yang tinggal di wilayah kabupaten lebak banten, Suku baduy. Meskipun terletak di kawasan yang tak jauh dari ibukota tapi ia masih melestarikan tradisi bercocok tanam dengan cara lama.
Objek kepercayaan suku baduy adalah arca
domasyang yang letaknya tersembunyi dan sakral. Biasanya yang mengikuti kegiatan ritual hanya pemuka pemuka yang diperkenankan mendekati acara tersebut. Ritual ini dilaksanakan pada setiap tahun di bulan kalmia di peanggalan khusus milik mereka. Contoh lain yang sampai sekarang kita temui adalah pertanian berpindah. Biasanya yang melakukannya adalah masyarakat Dayak Meratus di Desa Haratai, Loksado, Kabutapen Hulu Sungai Selatan. Pertani ini tetap dilakukan meski kerap dituding sebagai pemicu kebakaran hutan. Nyatanya, ini tidaklah benar karena mereka memiliki cara sediri untuk mencegah api menyebar diantara pohon yang ditebang. terimakasih 1. Mengapa suatu kebudayaan manusia 2. Mengapa suatu kebudayaan manusia purba dapat berlanjut hingga sekarang? purba dapat mengalami kepunahan? Kebudayaan manusia purba seperti Kepunahan disebabkan kurang bercocok tanam, berburu masih dilakukan hingga sekarang karena adanya respon baik dari keturunan merupakan salah satu cara manusia setelahnya, hilangnya jejak tradisi bertahan hidup ataupun mencari nafkah. juga sering kali terjadi karena Beberapa suku pun masih menyembah roh nenek moyang dan menjadikannya kepercayaan yang berbeda. sebagai tradisi (yang pastinya akan diwariskan kepada penerusnya hingga berlanjut sampai sekarang) dengan alasan untuk mencari ketenangan hati dan keyakinan dalam diri mereka yang masih sama dengan pada saat itu. Mereka masih percaya roh menempati benda hidup dan mati sehingga keselamatan mereka bergantung pada roh. Davis, James C..The Human Story.