Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Leang-Leang

Taman Prasejarah Leang - Leang adalah tempat wisata sejarah yang cukup menarik,
karena di tempat wisata ini kita bisa menemukan banyak gua peninggalan arkeologi,
dan juga kita bisa melihat kawasan karts yang sangat bagus. Nama Leang-Leang
diambil dari Bahasa Makassar, Leang yang artinya dalam bahasa indonesia berarti
Gua, dan Leang-leang artinya Gua-gua, mengapa demikian ? karena di kawasan wisata
prasejarah ini sangat banyak gua-gua peninggalan arkeologi.

Taman Prasejarah Leang-Leang Maros berada di Kel. Kalabbirang, Kec. Bantimurung,


Kab. Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Tempat ini bisa anda jumpai
sebelum anda ke Kawasan Wisata Alam Bantimurung Maros (Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung), jarak leang-leang dari jalan poros kira-kira hanya beberapa
kilometer, dan sangat mudah diakses karena jalurnya sudah diaspal dan infrastuktur
kesinipun sudah sangat bagus, jadi anda tidak akan menyesal jika anda berwisata
ketempat ini.

Di Kawasan Taman Prasejarah Leang-Leang Maros , anda bisa menemukan gua-gua


arkeologi seperti Gue Pettae dan Petta Kere, dimana di gua ini anda bisa menemukan
Rock Painting atau dengan kata lain lukisan pada batu, namun ini bukan lukisan pada
batu biasa akan tetapi di perkiran lukisan ini berusia 5000 tahun,dan menurut para
arkeolog, kemungkin gua-gua tersebut telah dihuni sekitar tahun 8000 sebelum masehi.

Gambar-gambar yang ada dibatu goa tersebut berwarna merah maron, dan gambaran
tersebutpun beraneka ragam, ada yang bergambar babi hutan, gambar
manusia,gambar ikan dan juga gambar lainnya yang masih kurang jelas,tapi dapat
dipastikan itu adalah gambar dari manusia purba, dimana gambar-gambar ini bisa di
temui di hampir seluruh bagian gua. Dipercaya bahwa gambar-gambar itu terbentuk
karena aktivitas keagaamaan orang-orang purba yang pernah tinggal di gua tersebut.
Selain gambar-gambar yang ada di gua, pengunjung atau wisatawan juga bisa
menemukan berbagai macam peralatan makan yang terbuat dari batu, kemudian
banyak juga bekas makanan seperti tulang yang sudah sangat lama. Selain itu benda-
benda seperti kulit kerang yang sudah menempel satu sama lain karena lama, bisa
dilihat dengan jelas di mulut gua.
Cara Hidup Manusia Purba

A. Masa Berburu dan Meramu

Masa berburu dan meramu merupakan masa paling awal bagi manusia dalam
memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Ketersediaan kebutuhan hidup yang diberikan
oleh alam menjadi sumber utama bagi kehidupan mereka.

Meramu memiliki arti yakni mencari dan mengumpulkan makanan serta menangkap
bnatang. Dalam kegiatan meramu, mereka senang mengumpulkan bahan makanan
enak yang bisa dimakan/disantap secara langsung.

Sesuai dengan cara hidupnya, manusia purba akan berpindah tempat dari 1 (satu)
tempat ke tempat yang lainnya. Mereka meninggalkan tempat tersebut dengan
membawa alasan, yakni karena bahan makanan di tempat yang mereka tinggalkan itu
sudah habis, dan ingin mencari lagi di tempat yang lainnya.

Kehidupan manusia purba pada masa itu juga seringkali hidup dengan cara
berkelompok, mereka senang bergerombol di tempat-tempat yang menyediakan
banyak bahan makanan dan air.

1. Mencari dan Mengumpulkan Makanan (Food Gathering)


Manusia pra aksara pada awalnya hanya memenuhi kebutuhan hidupnya hanya
dengan mencari makanan serta mengumpulkan makanan. Mereka masih belum
mengenal bercocok tanam, apalagi tempat tinggal.

Makanan yang dikumpulkan oleh manusia purba, bisa berupa :

 Ubi-ubian
 Buah-buahan
 Keladi
 Daun-daunan
Bahan makanan yang telah dikumpulkan tidaklah dimasak terlebih dahulu, akan tetapi
langsung dimakan karena pada waktu itu, manusia masih belum mengenal api untuk
memasak.

Mereka menggunakan alat berburu dari ketersediaan alam juga, seperti kayu,
batu, atau tulang hewan yang telah mati. Alat-alat yang digunakan masih sangat
sederhana, serta kasar.

Pada masa food gathering ini, manusia purba sangat sulit sekali untuk berevolusi,
karena mereka terus-terusan hanya dipaksa untuk mencari kebutuhan pokok setiap
harinya. Akan tetapi, secara perlahan, manusia purba mengalami perkembangan akal
dan mulai beralih ke food producing.

Ciri-ciri masa food gathering adalah dengan menetapnya di suatu gua, kebanyakan
senjatanya masih terbuat dari bebatuan dan tulang, serta hidup dengan cara berburu
binatang.

2. Hidup Berkelompok
Pada umumnya, manusia purba itu sendiri hidup dengan cara berkelompok. Mereka
lebih memilih tempat yang memiliki banyak bahan makanan dan air.

Padang rumput dan hutan yang berdekatan dengan sungai, lebih mereka pilih sebagai
tempat hidup berkelompok. Tempat tersebut dipilih karena tersedia banyak bahan
makanan dan dilewati/dilalui oleh binatang buruan.

Manusia purba selalu hidup dengan berkelompok yang anggotanya bisa berjumlah
antara 20 hingga 50 yang terdiri atas 1 (satu) atau 2 (dua) keluarga. Tujuan dari hidup
berkelompok ini guna menghadapi binatang buas dan bisa saling membantu dalam
memenuhi kebutuhan hidup.

3. Bertempat Tinggal Sementara


Pada perkembangannya, sebagian manusia purba ada yang mulai untuk bertempat
tinggal dengan cara hanya sementara. Mereka biasanya tinggal di gua, tepi
danau, ataupun di ceruk di tepi pantai. Tempat-tempat tersebut mereka gunakan untuk
berteduh dan menimbun segala bahan makanan.

Hal ini karena manusia purba memiliki kemampuan bertahan hidup dengan masih
bergantung pada alam, dengan kata lain jika di tempat berburu mereka sudah kurang
banyak mendapatkan hasil buruan, maka mereka akan berpindah ke tempat yang baru.
B. Masa Bermukim dan Bercocok Tanam

Melalui pengalaman hidupnya, manusia purba mulai bisa menemukan cara baru untuk
memenuhi kebutuhannya. Mereka menemukan cara dalam bercocok tanam. Seiring
dengan masa bercocok tanam, mereka mulai hidup dengan cara menetap.Kebudayaan
lainnya juga ikut serta berkembang dengan pesat. Alat pertanian berkembang semakin
maju. Begitu pula dengan sistem sosial dan sistem kepercayaan, mulai terbina dengan
teratur.

Masa bermukim dan masa bercocok tanam ini sering disebut dengan masa revolusi
kebudayaan. Hal ini berdasarkan pada terjadinya perubahan yang besar di dalam
berbagai corak kehidupan manusia purba. Pada kebudayaan manusia purba, masa ini
juga menandai dimulainya zaman Neolithikum (zaman batu baru). Pendukung utama
dalam kebudayaan ini adalah manusia Homo Sapiens. Jenis manusia ini sering disebut
dengan nama "si cerdas", karena sudah mampu menggunakan akal pikiran dengan
sempurna.

Manusia purba di masa ini mulai menanam jenis tanaman yang sekiranya bisa
menghasilkan bahan panganan. Mereka juga melakukan kegiatan berladang. Untuk
mengembangkan kegiatan berladang, manusia mencoba membuka ladang-ladang yang
baru.

Pada awalnya, mereka menebang atau membakar pohon-pohon serta semak belukar
yang terdapat di hutan sekitarnya. Dengan cara seperti itulah, menjadi tercipta ladang-
ladang baru yang siap untuk ditanami. Di samping kegiatan berladang, manusia purba
juga masih berburu binatang dan menangkap ikan. Semakin lama, mereka semakin
mengenal apa yang dinamakan dengan beternak. Perkembangan ini jelas, jika manusia
sudah tak lagi semata-mata tidak bergantung lagi kepada alam.
Manusia purba sudah bisa mengusahakan dan bisa menghasilkan bahan makanannya
sendiri, dengan cara bercocok tanam dan beternak.

1. Kehidupan Bermukim dan Berladang

Manusia purba mulai mencoba kegiatan berladang dengan cara membakar hutan untuk
dijadikan ladang yang baru. Mereka juga melakukan kegiatan dengan cara berburu dan
menangkap ikan serta kegiatan beternak. Hewan yang diternakkan, antara lain, kerbau,
sapi, kuda, babi ataupun unggas.

Pada tahap ini, manusia tidak lagi bergantung pada alam. Mereka sudah mulai
mencoba mengusahakan dan menghasilkan bahan makanan sendiri, dengan bercocok
tanam dan beternak, yang biasa disebut dengan food producing.

Dalam masa bermukim dan berladang, dibuat juga alat-alat seperti contohnya mata
panah, yang bisa dgunakan untuk alat berburu, gerabah sebagai peralatan hidup,
hingga alat-alat pemukul kulit kayu serta perhiasan.

2. Kehidupan Bercocok Tanam di Persawahan

Jumlah penduduk food producing menjadi semakin meningkat, ini juga menimbulkan
kepada jenis tanaman yang ditanam juga menjadi semakin bertambah. Padi jenis
"gogo" yang biasa ditanam di tanah kering juga mulai dikembangkan. Mereka mulai
mengenal cara membuat pematang-pematang untuk menahan air serta saluran air. Di
daerah pegunungan, dibuatlah sawah-sawah yang berundak dilengkapi dengan saluran
air yang merupakan irigasi tingkat permulaan yang dibuat menjadi tanaman pokok.
Tanaman sayur-sayuran juga mulai lebih dikenal, yang lebih menariknya lagi adalah
mulai dikenalnya padi di persawahan. Hal ini menunjukkan jika perkembangan di
bidang pertanian yang sudah semakin maju.

Anda mungkin juga menyukai