Anda di halaman 1dari 18

KEHIDUPAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA

MATA KULIAH : SEJARAH INDONESIA PRA ISLAM


DOSEN PENGAMPU : Dr. Beti Yanuri Posha, M.Hum

OLEH :

OLVI ANDARI
NIM: 203.2020.004

SEMESTER III
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM
SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN SAMBAS
TAHUN AKADEMIK 2021/1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah
bertema Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia
Makalah ini penulis buat selain karena tugas kuliah, juga sebagai bentuk
kepedulian penulis terhadap ilmu pengetahuan dan menambah wawasan penulis
secara pribadi. Didorong oleh hal tersebut, penulis berusaha memberikan sesuai
dengan kemampuan penulis dalam makalah ini.
Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca atas
kekeliruan yang ada dalam makalah ini, penulis mengharap saran dan kritik yang
membangun sebagai acuan untuk memperbaiki makalah-makalah selanjutnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Manfaat Dan Tujuan..............................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN..........................................................................3
A. Kehidupan Masyarakat Beternak dan Bercocok Tanam........................3
B. Kehidupan Masyarakat Beternak Dan Bercocok Tanam.......................5
C. Perkembangan Teknologi Masyarakat Awal Indonesia.........................9
D. Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia.................................11
BAB III : PENUTUP..................................................................................13
A. Kesimpulan ...........................................................................................13
B. Saran.......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu mahluk yang tinggal dibumi pada
jaman dahulu kala. Mereka hidup dengan cara berburu, bercocok tanam,
hingga mengenal teknologi dan kepercayaan.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia tinggal di
alam terbuka seperti hutan, di tepi sungai, di gunung, di gua dan di lembah-
lembah. Kemampuan berpikir manusia untuk mempertahankan kehidupannya
mulai berkembang.
Munculnya kelompok-kelompok manusia dalam jumlah yang lebih
banyak serta menetap di suatu tempat. Munculnya bentuk kehidupan semacam
itu berawal dari upaya manusia untuk menyiapkan persediaan bahan makanan
yang cukup dalam satu masa tertentu. Dalam kehidupan menetap itu manusia
mulai hidup dari hasil bercocok tanam dengan menanam jenis-jenis tanaman
yang semula tumbuh liar untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Disamping itu, mereka mulai menjinakkan hewan-hewan yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kuda, anjing, kerbau, sapi, dan babi.
Dari pola kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah dapat
menguasai alam lingkungannya beserta isinya. Dalam makalah ini akan
dibahas tentang kehidupan masyarakat dizaman dulu dengan lebih ringkas.
B. Rumusan Masalah
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini diantaranya sebagai
berikut:
1. Bagaimana kehidupan masyarakat beternak dan bercocok tanam?
2. Bagaimana kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan?
3. Bagaimana perkembangan teknologi masyarakat awal Indonesia?
4. Bagaimana sistem kepercayan awal masyarakat Indonesia?
C. Manfaat dan Tujuan
1. Mendeskripsikan kehidupan masyarakat beternak dan bercocok tanam.

1
2

2. Mendeskripsikan kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan


makanan.
3. Mendeskripsikan perkembangan teknologi masyarakat awal Indonesia.
4. Mendeskripsikan sistem kepercayan awal masyarakat Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kehidupan Masyarakat Berburu dan Mengumpulkan Makanan


1. Lingkungan Alam Kehidupan
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia tinggal
di alam terbuka seperti hutan, di tepi sungai, di gunung, di gua dan di
lembah-lembah. Manusia melakukan perjalanannya cenderung melalui
atau menyusuri tepi-tepi sungai. Timbul di dalam benak pikiran mereka
untuk membuat rakit-rakit dan mereka dapat menciptakan perahu sebagai
sarana perjalanan untuk melalui sungai.
2. Kehidupan Sosial
Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah
mengenal kehidupan kelompok, kelompok sekitar 10-15 orang. Mereka
hidup selalu berpindah-pindah semata-mata hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hubungan antar anggota kelompok sangat erat.
Masing-masing kelompok itu memiliki pemimpin yang sangat di taati dan
sangat di hormati oleh anggota kelompoknya.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah terlihat
adanya tanda-tanda kehidupan sosial dalam suatu kelompok masyarakat,
walaupun tingkatannya masih sangat sederhana.
3. Kehidupan Budaya
Pada kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan,
manusia lebih senang memilih goa-goa sebagai tempat tinggalnya. Mereka
mulai membuat alat-alat berburu, alat pemotong, alat pengeruk tanah, dan
alat lainnya. Para ahli menafsirkan bahwa pembuat alat-alat tersebut
adalah jenis manusia Pithecanthropus dan kebudayaannya di sebut tradisi
Paleolitikum (batu tua). Alat-alat tersebut banyak di temukan di Kali
Basoka, daerah Kabupaten Pacitan (Jawa Timur) dan kemudian di sebut
budaya Pacitan.
4

Benda-benda hasil kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut.


Kapak Perimbas Kapak perimbas tidak memiliki tangkai dan digunakan
dengan cara menggenggam. Penelitian terhadap kapak ini di lakukan di
daerah Punung (Kabupaten Pacitan) oleh Von Koenigswald (1935). Para
ahli mengambil kesimpulan bahwa alat-alat itu berasal dari lapisan yang
sama dengan Pithecanthropus erectus dan di perkirakan juga bahwa
Pithecanthropus erectus inilah pembuatnya.
Kapak Penetak Kapak penetak ini bentuknya lebih besar dari kapak
perimbas dan cara pembuatannya masih kasar. Kapak ini berfungsi untuk
membelah kayu, pohon, dan bambu.
Kapak Genggam bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas
dan kapak penetak. Tetapi bentuknya jauh lebih kecil. Kapak genggam di
buat masih sangat sederhana dan belum di asah. Pahat Genggam Pahat
genggam memiliki bentuk lebih kecil dari kapak genggam. Pahat genggam
mempunyai fungsi untuk menggemburkan tanah.
Alat Serpih alat serpih mempunyai bentuk yang sangat sederhana
dan berdasarkan bentuknya alat-alat di duga di gunakan sebagai pisau,
gurdi dan alat penusuk. Alat serpih ini juga di temukan oleh Von
Koenigswald pada tahun 1934 di daerah Sangiran (Kabupaten Surakarta).
Alat serpih berukuran antara 10-20 centimeter.
Alat-alat dari Tulang alat-alat dari tulang di buat dari tulang-tulang
binatang buruan. Peralatan dari tulang itu banyak di temukan di
Ngandong.
4. Kehidupan Ekonomi Masyarakat
Pada masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan,
manusia bekerja bersama-sama dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
5. Kehidupan Kepercayaan Masyarakat
Penemuan kuburan dari masa berburu dan mengumpulkan
makanan menunjukkan bahwa masyarakat pada masa itu sudah memiliki
anggapan tertentu dan memberikan penghormatan terakhir kepada orang
5

yang meninggal. Dan pada masa itu manusia telah dapat menggunakan
akal pikirannya, walaupun terbatas hanya pada hal-hal tertentu saja.1

B. Kehidupan Masyarakat Beternak Dan Bercocok Tanam


1. Lingkungan Alam Sekitar
Kemampuan berpikir manusia untuk mempertahankan
kehidupannya mulai berkembang. Hal ini mengakibatkan munculnya
kelompok-kelompok manusia dalam jumlah yang lebih banyak serta
menetap di suatu tempat.
Munculnya bentuk kehidupan semacam itu berawal dari upaya
manusia untuk menyiapkan persediaan bahan makanan yang cukup dalam
satu masa tertentu. Dalam kehidupan menetap itu manusia mulai hidup
dari hasil bercocok tanam dengan menanam jenis-jenis tanaman yang
semula tumbuh liar untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Disamping itu, mereka mulai menjinakkan hewan-hewan yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kuda, anjing, kerbau, sapi, dan
babi. Dari pola kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah dapat
menguasai alam lingkungannya beserta isinya.
Kehidupan bercocok tanam yang pertama kali di kenal oleh
manusia adalah berhuma. Berhuma adalah teknik bercocok tanam dengan
cara membersihkan hutan dan menanamnya, setelah tanah tidak subur
mereka pindah dan mencari bagian hutan yang lain. Namun dalaman
perkembangan berikutnya, manusia mulai memikirkan kembali untuk
hidup menetap dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, manusia
mulai menerapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah
persawahan.
2. Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Mereka memilih tempat tinggal  pada suatu

J. Wiromihardja, Sejarah Kita dan Dunia Sepanjang Masa, (Jakarta:


1

Bina Cipta, 1975).


6

tempat tertentu. Hal ini di maksudkan agar hubungan antara manusia di


dalam kelompok masyarakatnya semakin erat.
Eratnya hubungan antar manusia di dalam kelompok
masyarakatnya, merupakan suatu cermin bahwa manusia tidak dapat hidup
sendiri tanpa anggota kelompok masyarakat yang lainnya. Hal ini di
sebabkan karena manusia adalah makhluk sosial. Manusia selau
tergantung dengan manusia lainnya, sehingga masing-masing manusia
saling melengkapi, saling membantu dan saling berinteraksi dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kehidupan sosial yang di lakukan oleh maasyarakat pada masa
bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalu cara bekerja dengan
bergotong-royong, membangun rumah sebagai tempat tinggal dan lain-
lain.
Cara hidup bergotong-royong itu merupakan salah satu ciri
kehidupan masyarakat yang bersifat agraris. Hingga sekarang, terutama
pada masyarakat-masyarakat di daerah pedesaan atau pegunungan, budaya
hidup bergotong-royong itu masih di pertahankan. Walaupun sebagian
orang menyadari bahwa kehidupan bergotong royong dapat mempererat
hubungan di antara anggota-anggota masyarakat. Mereka ini biasanya
mendapat sanksi dari anggota-anggota masyarakat lainnya. Sanksi tersebut
kebanyakan lebih bersifat sanksi moral.
Pola hidup menetap telah membuat hubungan sosial masyarakat
terjalin dan terorganisasi dengan lebih baik. Biasanya terdapat seorang
pemimpin yang di sebut kepala suku, sosok kepala suku merupakan orang
yang sangat di percaya dan di taati untuk memimpin sebuah kelompok
masyarakat.
3. Kehidupan Ekonomi
Pada masa kehidupan bercocok tanam, kebutuhan hidup
masyarakat semakin bertambah, namun tidak ada satu anggota masyarakat
pun yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya sendiri. Oleh
karena itu mereka menjalin hubungan yang lebih erat lagi dengan sesama
7

anggota masyarakat. Mereka juga menjalin hubungan dengan masyarakat


yang berada di luar daerah tempat tinggalnya.
Masyarakat yang berada di daerah pegunungan membutuhkan hasil
yang di peroleh dari pantai seperti garam, ikan laut, dan lain-lain. Dalam
rangka memenuhi kebutuhannya masing-masing di adakan pertukaran
barang dengan barang (sistem barter). Pertukaran barang dengan barang
ini menjadi awal munculnya sistem perdagangan atau sistem
perekonomian dalam masyarakat.
Bahkan untuk memperlancar kegiatan perdagangan, di butuhkan
suatu tempat khusus yang dapat di jadikan sebagai tempat pertemuan
antara pedagang dan pembeli. Tempat itu di kenal dengan sebutan pasar.
4. Sistem Kepercayaan Masyarakat
Perkembangan sistem kepercayaan masyarakat pada masa
kehidupan bercocok tanam dan menetap, merupakan kelanjutan
kepercayaan yang telah muncul pada masa kehidupan masyarakat berburu
dan mengumpulkan makanan. Kehidupan bercocok tanam kepercayaan
masyarakat semakin bertambah. Mereka percaya bahwa orang-orang yang
meninggal rohnya pergi ke suatu tempat yang tidak jauh dari tempat
tinggalnya atau roh orang yang meninggal itu tetap berada di sekitar
wilayah tempat tinggalnya, sehingga sewaktu-waktu dapat di panggil
untuk di minati bantuannya dalam kasus tertentu seperti menanggulangi
wabah penyakit atau mengusir pasukan-pasukan musuh yang ingin
menyerang wilayah tempat tinggalnya.
Inti kepercayaan ini berkembang dari zaman ke zaman.
Penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang merupakan suatu
kepercayaan yang berkembang di seluruh dunia. Di Indonesia kepercayaan
dan pemujaan kepada roh nenek moyang terlihat melalui peninggalan-
peninggalan tugu-tugu batu atau bangunan-bangunan megalitikum.
Bangunan-bangunan megalitikum itu banyak di temukan pada tempat-
tempat yang lebih tinggi yaitu di puncak bukit, di lereng gunung atau
tempat-tempat yang lebih tinggi dari dataran sekitarnya.
8

Untuk menelusuri kepercayaan masyarakat Indonesia dari masa


bercocok tanam, para ahli mengadakan penelitian dari berbagai bangunan
megalitikum atau kuburan manusia yang berasal dari masa itu. Dari hasil
penelitian itu, para ahli sejarah berhasil mendapat gambaran mengenai
berbagai kebiasaan yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat
pada masa itu, hingga sekarang ini kita masih dapat lihat upacara-upacara
tradisi Megalitikum dari beberapa suku bangsa di Indonesia.
Berdasarkan kepercayaan itu, seorang kepala suku memiliki
kekuasaan dan tanggung jawab penuh terhadap kelompok sukunya.
Seorang kepala suku dapat mengatur dan melindungi kelompok sukunya
dari segala bentuk ancaman, seperti ancaman dari binatag buas, ancaman
dari kelompok lainnya, ancaman dari wabah penyakit dan sebagainya.
5. Kekuasaan Budaya
Perkembangan kebudayaan pada masa bercocok tanam semakin
bertambah pesat, karena manusia mulai dapat mengembangkan dirinya
untuk menciptakan kebudayaan yang lebih baik.
Beliung persegi merupakan hasil kebudayaan manusia dari masa
kehidupan masyarakat bercocok tanam. Beliung persegi di temukan
dalamjumlah yang cukup besar. Daerah-daerah tempat penemuannya
antara lain Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Kapak Lonjong terbuat dari kali yang bewarna kehitam-hitaman, cara
pembuatannya adalah dengan diupam sampai halus. Kapak lonjong ini di
temukan oleh para ahli sejarah di Maluku, Papua dan sebagian daerah
Sulawesi Utara. Di lur wilayah Indonesia kapak lonjong di temukan di
kepulauan Filipina, Taiwan dan Cina.
Mata panah merupakan salah satu dari perlengkapan berburu
maupun menangkap ikan. Sisi-sisi mata panah dari zaman kehidupan
masyarakat bercocok tanam berhasil di temukan di dalam goa-goa yang
ada di pinggir sungai. Kemungkinan juga ada mata panah yang di buat dari
kayu seperti yang masih di gunakan oleh para penduduk asli Papua.
Gerabah terbuat dari tanah liat yang di bakar. Alat-alat itu di gunakan
9

sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda perhiasan. Gerabah hampir


di temukan pada setiap rumah tangga di seluruh Indonesia.
6. Perhiasan
Pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam telah di kenal
berbagai bentuk perhiasan. Bahan dasar pembuatan perhiasan di ambil dari
bahan-bahan yang ada di sekitar lingkungan alam tempat tinggalnya,
seperti tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Dari bahan-bahan itu
masyarakat membuat berbagai bentuk perhiasan yang di inginkannya
seperti kalung, gelang dan lain-lain.2
Di samping kebudayaan-kebudayaan yang telah berhasil di
temukan oleh para ahli tersebut, juga berkembang kebudayaan yang
terbuat dari batu-batu besar atau kebudayaan megalitikum pada masa
kehidupan masyarakat bercocok tanam. Wujud bangunan megalitikum di
antaranya sebagai berikut.
a. Menhir adalah tugu batu tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang
b. Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga di
buat dari batu utuhn dan banyak di temukan di daerah Sulawesi
Tengan dan Utara.
c. Dolmen adalah meja batu yang meletakkan sesaji yang di
persembahkan kepada roh nenek moyang.
d. Punden Berundak-undak merupakan bangunan suci tempat pemujaan
terhadap roh nenek moyang yang di buat dalam bentuk bertingkat-
tingkat.
e. Sarkofagus adalah peti jenazah yang terbuat dari batu bulat (batu
tunggal).
f. Kubur Batu adalah peti jenazah yang terbuat dari batu pipih.
g. Arca dari masa megalitikum menggambarkan binatang dan manusia.
C. Perkembangan Teknologi Masyarakat Awal Indonesia
1. Keadaaan Alam Lingkungan Kehidupan Manusia
2
Soetrisno Koetoyo, et al. Sejarah Dunia, (Jakarta: Widjaja, 1982).
10

Pada masa ini, manusia telah mengenal teknologi, meski teknologi


itu masih terbatas pada upaya untuk memenuhi peralatan-peralatan
sederhanan yang di butuhkan dalam aktivitas kehidupannya.
Ketika manusia mulai mengenal logam, manusia telah dapat
menggunakan peralatan-peralatan yang terbuat dari logam, seperti
peralatan rumah tangga, peralatan pertanian, berburu, berkebun dan lain-
lain. Orang yang ahli membuat alat-alat dari logam itu disebut undagi dan
tempat pembuatan alat-alat di sebut perundagian. Logam campuran disebut
dengan logam perunggu.
Benda-benda yang terbuat dari perunggu ini ada yang di buat di
wialyah Indonesia oleh masyarakat Indonesia sendiri. Alat cetak dari tanah
liat terlebih dahulu di bentuk dengan lilin sesuai dengan barang yang akan
di buat, kemudian di balut dengan tanah liat.
2. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Kehidupan pada masa manusia telah mengenal logam di kenal
sebagai masa perundagian. Masa perundagian sangat penting karena pada
masa ini terjalin hubungan dengan daerah-daerah di sekitar kepulauan
Indonesia.
Masa perundagian juga menjadi dasar bertumbuh kembangnya
kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti kerajaan Kutai, Tarumanegara,
Sriwijaya, Mataram dan kerajaan-kerajaan lainnya. Kemakmuran
masyarakat di ketahui melalui perkembangan teknik pertanian. Bentuk
alat-alat pertanian seperti pisau, bajak, cangkul dan sebagainya.
3. Kehidupan Budaya Masyarakat
Peninggalan-peninggalan budaya masyarakat Indonesia yang
berasal dari benda-benda logam merupakan kekayaan dan
keanekaragaman budaya yang telah tumbuh dan berkembang pada masa
itu. Di antaranya:
Nekara Perunggu,  nekara merupakan sebuah benda kebudayaan
yang terbuat dari perunggu. Bentuknya seperti sebuah dandang yang
tertelungkup, berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk memohon
11

turunnya hujan. Nekara di hias beranekaragam dengan pola binatang, pola


geometri, pola tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Nekara di temukan
pada daerah Indonesia bagian timur, yaitu Bali, Nusa Tenggara, Maluku,
Selayar, Papua. Nekara tersebut bergaris tengah 160 cm dan tinggi 198
cm. Rakyat setempat menyebut Nekara itu dengan nama “Bulan Pejeng”.
Nekara yang terkecil di sebut moko. Moko sering di anggap keramat dan
bahkan di jadikan sebagai mas kawin pada tradisi upacara perkawinan di
daerah Nusa Tenggara.
Kapak Perunggu, bentuk kapak perunggu beraneka ragam, ada
yang berbentuk pahat, jantung dan tembilang. Pola hiasanya berupa topang
mata dan pola geometri.
Bejana Perunggu, bentunya mirip gitar Spanyol, tetapi tanpa
tangkai. Pola hiasan adalah hiasan anyaman dan menyerupai huruf “J”.
Arca Perunggu, bentuk arca (patung) beraneka ragam, seperti
menggambarkan orang sedang menari, naik kuda dan memegang busur
panah.
Perhiasan, perhiasan yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi
banyak di temukan di wilayah Indonesia. Bentuk perhiasan beranekaragam
dan di gunakan sebagai gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul
dan lain-lain.
Tempat penemuan benda-benda dari besi antara lain gunung Kidul
(Yogyakarta), Bogor, Besuki dan Punung (Jawa Timur).

D. Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia


1. Kepercayaan Terhadap Roh Nenek Moyang
Perkembangan sistem kepercayaan pada masyarakat Indonesia
berawal dari kehidupan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan.
Masyarakat pada masa itu selalu hidup berpindah-pindah untuk mencari
tempat tinggal yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka mulai
berdiam lama/tinggal pada suatu tempat pada goa-goa. Pada goa-goa itu di
temukan sisa-sisa budaya mereka, berupa alat-alat kehidupan. Dari hasil
12

penemuan itu dapat di ketahui pada masa itu orang sudah mempunyai
pandangan tertentu mengenai kematian.
Penguburan kerangka manusia di dalam goa-goa merupakan wujud
penghormatan kepada orang yang meninggal, penghormatan kepada orang
yang telah pergi atau penghormatan kepada roh. Megalitikum berfungsi
sebagai tempat-tempat pemujaan atau penghormatan kepada kepada roh
nenek moyang. Sebelum masuknya pengaruh Hindhu-Budha, masyarakat
Indonesia telah memberikan penghormatan dan pemujaan kepada roh
nenek moyang.
2. Kepercayaan Bersifat Animisme
Animisme merupakan suatu kepercayaan masyarakat terhadap
suatu benda yang di anggap mempunyai roh atau jiwa. Masyarakat banyak
yang percaya bahwa sebilah keris pusaka memiliki roh atau jiwa, sehingga
benda-benda seperti itu di anggap dapat memberi petunjuk tentang
berbagai hal yang berkembang dalam masyarakat.
Selain benda-benda tersebut diatas, terdapat banyak hal yang di
percaya oleh masyarakat, antara lain bangunan gedung tua, bangunan
candi, pohon besar dan lainnya sebagainya.
3. Kepercayaan Bersifat Dinamisme
Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa setiap benda
memiliki kekuatan gaib. Sejak berkembangnya kepercayaan terhadap roh
nenek moyang pada masa kehidupan masyarakat bercocok tanam, maka
berkembang pula kepercayaan yang bersifat dinamisme. Misalnya, sebuah
batu cincin di pandang mempunyai kekuatan untuk melemahkan lawan.
4. Kepercayaan Bersifat Monoisme
Kepercayaan monoisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalana
dari masyarakat.3

3
Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta: LKIS, 2004).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa 0anusia
awal Indonesia hidup secara bertahap. Marwati Djoened Poeponegoro dan
Nugroho Notosusanto menggambarkan kehidupan manusia awal Indonesia ke
dalam empat tahapan, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat awal, masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjutan,
masa bercocok tanam, dan masa perundagian. Tahapan-tahapan ini merupakan
suatu kesinambungan. Untuk melakukan perubahan dalam setiap tahapannya
memerlukan waktu yang relative lama. Hal ini mampu memberikan warna
yang berbeda  untuk setiap tahapnya pada semua aspek kehidupan.
Kehidupan masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan masih sangat sederhana. Masa ini desebut sebagai masa food
gathering (mencari dan mengumpulkan makanan) dengan sistem hidup
berpindah-pindah (nomaden). Manusia purba telah menghasilkan kebudayaan
secara sederhana dengan menciptakan alat-alat untuk menangkap binatang
buruan, menguliti binatang buruan, mengorek ubi-ubian, mengail ikan dari
bahan-bahan seperti batu, kayu, tulang, tanduk binatang, dan sebagainya.
Kemudian manusia prasejarah berkembang dengan mulai mengenal
tempat tinggal sementara (semi sedenter), misalnya di tepi pantai atau di gua-
gua. Sisa-sisa peninggalan hidup tempat tinggal sementara dari zaman
Mesolitikum ini antara lain kyokkemoddinger (sampah dapur) dan abris sous
roche (gua sebagai tempat tinggal).

B. Saran
Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan terhadap makalah
yang telah penulis susun ini. Tentunya penulis juga berharap partisipasi dari
para pemabaca untuk memberikan kritikan dan saran demi perbaikan karya
penulis untuk selanjutnya.
14

Mohon maaf, jika makalah yang singkat ini terdapat berbagai


kesalahan baik dari segi penulisan, referensi dan lainnya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca khususnya
dari pihak pengajar (Dosen).
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Moh. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LKIS. 2004.


Koetoyo, Soetrisno et al. Sejarah Dunia. Jakarta: Widjaja. 1982.
Wiromihardja, J. Sejarah Kita dan Dunia Sepanjang Masa. Jakarta: Bina Cipta.
1975.

Anda mungkin juga menyukai