Anda di halaman 1dari 8

NAMA : EMY YUNARSIH

KELOMPOK : 3
JUDUL : ETIKA BERDAKWAH DALAM AL-QUR’AN

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ia meninggalkan 2 kitab
yang akan menjadi pedoman manusia hidup di dunia agar tidak tersesat
yaitu Al-Qur’an dan hadits. Allah juga menurunkan syari’at samawiyah
kepada para utusan-Nya untuk memperbaiki umat di bidang akidah, ibadah
dan muamalah. Ibadah dan mu’amalah memiliki prinsip yang sama yaitu
bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat.
Manusia diciptakan oleh Allah agar mengenal satu sama lain dan
harus menyeru dan mengajak kepada kebaikan (amr ma’ruf) serta
menjahui keburukan (nahi mungkar). Hal tersebut dengan dakwah yang
secara harfiyah berarti mengajak atau menyeru. Berdakwah merupakan
kegiatan yang luarbiasa dan dinilai jihad di jalan Allah. Namun dalam
berdakwah terkadang Da’i tidak memperhatikan Etika berdakwah.
Misalnya seorang Da’i menegur Mad’u saat situasi yang tidak tepat, malah
akan muncul rasa malu dan sakit hati. Hal tersebut dikarnakan dakwah
tidak hanya berkaitan dengan masalah cara berbicara efektif saja
melainkan juga etika bicara.
Maka dari itu pemakalah tertarik untuk membahas materi tentang
“Etika Berdakwah dalam Al-Qur’an”, agar pembaca lebih memahami
bagaimana etika berdakwah yang tepat tentunya berdasarkan Al-Qur’an,
sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dalam
makalah ini dirumuskan permasalahannya, sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan etika?

1
2

b. Bagaimana etika berdakwah dalam Al-Qur’an?


B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Etika
Etika ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Yunani yaitu
ethos yang berarti adat kebiasaan.1 Dalam kamus besar bahasa Indonesia
(KBBI), kata etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk atau ilmu tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).2
Jadi, etika adalah nilai-nilai kebaikan yang tumbuh selama
kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut sengaja diciptakan sebagai
kebutuhan yang harus dipenuhi dalam konteks kehidupan bermasyarakat.
Nilai-nilai tersebut dipelihara dan diwariskan secara turun-temurun guna
menjamin kebahagiaan serta kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut menjadi
norma dan aturan yang harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap aturan
tersebut berdampak pada munculnya sanksi yang akan diterima.3
Etika juga berhubungan dengan soal baik atau buruk, dan benar
atau salah. Etika adalah jiwa atau semangat yang menyertai suatu
tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh seorang untuk perlakuan
yang baik agar tidak menimbulkan keresahan dan orang lain menganggap
bahwa tindakan tersebut memang memenuhi landasan etika.4
Dalam bahasa Arab, etika dikenal dengan istilah akhlak. Sehingga
tidak jauh berbeda dengan etika, kecuali ketika kata akhlak ditambah
dengan Islam sehinga menjadi akhlak Islam sehingga sepadan dengan
etika Islam. Menurut Ahmad Amin, etika sepadan dengan akhlak atau ilmu
akhlak, yaitu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya.5

1
Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlak al-Karimah, Cet. IV, (Bandung:
Diponegoro, 1996), hlm. 12.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), hlm. 402.
3
Hajir Tajiri, Etika dan Estika Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm.
12.
4
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 15.
5
Hajir Tajiri, Etika dan Estika Dakwah,…hlm. 13.
4

2. Etika berdakwah dalam Al-Qur’an


Di dalam Al-Qur’an telah diterangkan mengenai etika berdakwah
bahwa ada beberapa yang perlu diperhatikan:
a. Ikhlas dalam Berdakwah
Ikhlas dalam berdakwah berarti tidak menghitung-hitung hasil
dakwah kita dengan segala bentuk imbalan duniawi: materi, pengaruh,
nama besar, popularitas, dukungan massa, dan sebagainya. Dari
dakwah yang ikhlas, kita hanya boleh berharap Allah SWT.
melimpahkan hidayah kepada ummat yang kita dakwahi, melalui
ikhtiar optimal yang dilakukan berharap mad’u menjadi orang-orang
berkepribadian islami, dan turut bersama-sama memperjuangkan
kalimat “La ilahaillallah”. Sebagaimana berfirman Allah dalam Q.S
Al-Bayyinah: [098]: 5
     
    
    
 
Terjemahannya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus6, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus”. (Q.S. Al-Bayyinah [098]: 5).7
Dalam Kamus Al Munawwir, ikhlas diartikan murni, tidak
kecampuran.8 Sebagaimana ayat di atas, kita diperintahkan untuk
memurnikan ketaatan kepada Allah serta tidak melakukan tindak
kemusyrikan. Kaitan dengan dakwah, dalam perkembangannya ikhlas
diartikan sebagai sebuah ketulusan hati. Sehingga ikhlas menjadi
landasan etika bagi para da’i dalam melaksanakan kegiatan dakwah.
Jadi, kegiatan berdakwah tanpa mengharap imbalan dalam bentuk
6
Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
7
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, (Surabaya: Halim,
2014), hlm. 598
8
Ahmad Warson Munawwir, Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 359.
5

apapun, dimana Allah akan membalas pahala dengan surganya. Dari


Amirul Mukminin, Umar bin Khathab ra, ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya
segala amal perbuatan bergantung kepada niatnya dan tiap orang
akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya
kepada Allah dan RasulNya, maka ia akan mendapatkan pahala hijrah
karena Allah dan Rasulullah. Barang siapa yang hijrahnya karena
faktor duniawi yang akan ia dapatkan atau karena wanita yang akan ia
nikahi, maka hijrahnya hanya akan mendapatkan apa yang ia
niatkan.” (HR. Bukhari-Muslim).9

b. Konsisten antara Ucapan dan Perbuatan dalam Berdakwah


Orang yang beramal tanpa konsistensi dapat digambarkan
sebagai orang yang telah menanam tetapi tidak merawat sehingga
amalnya layu, kurus kering, hancur diserang dosa, atau bahkan habis
musnah sehingga ketika datang saatnya menghadap Allah, ia
kebingungan karena tidak satu bulir pun pahala bisa dipetiknya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsisten
diartikan selaras, sesuai antara perbuatan dengan ucapan.10 Mengenai
konsisten dalam berdakwah, Allah berfirman dalam QS. Ash-Shaff: 2-
3
     
       
    
Terjemahannya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian
di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan”. (Q.S. Ash-Shaff: [061]: 2-3).11

c. Lemah Lembut dalam Berdakwah


Hati manusia pada dasarnya cenderung kepada sikap yang
lembut dan tidak kasar. Seperti indah dan lembutnya cara pengajaran
9
Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al Nawawi, Riyadhush Sholihin, (Surabaya: Al Hidayah,
tt), hlm. 6.
10
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia,…hlm. 803
11
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya,…hlm. 551
6

dari tauladan kita Nabi Muhammad SAW terhadap seorang yang


belum mengerti. Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran: 159
        
      
    
        
    
Terjemahannya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu.12 kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. Q.S. Ali Imran:
[003]: 159.13
Melalui kandungan ayat di atas, etika dakwah telah diajarkan
oleh Allah SWT. langsung kepada utusan termulia, yakni Nabi
Muhammad SAW dengan penyampaian dakwah yang lemah lembut
dan tidak berkata dengan kasar.

12
Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik,
ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
13
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya,…hlm. 71
C. PENUTUP

1. Kesimpulan
Etika adalah nilai-nilai kebaikan yang tumbuh selama kehidupan
manusia. Etika juga berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau
salah. Etika adalah jiwa atau semangat yang menyertai suatu tindakan.
Dalam konteks dakwah, etika dapat dipandang sebagai sarana orientasi
bagi usaha da’i untuk menjawab pertanyaan fundamental mengenai
“bagaimana harus hidup dan bertindak”.
Dalam berdakwah tentu harus memperhatikan Etika berdakwah
dalam Al-Qur’an, seperti ikhlas dalam berdakwwah, konsisten antara
ucapan dan perbuatan, dan lemah lembut dalam berdakwah.

2. Saran
Semoga Allah memberikan keberkahan terhadap makalah yang
pemakalah susun ini. Mohon maaf, jika makalah ini ditemukan berbagai
kesalahan baik dari segi penulisan, referensi, dan lainnya. Semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kita semua, terutama tentang pengorganisasian dakwah supaya kita lebih
memahaminya, dan memudahkan kita dalam merencanakan proses
dakwah.
DAFTAR PUSTAKA

Al Nawawi, Abu Zakaria Yahya bin Syaraf. Riyadhush Sholihin. Surabaya: Al


Hidayah. tt.
Kementerian Agama RI. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya. Surabaya: Halim.
2014.
Munawwir, Ahmad Warson. Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progressif. 1997.
Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana. 2003.
Tajiri, Hajir. Etika dan Estika Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2015.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa. 2008.
Ya’qub, Hamzah. Etika Islam Pembinaan Akhlak al-Karimah. Cet. IV. Bandung:
Diponegoro. 1996.

Anda mungkin juga menyukai