Anda di halaman 1dari 8

AKHLAK DALAM MAJELIS ILMU

Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Akhlak

Dosen Pembimbing: Rubini, S.Pd.I,M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Angga Swadana ( 17611068 )

2. Riantini Eka S.W ( 17611044 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MASJID SYUHADA

YOGYAKARTA

2017/2018

[Type here]
PENGANTAR PENULIS

Alhamdulillah dengan rahmat Allah SWT.., karya tulis ini dapat selesai salawat serta salam
kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW.., yang telah membimbing umat manusia
menuju kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian, baik di dunia maupun di akherat.

Karya tulis ini merupakan referensi dalam memahami akhlak majelis ilmu karena dalam
karya tulis ini di jelaskan etika bermajelis ilmu yang benar untuk di amalkan berdasarkan
tutunan Nabi Muhammad SAW, referensi di peroleh melalui internet dan kolaborasi
pemikiran kita dalam memberikan pedoman agar mudah di pahami oleh pembaca.

Kepada semua pihak yang membantu dalam berpartisipasi membantu membuat karya tulis ini
terutama teman saya Riantini eka SW yang telah mendorong penulis untuk berkarya dan
dengan sabar untuk mendampingi penulis dalam suka maupun duka, kemudian kepada
teman-teman di kelas PAI C, semoga Allah SWT memberkahi usahanya dalam berkarya.

Akhirnya terima kasih kepada pemimpin STAIMS terutama Ibu Rubini,S.Pd.I,M.Pd ..,selaku
dosen yang telah memberi dorongan semangat agar penulis selalu berkarya dan semoga karya
tulis ini dapat menjadi salah satu referensi dalam Ahlak bermajelis ilmu,

Amin ya Robbal’alamin

Yogyakarta, 18 Oktober 2017

penulis

[Type here]
Pembahasan
I. Pengertian Akhlak dalam Islam

Kata akhlak berasal dari kata khuluk yang dalam Bahasa arab artinya watak, kelakuan, tabiat,
perangai, budi pekerti, tingksh laku dan kebiasaan

Menurut para ahli akhlak adalah suatu sisitem nilai yang mengatur tindakan dan pola sikap
manusia di muka bumi. Adapun system nilai tersebut antara lain adalah ajaran islam, dengan
Al Qur’an dan sunah Rasul sebagai sumber nilainya, dan ijtihad sebagai metode berfikir
islami. Adapun tindakan dan pola sikap yang di maksud meliputi berbagai pola hubungan
dengan Allah SWT, sesame manusia, dana lam. (muslim nurdin dkk : 1995)

Menurut Al Imam Al Ghazali akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseoprang
yang dari sifat tersebut timbul suatu perbuatan dengan mudah tanpa perlu pemikiran dan
pertimbangan

Pengertian akhlak dalam islam adalah perangai serta tinggkah laku yang terdapat dalam diri
seseorang yang telah melekat, dilakukan dan dipertahankan secara terus menerus. Pengertian
akhlak ini bisa dilihat dari sudut pandang antara lain :

 Menurut sudut pandang Suluq Azzarhariah, akhlak adalah suatu cara yang
memperlihatkan hal-hal yang tampak pada diri manusia, seperti tuturkata, tingkah
laku, dan watak menjadi ukuranya
 Sedangkan dalam sudut pandang bataniah, akhlak adalah ilmu yang membahas
berbagai masalah manusia yang terkait dengan hal kejiwaan

[Type here]
II. Pengertian Akhlak dalam Majelis Taklim (Ilmu)

Menurut akar katanya, istilah majelis taklim tersusun dari gabungan dua kata : majlis
yang berarti (tempat) dan taklim yang berarti (pengajaran) yang berarti tempat pengajaran
atau pengajian bagi orang-orang yang ingin mendalami ajaran-ajaran islam sebagai sarana
dakwah dan pengajaran agama.

Majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia bagi
jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.

Seseorang yang kembali kepada Allah SWT dan kembali kepada majelis Rasulullah
maka Allah akan membalasnya sebanding dengan perbuatannya yaitu dengan melimpahkan
rahmat dan ridha-Nya atau dengan memberikan kebaikan kepadanya dibawah perlindungan-
Nya kelak di hari kiamat. Dan barang siapa yang berpaling dari majelis Rasulullah yang
mana merupakan majelis ilmu maka Allah akan berpaling darinya. Berpaling dari majelis
ilmu tanpa suatu halangan adalah tercela.
Oleh karena itu, hendaknya kita bersungguh-sungguh dalam mendatangi majelis ilmu dan
rajin bertanya kepada ulama apabila menemukan hal yang sekiranya masih
mengganjal/belum paham terhadap masalah tersebut. Karena mencari ilmu hukumnya wajib
dan juga manfaat dari ilmu tersebut nantinya akan kembali kepada dirikita masing-masing.

[Type here]
III. Tata Cara Dalam Majelis Ilmu

Tentu kita tahu bahwa menuntun ilmu itu bisa didapatkan dengan duduk-duduk
dimajelis ilmu dan didalamnya terdapat akhlak yang perlu kita teladani bersama dalam
sebuah majelis.

Berikut ini adalah akhlak yang perlu kita lakukan dalam majelis;

Akhlak sebagai para hadirin:

1. Hendaklah orang yang menghadiri majelis embaguskan penampilannya dan


menyiapkan persiapanya, hingga mereka berkata, “orang yang menghadiri majelis
hendaklah menyiapkan diri, membaguskan diri untuk para hadirin, mandi, menyisir
rambut dan janggotnya, membaguskan sorban dan pakaian mengenakan parfum dan
minyak wangi, bersiwak dan mengenakan pakaian putih, dan bercermin terlebih
dahulu sebelum dating
2. Berjalan dengan langkah sedang, dan memulai mengucapkan salam kepada siapa saja
yang dijumpainya
3. Apabila memasuki masjid alangkah baiknya shalat sunah tahiyyatul masjid sebelum
duduk
4. Berusaha duduk deket dengan guru, dan tidak menunjukan kepada gurunya dengan
tanganya, dan tidak mengedipi dengan matanya.
5. Hendaklah tidak melangkahi pundak orang (apabila terlambat dating), tetapi
hendaklah duduk di mana majelis itu berujung, kecuali bila gurunya mengijinkanya
untuk maju ke depan
6. Hendaklah tidak membangunkan orang lain dari tempat duduknya , dan tidak pula
duduk di tengah-tengah lingkaran majelis, dan tidak juga duduk di antara dua orang
sahabat kecuali dengan seizin mereka berdua, lalu apabila mereka berdua
melapangkan tempat untuknya, maka dia boleh duduk dan bergabung dengan mereka
7. Menggunakan sapaan yang lembut dalam berbicara dan berakhlak baik terhadap
orang-orang yang hadir dalam majelis. Rasulullah SAW bersabda, : “Dan pergaulilah
manusia dengan ahklak yang baik”1
8. Diutamakan melaksanakan majelis ilmu di Masjid, tetapi jika tidak bisa, boleh
dilaksanakan di rumah-rumah , karena Rasulullah SAW biasa melaksanakan majelis
khusus untuk kaum perempuan, dimana beliau bersabda, “tempat kalian berkumpul
adalah di rumah fulanah.”
9. Mengambil posisi dengan menghadap kiblat sebisa mungkin , dan majelis dibentuk
secara melingkar. Dan inilah sebabnya para penyusun kamus-kamus Bahasa berkata
bahwa kata halaqah (majelis ilmu) adalah sekelompok orang yang berkumpul secara
melingkar2
10. Tidak apa-apa guru duduk di tempat yang lebih tinggi (kursi misalnya) apabila orang-
orang yang hadir banyak.
11. Membuka pelajaran yang ingin disampaikan dengan syahadat dan shalawat atas Nabi
dan sebagai ahli hadist ada yang mengawali pelajaran yang disampaikan dengan satu
surah dari Al Qur’an
1
Shahih at-Targhib , no. 3160. (Pent.menambahkan: Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, no. 20847 ,
20884 , 20884 ; dan at-Tirmidzi, no. 1987; dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih sunan at-Tirmidzi)
2
Lihat mukhtar ash-Shihah, Zaninuddin ar-Razi (w. 666 H.), Beirut : al-Maktabah al-Ashriyyah, 1420 H hal. 150.

[Type here]
12. Memohon rahmat dan mendoakan kebaikan bagi gurunya, dan sebisaa mungkin
membela gurunya bila ada pergunjingan yang di arahkan kepada gurunya, namun jika
tidak mampu hendaklah meninggalkan majelis tersebut.

13. Hendaklah seorang guru menjelaskan kata-kata yang samar (tidak jelas) dana sing
apabila melewatinya, sedangkan apa yang tidak ketahui, maka sebaiknya
mendiamkanya, serta tidak menyampaikan apa-apa yang tidak mampu dipahami oleh
akal orang-orang awam.
14. Seorang guru hendaklah tidak membuat orang-orang yang hadir menjadi bosan dan
tidak membentak mereka. Dan tidak apa-apa sekali menutup majelis dengan cerita
atau kisah yang ajaib dan anekdot apabila seorang guru adanya kejenuhan diwajah
orang-orang yang hadir, sampai ada yang berkata ” kisah-kisah itu bagaikan tali yang
dapat menghilangkan untuk menjerat hati orang-orang ”
15. Di akhir majelis, hendaklah tidak lupa membaca doa kafaratul majelis.
16. Meninggalkan perdebatan, pertikaian, dan perbincangan yang tidak memiliki faedah
dalam majelis
17. Tidak bersikap angkuh terhadap majelis yang di hadiri oleh orang-orang kafir miskin.
18. Menyimak secara seksama hadist-hadist Nabi dengan tenang, penuh adab, dan kusuk.
19. Diantara syarat seorang guru (yang harus terpenuhi) adalah rendah hati (tawaduhu).
20. Seorang ulama salaf tidak menyukai para penuntut ilmu yang menemui seorang guru
dengan mencium kepalanya.
21. Seorang guru hendaklah memotivasi para penuntut ilmu yang ikhlas dalam majelis
22. Waspada dari sikap sok berilmu
23. Menyimak dengan seksama dan tidak menyibukan diri ketika pelajaran tengah
berlangsung.
24. Tidak membiasakan diri memotong ucapan syaikh ketika menyampaikan pelajaran.
25. Mengatur dan mengurutkan majelis sama dengan membagi pelajaran berdasarkan
hari. Ibnu Ma’ud bisa menyampaikan hadist pada hari kamis. Dan Ibnu Abbas
biasanya memulai memberikan pelajaran kepada ahli tafsir, kemudian ahli hadist,
kemudian ahli fiqih, kemudian ahli sya’ir.
26. Seorang guru hendaklah tidak meminta yang masih muda untuk memimpin. Dan
hendaklah mereka diminta untuk bersikap ikhlas. Diriwayatkan bahwa suatu kali
salah seorang dari mereka bernafas (keras) dan majelis, maka sang guru berkata, “jika
itu karena Allah, maka sesungguhnya nafasmu telah suci, tapi jika bukan karena Allah
maka sungguh engkau telah binasa.”
27. Hendaklah majelis ilmu itu memotivasi untuk berbuat kebajikan. Ibnu Mas’ud pernah
berkata, “ aku mempersaksikan Allah agr tidak ada Bersama kita orang yang
memutuskan tali silahturahim ; karena kita ingin berdoa dan kita ingin agar doa
tersebut di kabulkan untuk kita.”
28. Hendaklah dalam majelis ilmu ada suasana imania, nasihat, wejangan, dan seterusnya.
29. Harus menjaga rahasia majelis.
30. Wafatnya seorang guru di kalangan salaf adalah suatu musibah besar.
31. Biasanya seorang guru akan menunjuk seorang dari muridnya yang akan
menggantikanya mengajjar di majelis setelahnya.
32. Tidak terperdaya dengan banyaknya para penuntut ilmu yang fasik dan (memiliki
kebiasaan) menyimpang. Terdapat riwayat dalam Aja’ib al-atsar ,dari seorang guru
ahli fiqih yang mumpuni dalam berbagai masalah, akan tetapi dia adalah seorang
penyair, pelawak,dan Bersama-sama itu, majelis yang bertambah banyak, lebih dari
tiga ratus murid.

[Type here]
33. Mengusir orang-orang sesat dan para perusak dari majelis sebagai takzir dan teguran
keras dan fitnah dan keburukan mereka, sebagaimana di usirnya Washil bin atha (oleh
Imam Al Hasan Al Basri dari majelis beliau).
34. Apabila suatu pelajaran tidak di hormati, maka pelajaran tersebut tidak bermanfaat.

35. Diantara adab (yang harus dimiliki seorang guru)

 Mengetahui kadar ukuran (kepastian) dirinya dan hak orang lain


 Menentukan hari-hari (jadwal) Pengajian, dan jika seorang guru telah
menentukan dan menjanjikan aka menyampaikan pelajaran pada hari tertentu,
maka tidak sepatutnya dia terlambat apalagi tidak datang serta menginkari
janjinya, kecuali dengan sebab suatu udzur, seperti sakit dan semisalnya.
 Hendaklah seorang guru rendah hati terhadap murid-muridnya, dan senantiasa
menjaga diri (menghindari dari hal-hal yang tercela)

36. Senantiasa memiliki rasa takut kepada Allah untuk berkata atas nama Allah tanpa
ilmu ; karena perbuatan seperti itu telah di sandingkan Allah dalam Al Qur’an dengan
perbuatan syirik.
37. Hendaklah yang hadir dalam suatu majelis adalah dari kalangan yang memiliki level
kemampuan sejenis, dan daya pemahaman yang mendekati.
38. Menunda komentar-komentar hingga akhir pelajaran.
39. Memberikan sesannggang waktu tertentu atara satu tema dengn tema lainya
40. Mendahulukan penyampaian utama dari pada tambahan-tambahan dan komentar-
komentar.
41. Menetapkan batas (target) minimal yang di tunjukan untuk semjua peserta, dan
meragamkan prasarana untuk menyampaikan manfaat (maksutnya membuat alat
peraga).
42. Bila seorang guru belum mencapai derajat mampu mentaji permasalahan, hendaklah
tidak mentarji,’akan tetapi cukup mengemukakan pendapat-pendapat yang ada, atau
mengatakan bahwa ulama fulan memanfaatkan demikian.
43. Tidak melakukan pembacaan kitab yang membosankan oleh karena itu, para ulama
sangat memperhatikan murid yang membacakan, orang yang minta didiktekan, dan
meminta di sampaikan.
44. Menetapkan waktu istirahat di antara pelajaran-pelajaran itu.
45. Menetapkan waktu kusus untuk menyambut tamu jika memungkinkan.
46. Hendaklah seorang guru bersikap dermawan terhadap orang-orang yang menghadiri
majelisnya.

[Type here]
IV. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan tentang akhlak dalam majelis dapat kita pahami, bahwa Rasulullah
SAW menyuruh kita untuk duduk berdekatan dengan para Ulama’ (orang-orang yang
berilmu) dalam suatu majelis ilmu. Dengan begitu kita akan mempunyai kesempatan yang
lebih banyak untuk bertanya kepada mereka terutama dalam masalah ilmu.
Jika kita sedang dalam majelis ilmu, kita dilarang untuk menyingkirkan orang lain dari
L`tempat duduknya kemudian kita duduki

[Type here]

Anda mungkin juga menyukai