Anda di halaman 1dari 10

Nama : Sabrina Oktavia

Npm : 197210382
Kelas : Administrasi Bisnis / 3 C
Mata Kuliah : Islam dan Keilmuaan

REVIEW JURNAL
Judul Feminisme dalam perspektif islam : Telaah
ulang ayat – ayat kesetaraan gender
Penulis Ihda Haraki ( Mahasiswa IAIN Madura )

Reviewer Sabrina Oktavia ( 197210382 )

Tanggal Review 12 Desember 2020

Abstract Kesetaraan gender merupakan diskursus yang


tetap hangat diperbincangkan para feminis
Muslim. Penggagas dan pendukung kesetaraan
gender tidak jarang mempersoalkan hukum
Islam yang dianggap kurang adil dalam
memposisikan laki-laki dan perempuan secara
berbeda seperti pembebanan azan, shalat
Jumat, jumlah kambing saat aqiqah di satu
sisi, dan pembebanan menyusui serta merawat
anak di sisi yang lain.
Artikel ini ingin meluruskan kesalahan dalam
pemahaman kaum feminis Muslim
tersebut. Teks Alquran dalam Islam bukanlah
produk budaya, melainkan wahyu. Islam tidak
memiliki sejarah penindasan terhadap kaum
perempuan, bahkan memposisikan perempuan
dalam posisi yang mulia. Perbedaan peran yang
diberikan kepada laki-laki dan perempuan
ditunjukan agar keduanya dapat bermanfaat
secara maksimal di dunia, untuk saling bekerja
sama dan melengkapi demi mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Latar Belakang Paling tidak sekitar satu abad feminisme
menjadi kosakata paling hidup dalam
perbincangan sehari-hari masyarakat
dunia, termasuk dunia muslim. Istilah ini
menunjuk pada suatu gerakan dan pemikiran
yang mempertanyakan, mengkritik sekaligus
menuntut pemenuhan atas hak-hak
kemanusiaan kaum perempuan. kritisisme
kaum feminis diarahkan kepada soal
ketertindasan kaum perempuan, aliensi sosial
dan perlakuan tidak adil serta kekerasan yang
dialami mereka. Kebudayaan manusia selama
berabad-abad telah menciptakan hubungan
laki-laki dan perempuan yang timpang.
Perempuan diperlakukan secara subordinat, the
second class, dimarjinalkan dari peran-
perannya sebagai makhluk sosial dan
politik, hanya karena mereka memiliki tubuh
perempuan. kaum feminis menggugat struktur
kebudayaan dan ideologi yang disebut
patriarkisme ini. Ideologi ini telah
mendeterminasi laki-laki sebagai makhluk
superior, pemegang otoritas yang
mendefinisikan struktur
sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Dunia dibangun dengan cara berpikir dan
dalam perspektif laki-laki, atau lebih tepatnya
maskulinitas. Sementara perempuan dalam
ideologi ini selalu dipandang sebagai eksistensi
yang rendah dan ditempatkan sebagai makhluk
domestik dan untuk kepentingan seksualitas
laki-laki. Ideologi patriarkis telah muncul sejak
abad yang amat dini dalam sejarah peradaban
manusia. Konon kisah kejatuhan Adam dari
surga gara-gara Hawa; dianggap sebagai titik
awal penindasan tersebut. Ia dihidupkan secara
terus-menerus dari generasi ke generasi dan
kurun waktu yang sangat panjang melalui teks-
teks keagamaan dan mitologi-mitologi. Tak
pelak, kondisi kebudayaan seperti ini kemudian
melahirkan berbagai bentuk
aturan, kebijakan, dan praktik-praktik
diskriminasi dan kekerasan terhadap
perempuan yang acap kali dianggap sebagai
situasi dan praktik yang wajar dan baik-baik
saja.
Kaum feminis menemukan momentum paling
signifikan bagi perjuangan mereka ketika
ditemukan kata gender. Kata ini kemudian
dijadikan sebagai sebuah alat analisis paling
jitu untuk melihat ketimpangan relasi laki-laki
dan perempuan tersebut berikut konsekuensi-
konsekuensi dan implikasi-implikasi yang
menyertainya. Melalui analisis ini kemapanan
relasi timpang antara laki-laki dan perempuan
didekonstruksi. Laki-laki dan perempuan
menurut kacamata gender tidak bisa
dibedakan. Dengan kata lain, laki-laki dan
perempuan adalah sama dalam aspek
ini. Keduanya dibedakan hanya dalam
kaitannya dengan aspek biologisnya atau
sex. Laki-laki dicirikan dengan penis dan
perempuan dengan vagina. Ini sebagai contoh
belaka dari terminologi sex. Aspek ini bersifat
permanen, kodrat, given dan karena itu
universal.
Berbeda dari kategori seks, dalam aspek
gender, kedua jenis kelamin ini memiliki
potensi kemanusiaan yang sama. Perbedaan
mereka dalam aspek ini bersifat konstruksional
dan kontekstual. Atas dasar ini perempuan
sebagaimana laki-laki memiliki kemampuan
untuk melakukan peran-peran
sosial, budaya, ekonomi, politik dan
sebagainya. Perbedaan dalam aspek biologis
atau seks tidak mempunyai dasar untuk
pembenaran pembedaan dalam aspek peran-
peran gender. Oleh karena itu perempuan
seharusnya memiliki hak-hak dan akses
kehidupan yang sama dengan kaum laki-
laki. Kesadaran tentang hal ini merupakan
mekanisme paling strategis bagi perubahhan
cara pandang masyarakat terhadap relasi laki-
laki dan perempuan. inilah yang belakangan
secara gegap gempita disosialisasikan dan
diperjuangkan para aktifis feminis dalam
kerangka mencapai dan mewujudkan cita-cita
keadilan manusia secara menyeluruh.
Para feminis muslim cukup menyadari bahwa
kondisi yang dialami oleh para
perempuan, khususnya di negara-negara
Islam, bukanlah tanpa sebab. Oleh karena
itu, mereka mencoba mengkaji dan
mengarahkan perhatian kepada sumber yang
menyebabkan terjadinya ketimpangan terhadap
kaum perempuan. karena umat Islam sangat
memegang teguh ajaran Islam sebagai landasan
filosofinya, maka sumber utama ajaran dalam
Islam, yaitu Alquran dan hadis.
Para feminis menyadari bahwa penting untuk
melakukan pendekatan studi dan kajian-
kajian, juga reinterpretasi terhadap sumber
utama tersebut. Ini disebabkan cara berpikir
dan tindakan seorang Muslim dalam
kehidupannya, serta kesadaran tentang apa
yang sedang dihadapi oleh kaum perempuan
tidak lepas dari penafsiran Alquran dan
hadis. Sementara beberapa ayat dan hadis
secara lahiriah terkadang lebih memihak laki-
laki dan menindas perempuan.
Keterkaitan antara penafsir Alquran dengan
cara pandang Muslim tersebut menghasilkan
produk penafsiran yang bias laki-laki sehingga
terjadi pengekangan norma-norma keadilan
dan sifat egaliter yang menjadi hak
perempuan, yang diatasnamakan sebagai
sebuah dogma agama atau dari ajaran
Alquran. Berangkat dari asumsi di atas dapat
disimpulkan bahwa diskriminasi perempuan
salah satu faktornya adalah disebabkan oleh
penafsiran-penafsiran yang bias patriarki dan
tidak memberikan porsi keadilan dan hak-hak
perempuan dalam kesetaraan.
Tujuan Penulisan

Subjek Penelitian kesetaraan, gender, feminis, Islam, Al-


quran

Metode Penelitian Dalam jurnal ini menggunakan metode


penelitian deskriptif kualitatif, Karena
Penelitian deskriptif kualitatif merupakan salah
satu dari jenis penelitian yang termasuk dalam
jenis penelitian kualitatif. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengungkapkan
kejadian atau fakta, keadaan, fenomena,
variabel dan keadaan yang terjadi saat
penelitian berlangsung dengan menyuguhkan
apa yang sebenarnya terjadi. Penelitian ini
menafsirkan dan menguraikan data yang
bersangkutan dengan situasi yang sedang
terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di
dalam suatu masyarakat, pertentangan antara
dua keadaan atau lebih, hubungan antar
variable yang timbul, perbedaan antar fakta
yang ada serta pengaruhnya terhadap suatu
kondisi, dan sebagainya.
Sesuai dengan permasalahan yang menjadi
focus dalam penelitian ini yaitu gambaran
deskriptif mengenai Rasional (akal), Perasaan,
dan manusia . Maka peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif dengan mendeskripsikan
data yang peneliti peroleh sebagai hasil suatu
penelitian. Dengan menggunakan metode ini ,
maka peneliti akan mendapatkan data secara
utuh dan dapat dideskripsikan dengan jelas
sehingga hasil penelitian ini benar-benar sesuai
dengan kondisi yang ada.
Hasil penelitian Kata feminisme berasal dari bahasa latin
femina, yang kemudian disadur dalam bahasa
Inggris menjadi feminine, yang berarti sesuatu
yang berhubungan dengan gadis atau
wanita. Kata feminine kemudian digabung
dengan kata ism sehingga menjadi
feminism, yang berarti keadaan
keperempuanan, atau dapat pula berarti paham
keperempuanan .Dalam
perkembangannya, secara konseptual
feminisme dipakai untuk menunjuk suatu teori
persamaan kelamin , dan secara historis istilah
tersebut muncul pertama kali pada tahun 1895
dan sejak itu pula feminisme dikenal secara
luas .Bila ditelusuri sejak awal, sesungguhnya
pola-pola yang diperjuangkan oleh kaum
feminis sudah ada dalam awal Islam, yang
tentunya di zaman Rasulullah. Islam datang
untuk menyelamatkan kaum perempuan dan
umat manusia dari praktik-praktik yang
bertentangan dengan hakikat kemanusiaan
seperti itu. Islam mengecam keras tradisi
penguburan hidup-hidup anak
perempuan, memberikan aturan dan tata cara
pernikahan secara jelas, serta mengatur secara
jelas hak perempuan untuk mendapatkan
warisan.Salah satu ayat yang banyak digugat
kaum feminis adalah kepemimpinan dalam
rumah tangga sebagaimana yang disebutkan
dalam Alquran surat An-Nisa’ ayat
34.Perbedaan antara laki-laki dan perempuan
adalah sesuatu yang menjadi kepastian. Karena
perbedaan sudah menjadi kodrat yang sudah
termaktub dalam Alquran. perbedaan tersebut
dari segi biologis antara laki-laki dan
perempuan. Dalam pandangan Islam, Allah
menciptakan segala sesuatu sesuai dengan
kodrat. Sebagaimana yang disebutkan dal
Alquran surat Al-Qamar ayat 49.
Kelebihan - Penggunaan tata penulisan yang sesuaui
Dengan EYD
-Memberikan pemahaman dan
informasi baru tentang kesetaraan,
gender, feminis, Islam, Alquran
-Didalam jurnal disediakan abstrak
dalam dua bahasa , Inggris dan
Indonesia.
Kekurangan -Identitas jurnal kurang lengkap , seperti tidak
ada Volume dan halaman , Tahun, Jurnal nya
apa
-Penjelasan jurnal sangat singkat
Kesimpulan Kata feminisme berasal dari bahasa latin
femina, yang kemudian disadur dalam bahasa
Inggris menjadi feminine, yang berarti sesuatu
yang berhubungan dengan gadis atau
wanita. Kata feminine kemudian digabung
dengan kata ism sehingga menjadi
feminism, yang berarti keadaan
keperempuanan, atau dapat pula berarti paham
keperempuanan .Dalam
perkembangannya, secara konseptual
feminisme dipakai untuk menunjuk suatu teori
persamaan kelamin , dan secara historis istilah
tersebut muncul pertama kali pada tahun 1895
dan sejak itu pula feminisme dikenal secara
luas .Biasanya, kata feminisme dikaitkan
dengan kata gender. Dalam usaha emansipasi
kaum perempuan , diperlukan pemahaman
terhadap konsep gender, sebab saat ini masih
terjadi kesalahpahaman tentang gender dan
upaya emansipasi tersebut .Pada hakikatnya
Alquran diturunkan dalam rangka mengikis
segala perbedaan yang yang membedakan laki-
laki dan perempuan, khususnya dalam bidang
kemanusiaan. Sedangkan hak-hak perempuan
baik hak di luar rumah, hak memperoleh
pendidikan, hak politik, dan sebagainya setara
dan sederajat dengan hak yang dimiliki kaum
laki-laki. Alquran tidak mendeskriminasi
perempuan, dan membicarakan hal itu semua
dalam konteks keadilan dan kesetaraan.
Dari uraian mengenai tata cara penafsiran
kaum feminis Muslim, terlihat bahwa mereka
sendiri terjebak dalam ‘pra-pemahaman’
subjektif dari konsep gender sekular-liberal
yang jelas-jelas bukan merupakan produk
peradaban Islam. ‘Keadilan’ menurut Islam
maksudnya bukanlah sama-rata sama-
rasa, namun menempatkan sesuatu sesuai
koridor fitrahnya masing-masing.
Allah swt. telah membagi peran untuk laki-laki
dan perempuan untuk saling melengkapi. Salah
satunya adalah peran perempuan sebagai rabbat
al-bayt dan laki-laki sebagai pencari
nafkah. Perbedaan peran bukanlah suatu
penistaan terhadap perempuan. setiap peranan
akan dipertanggungjawabkan di hari
kiamat. Allah tidak mewajibkan perempuan
mencari nafkah, tidak wajib shalat Jumat, dan
sebagainya, bukan berarti Allah menghinakan
perempuan. Allah justru menunjukkan kasih
sayang kepada perempuan dengan mengurangi
beberapa beban tersebut. Jika kesaksian
perempuan dihargai setengah laki- laki dalam
urusan kriminal, justru itu lebih meringankan
perempuan. Sebab, menjadi saksi bukanlah
pekerjaan yang menyenangkan, tanggung
jawabnya berat. 

Anda mungkin juga menyukai