Anda di halaman 1dari 18

CABANG-CABANG FILSAFAT ANTOLOGI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


PENGANTAR FILSAFAT

Dosen Pengampu : Fahmi Khumaini,M.Pd

DISUSUN OLEH :
1. Dian Masruroh (201955010104857)
2. Ahmad Supras Styyo (201955010104865)
3. Rivan Nur Rochim (201955010104760)
4. Abdullah Bahar Maulana ML (201955010104889)

INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI BOJONEGORO


FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarokatuh.

Segala puji kehadirat ilahi rabbi Yang Maha Kuasa atas diberikannya
kemampuan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami tujukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pengantar Filsafat yang diberikan oleh Bapak Fahmi Kumaini kepada
mahasiswa/i Fakultas Tarbiyah. Semoga makalah kami bermanfaat kedepannya. Amin.

Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarokatuh.

Bojonegoro,5 Oktober 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................  i


DAFTAR  ISI ……………............................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................   1
C. Tujuan ...................................................................................................  1
BAB II ISI ......................................................................................................... 2
A. Filsafat Ontologi ................................................................................... 2
B. Metafisika ............................................................................................. 5
C. Substansi ............................................................................................... 8
D. Esensi .................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 15
A. Kesimpulan ........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan
sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa
adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk
mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat
diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola
berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan
realitas.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan melakukan
pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat
penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu
merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana
suatu ilmu pengetahuan berasal.Karena sifat yang operasional tersebut, ilmu pengetahuan
tidak dapat menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam pengkajiannya. Maka dari
pendahuluan ini saya akan merumuskan masalah apa saja yang ada dalam penjelasan makalah
ini.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian ontologi menurut para tokoh-tokoh filsafat?


2. Objek kajian filsafat ilmu aspek ontologi?
3. Persoalan-persoalan filsafat ilmu aspek ontologi?

C. Tujuan

1. Memahami pengertian ontologi.


2. Mengetahui persoalan apa saja yang ada pada aspek ontologi.
3. Mengetahui objek kajian filsafat ilmu aspek ontologi
4. Mengetahui aliran antologi

BAB II

ISI

A. Filsafat Ontologi

4
Dari sudut pandang ilmu semantik atau etimologi, istilah “ontologi” berasal dari kata
Yunani onto yang berarti “yang ada secara nyata”, “kenyataan yang sesungguhnya”.
Sedangkan istilah “logi” berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti “studi tentang” atau
“uraian tentang”. Sedangkan dari sudut pandang terminologi ontologi adalah ilmu yang
membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek
ontologi diperlukan landasan.landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu.
Landasan-landasan itu biasanya disebut dengan istilah metafisika. Secara etimologi metafisika
bermakna sesuatu yang ada pada sesudah fisika. Oleh karena itu maka Delfgaauw
membedakan antara ontologi dan metafisika melihat dari objeknya. Objek yang bisa
ditangkap dengan panca indra termasuk masalah ontologi, sedangkan objek yang tidak dapat
ditangkap denga panca indra termasuk bidang metasifika. Memang pada mulanya ontologi
dan metafisika adalah satu, yaitu dibahas dalam kajian metafisika. Kemudian pada abad ke-17
para filsuf membedakan antara metafisika dan ontologi pada pemilahan kajian atau objek
yang ditelaah.Selain metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi
ini berguna ketika akan mengatasi suatu permasalahan ilmiah. Dalam asumsi juga terdapat
beberapa paham yang berfungsi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu:
(1) determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), (2) probabilistik
(paham ini tidak sama dengan determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah
kejadian terlebih dahulu), (3) fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham
penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan (4) paham pilihan bebas. Setiap ilmuan
memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai
batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila dalam mengatasi suatu permasalahan
ilmiah, dipakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka akan diperoleh
kesimpulan yang berantakan. Ontologi merupakan cabang utama dari ilmu filsafat, yang
mengkaji mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dengan
lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai
dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan
kemungkinan.Pengertian ontologi dari sudut pandang terminologi, dikemukakan oleh
beberapa ahli, diantaranya adalah :

1. Aristoteles; mengatakan The ontology is first philosophy dan merupakan ilmu mengenai
esensi benda.

2. Noeng Muhajir; dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan ontology membahas tentang
yang ada yang universal dan tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.

3. Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua
bentuknya.

4. Jujun S. Suriasumatri (1985) ; dalam bukunya Pengantar ilmu dalam Perspektif,


mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin diketahui, seberapa jauh
keingintahuan itu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang
ada. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan pertanyaan berikut :

a. apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,

b. bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan


5
c. bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

5. A. Dardiri ; dalam bukunya Humaniora, Filsafat dan Logika mengatakan ontologi adalah
menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda
dimana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal
universal, abstraksi) dapat dikatakan ada.

6. Sidi Gazalba; dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi mempersoalkan


sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan.

7. Amsal Bakhtiar; dalam bukunya Filsafat Agama I mengatakan, ontologi adalah teori/ilmu
tetang wujud, tentang hakikat yang ada.

8. Menurut Soetriono & Hanafie (2007); Ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan
batas atau ruang lingkup wujud yang menjadi obyek penelaahan (obyek ontologis atau
obyek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari
obyek ontologi atau obyek formal tersebut, dan dapat merupakan landasan ilmu yang
menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam
kenyataan dan keberadaan.

9. Menurut Pandangan The Liang Gie; Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang
mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-
persoalan :

a. Apakah artinya ada, hal ada ?


b. Apakah golongan-golongan dari hal yang ada ?
c. Apakah sifat dasar kenyataan dan hal ada ?
d. Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang
berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi dan bilangan)
dapat dikatakan ada 10. Menurut Ensiklopedi Britannica; yang juga diangkat dari
konsepsi Aristoteles, Ontologi yaitu teori atau studi tentang being (ujud), seperti
karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu,
studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda
untuk menentukan arti, struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan
oleh Aristoteles abad ke-4 SM).Jadi secara sederhana menurut penulis bahwa, ontologi
bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara
kritis.

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles.
Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan.
Dari pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah beberapa paham (Ali Mudhofir, 1997),
antara lain :

a. Paham monoisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme;

6
b. Paham dualisme, dan Pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham
ontologik.

Ada beberapa pertanyaan mendasar yang berputar sekitar persoalan-persoalan ontologis di


antaranya adalah :

1) Apa yang dimaksud dengan ada, keberadaan atau eksistensi itu ?

2) Bagaimanakah penggolongan dari ada, keberadaan, atau eksistensi ?

3) Apa sifat dasar (nature) kenyataan atau keberadaan ?

Selanjutnya bagaimana dengan ontologi ilmu atau pengetahuan ilmiah. Oleh Ali Mudhofir
(1997) dijelaskan bahwa Ontologi Ilmu adalah mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan
ilmiah yang seringkali secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan,
apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak
terlepas dari persepsi ilmu tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being Sein, het
zijn).Ontologi ilmu menurut Mudhofir (1997), membatasi diri pada ruang kajian keilmuwan
yang bisa dipikirkan manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera
manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia.
Sementara kajian objek penelaah yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan
manusia) dan pasca pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan
lainnya di luar ilmu. Ilmu adalah bagian kecil dari serangkaian pengetahuan yang dapat
ditemukan dan di pelajari serta dibutuhkan dalam mengatasi berbagai dilema dunia dan isinya.
Dengan kata lain ilmu yang banyak orang mengatakan dengan sebutan pengetahuan ilmiah,
hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba
menelaah kehidupan, dengan melakukan berbagai penafsiran tentang hakikat realitas dari
objek ontologi. Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua
macam sudut pandang (Ali Mudhofir, 1997), yakni :

a. Aspek kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau
jamak?, dan

b. Aspek kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut


memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan,
bunga mawar yang berbau harum.Beberapa aliran dalam bidang ontologi (Ali
Mudhofir, 1997), yakni ; realisme, naturalisme, empirisme.

Naturalisme di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan objek realistis dengan penekanan
seting alam? Istilah- istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah: yang ada (being),
kenyataan/realitas (reality), eksistensi (existence), esensi (essence), substansi (substance),
perubahan (change), tunggal (one) dan jamak (many).Objek formal ontologi adalah hakikat
seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah,
telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme,
idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Referensi tentang kesemuanya itu penulis kira
cukup banyak. Hanya dua yang terakhir perlu kiranya penulis lebih jelaskan. Yang natural
ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh Aristoteles

7
dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya dipahami sebagai
upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek materialisme dari mental.
Ada beberapa manfaat ontologi yang merupakan salah satu

kajian filsafat ilmu, di antaranya sebagai berikut:

a. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran


yang ada.

b. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi.

c. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun
masalah, baik itu sains hingga etika.Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai
pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula
segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali
segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka, sehingga sesuatu itu tidak bisa
dianggap ada berdiri sendiri.

B. METAFISIKA

Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan tentang keberadaan


(being) atau eksistensi(existence). Istilah metafisika berasal dari kata Yunani meta dan
physika yang dapat diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisiko
Alistoteles tidak memakai istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat peltama).

Filsafat pertama ini memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang gejala-gejala fisik
seperti bergerak, tumbuh, hidup, mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau
pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dan kenyataan atau keberadaan.

a. Aristoteles menyebut beberapa istilah yang maknanya setara denganmetafisika, yaitu:


filsafat Pertama (First Philosophy), pengetahuan tentang sebab (knowledge of Clillse),
Studi tentang Ada sebagai Ada (the study of Being as Being),Studi tentang Ousia
(Being), studi tentang hal-hal abadi dan yang tidak dapat
Pada umumnya persoalan-persoalan metafisis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
bagian, yaitu ontologi(metafisika umum), kosmologi, dan antropologi.
Persoalan Ontologi misalnya:Apa yang dimaksud dengan, keberadaan atau eksistensi
itu? Bagaimanakah penggolongan keberadaan atau eksistensi?

b. Persoalan-persoalan kosmologis (alam), persoalan yang beltalian dengan asal-mula,


perkembangan dan struktur alami Misalnya: Jenis keteraturan apa yang ada dalam
alam? Apa hakikat hubungan sebab dan akibat? Apakah ruang dan waktu itu?

c. Persoalan-persoalan antropologi(manusia) misalnya: Bagaimana hubungan antara


badan dan jiwa? Apakah manusia itu memiliki kebebasan kehendak atau tidak?

1. Hakikat dalam ontologi.

Dalam konteks ini berbicara mengenai hakikat dapat disimpulkan menjadi beberapa hal
atau hakikat yaitu:
8
a. Yang ada(being)

Dalam pengamalan kehidupan, yang ada yang ada secara sendiri, demikian juga halnya,
tidak ada yang ada secara kebetulan, karena disebut kebetulan itu pada dasarnya ada oleh
adanya proses yang ada di luar dirinya yang tidak dia ketahui, sehingga dia mengatakan ada
itu, ada secara kebetulan. Proses yang berjalan dalam mekanisme hukum-hukum kehidupan,
bisa juga disebut denga hukum alam. Oleh karena itu, tidak ada yang ada dan yang
mengadakan berada dalam satu ada. Dengan kata lain, tidak ada pencipta dan ciptaan, sebab
akibat menyatu dalam ada yang satu berada dalam ruang dan waktu yang satu pula[8].

Dalam konsep filsafat ditegaskan bahwa setiap proses penciptaan, selalu ada bebrapa faktor
yang menentukan adanya penciptaan, yaitu:

1. Adanya pencipta(subyek).

2. Adanya ciptaan(obyek).

3. Adanya bahan yang dipakai dalm penciptaan.

4. Adanya tujuan penciptaan, yaitu mengenai gagasan ideal mengenai objek ciptaan, baik
bentuk maupun apa yang dicapai dengan bentuk itu.

5. Adanya proses, yang di dalamnya berkaitan dengan ruang dan waktu, di mana penciptaan
itu dilakukan dan memakan waktu yang berapa lama. Dalam kaitan dengan proses
penciptaan ini, maka kualitas yang ada(ciptaan).

Dalam konsep filsafat islam, dengan pendekatan yang rasional transendetal, maka
konflik-konflik itu adalah wajar sebagai wujud ketegangan eksistensi manusia berhadapan
dengan eksistensi Illahi, dan manusia pasti tidak bisa mengahncurkan dan meniadakan sama
sekali eksistensi Illahi itu.

Seharusnya kultur sebagai wujud eksistensi kreatif dari diri manusia melahirkan
kesejahteraan dan kemakmuran bersama, dan keharmonisan dengan alam. Jika tuhan
menciptakan kegelapan, manusia menciptakan pelita penerang, jika tuhan menciptakan lautan,
manusia menciptakan kapal untuk menyeberanginya, sehingga menjadikan kehidupan
manusia lebih nyaman, leih indah, dan lebih damai.

b. Yang nyata(realis)

Berbeda dengan yang ada, maka yang nyata, kenyataan, pada dasarnya merupakan bagian
dari yang ada itu sendiri, yang ada yang faktual, yang berupa fakta-fakta dalam kehidupan,
sifatnya dinamik, dan dinamikanya dipegaruhi oleh proses dialektika kehidupan manusia yang
kompleks.

Hakikat realitas adalah immateri yang memateri, suatu spiritualitas yang faktual.
Spiritualitasnya terletak pada adanya dinamika dan perubahan, dan di pengaruhi sepenuhnya
oleh konteks kehidupan manusia itu sendiri. Faktual adalah fakta-fakta empirik yang meruang
waktu, yang satu keadaan dengan yang lainnya berbeda-beda, berubah sesuai dengan konteks

9
dan jaman, sifatnya sangat terbatas, baik dalam kaitan dengan tempat ataupun waktu, yang
nyata secara faktual tidak pernah menjadi keabadian[10].

Filsafat islam memandang realitas pada hakikatnya adalah spiritual. Hakikat spiritual dan
realitas terdapat pada adanya dinamika dan perubahan, yang secara kodrati selalu terjadi dan
akan teru terjadi, dan merupakan sunnatullah yang tidak akan pernah berubah. Oleh karena
itu, realitas harus didekati secara dinamis dan multidimensi, dan pada dataran ysng
transenden menyikapi dengan arif, agar tidak terjebak pada klaim mutlak –mutlakan, dan
membanggakan apa yang ada pada dirinya, yang seringkali justru akan mempersulit keadaan.

1. Aliran Monoisme dalam Filsafat

Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah
satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa
ruhani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah
satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang
lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia
menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh
Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua
aliran :

a. Materialisme dalam Filsafat

Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani.
Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta.Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi
kehidupan. Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara,
dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370
SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak
dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam.

b. Idealisme dalam Filsafat

Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini,
sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi
aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu.
Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran
sejati.

Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan
teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal
dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja
dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

2. Aliran Dualisme dalam Filsafat

10
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua
macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi.
Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.

Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak
filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan
dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan
Meditations de Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan
metodenya yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian
Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried
Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).

3. Aliran Pluralisme dalam Filsafat

Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.


Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai
paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu
atau dua entitas.

Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles, yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah,
air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang
mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap,
yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.

C. SUBSTANSI

Secara etimologi istilah substansi berasal dari bahasa Latin: substare; dalam bahasa
Yunani: "hypostasis, artinya "berdiri di bawah" (to stand under) (Runes, 1975). Istilah
substansi dalam babasa seharihari diartikan sebagai materi atau inti pati. Misalnya dalam
kalimat:"Substansi beton itu kurang baik" atau "pidato presiden substansinya supaya kita
bekerja keras". Konsep substansi dikenal juga dalam ilmu kealaman. Biologi memakai konsep
substansi identik dengan "protoplasma". Fisika mengidentikkan substansi dengan materi atau
energi (Einstein, 1947). Masalah substabsi menjadi permasalaban serius sejak tradisi awal
filsafat barat· dimulai. Aristoteles. Aristoteles dipandang sebagai pemikir pertama yang
berbieara tentang substansi yang paling ekstensif (Connel, 1988). Ia adalah ahli pikir pertama
dalam sejarah filsafat yang mempergunakan dan membahas konsep substansi sebagai istilah
ldias dalam filsafat. Kata Yunani yang dipakainya: ousia (bakikat, kodrat, watak),
diperuntukkan bagi kenyataan yang konkret. Aristoteles dalam ajarannya tentang Kategori
pert~ma-tama membedakan antara Ada" substansial dan Ada nonsubstansial (Walsh, 1970).
Dari sepuluh kategori, maka hanya substansi merupakan kategori yang substansia); sedangkan
sembilan kategori yang·lain disebut aksidensi~. Sebagai lcategori substilDsi8l, substansi
disebut juga sebagai subjek, dapat berdiri sendiri, dapat diberi keterangan, tetapi tidak dapat
ditambahkan pada hal lain sebagai keterangan (o,Connor, 1961). Substansi selanjutnya dibagi
11
menjadi dua, yaitu substansi primer dan substansi sekunder. Substansi primer bersifat
individual dan·konkret, yaknidapat ditunjuk dengan kata "ini" atau "itu", misalnya itu meja,
ini Joko. Substansi sekunder bersifat universal, berlaku untuk semua kelompok, dapat
merupakan esensi individu; misalnya "kemanusiaan" adalah esensi manusia. Warrington
(1956) dalam-buku Aristotle's Metaphysics mengatakan, babwa sekurang-kurangnya
ada.empat pengertian substansi dari Aristoteles: (1) The simple bodies, (2) The immane~t
cause ofbeing, (3) The part immanent in such things, (4) the essence. Terhadap pandangan
Aristoteles tersebut dieatat beberapakritik. Pertama, ketidakjelasan tentang konsep subjek.
Aristoteles menjelaskan bahwai setiap predikat menjadi atribut subjek. Tentu saja predikat-
predikat bervariasi dari subjek yang satuke subjek yang lain, tetapi tidaklab berarti ba~wa
setiap subjek memiliki level yang sarna dalam realitas. Dalam halhal benda hidup leita masih
dapat menemukan semaeam struktur dan unitas, tetapi menyangkut benda-benda mati, apakah
dapat juga disebut substansi. Sepotong besi atau kayu misalnya, dapat dipotong menjadi
bagian-bagain. Pertanyaan yang muncui, apakah bagian-bagian itu dapat juga. disebut
substansi? Kedua, dalam skema substansiaksidensi dikatakan bahwa kedudukan 35 aksidensi
hanya menempel pada substansi. Padahal dalam kenyataan aksidensi-aksidensi itu terns
meneros berobah. Persoalannya di manakah subtsansi tinggal? Persoalan-persoalan ini dico~
dipecahkan oleh para rasionalis (Descrates, Spinoza dan Leibniz). Descartes. Descartes dalam
mengungkapkan pandangannya tentang substansi mengutarakan sebuah contob segumpal
Malam atau Jilin. Sebetulnya, ketika Descartes memakai contoh ini, belum ingin
membicarakan konsep substansi, tetapi hanya ingin menunjukkan, babwa hanya ketajaman
akal budi yang mampu memahami adanya substansi. Apa yang hendak dikatakan oleh
Descartes dengan mengemukakan contoh lilin tersebut, ialah bukan maksudnya untuk
memisahkan substansi lilin dari sifat-sifatnya. Substansi menampakkan diri lewat sifat-sifat
itu. Ia ingin mencari sifat dasar yang tidak pernah berubah dan ia lalu menjadi sadar, bahwa
dasar ito ialah sesuatu yang terbentang ke arah tiga dimensi (Principia: quid extensum in
longium, latum et profundum) (Peursen, 1983). ltulah sebabnya ~engapa Descartes
menjelaskan prinsip dasar itu dengan menyebut suatu·sifat. Hal-hal material disebut substansi
terbentang (substansi luas, res extensa), sedangkan hal-hal rohani dinamakannya substansi
berpikir (res cogitans). Dengan demikian substansi'itu bukanlah sesuatu yang tak
terbayangkan ataupun terpikirkan; justru karena sifat dasar yang tidak pernah berubah itu
(misalnya materi yang selalau dapat diberikan secara geometris), maka s,,!-bstansi dapat
dianalisis oleh aka! budi dengan jelas dan terang. @ Substansi jiwa dan substansi materi
dianggap sebagai res yang terpisah; pandangan ini dikenal dengan "dualisme Cartesian".
Keyakinan tentang keterpisaban antara substansi dan substansi jiwa ditegaskan dalam
Meditation VI (Descartes, 1956). Dna substansi ito terpisab, karena masing-masing tpemiliki
hukum yang berbeda. Jiwa pada hakikatnya aktif. dan bebas, sedangkan materi ditentukan
oleh hukum-hukum fisikal (Mayer, 1951). Peristiwa-peristiwa fisikal selalu bersifat fisis;
sebaliknya peristiwa-peristiwa kejiwaan selalau ·bersifat mental dan tidak pemah bersifat fisis
(Keeling, 1968). Atas pandangan Descartes dicatat beberapa hal. Pertama, penekanan "aku"
secara individual dan personal mengakibatkan pikiran Descartes cenderung kepada
subjektivisme, privat dan terisolisasi. Ia secara kasar menyamakan "aku" dengan kesadaran.
Akibatnya lahirlah pandangan dualisme yang memisahkan pikiran dengan dunia fisik (Sontag,
1970: 74). Kedua, Substansi sejati akhirnya hanya tinggal "X" (x besar) yang tak terpahami.
Jik;a demikian mengapa Descartes tidak berbicara saja tentang relasi-relasi sebagaimana
hal·i~ dilakukan oleh para empiris. Spinoza. Pandangan Spinoza mengenai substansi terdapat
dalam buku Ethics (1967). Spinoza mengartikan substansi sebagai sesuatu·yang ada dalam
dirinya sendiri; artinya sesuatu yang konsepsinya tidak bersandar pada hal lain untuk
membentuknya. Sebagai sebab dirinya sendiri (causa sui), dalam diri substansi esensinya
meliputi juga eksistensinya. Apa yang dimaksud Spinoza sebagai sebab bagi dirinya sendiri
itulahyang disebut Tuhan. Di sini Spinoza mengidentikkan substansi 36 dengan alam dan
12
Tuhan. Pandangan ini biasa disebut paham panteisme (sernua serba Tuhan)~ Persoalan yan&,
muncul dari pandangan. Spinoza adalab apakah ada semacam kesadaran umum yang rnelekat
pada sernua hal: misalnya pada batu, pohong, binatang dan manusia? Jika ada kesadaran
umum yang melekat pada semua hal, apakah masih kurang bukti bahwa sebenarnya manusia
memiliki kelebihan dibanding. makhluk yang lain. Persoalan selanjutnya adalah apakah ada
identitas antara kesadaran manusia sebagai modus Tuhan dengan kesadaran Tuhan? Masalah
masalah ini tetap menjadi persoalan yang terus meneros dipertanyakan. Leibniz. Pada
dasamya terdapat dua doktrin pokok tentang substansi dalam pandangan Leibniz. Pertama,
masingmasingsubstansi atau monade tidak dapat diekstensikan. Kedua, substansi-substansi itu
tidak brinteraksi.

Prinsip pengembangan setiap monade harus terletak dalam dirinya sendiri (dalam
esensinya masing-masing). Alasan bagi setiap situasi mODade dapat dicari dalam
totalitasnya. Aktivitas setiap monade bukan merupakan hasil interaksi, melainkan geraknya
sudab diatur sedemikian rupa.oleb prinsip yang disebut harmonia praestabilita, suatu harmoni
yang telah diatur Tuhan saat penciptaan monade. Konsep substansi yang diturunkan da·ri
kategori logis: subjek-predikat, merupakan' salah satu contoh terbaik filsafat yang
menggunakan logika sebagai kunci menuju metafisika denganberbagai kesulitan yang'haurs
dihadapi. Russell (1968) berpendapat, bahwa ada semacam inkonsistensi pada filsafat
Leibniz. Pandangan Kant tentang substansi terdapat dalam ajarannya tentang kategori. Kant
membagi kategori dalam empat kelompok utama, yaitu kualitas, kuantitas, relasi, dan
modalitas; masing-masing kelompok utama kemudian dibagi lagi dalam tiga kategori.
Substansi termasuk dalamkategori relasi. Kant (dal.am Cass~rer, 1971) berpendapat, bahwa
kategori relasi tidak berlaku bagi "ada dalam-dirinya" (thing in-itself), tetapi hanya
menunjuk .pada dunia fenorilenal. Dengan demikian substansi selalu diartikan sebagai
substansia 'phaenomenon. Kant dalam The Critique of Pure Reason (1949) menjelaska~,
bahwa.kita tidak dapat memikirkan objek tanpa memikirkan entitasyang terus'menerus
mengalami banyak perubahan;' hal ini memerlukan penerapan kons~p substansi pada
pengalaman kita. Dua kesimpulan penting tentang substansi; pertama, substansi bukanlah
merupakan substratum yang misterius dengan segala'atributatributnya, tetapi substansi
merupakan a complex pattern ofsensory ..material (Jones, 1969). Kedua, substansi bersifat
permenen (Dahlstrom, 1987). Pandangan Kant tentang .substansi menujukksn adanya sik.ap
kritis-kompromis terhadap rasionalisme dan empirisme. Pada satu pihak, ia sependapat
dengan kaum empiris dalam menolak beberapa konsep rasional mumi. Kant setuju dengan
empirisme bahwa atribut substansi harus merupakan relasi yang dapat diamati. Atribut
substansi harus dapat diamati secara empirik. Sebaliknya Kant sependapat dengan kaum
rasionalis, bahwa yang penting untuk diatributkan kepada substansi adalah sesuatu yang riil
(hukan khayalan sebagaimana dikemukakan kaum empirisme). Heidegger. Pandangan
Heidegger tentang Ada merupakan kritik Heidegger terhadap pemikiran metafisika substansi
(ousia), yang ia terjemahkan: Seiendheit, yang dibedakan dengan Sein (Dahlstrom, 1967)
Heidegger (dalam Bochenski, 1974) berpendapat, bahwa filsafat Barat ditandai "lupa akan
Ada", karena tradisi metafisika menjurnbuhkan antara Ada dengan adakhusus, seperti
substansi, jiwa, materi, kesadaran, aku, dan Tuhan. Oleh karena itu menurot Heidegger, tugas
utama metafisika sekarang adalah menampilkan Ada dengan seluruh totalitasnya (Heidegger,
1962). Filsafat harus menjawab secara konkret makna Ada. Tujuan filsafat adalab: making the
truth of being speak (Dinkier, 1958). Heidegger (1962) berpendapat, babwa untuk memabami
Ada, langkab metodologis adalab dengan menganalis struktur dasar manusia. Mengapa harus
rnenganalisis Dasein? Karena Dasein adalah salah satu modus Ada yang mampu
memahaminya ada-dirinya dan ada-khusus yang lain. Hasil analisis utarna atas Dasein, ialah
ditemukan adanya tiga aspek fundamental dalam manusia yaitu: faktisitas, eksistensialitas,
dan tlkehilangantl.Ketiga aspek itu menjadi dasar bagi kehadiran manusia bersarna dengan
13
Dasein yang lain dan ditengah-tengah adakhusus lain yang siap ditangani. Manusia terbuka
bagidunia dan sesamnya itu karena dalam diri manusia terdapat tiga hal, yaitu
Befindlichkeif(kepekaan), Verstehen (pemahaman) dan Rede (berbicara). Atas pandangan
Heidegger James Buchanan (1973) mencatat beberapa kritik penting. Dua kesimpulan yang
penting. Pertama, analisis struktur Dasein untuk memahami Ada merupakan pendekatan yang
cenderung ke arah relativisme dan subjektivisme

Kedua, ontologi cenderung hanya sebuah metodologi. Whitehead. Pandangan Whitehead


tentang substansi dikemukan dalam buku Process and Reality (1979). Filsafat Whitehead
dikenal sebagai filsafat proses. Pengertian proses terkandung maksu~ adanya perubahan
berdasarkan mengalirnya waktu (temporal change) dan kegiatan yang saling berkaitan
(interconnected activity). Proses tersebut merupakan proses organis. Artinya, ada saling
keterkaitan antara unsur-unsur yang membentuknya, dan keseluruhan wujud bukan hanya
sekedar penjumlahan unsur-unsurnya (The whole is not equivalent to the sum ofits parts).
Pandangan tersebut merupakan reaksi kontra terhadap. pandangan independensi substansi
yang menguasi pemikiran Barat sejak Aristoteles, yang kemudian dikembangkan oleh
materislisme sampai pada puncaknya dalam pandangan fisika mekanistik (Godsey, 1975)
Kalau dalam pandangan materialisme dan fisika-mekanistik alam disimbolkan 38 dengan
sebuah ·mesio·,maka filsafat pro,ses menggantikannyadengan simbol . dasar ·organisme·.
Melalui simbol dasar ini mau ditegaskan, bahwa~luroh realitas itu bersifat dinamis,
selaltfberubah-ubah dengan mengandung unsur baru. Selutuh realitas berproses, dan unsur-
unsurnya saling terkait. Setiap unsur atau bagian dari keselurohan sistem menyumbang pada
kegiatan selurub sistem sebagai satu kesatuan, demikian juga sebaliknya (Sudanninta, 1991).
Lewis S. Ford (1977) berpendapat, bahwa filsafat Whitehead adalah metafisika sintesis yang.
pertama. Walaupun konflik antara idealisme dan realisme masib nampak dalam karya-karya
Wbitebad awal, tetapi dalam Process and Reality pertentangan itu tidak nampak lagi.
Rekonsiliasi adalah kunci dari seluruh sistem Whitehead. Godsey' (1975) meJiunjukkan
rekonsiliasi ito dalam usaha·Whitehead memadukan antararealisme dan
idealisme,.masalahjiwadan materi, yang tetap dan yang berubah, yang partikular dan yang
universal, panpsikisme dan panobjetivisme ke dalam subjek-superjek. Refleksi alas Pancasila
menunjukkan, bahwa Pancasila m.enerima adanya pluralilas substansi, yaito Tuhan (sila·I),
manusia (sila II), dan dunia infrahuman (Sila III, IV, V). Masing-masing substansi berada
dalam satu jaringan telasi yang struktur hirarkhis (berjenjang). Secara metafisik nilai-
nilaiPaneasila merupakan ·prinsip-prinsip pertama·. Atas dasar pemahaman itu Pancasila
tidak dapat dikategorikan sebagai jenis filsafat monisme, pluralism.e dan dualism.e. Pancasila
bukan monism.e karena Pancasila tidak menerima satu prinsip asal. Pancasila bukan .
pluralisme karena Pancasila tidak menerima prinsip asal banyak yang sejajar. Paneasila bukan
pula dualisme karena Pancasila tidak menerima dua prinsipyang sama. Paneasila
menghendaki adanya ·subordinasi·,··asal ·Yang Satu· (Tuban) tetap sui generis.

D. ESENSI

Menurut kamus besar bahasa indonesia arti dari esensi adalah hakikat, inti, hal yang
pokok serta filsafat adalah ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.
Itulah mengapa logika merupakan inti dan hal yang pokok dalam filsafat. Selain itu ketika kita
berfilsafat pun kita menggunakan logika kita dan nalar kita dalammemecahkan masalah.
Logika akan mengantarkan manusia dalam berpikir filsafat yanglurus dan tepat.Logika
berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akalpikiran yang
diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logikadisebut dengan
logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmupengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, danteratur. Ilmu disini mengacu pada
14
kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapanmengacu pada kesanggupan akal budi
untuk mewujudkan pengetahuan ke dalamtindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut
bisa juga diartikan dengan masuk akal. Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf
Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander
Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali
menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.

Macam-macam logika:
1. Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepatdan lurus
sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dankecenderungankecenderungan yang
subyektif. Kemampuan logika alamiahmanusia ada sejak lahir.
2. Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logikailmiah menjadi
ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepatidalam setiap pemikiran.
Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budidapat bekerja dengan lebih tepat, lebih
teliti, lebih mudah dan lebih aman.Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan
kesesatan atau, palingtidak, dikurangi.
Cara-cara berfikir logis dalam rangka mendapatkan pengetahuan baru yang benar:
a. Induksi adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum darikasus-
kasus yang bersifat individual. Penalaran ini diawali dari kenyataan-kenyataan yang
bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan pernyataanyang bersifat umum.
b. Deduksi adalah cara berfikir dari pernyataan yang bersifat umum menuju kekesimpulan
yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yangberlawanan dengan induksi.
c. Analogi adalah cara berfikir dengan cara membuktikan dengan hal yang serupadan sudah
diketahui sebelumnya. Disini penyimpulan dilakukan secara tidaklangsung, tetapi dicari
suatu media atau penghubung yang mempunyaipersamaan dan keserupaan dengan apa
yang akan dibuktikan.
d. Komparasi adalah cara berfikir dengan cara membandingkan dengansesuatu yang
mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiranini sama dengan analogi
yaitu tidak langsung, tetapi penekananpemikirannya ditujukan pada kesepadanan bukan
pada perbedaannya.
Logika dimulai sejak Thales (624 SM-548 SM), filosofi Yunani pertama
yangmeninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling
kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air
adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thale telah
mengenalkan logika induktif. Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang
kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan
bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam logikaThales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan
dari;
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati); Air adalah jiwa hewan
dan jiwa manusia; Air jugalah uap; Air jugalah es. Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu,
yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan
pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan.Pada masa Aristoteles logika masih disebut
dengan analitica, yang secara khususmeneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari
proposisi yang benar, dan
Dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih
diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme. Pada 370 SM - 288 SM
Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan
pengembangan logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium
15
334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M
- 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika
dengan menerapkan metode geometri. Kemudian muncullah zaman dekadensi logika. Salama
ini logika mmengembang karena menyertai perkembangan pengetahuan dan ilmu yang
menyadari betapa berseluk-beluknya kegiatan berpikir yang langkahnya mesti di pertanggung
jawabkan. Kini ilmu menjadi dangkal sifatnya dan sangat sederhana, maka logika juga
merosot. Tetapi beberapa karya pantas mendapat perhatian kita, yakni Eisagogen dari
Porphyrios, kemudian komentar komentar dari Boethiusdan Fons Scientiae (Sumber Ilmu)
karya Johannes Damascenus. Pada mulanya hingga tahun 1141, penggarapan logika hanya
berkisar pada karya Aristoteles yang berjudul Kategoriai dan Peri Hermenias . Karya tersebut
ditambah dengankarya Phorphyrios yang bernama Eisagogen dan traktat Boethius yang
mencakup masalahpembagian, masalah metode debat, silogisme kategoris hipotesis, yang
biasa disebut logikalama. Sesudah tahun 1141, keempat karya Aristoteles lainnya dikenal
lebih luas dan disebutsebagai logika baru. Logika lama dan logika baru kemudian disebut
logika antik untukmembedakan diri dari logika terministis atau logika modern, disebut juga
logika suposisi yangtumbuh berkat pengaruh para filosof Arab. Di dalam logika ini di
ditunjuk pentingnyapendalaman tentang suposisi untuk menerangkan kesesatan logis, dan
tekanan terletak padaciri-ciri term sebagai symbol tata bahasa dari konsep-konsep seperti
yang terdapat di dalamkarya Petrus Hispanus, William dari Ockham. Thomas Aquinas
mengusahakan sistimatisasi dan mengajukan komentar-komentardalam usaha
mengembangkan logika yang telah ada. Pada abad XIII-XV berkembanglah logika seperti
yang sudah disebutkan di atas, disebut logika modern. Tokohnya adalah Petrus Hispanus,
Roger Bacon, W. Okcham, dan Raimon Lullus yang menemukan metode logika baru yang
disebut Ars Magna, yakni semacam Al-jabar pengertian dengan tujuan untukmembuktikan
kebenaran-kebenaran tertinggi.Abad pertengahan mencatat berbagai pemikiran yang sangat
penting bagiperkembangan logika. Karya Boethius yang orisinal dibidang silogisme
hipotesis,berpengaruh bagi perkembangan teori konsekuensi yang merupakan salah satu
hasilterpenting bagi perkembangan logika di abad pertengahan. Kemudian dapat dicatat
jugateori tentang cirri-ciri term, teori suposisi yang jika diperdalam ternyata lebih kaya
darisemiotika matematika di zaman ini. Selanjutnya diskusi tentang universalia, munculnya
logikahubungan, penyempurnaan teori silogisme, penggarapan logika modal, dan lain-
lainpenyempurnaan terknis.Logika Aristoteles, selain mengalami perkembangan yang murni,
juga dilanjutkanoleh sebagian pemikir, tetapi dengan tekanan-tekanan yang berbeda. Thomas
Hobbes,(1632-1704) dalam karyanya Leviatham (1651) dan John Locke (1632-1704) dalam
karyanyayang bernama Essay Concerning Human Understanding (1690). Meskipun
mengikuti tradisiAristoteles, tetapi dokrin-dokrinya sangat dikuasai paham nominalisme.
Pemikirandipandang sebagai suatu proses manipulasi tanda-tanda verbal dan mirip operasi-
operasidalam matematika. Kedua tokoh ini memberikan suatu interpretasi tentang kedudukan
didalam pengalaman.Logika Aristoteles yang rancangan utamanya bersifat deduktif silogistik
danmenunjukkan tanda-tanda induktif berhadapan dengan dua bentuk metode
pemikiranlainnya, yakni logika fisika induktif murni sebagaimana terpapar dalam karya
Francis Bacon, Novum Organum (London, 1620) serta matematika deduktif murni
sebagaimana terurai didalam karya Rene Descartes, Discors The La Methode (1637).

16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari sudut pandang ilmu semantik atau etimologi, istilah “ontologi” berasal dari kata
Yunani onto yang berarti “yang ada secara nyata”, “kenyataan yang sesungguhnya”.
Sedangkan istilah “logi” berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti “studi tentang” atau
“uraian tentang”. Sedangkan dari sudut pandang terminologi ontologi adalah ilmu yang
membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek
ontologi diperlukan landasan.landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu.
Landasan-landasan itu biasanya disebut dengan istilah metafisika. Secara etimologi metafisika
bermakna sesuatu yang ada pada sesudah fisika. Oleh karena itu maka Delfgaauw
membedakan antara ontologi dan metafisika melihat dari objeknya.
Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan tentang keberadaan
(being) atau eksistensi(existence). Istilah metafisika berasal dari kata Yunani meta ta physika
yang dapat diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisiko Alistoteles
tidak memakai istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat peltama).

Menurut kamus besar bahasa indonesia arti dari esensi adalah hakikat, inti, hal
yangpokok serta filsafat adalah ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika,
danepistemologi. Itulah mengapa logika merupakan inti dan hal yang pokok dalam
filsafat.Selain itu ketika kita berfilsafat pun kita menggunakan logika kita dan nalar kita
dalam memecahkan masalah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/c
http://ayundaleni.blogspot.com/2016/12/makalah-filsafat-ilmu-ontologi.html?m=1

https://www.academia.edu/37427184/Logika_sebagai_esensi_dari_filsafat.docx
JURNAL fIUiAFAT. JULl 1997 bergerak (the study of the eternal and immovable), dan
Theology (Alan R.White, 1987:31).
https://media.neliti.com/media/publications/228477-metafisika-substansi-d42d0539.pd

18

Anda mungkin juga menyukai