Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FIKIH

KONTEMPORER

Tentang

Inseminasi, Cloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan dalam


Pandangan Hukum Islam

Oleh :

SUSILAWATI : 1930201069

DOSEN PEMBIMBING :

DR.H.SYUKRI

ISKA,M.Ag HOSPI

BURDA, S.HI, M.A

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) BATUSANGKAR

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi

wabarakatu

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa‟atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehatnya baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran. Sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
FIKIH KONTEMPORER yang berjudul Inseminasi, Cloning, Bank Sperma,
dan Rahim Sewaan dalam Pandangan..
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebenar-benarnya.

Batusangkar, 3 April 2021

Penulis
PEMBAHASAN

A. Pengertian Inseminasi, Kloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan


1. Inseminasi
Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris “Insemination” yang
artinya pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan secara
alamiah. Kata insemnasi itu sendiri dimaksudkan oleh dokter Arab
dengan istilah “Attalqiin” (kata kerja) menjadi “Talqiihan” yang
berarti mengawinkan atau mempertemukan atau memadukan. Ada 2
macam inseminasi yaitu, inseminasi alami (Natural Insemination) dan
inseminasi buatan (Artifical Insemination).
Inseminasi dilakukan dengan cara mengambil telur
(ovum)wanita, dengan cara fungsi aspirasi cairan folikel melalui
vagina dengan alat yang bernama “trasvaginal transkuler ultra sound”.
Lalu kemudian pemaduan sel sperma dan ovum disimpan dalam cawan
pembiakkan selama beberapa hari. Ada 2 macam praktek inseminasi
yang dilakukan saat ini :
a. Inseminasi heterolog, yang disebut juga “artificial insemination
donor (AID); yaitu inseminasi buatan yang selnya bukan berasal dari
air mani suami-istri yang sah.”
b.Inseminasi homolog, yang disebut juga artificial insemination
husband (AIH); yaitu inseminasi buatan yang berasal dari air mani
suami-istri yang sah.
2. Kloning
Antonius suwanto menyatakan kloning yang berasal bahasa
Yunani (klon) sebagai kata benda, yang artinya :
a. Agrerat progeni; yaitu suatu individu yang dihasilkan secara
aseksual.
b. Yaitu suatu individu yang berasal dari sel somatik tunggal orang
tuanya, dan secara genetik ia mirip.
Dan sebagai kata kerja, klon (kloning); diartikan sebgai upaya
memperbanyak bentuk klon, mengopi atau menghasilkan klon. Oleh
karena itu, kloning merupakan produksi satu atau lebih individu
makhluk hidup, termasuk manusia, yang identik secara genetika.
3. Bank Sperma
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di
bekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk
mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut
juga Cryiobanking. Cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel
cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya,
semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan
teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka
waktu tertentu.
Hal ini dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Teknik yang
paling sering digunakan dan terbukti berhasil saat ini adalah metode
Controlled Rate Freezing, dengan menggunakan gliserol dan egg yolk
sebagai cryoprotectant untuk mempertahankan integritas membran sel
selama proses pendinginan dan pencairan. Teknik cryobanking
terhadap sperma manusia telah memungkinkan adanya keberadaan
donor semen, terutama untuk pasangan-pasangan infertil. Tentu saja,
semen-semen yang akan didonorkan perlu menjalani serangkaian
pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari segi
pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik.
Dengan adanya cryobanking ini, semen dapat disimpan dalam
jangka waktu lama, bahkan lebih dari 6 bulan (dengan tes berkala
terhadap HIV dan penyakit menular seksual lainnya selama
penyimpanan). Kualitas sperma yang telah disimpan dalam bank
sperma juga sama dengan sperma yang baru, sehingga memungkinkan
untuk proses ovulasi.
Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari donor,
bank sperma juga dapat dipergunakan oleh para suami yang produksi
spermanya sedikit atau bahkan akan terganggu. Hal ini dimungkinkan
karena derajat cryosurvival dari sperma yang disimpan tidak
ditentukan oleh kualitas sperma melainkan lebih pada proses
penyimpanannya.
4. Rahim Sewaan
Menurut W.J.S. Purwadarminto kata “sewa” berarti pemakaian
(peminjaman) sesuatu dengan membayar uang. Sedangkan arti kata
“rahim” yaitu kandungan. Jadi pengertian sewa rahim menurut bahasa
adalah pemakaian/ peminjaman kandungan dengan membayar uang
atau dengan pembayaran suatu imbalan.
Menurut istilah adalah menggunakan rahim wanita lain untuk
mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan
dengan benih laki-laki (sperma) yaitu pasangan suami istri, dan janin
itu dikandung oleh wanita tersebut sampai lahir kemudian suami istri
itu yang ingin memiliki anak akan membayar dengan sejumlah uang
kepada wanita yang menyewakan rahimnya
B. Pandangan Islam Mengenai Inseminasi, Cloning, Bank Sperma, dan
Rahim Sewaan
1) Inseminasi
Upaya inseminasi buatan dan bayi tabung, dibolehkan dalam
islam, manakala perpaduan sperma dengan ovum itubersumber dari
suami istri yang sah (inseminasi homolog), yang disebut juga
dengan artificial insemination husband (AIH). Dan yang dilarang
adalah inseminasi buatan yang berasal dari perpaduan sperma dan
ovum orang lain (inseminasi heterolog) yang disebut juga dengan
artificial insemination donor (AID).
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pembuahan melalui
inseminasi buatan dapat diterima sepanjang sperma dan ovum yang
diinseminasi itu berasal dari pasangan suami istri yang sah.
Meskipun demikian, dalam menetapkan istri yang sah itu harus
dibatasi pada istri yang dicangkok ovumnya. Sebaliknya, sebagian
ulama berpendapat bahwa pembuahan melalui inseminasi buatan
tidak dapat diterima secara syariat jika hasil pembuahan itu
dimasukkan ke dalam rahim perempuan lain (yang bukan istrinya).
Masjfuk zuhdi (1989:137) menyatakan bahwa larangan
melakukan inseminasi buatan karena perbuatan itu identik dengan
zina, dan terselebungnya nasab yang justru lebih jelek daripada
anak angkat. Menurut yusuf al-Qardhawi (1982:312) bahwa
perbuatan itu merupakan suatu kejahatan yang seburuk-buruknya.
Akan tetapi, bila seorang suami beristri lebih dari satu, dan hasil
pembuahannya dimasukkan ke dalam rahim istri yang lain maka
pernyataan masjfuk zuhdi tersebut dapat ditolerir, paling tidak
perbuatan itu terhindar dari perbuatan zina, karena perempuan itu
istrinya juga, sehingga nasabnya tidak terselubung.
Sebagai kesimpulan inseminasi dalam pandangan Islam
yaitu :
a. Inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri menurut hukum
Islam adalah boleh.
b. Inseminasi buatan dengan sperma donor adalah haram.

Hal ini berkaitan dengan firman Allah Q.S. Al Isra ayat 70 :


“Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam,
kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah
kami ciptakan.”
2) Kloning
Mengenai teknologi kloning manusia, menjadi hal yang
kontroversial karena mengandung dampak negatif, misalnya :
a) Hasil kloning manusia itu, tidak dapat dibedakan antara yang
satu dengan yang lain, karena kesamaan bentuk tubuh dan
warna kulitnya, sikap dan bawaannya, perangai dan tingkah
lakunya serta garis telapak tangannya (sidik jarinya).
b) Dapat memepengaruhi tatanan moral tentang keEsaan Allah
dan mengubah sikap hidup dan manusia bila kloning manusia
dilakukan.
Islam selalu mendorong manusia yang mempunyai keahlian
untuk melakukan riset terhadap obyek alam semesta, untuk
membuka tabir rahasia Allah, sebagaimana difirmankan di
beberapa surah dan ayat al-Quran :
a) Orang Islam harus selalu mencari argumentasi ilmiah,
mengenai kejadian manusia tanpa melalui hubungan seks;
misalnya kejadian Adam, kejadian Hawa dari tulang rusuk
Adam, dan kejadian Isa dari ibu Maryam. Ada kemungkinan
Allah melakukan proses dengan perintah kepada malaikat-Nya
dengan cara seperti teknologi kloning, misalnya mengambil sel
telur tunggal air susu ibu maryam, lalu dproses menjadi jabang
bayi, kemudian diletakkannya ke dalam rahim ibu maryam,
padahal ia tidak memiliki suami.
b) Di negara maju, sedang mempersiapkan teknologi kloning
manusia yang diarahkan untuk membuat sel jaringan (organ
tubuh tertentu) tanpa melalui perkembangna embrio, supaya
dapat digunakan merancang jaringan organ tubuh, untuk
keperluan pengobatan atau transplantasi. Dan kalau ini
berhasil, maka hukum islam membolehkannya, karena sesuatu
yang sangat membantu penyembuhan suatu penyakit atau
merehabilitasi cacat tubuh manusia.
c) Dalam kitab-kitab klasik belum ditemukan pendapat-pendapat
pakar hukum Islam mengenai hukum spesifik kloning. Namun,
metode pengambilan hukum - melalui kaidah-kaidah ushul fiqh
- yang telah digunakan mereka bisa dijadikan panduan untuk
mengambil dan menentukan kasus-kasus hukum yang akan
terjadi berikutnya. Karena belum (mungkin juga tidak)
ditemukannya rujukan dari kitab-kitab hukum terdahulu, para
ahli hukum sekarang masih memperdebatkan masalah ini dan
belum ditemukan kesepakatan final dalam kasus yang
menyeluruh.Beberapa pendapat sebagian ahli hukum Islam
masa kini mengenai kasus kloning ini. Pendapat yang dikutip
dari kajian yang dibuat Badan Kajian Keislaman, Kairo, Mesir.
Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan atau hewan asalkan
memiliki daya guna (bermanfaat) bagi kehidupan manusia
maka hukumnya mubah/halal. Hal ini didasarkan pada prinsip
bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini diciptakan untuk
kesejahteraan manusia (lihat surat Al-Baqarah/2:29 dan surat
Al-Jaatsiyah/45:13).
Adapun hukum meng-kloning manusia, terdapat rincian
tersendiri. Tergantung cara kloning yang dilakukan. Paling
tidak ada empat cara yang bisa dilakukan dalam kloning: Cara
pertama, kloning dilakukan dengan mengambil inti sel (nucleus
of cells) “wanita lain (pendonor sel telur)” yang kemudian
ditanamkan ke dalam ovum wanita kandidat yang nekleusnya
telah dikosongkan. Cara kedua, kloning dilakukan dengan
menggunakan inti sel (nucleus) “wanita kandidat” itu sendiri,
dari sel telur milik sendiri bukan dari pendonor. Cara ketiga,
kloning dilakukan dengan menanamkan inti sel (nucleus)
jantan ke dalam ovum wanita yang telah dikosongkan
nukleusnya. Sel jantan ini bisa berasal dari hewan, bisa dari
manusia. Terus manusia ini bisa pria lain, bisa juga suami si
wanita. Cara keempat, kloning dilakukan dengan cara
pembuahan (fertilization) ovum oleh sperma (dengan tanpa
hubungan sex) yang dengan proses tertentu bisa menghasilkan
embrio-embrio kembar yang banyak.
Pada kasus dua cara pertama, pendapat yang dikemukakan
adalah haram, dilarang melakukan kloning yang semacam itu
dengan dasar analogi (qiyas) kepada haramnya lesbian dan
sadduzarai‟ (tindakan pencegahan, precaution) atas timbulnya
kerancuan pada nasab atau sistem keturunan, padahal
melindungi keturunan ini termasuk salah satu kewajiban
agama. Di lain pihak juga akan menghancurkan sistem
keluarga yang merupakan salah ajaran agama Islam. Pada cara
ketiga dan keempat, kloning haram dilakukan jika sel atau
sperma yang dipakai milik lelaki lain (bukan suami) atau milik
hewan. Jika sel atau sperma yang dipakai milik suami sendiri
maka hukumnya belum bisa ditentukan (tawaquf), melihat dulu
maslahat dan bahayanya dalam kehidupan sosial.
Untuk menentukan hukum pastinya harus didiskusikan
dahulu dengan melibatkan banyak pakar dari berbagai disiplin
ilmu, yang meliputi ilmuwan kedokteran, ilmuwan biologi
(geneticist, biophysicist, dkk), sosiolog, psikolog, ilmuwan
hukum, dan agamawan (pakar fiqh).
Jika hasilnya bisa membuat kacau tatanan masyarakat
(karena banyak orang kembar, sehingga jika ada tindak
kriminal atau kasus hukum lainnya susah diidentifikasi, dan
mungkin efek-efek lain) maka hukumnya tidak boleh, haram.
Cara mengatasinya dengan melihat maslahah dan madharatnya.
Jika hukum cloning sudah menjadi keputusan haram atau halal,
maka tentu bisa ditindak lanjuti melalui lembaga-lembaga yang
berwenang untuk melarang atau menjatuhkan sanksi bagi para
pelanggarnya.
Kajian kloning ini di dalam pandangan Islam berhubungan
dengan Q.S al-Hajj ayat 5 :
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang
kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya
kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari
setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari
segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan
dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang
sudah ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai
bayi, Kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah
kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan
dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan
umurnya
sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun
yang dahulunya Telah diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini
kering, Kemudian apabila Telah kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip
ayat di atas, bahwa ayat tersebut menampakkan paradigma al-
Qur‟an tentang penciptan manusia mencegah tindakan-
tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan
hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala
bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan
yang melampaui batas.
Selanjutnya, ia mengutip ayat lain yang berkaitan dengan
munculnya prestasi ilmiah atas kloning manusia, apakah akan
merusak keimanan kepada Allah SWT sebagai Pencipta? Abul
Fadl menyatakan “tidak”, berdasarkan pada pernyataan al-
Qur‟an bahwa Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam As.
tanpa ayah dan ibu, dan Nabi „Isa As. tanpa ayah, sebagai
berikut:
“Katakanlah: "Inginkah Aku kabarkan kepadamu apa yang
lebih baik dari yang demikian itu?". untuk orang-orang yang
bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal
didalamnya. dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang
disucikan serta keridhaan Allah. dan Allah Maha melihat akan
hamba-hamba-Nya.”
Pada surat yang sama juga dikemukakan: “ (ingatlah),
ketika malaikat berkata: "Hai Maryam, seungguhnya Allah
menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang
diciptakan) dengan kalimat(yang datang) daripada-Nya,
namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di
dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang
didekatkan (kepada Allah). Dan dia berbicara dengan manusia
dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia adalah
termasuk orang-orang yang saleh.". Maryam berkata: "Ya
Tuhanku, betapa mungkin Aku mempunyai anak, padahal Aku
belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah
berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. apabila Allah
berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah Hanya cukup
Berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia.”
Hal yang sangat jelas dalam kutipan ayat-ayat di atas
adalah bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah.
Namun, kendati Allah menciptakan sistem sebab-akibat di alam
semesta ini, kita tidak boleh lupa bahwa Dia juga telah
menetapkan pengecualian-pengecualian bagi sistem umum
tersebut, seperti pada kasus penciptaan Adam As. dan „Isa As.
Jika kloning manusia benar-benar menjadi kenyataan, maka itu
adalah atas kehendak Allah SWT. Semua itu, jika manipulasi
bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali
tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah SWT sebagai
Pencipta, karena bahan-bahan utama yang digunakan, yakni sel
somatis dan sel telur yang belum dibuahi adalah benda ciptaan
Allah SWT.
3) Bank Sperma
Persoalan bank sperma dalam hukum Islam adalah
bagaimana hukum onani dalam kaitan dengan pelaksanaan
pengumpulan sperma di bank sperma dan inseminasi buatan?
Secara umum Islam memandang melakukan onani merupakan
tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum
onani fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara
mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu,
ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang
menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah,
Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang
dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga
kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri dan budak
yang dimilikinya. Sebagaimana dalam surat 23 [al-Mu'minun] ayat
5-7 : Yang artinya
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali
terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka
Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.Barangsiapa
mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang
melampaui batas.”
Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi
kalau karena takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah
usul :
‫اِ ْر ِت َكا ب ف ض ُر وا ِجة‬
R
‫ ان َر ْين‬Rَ‫ا‬
‫َخ‬
Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan
adalah wajib

Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani
hukumnya haram. Ibnu hazim berpendapat bahwa onani hukumnya
makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis. Diantara yang
memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar dan Atha` bertolak
belakang dengan pendapat Ibnu Abbas, hasan dan sebagian besar
Tabi`in menghukumi Mubah. Al-Hasan justru mengatakan bahwa
orang-orang Islam dahulu melakukan onani pada masa peperangan.
Mujahid juga mengatakan bahwa orang islam dahulu memberikan
toleransi kepada para pemudanya melakukan onani. Hukumnya
adalah mubah, baik buat laki-laki maupun perempuan. Ali Ahmad
Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu.
Telah menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan perbuatan
ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan tidak sampai
menimbulkan zina. Agaknya Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat
dengan Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi
Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy juga mengemukakan
kebolehan onani yang dilakukan oleh isteri atau ammahnya karena
itu memang tempat kesenangannya:

‫ن ح س ِت ع ِه‬R‫م رأَ جا ِ َل‬


َ ْ ‫َن ِىا س َت ْم َنى ج‬
‫ا‬Rَ‫ان َّر ُم ِت ِه َي َز ّ َها ُم ا ْمت‬
‫َم‬ ‫ِد ا‬

“Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui


tangan isteri atau hamba sahayanya karena di sanalah (salah
satu) dari tempat kesenangannya.”

Tahap kedua setelah bank sperma berhasil mengumpulkan


sperma dari beberapa pendonor maka bank sperma akan
menjualnya kepada pembeli dengan harga tergantung kualitas
spermanya, setelah itu agar pembeli sperma dapat mempunyai anak
maka harus melalui proses yang dinamakan inseminasi buatan
yang telah dijelaskan di atas. Hukum dan penadapat inseminasi
buatan menurut pendapat ulama` apabila sperma dari suami sendiri
dan ovum dari istri sendiri kemudian disuntikkan ke dalam vagina
atau uterus istri, asal keadaan kondisi suami isteri yang
bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami,
suami isteri tidak berhasil memperoleh anak, maka hukumnya
boleh. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh :

‫ر ِج ت ا ْن ظ ْى َراخ‬
َ ‫ ْن م ْن ِسنَح ْو و‬Rَ‫اَ ْن حاجحُ ت‬
‫ان َر ِج ان ِث ْي ض َمح ح‬ ‫ِس ُ ل‬
‫ُر ْو‬ ‫ض‬
‫ُر‬

Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan


seperti dalam keadaan terpaksa (emergency), dan keadaan
darurat/terpaksa itu membolehkan melakukkan hal-hal yang
terlarang.

Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan


inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari suami-isteri ialah
Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-
Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry. Secara organisasi, yang
menghalalkan inseminasi buatan jenis ini Majelis Pertimbangan
Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI, Mejelis Ulama`
DKI Jakarta, dan lembaga Islam OKI yang berpusat di Jeddah.
Selain kasus di atas (sperma dari suami ditanam pada rahim
isteri) demi kehati-hatian maka ulama mengharamkannya. Contoh
sperma dari orang lain ditanam pada rahim isteri. Diantara yang
mengharamkan adalah Lembaga fiqih Islam OKI, Majelis Ulama
DKI Jakarta, Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawy, al-Ribashy dan
zakaria ahmad al-Barry dengan pertimbangan dikhawatirkan
adanya percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan
lainnya. Hal ini sesuai dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia
tentang masalah bayi tabung atau inseminasi buatan.

Dengan demikian hukum pendirian bank sperma bisa mubah


jika bertujuan untuk memfasilitasi suami isteri yang ingin
menyimpan sperma suaminya di bank tersebut, sehingga jika suatu
saat nanti terjadi hal yang dapat menghalangi kesuburan, isteri
masih bisa hamil dengan cara inseminasi yang halal. Adapun jika
tujuan pendirian bank sperma adalah untuk mendonorkan sperma
kepada wanita yang bukan isterinya maka pendirian bank sperma
adalah haram, karena hal yang mendukung terhadap terjadinya
haram maka hukumnya haram.

4) Rahim Sewaan
Hukum Islam pada dasarnya selalu membawa kepada
kebaikan, demikian pula halnya dengan rahim sewaan, melihat
adanya dampak negatif yang mungkin ditimbulkan maka ulama
telah menetapakan hukum rahim sewaan adalah haram . Hal ini
berlandaskan kepada dalil dalil dibawah ini:
1. Tidak adanya hubungan perkawinan antara pemilik
sperma denagn pemilik rahim
Hal yang selalu diulangi di dalam Islam adalah adanya anak
selalu dilandasi melalui proses perkawinan yang sah antara suami
isteri yang tercakup di dalamnya rukun dan segala syarat.Maka di
dalam proses sewa rahim tersebut jelaslah bahwa antara pemilik
sperma dan pemilik rahim tidak memiliki hubungan perkawinan
yang jelas. Dalil syariat telah menetapkan bahwa seorang anak
hanya akan lahir dari perkawinan yang sah dan keturunan baik
lelaki dan perempuan adalah merupakan rahmat dari sebuah
perkawinan.(surat Ra'du 38 dan surat Nahlu 72)
2. Adanya ikatan syariat antara hak melakukan pembuahan
di dalam rahim seseorang dan hak melakukan jima'( menggauli)
dengan pemilikrahim.
Di dalam fiqih Islam terdapat Qaidah, " Siapa saja yang
berhak melakukan jima' dengan seorang perempuan maka
perempuan berhak hamil dari hasil hubungan tersebut. Maka
jelaslah bahwa barang siapa yang tidak berhak untuk melakukan
hubungan intim dengan seorang perempuan maka perempuan tidak
berhak menjadikan dirinya hamil. Dan hak menggauli hanya ada
pada suami isteri.
3. Bagaimana jika perempuan tempat tumpangan
pembuahan adalah isteri keduan dari seorang laki laki?
Jika suami memiliki dua orang isteri lalu dia menggauli
isteri pertama kemudian hasil pencampuran ovum dan sperma
dengan isteri pertama diletakkan pada isteri kedua maka dalam
keadaan ini hal tersebut tetap dilarang dan dihukum haram karena
akan menimbulkan pertentangan antara isteri pertama dan kedua
sedangkan pertentangan itu dilarang di dalam Islam( Surat Al-
Anfal ayat 46)
Jika kedua isteri telah bersepakat, kesepakatan ini nantinya
akan membawa penyesalan di dalam diri kedua isteri tersebut dan
ini juga memisahkan antara anak dan isteri padahal hal itu
sangatlah terlarang.
4.Tidak sah rahim itu menjadi barang jual beli.
Di dalam Islam terdapat hal hal yang dibenarkan oleh syariat
untuk dijadikan barang jual beli, namun ada juga yang tidak boleh
diperjual belikan diantaranya adalah isteri. Seorang isteri tidak
boleh diperjual belikan dan termasuk di dalamnya rahim isteri.
Karena kita hanya dapat memamfaatkan isteri itu bagi diri kita saja
dan tidak boleh menjadikan mamfaat yang dibawa isteri itu
terhadap orang lain. Seperti menjual isteri atau menjual rahimnya
saja.
Maka tidak bolehnya disewa rahim bagi yang bukan suami
adalah agar nasab seseorang tetap terjaga karena memerhatikan
nasab merupakan salah satu asas dari kehiupan bersyariat. Adanya
proses sewa rahim yang demikian itu menunjuki kepada makna
zina, bukan zina hakikat tetapi zina secara maknawi dan pelaku
zina dalam model sewa rahim ini tidak diberlakukan hukuman had
karena zina hakikat itu hanya dianggap zina jika bertemu dua
kelamin yang berbeda.
Syariat Islam mengharamkan segala hal yang membawa
kepada persilisihan diantara manusia .Islam selalu melarang
adanya perselisihan diantara manusia, maka sewa rahim itu akan
membawa manusia berselisih dan tidak jelas nasabnya seperti
perselisihan antara dua orang perempuan yang mana yang menjadi
ibu si anak dan juga pertentangan di dalm warisan.
5.Syariat melarang percampuran nasab.
Dengan sebab penyewaan rahim itu maka nasab anak akan
tercampur dan susah untuk menelitinya apalagi jika sekiranya
perempuan yang disewa rahimnya memiliki suami maka akan
terjadi perselisihan anak dari hasil sewa rahim yang terlahir atau
anak dari suami sebenarnya. Seperti dikisahkan cerita menarik
yang terjadi di Jerman , seorang perempuan yang tidak bisa hamil
bersepakat dengan perempuan lainnya untuk melakukan kehamilan
terhadap hasil hubungannnya dengan suaminya, kemudian
perempuan yang disewa rahim tadi hamil dan melahirkan dengan
membayar 27 mark jerman. Kemudian setelah lama maka diteliti
rupanya anak yang lahir adalah anak dari hasil hubungan
perempuan yang disewa rahimnya dengan suaminya, bukan anak
dari suami isteri yang membayar tadi. Apa pendapat anda terhadap
kejadian i
6.Penyewaan rahim akan mengakibatkan terlantarnya anak
dan menyebabkan orang tua melepaskan tanggung jawab.
Dengan adanya proses penyewaan rahim maka antara orang
tua saling melepaskan tanggung jawab dan akan menjadikan anak
tersebut kehilangan pelindung dan pendidik. Maka hal ini sangat
dilarang oleh agama juga undang undang negara melarang
seorangorang tua melepaskan tanggung jawabnya karena anak
adalah amanah dan akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah
Swt.
Jika perempuan yang disewa rahimnya tidak memilki suami
maka anak tadi dinasab langsung kepada suami dari perempuan
pemilik ovum. Namun jika perempuan yang disewa rahimnya
memilki suami maka kembali harus diteliti melalui test DNA lelaki
mana yang berhak menjadi ayahnya, apakah pemilik sperma dari
suami perempuan pertama atau lelaki isteri perempuan yang
disewa rahimnya.
DAFTAR PUSATAKA
Mahjuddin Ali, Masailul Fiqhiyah(Jakarta, Kalam Mulia, 2005)
Mahjudin Ali, ibid. hal 2
Tanto Aljauharie, Hukum Bank Asi dan Bank Sperma .
(http://jawharie.blogspot.com/2011/04/hukum-bank- asi-
dan-bank-sperma.html)
Zahrul Bawady M. Daud, Hukum Islam/ Islamic Law.
(http://mybloglenterahati.blogspot.com/2009/08/hukum-sewa-rahim-
dalam-pandangan-fikih.html)
Hamid Laonso dan Muhammad Jamil. Hukum Islam Alternatif
Solusi terhadap Masalah Fiqh K ontemporer (Jakarta, Restu Ilahi,
2005)
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 1998) h
Mahjuddin Ali, opcit.

Anda mungkin juga menyukai