Anda di halaman 1dari 16

PANDANGAN ISLAM TERHADAP KELUARGA

BERENCANA (KB) DAN ABORSI

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Masail Fiqhiyah

Disusun oleh :
Ridhol Hudaa (210310185)
Aditya Firmansyah (210310194)
Mahfud Farid (210310207)

Jurusan : Tarbiyah
Prodi : PAI
TB F

Dosen Pengampu :
DR. ABID ROHMANU, M.H.I

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


PONOROGO
2011
BAB I
PENADAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman modern ini, praktik perzinaan di masyarakat semakin
merebak. Hal ini jelas dalam pandangan Islam adalah dilarang termasuk
kepada perbuatan yang diharamkan. Dan akibat dari proses perzinaan itu
diantaranya adalah penggunaan jalan aborsi untuk menutupi aib dari hasil
perzinaan itu.
Selain itu, pada zaman modern ini tuntutan sebuah pekerjaan dan
ekonomi terkadang membuat seseorang ingin menunda dulu sebuah kelahiran
atau merencanakan suatu kelahiran ketika dianggapnya sudah mampu baik
secara ekonomi maupun mental. Salah jalan yang digunakan oleh mereka
yaitu dengan jalan KB (Keluarga Berencana). Ditambah lagi pemerintah
sangat menganjurkan program KB tersebut guna mengatasi pengangguran
dan membengkaknya penduduk Indonesia.
Menanggapi peristiwa tersebut tentunya sangat perlu bagi umat Islam
khususnya untuk mengetahui bagaimana hukum Islam menyikapi hal itu
melalui pendapat para ulama. Oleh karena itu, makalah ini akan mengulas
bagaimana pandangan Islam terhadap KB dan aborsi yang mungkin telah
menjadi budaya pada masa modern ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi KB dan aborsi?
2. Bagaimana pandangan Islam terhadap KB dan Aborsi?
3. Bagaimana hukum Indonesia terhadap KB dan Aborsi tersebut?

1
BAB II
PEMBAHASAN

I. PANDANGAN ISLAM TERHADAP KELUARGA BERENCANA


A. DEFINISI KB (KELUARGA BERENCANA)
Keluarga Berencana (KB) merupakan terjemahan dari istilah Family
Palnning atau Planned Parenthood dalam Bahasa Inggris. Dalam Bahasa Arab
dikenal dengan istilah tanzim al-NasalI yang berarti pengaturan keturunan, yaitu
pasangan suami istri yang mempunyai perencanaan yang kongkrit menegenai
kapan anak-anaknya itu diharapkan lahir. Dengan kata lain KB dititik beratkan
pada perencanaan, pengeturan, dan pertanggung jawaban orang tua terhadap
anggota keluarganya agar mudah dan secara sistematis dapat merasakan keluarga
yang bahagia dan sejahtera. Untuk itu dilakukan berbagai upaya atau cara agar
dalam hubungan suami istri tidak terjadi kehamilan.1
Adapun dalam melaksanakan keluarga berencana digunakan sala satu alat
kontrasepsi yang sudah dikenal seperti: pil, suntikan, Kontra-indikasi, susuk KB,
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), Sterilisasi (vasektomi/tubektomi).2
B. KELUARGA BERENCANA DALAM AGAMA ISLAM
a. Pandangan Al-Quran Tentang Keluarga Berencan
Dalam al-Quran banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang
perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :
Surat An-Nisa ayat 9,




Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.

1
Ajat Sudrajat, Fikiah Aktual (Ponorogo: STIN Ponorogo Press, 2008), 31.
2
Ibid., 35-37.

2
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang
pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77, al-Baqarah: 233, Lukman:
14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7. Dari ayat-ayat diatas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara
lain, menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak,
memperhitungkan biaya hidup berumah tangga.
b. Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan: Sesungguhnya lebih baik bagimu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada
meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang
biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak
mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran
anak hendaknya dipikirkan bersama. 3
C. HUKUM KELUARGA BERENCANA
Di antara maksud tujuan agama Islam (maqasih syariah) dari adanya
pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan (littanasul) dan menghindari
suami atau isteri jatuh kepada perbuatan zina. Oleh karena itu, dalam banyak
hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan ummatnya untuk
menikahi wanita yang penyayang dan subur (untuk memperoleh keturunan).
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Ahmad dari Anas bin Malik
disebutkan seperti di bawah ini:

Artinya: Dari Anas bin Malik, bahwasannya Rasulullah saw memerintahkan


kami untuk menikah, dan melarang dengan sangat keras untuk tidak menikah.
Beliau kemudian bersabda: Nikahilah oleh kalian (perempuan) yang penyayang

3
Hukum KB dalam pandangan islam, (http://kabunvillage.blogspot.com/2011/10/hukum-kb-
dalam-pandangan-Islam.html) , diakses pada tanggal 15-11-11.

3
dan subur untuk memperoleh keturunan, karena sesungguhnya saya kelak pada
hari Kiamat adalah yang paling banyak ummatnya (HR. Ahmad).
Bahkan bukan hanya itu, dalam sebuah hadits shahih lainnya yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai, dari Maqal bin Yasar,
bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw sambil berkata: Ya
Rasulullah, saya mendapatkan seorang wanita dari keturunan yang sangat baik
dan sangat cantik, akan tetapi dia mandul (tidak dapat hamil), apakah saya boleh
menikahinya? Rasulullah saw menjawab: Nikahilah oleh kamu (perempuan)
yang penyayang dan subur, karena aku kelak pada hari Kiamat yang paling
banyak ummatnya.
Hadits ini, tidak berarti menikahi yang tidak subur tidak boleh, akan tetapi
sangat dianjurkan dan alangkah lebih baiknya apabila menikahi wanita-wanita
subur yang dapat melahirkan dan menghasilkan keturunan.
Dari hadits-hadits di atas nampak bahwa di antara tujuan utama adanya
pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan. Dalam al-Quran, Allah juga
mengecam mereka yang tidak mau memperoleh keturunan dengan alasan semata-
mata karena takut miskin, rizki seret dan lain sebagainya. Hal ini karena sudah
merupakan janji Allah bahwa, Allah yang akan memberikan rizki kepada anak-
anak tersebut.

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut


kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar
(QS. Al-Isra: 31).
Dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa semua makhluk di bumi ini,
Allah yang memberikan rizkinya:

Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan

4
tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh
mahfuzh) (QS. Hud: 6).
Dari keterangan-keterangan di atas, jumhur ulama berpendapat bahwa
seseorang yang tidak mau mempunyai anak dikarenakan semata-mata hanya
karena takut miskin, takut tidak dapat memberikan makan, tidak dibenarkan.
Karena dengan melakukan demikian, dinilai tidak meyakini dengan kekuasaan
Allah.
Dari sini juga, barangkali kita dapat mengkategorikan praktik KB ini
kepada dua bagian besar.
Pertama, melakukan program KB, dengan alasan takut tidak dapat
memberikan makan, takut miskin dan lain sebagainya, maka praktik KB seperti
ini tidak dibenarkan. Karena hal ini menyangkut keyakinan seorang muslim
kepada Allah, bahwa Allah yang akan memberikan rizkinya.
Selain itu, sebagian besar ulama juga tidak membolehkan seseorang yang
melakukan praktik KB dengan jalan memasang alat yang mengakibatkan si wanita
tidak dapat hamil selamanya (bukan sementara waktu), tanpa ada alasan syari
yang dibenarkan, bukan karena demi kesehatan si ibu atau lainnya. Untuk jenis
ini, praktik KB tidak diperbolehkan, karena tidak sesuai dengan di antara maksud
utama pernikahan dalam Islam.
Kedua, praktik KB untuk mengatur saja, demi kesejahteraan si anak atau
kesehatan si ibu. Misalnya, menurut dokter sebaiknya demi kesehatan si ibu, agar
melahirkan lagi setelah dua atau tiga tahun ke depan, atau agar jarak antara putra
yang satu dengan yang lain tidak terlalu dekat, atau dengan dasar agar pendidikan
setiap anak dapat terpantau dengan baik, atau menurut dokter, kalau jaraknya
terlalu dekat, akan mengakibatkan si anak kurang normal, atau kurang sehat, maka
untuk jenis ini diperbolehkan, karena ada alasan syari dan praktik KB tersebut
bukan untuk selamanya (sementara waktu saja).
Di antara dalil diperbolehkannya praktik KB untuk jenis kedua ini adalah
hadits shahih riwayat Bukhari Muslim yang memperbolehkannya praktik azl. azl
adalah menumpahkan sperma di luar vagina, dengan maksud di antaranya agar si
isteri tidak hamil, baik demi alasan kesehatan si isteri atau lainnya. Praktik azl ini

5
berlaku umum di kalangan sahabat, dan Rasulullah saw tidak melarangnya. Ini
artinya, bahwa praktik tersebut dibenarkan. Di antara dalil yang membolehkan
praktik azl ini adalah:

Artinya: Jabir berkata: Kami biasa melakukan azl pada masa Rasulullah saw
dan pada waktu itu al-Quran masih turun (HR. Bukhari Muslim).

Artinya: Jabir berkata: Kami biasa melakukan azl pada masa Rasulullah saw,
lalu disampaikan hal itu kepada Rasulullah saw, dan beliau tidak melarang
kami (HR. Muslim).
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin bab Adab Nikah
mengatakan, bahwa para ulama dalam masalah boleh tidaknya azl ini terbagi
kepada empat pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa praktik azl dengan
cara apa saja diperbolehkan. Pendapat kedua, praktik azl dengan cara dan maksud
seperti apapun diharamkan. Pendapat ketiga, praktik azl diperbolehkan, apabila
ada idzin dari isteri, apabila tidak ada idzin, maka azl tidak diperbolehkan.
Keempat, praktik azl diperbolehkan untuk budak-budak wanita, namun untuk
isteri-isteri meredeka tidak dibenarkan.
Imam al-Ghazali kemudian menutup perbedaan di atas dengan
mengatakan: Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab kami (madzhab
Syafii), praktik azl mubah (boleh-boleh saja).
Jumhur ulama mengambil pendapat bahwa, azl diperbolehkan
sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih riwayat Bukhari Muslim di atas,
selama ada idzin dari isteri.
Praktik KB pun dapat dianalogkan (dikiaskan) dengan praktik azl ini,
sehingga menurut sebagian besar ulama, praktik KB dengan maksud untuk
mengatur keturunan (tanzhim an-nasl), dan bukan dalam artian tidak mau

6
melahirkan selamanya (manun nasl), diperbolehkan, sebagaimana proses azl
yang dilakukan para sahabat di atas.4
Dalam ber-KB Islam membolehkan untuk KB Coitus Interuptus, IUD dan
laktasi, tetapi untuk KB yang sifatnya sterilisasi seperti vasektomi dan tubektomi
yang berakibat pemandulan tetap hal ini dilarang dalam agama, karena ada
beberpa hal yang prinsipal, yaitu: Sterilisasi bertentangan dengan tujuan pokok
perkawinan menurut Islam , yakni : perkawinan lelaki dan wanita selain bertujuan
unutk mendapatkan kebahagiaan suami istri dalam hidupnya dunia akhirat, juga
untuk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapakan menjadi anak yang
saleh sebagai penerus cita-citanya. Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan
memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran
telur).5
Fatwa MUI Pusat Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III
1430H/2009M di Padang Panjang 24-26 Januari 2009 yang dinukil dari diktat
Hasil-hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia III, Bagian Kedua tentang
Fatwa hukum penggunaan vasektomi sebagai alat kontrasepsi KB (keluarga
berencana), bahwa : Vasektomi sebagai alat kontrasepsi KB sekarang ini
dilakukan dengan memotong saluran sperma. Hal itu berakibat terjadinya
kemandulan tetap. Adapun upaya rekanalisasi (penyambungan kembali) tidak
menjamin pulihnya tingkat kesuburan kembali yang bersangkutan. Oleh sebab itu,
Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia memutuskan praktik vasektomi
hukumnya haram.6

4
Aep Saepullah Darusmanwiati, Hukum KB dalam Islam
(http://www.penerbitzaman.com/code.php?index=Ustadz_Menjawab&act=lihat&id=9), diakses
tanggal 15-11-11.
5
Hukum KB dalam pandangan islam, (http://kabunvillage.blogspot.com/2011/10/hukum-
kb-dalam-pandangan-Islam.html) , diakses pada tanggal 15-11-11.
6
Fatwa Hukum Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat Kontrasepsi Kb (Keluarga
Berencana,) (http://www.ikadi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=138:fatwa-
mui-pusat-hasil-ijtima-ulama-komisi-fatwa-se-indonesia-iii-1430h2009m-
bagkedua&catid=35:sikap&Itemid=65), diakses tanggal 15-11-11

7
II. PANDANGAN ISLAM TERHADAP ABORSI
A. DEFINISI ABORSI
Abortus (aborsi) yang dalam Bahasa Inggris disebut Abortion, berasal dari
Bahasa Latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Menurut Sardikin
Ginaputra dari FK UI, bahwa Abortus adalah pengakhiran kehamilan atau hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Dari pengertian di atas
dapat dikatakan bahwa Abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa
kehamilan dengan mengelurakan janin dari kandungan.7
B. MACAM-MACAM ABORSI
Untuk terjadinya Abortus, sekurang-kurangnya ada tiga unsur: pertama,
adanya embrio (janin) yang merupakan hasil pembuahan antara sperma dan ovum
dalam rahim. Kedua, Pengguguran itu adakalanya terjadi dengan sendirinya, tetapi
sering disebabkan manusia. Ketiga, keguguran itu terjadi sebelum waktunya,
artinya sebelum masa kelahiran tiba.8
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan / Alamiah
2. Aborsi Buatan / Sengaja
3. Aborsi Terapeutik / Medis
Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan
disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma, sedangkan
Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan
28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon
ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan
atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi
mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah
yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.
Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
Adapun metode yang digunakan untuk abortus biasanya ialah:

7
Ajat Sudrajat, Fikih Aktual ( Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2008), 21.
8
Ibid., 22.

8
1. Currattage dan Dilatege (C & D).
2. Dengan alat khusus, mulut rahim dilebarkan, kemudian janin dikiret (di-
curet) dengan alat seperti sendok kecil.
3. Aspirasi, yakni penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.
4. Hysterotomi (melalui operasi).9
C. HUKUM ABORSI
1. Hukum Aborsi Menurut Syariat Islam
Pandangan Syariat Islam secara umum mengharamkan praktik aborsi. Hal
itu tidak diperbolehkan karena beberapa sebab :
a. Syariat Islam datang dalam rangka menjaga adhdharuriyyaat al-khams,lima hal
yang urgen, yaitu: memelihara ad-dien (agama), an-nafs (jiwa), an-nasl
(keturunan), al-mal (harta), dan al-aql (akal).
b. Aborsi sangat bertentangan sekali dengan tujuan utama pernikahan. Dimana
tujuan penting pernikahan adalah memperbanyak keturunan. Oleh sebab itu Allah
memberikan karunia kepada Bani Israil dengan memperbanyak jumlah mereka,
Allah berfirman : Dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar (Al-isra :
6)
Nabi juga memerintahkan umatnya agar memperbanyak pernikahan yang
diantara tujuannya adalah memperbanyak keturunan. Beliau bersabda :


Nikahilah wanita penyayang nan banyak melahirkan, karena dengan
banyaknya jumlah kalian aku akan berbangga-bangga dihadapan umat lainnya
pada hari kiamat kelak.
c. Tindakan aborsi merupakan sikap buruk sangka terhadap Allah.
Banyak manusia yang melakukan aborsi karena didorong rasa takut akan ketidak
mampuan untuk mengemban beban kehidupan, biaya pendidikan dan segala hal
yang berkaitan dengan konseling dan pengurusan anak. Ini semua merupakan
sikap buruk sangka terhadap Allah. Padahal, Allah telah berfirman :

9
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: PT Gunung Agung, t.t), 78.

9
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya
Maka, Syariat Islam memandang bahwa hukum aborsi adalah haram
kecuali beberapa kasus tertentu. Dalam kalangan Ulama terdapat perbedaan
pendapat tentang praktik aborsi tersebut, dan mereka memiliki dalil-dalil yang
sama kuat pula, yaitu sebagi berikut:
1. Dalil-dalil yang melarang dilakukannya Aborsi
Sebelum Islam datang, pada masa jahiliyah , kaum Arab mempunyai tradisi
mengubur hidup-hidup bayi yang baru dilahirkan. Allah SWT berfirman:

( ( ) (

Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup- hidup ditanya, . karena
dosa Apakah Dia dibunuh.( At Takwiir 8-9)
Islam membawa ajaran yang menentang dan mengutuk tradisi jahiliyyah
ini. Allah SWT berfirman:



Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (Al-Isra 31)
Pada perkembangan selanjutnya, pembunuhan tidak hanya dilakukan pada
bayi-bayi yang baru dilahirkan. Tetapi juga dilakukan dengan cara membunuh
calon-calon bayi yang akan dilahirkan. Dalam istilah fiqh disebut:

, ,
Sementara ulama lain berpendapat, hukum menggugurkan kandungan
tidak dapat disamakan persis dengan membunuh bayi yang sudah dilahirkan.
Karena ketika sperma sudah memasuki rahim perempuan, masih ada proses
panjang sebelum akhirnya keluar menjadi bayi yang dilahirkan. Allah SWT
berfirman:

10







Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.( Al-muminun:12-
14)
Secara sederhana, pendapat para ulama mengenai hukum aborsi dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Apabila kandungan masih dalam bentuk gumpalan darah (40-80 hari) atau
masih dalam bentuk gumpalan daging (80-120 hari), maka hukumnya adalah
sebagai berikut:
Menurut Ibnu Immad dan Imam Al-Ghozali, haram hukumnya, karena
gumpalan itu akan menjadi makhluq yang bernyawa. Pendapat ini di dukung oleh
Imam Ibnu Hajar Al-Haytami.
2. Dalil-dalil yang membolehkan dilakukannya Aborsi
Hukum asal aborsi, sebagaimana yang telah dikemukakan adalah haram. Akan
tetapi dikarenakan kaidah:


Hal-hal yang darurat dapat menyebabkan dibolehkannya hal-hal yang
dilarang
Para Ulama kontemporer membolehkan aborsi dengan syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Terbukti adanya penyakit yang membahayakan jiwa sang ibu.
2. Tidak ditemukannya cara penyembuhan kecuali dengan cara aborsi.

11
3. Adanya keputusan dari seorang dokter yang dapat dipercaya bahwa aborsi
adalah satusatunya cara untuk menyelamatkan sang ibu.
Imam Abu Ishaq Al-Marwazi berpendapat bahwa hukum mengaborsi
adalah boleh. Karena kenyataannya gumpalan itu masih belum dapat dikatakan
makhluk yang bernyawa. Pendapat ini didukung oleh Imam Romli.
Sedangkan hukum aborsi pada kandungan yang sudah berusia 120 hari hukumnya
adalah haram dan tergolong dosa besar, karena pada usia itu kandungan sudah
berbentuk makhluk hidup dan bernyawa sehingga hukumnya sama dengan
membunuh manusia. Dalam hadits dinyatakan:

,
,


. ,
Sesungguhnya kalian dikumpulkan didalam rahim ibu selama 40 hari dalam
bentuk air mani, dan 40 hari dalam bentuk gumpalan darah, dan 40 hari dalam
bentuk gumpalan daging, lalu Allah SWT mengutus malaikat meniupkan ruh
(HR.Bukhori,Muslim)
Pelaku aborsi pada kandungan yang sudah berusia 120 hari juga tergolong
pembunuhan yang mewajibkan kaffaroh, yakni puasa dua bulan secara berturut-
turut atau memberi makan 60 orang miskin bagi yang tidak mampu puasa.
Disamping itu juga wajib membayar denda jinayah 5% diyat atau setara dengan
harga emas seribu dinar. Satu dinar setara dengan emas 4.250 gr.
Akan tetapi menurut pendapat yang di nuqil oleh Imam ibnu Hajar Al-Haytami
dalam kitab Tuhfatu al-Muhtaj dari sebagian ulama madzhab Hanafi, hukum
mengugurkan kandungan secara mutlak diperbolehkan meskipun kandungan
sudah memasuki usia 120 hari. Namun pendapat ini diragukan kebenarannya oleh
Ibnu Abdil Haq As-sanbathi. Beliau berkata: Aku menanyakan masalah ini
kepada sebagian ulama madzhab Hanafi, dan mereka mengingkarinya. Mereka
bahkan mengaku berpendapat boleh dengan syarat sebagaimana diatas (sebelum
kandungan berusia 120 hari).
Meskipun pendapat ini diragukan kebenarannya oleh sebagian ulama, akan
tetapi Syekh Sulaiman Al-Kurdi tetap memperbolehkan untuk diikuti dengan
terlebih dahulu bertaqlid kepada madzhab Hanafi. Dengan demikian, pendapat ini

12
layak dijadikan sebagai solusi ketika menghadapi kondisi yang mengharuskan
untuk dilakukan aborsi untuk menyelamatkan nyawa ibu.
2. Hukum Aborsi Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau
pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus
Provocatus Criminalis. Yang menerima hukuman adalah: 1) Ibu yang
melakukan aborsi. 2) Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan
aborsi. 3) Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi. Berikut beberapa
pasal yang terkait aborsi dalam KUHP:
Pasal 229
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Selain pasal-pasal di atas, masah banyak pasal lain melarang adanya tindakan
aborsi di Indonesia, yaitu: pasal 342, pasal 343, pasal 346, pasal 347, pasal
348, pasal 349.10

10
http://ricky-diah.blogspot.com/2011/04/aborsi-menurut-perspektif-ushul-fiqh.html .
diakses tanggal 15-11-11.

13
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. KB (Keluarga Berencana) adalah pasangan suami istri yang telah mempunyai
perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir agar
setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan
merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, disesuaikan dengan
kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya. Sedangkan
aborsi adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh (lahir).
2. Dalam ber-KB Islam membolehkan asalkan tidak menggunakan metode atau
alat yang dapat membahayakan diri atau memberi dampak buruk kepada diri
manusia sendiri. Sedangakan untuk aborsi Islam berpandangan bahwa
hukum aborsi adalah haram kecuali beberapa kasus tertentu (darurat), yaitu
hal-hal tertentu yang mengancam jiwa si ibu atau janin.
3. Pandangan pemerintah Indonesia terhadap KB adalah sangat menganjurkan
melihat pemerintahan Indonesia yang masih dalam tingkat negara
berkembang yang membutuhkan banyak SDM yang baik dan unggul bukan
banyak yang menambah beban negara. Sedangkan pandangan pemerintah
Indonesia terhadap praktik aborsi adalah sangat menentang ditunjukkan
dengan tindakan aborsi diancam dengan hukuman pidana.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aborsi Menurut Perspektif Ushul Fiqh, http://ricky-


diah.blogspot.com/2011/04/aborsi-menurut-perspektif-ushul-
fiqh.html.
Darusmanwiati, Aep Saepullah. Hukum KB dalam Islam
(http://www.penerbitzaman.com/code.php?index=Ustadz_Menjawab
&act=lihat&id=9).
Fatwa Hukum Penggunaan Vasektomi Sebagai Alat Kontrasepsi Kb (Keluarga
Berencana,)
(http://www.ikadi.or.id/index.php?option=com_content&view=article
&id=138:fatwa-mui-pusat-hasil-ijtima-ulama-komisi-fatwa-se-
indonesia-iii-1430h2009m-bagkedua&catid=35:sikap&Itemid=65).
Hukum KB dalam pandangan islam,
http://kabunvillage.blogspot.com/2011/10/hukum-kb-dalam-
pandangan-Islam.html.
Sudrajat, Ajat. Fikiah Aktual. Ponorogo: STIN Ponorogo Press, 2008.
Zuhdi, Masjfuk Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT Gunung Agung, t.t.

15

Anda mungkin juga menyukai