Anda di halaman 1dari 18

KORUPTOLOGI

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi

Dosen Pengampu: Dra. Pusporini,MM

Disusun Oleh:

Nida Alwanuha Azzahra (2010111206)

Mirsya Rosida (2010111217)

Ajeng Sasikirana Ariaputri (2010111220)

Yosafat Kharisma Mahatma Gani (2010111222)

Tirza Abigail Nessaristi (2010111226)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada
kelompok kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Koruptologi dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Ibu Dra. Pusporini,MM pada mata kuliah
Etika Bisnis dan Profesi di UPN “Veteran” Jakarta. Selain itu, kelompok kami juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Koruptologi.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya Ibu Dra. Pusporini, MM selaku


dosen Etika Bisnis dan Profesi. Penulis berharap tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Kelompok kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 2 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN UTAMA
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................................5
C. Tujuan................................................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Mengenal Koruptologi.......................................................................................................................6
B. Motif Korupsi....................................................................................................................................8
C. Lembaga Penanganan Korupsi......................................................................................................10
D. Aturan Etika....................................................................................................................................14
E. Interpretasi Aturan Etika...............................................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................................16
A. Kesimpulan......................................................................................................................................16
B. Saran.................................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya
dalam emlaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan
yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan
keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya
manusia, yakni (orang – orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada
pelaksanaan) dan pembiayaan. Di antara dua faktor tersebut yang paling dominan
adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia
dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya,
negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah
merupakan sebuah negara kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa
demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya
tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan
rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan
terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi sosial (penyakit
sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian
materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi
adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan
secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR,
uang pesangon, dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan
pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air.
Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah
korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi
harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi atau paling tidak
mengurangi sampai pada titik nadi yang paling rendah maka jangan harap negara ini
akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingan negara lain untuk menjadi
sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas
dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, rumusan masalah yang akan
dibahas adalah:

1. Apa itu korupsi?


2. Apa saja motif dibalik tindakan korupsi?
3. Apa saja lembaga yang terkait dengan penanganan korupsi?
4. Apa aturan etika profesi?
5. Bagaimana interpretasi etika?

C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk membahas rumusan masalah di
atas, yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian korupsi dari berbagai sudut pandang.


2. Untuk mengetahui motif tindakan korupsi.
3. Untuk mengetahui lembaga yang terkait dalam penanganan korupsi.
4. Untuk mengetahui dan memahami aturan etika profesi.
5. Untuk memahami interpretasi etika
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengenal Koruptologi
Korupsi sekarang telah menjadi isu pembangunan dunia (global issue). Seiiring
dengan bertambahnya waktu, korupsi cenderung menunjukan peningkatan yang semakin
meluas. Akibatnya, keberadaannya semakin mengancam eksistensi bangsa Indonesia.
Untuk menanggapi kondisi demikian, penyelenggara negara seperti MPR, DPR,
Pemerintah, dan Lembaga tinggi lainnya terpanggil dengan memberikan komitmen yang
tinggi terhadap pemberantasan korupsi. Komitmen tersebut diwujudkan dalam ketetapan,
berbagai undang – undang, dan keputusan atau intruksi presiden tentang pemberantasan
korupsi. Pemerintah sendiri telah menetapkan tanggal 9 Desember sebagai Hari
Pemberantasan Korupsi, dan diikuti dengan dikeluarkannya Intruksi Presiden No. 5
Tahun 2004, tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Berangkat dari kondisi demikian, lahirlah koruptologi sebagai ilmu. Disebut
demikian karena koruptologi telah memenuhi persyaratan ilmiah. Poedjawijatna (1982),
menyatakan bahwa pengetahuan dapat dimasukkan ke dalam kategori ilmu, jika
memenuhi beberapa sifat ilmiah yaitu: berobjek, bermetode, bersistem, dan universal.
Koruptologi terdiri dari kata korupsi, corrupt, corruptus, yang berarti korupsi dan logos
yang berarti ilmu pengetahuan. Koruptologi adalah ilmu pengetahuan sistematik yang
menelaah korupsi dalam berbagai aspek, termasuk peraturan perundang – undangan, dan
pelanggaran terhadap peraturan perundang – undangan mengenai korupsi.
Menurut Undang – undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang – undang No. 20
Tahun 2001, sebagaimana tercantum dalam Bab II Pasal 2 yang dimaksud dengan
korupsi adalah setiap orang yang termasuk pada kategori melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dilihat dari asal katanya, korupsi
berasal dari bahasa latin, corruptus yang berawal dari akar kata corrumpere yang berarti
merusak dan menghancurkan (Amir Satoso, 2004), atau coruptio (Nurdjana, 2005), yang
berarti kerusakan atau kebobrokan. Di dalam bahasa inggris, korupsi berasal dari kata
corrupt, yang berarti jahat (Kamus Inggris – Indonesia, 1992). Kamus bahasa Indonesia
menyebutkan, ‘korup’ berarti: busuk, buruk, suka menerima uang sogok (memakai
kekuasaannya untuk kepentingan sendiri dan sebagainya). Dengan demikian pengertian
korupsi dilihat dari asal katanya, berarti suatu tindak kejahatan yang mempunyai akibat
kerusakan kebobrokan, dan kehancuran. Dilihat dari aspek definisinya, Dr. Kartini
mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma
– norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam
rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan
perbuatan curang yang merugikan negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam
modus.
Korupsi dalam konteks politik praktis kerap dikaitkan dengan penyelahgunaan
suatu jabatan, wewenang atau kekuasaan dalam pemerintahan. Korupsi dengan demikian
sangat dekat sekali dengan ‘kekuasaan’. Jacob Van Klaveren mengatakan bahwa seorang
pengabdi negara (pegawai negeri) yang berjiwa korup menganggap kantor atau
instansinya sebagai perusahaan dagang, sehingga dalam pekerjaannya akan diusahakan
pendapatannya semaksimal mungkin (Nurdjana, 2010: 16). Alkostar (2008: 34 – 35)
berpendapat bahwa korupsi dalam politik (pemerintahan) mempunyai arti sempit dan
luas. Korupsi dalam arti sempit merujuk pada Tindakan yang dilakukan yang dilakukan
pejabat publik yang tidak jujur dan illegal, contoh yang jelas adalah menerima suap.
Korupsi dalam arti luas, meliputi tindakan pejabat publik yang meskipun tidak melanggar
hukum, tetapi dalam sistem pemerintahan demokratis tindakan tersebut mencederai
integritas. Korupsi dari sudut pandang ekonomi dikategorikan sebagai bentuk
Commercial Crime, yaitu bentuk kejahatan – kejahatan serius yang implikasinya
berhubungan dengan ekonomi, keuangan, dan perdagangan (Parwadi, 2010: 15). Korupsi
dalam ilmu akuntansi merupakan bagian dari kecurangan atau penggelapan (fraud).
Secara umum kecurangan berkaitan dengan beberapa hal: ketidakjujuran (dishonesty),
penipuan (deceit), pelanggaran kepercayaan (breach of trust), pencurian (theft), maksud
berbuah salah (intention to do wrong), dan rencana mendapatkan manfaat atau
keuntungan dengan merugikan pihak lain (Suradi, 2006: 2).
Pengertian korupsi yang secara moral dan praktis mengandung unsur – unsur
pokok dari korupsi adalah sebagaimana pengertian yang dikemukakan Nurdjana berikut
ini: “Korupsi diartikan sebagai suatu tingkah laku dan atau tindakan seseorang yang tidak
mengikuti atau melanggar norma yang berlaku serta mengabaikan rasa kasih sayang dan
tolong menolong dalam kehidupan bernegara atau bermasyarakat dengan mementingkan
diri pribadi atau keluarga atau golongannya dan yang tidak mengikuti atau mengabaikan
pengendalian diri sehingga kepentingan lahir dan batin atau jasmani dan rohaninya tidak
seimbang, serasi dan selaras dengan mengutamakan kepentingan lahir berupa meletakkan
nafsu dunia yang berlebihan sehingga merugikan keuangan atau kekayaan negara dan
atau kepentingan masyarakat atau negara baik secara langsung maupun tidak langsung”.
Beberapa pengertian korupsi di atas menunjukan bahwa korupsi adalah suatu
perbuatan yang ‘melawan hukum, tidak wajar, dan tidak bermoral’. Substansi korupsi
sebagai suatu kejahatan secara etis dipandang tidak baik dari sudut pandang manapun.
Secara deontologis, korupsi bersifat ‘jahat’ dan ‘merusak’ sistem atau tatanan
masyarakat. Secara telelogis, korupsi tidak banyak memberi manfaat bagi orang banyak
disbanding kerugian yang ditimbulkannya. Korupsi sebagai suatu kejahatan moral secara
praktis dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat (ekonomi, politik,
hukum, pendidikan, sosial). Perbuatan korupsi seperti suap – menyuap (bribery),
penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, pemerasan (extortion), penggelapan atau
kecurangan (fraud), dan lain – lain diantara tujuannya adalah untuk memperkaya diri
sendiri dan atau kelompok, yang berakibat merusak tatanan sosial dan merugikan serta
merampas hak orang banyak (public atau negara).

B. Motif Korupsi
Seseorang melakukan tindakan korupsi tentunya memiliki motifnya tersendiri. Di
mana motif-motif tersebut dituliskan dalam beberapa teori tentang penyebab seseorang
melakukan korupsi yang dikemukakan oleh para ahli. Teori-teori tersebut diantaranya:
1. Teori Korupsi Robert Klitgaard (CDMA Theory)
Dalam teori yang dikemukakan oleh Robert Klitgaard, korupsi dapat terjadi
karena adanua faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak dibarengi dengan
akuntabilitas atau biasa dikenal dengan CDMA yang artinya:
Corruption = Directionary + Monopoly – Accountability
2. Teori Korupsi Jack Bologne (GONE Theory)
Jack Bologne mengatalam bahwa faktor-faktor penyebab seseorang
melakukan korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity),
kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Keserekahan berpotensi dimiliki
setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Organisasi, instansi,
atau masyarakat luas dalam keadaan tertentu membuka faktor kesempatan
melakukan kecurangan. Faktor kebutuhan erat dengan individu-individu untuk
menunjang hidupnya yang wajar. Dan, faktor pengungkapan berkaitan dengan
tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku
ditemukan melakukan kecurangan.
GONE = Greed + Opportunity + Need + Expose
3. Teori Korupsi Donald R Cressey (Fraud Triangle Theory)
Di dalam teori yang dikemukakan oleh Donald R Cressey, dikatakan
bahwa terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap fraud (kecurangan). Yaitu,
kesempatan, motivasi, dan rasionalisasi. Ketiga faktor tersebut memiliki derajat
yang sama besar untuk saling mempengaruhi.
4. Teori Willingness and Opportunity to Corrupt
Dalam teori ini dijelaskan bahwa korupsi terjadi karena adanya
kesempatan atau peluang akibat lemahnya sistem pengawasan yang ada. Serta,
adanya niat atau keinginan untuk melakukan korupsi yang didorong oleh
kebutuhan dan keserakahan.
5. Teori Cost-Benefit Model
Menurut teori ini, korupsi terjadi jika manfaat yang didapat dari
melakukan korupsi lebih besar dari biaya atau risiko yang akan dikenakan apabila
tertangkap melakukan korupsi.
6. Bedasarkan Motivasi Pelaku
Seperti yang disampaikan dalam motivasi pelaku, korupsi dapat dibedakan
menjadi lima. Yakni, korupsi karena kebutuhan, korupsi karena adanya peluang,
korupsi karena ingin memperkaya diri sendiri, korupsi karena ingin menjatuhkan
pemerintah, dan korupsi karena ingin menguasai suatu Negara.

C. Lembaga Penanganan Korupsi


a. Lembaga Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
1) Kepolisian
Polisi merupakan salah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas dan
wewenang kepolisian diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia. Dalam kaitannya dengan kasus korupsi, polisi memiliki hak
dalam penyelidikan dan hak dalam penyidikan:
a) Hak Dalam Penyelidikan
Yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang dan penyidikan.
b) Hak Dalam Penyidikan
Yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 14 UU No 2 Tahun 2002
yang berbunyi “Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua
tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya”. Selain itu, kepolisian juga berwenang untuk menghentikan
penyidikan sebagaimana yang di ungkapkan dalam pasal 16 bahwa “Dalam
rangka menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana, Kepolisian Negara
Republik Indonesia berwenang untuk mengadakan penghentian penyidikan”.
2) Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara,
khususnya di bidang penuntutan. Akan tetapi, dalam pasal 284 KUHAP (Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana), secara khusus memberikan kewenangan
kepada Kejaksaan untuk menyidik perkara tindak pidana khusus untuk sementara.
Selanjutnya mengenai kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan dipertegas
dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dapat dijumpai
pada pasal 30 ayat (1) huruf d bahwa “Di Bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai
tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang”. Dengan demikian, nampak jelas bahwa dalam
perkara tindak pidana khusus, Kejaksaan mempunyai wewenang untuk menyidik.
3) KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam
melaksakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun. Dalam menangani tindak pidana korupsi, badan penegak
hukum lain banyak mengalami berbagai hambatan. Untuk itu, diperlukan metode
penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus
(KPK) yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari
kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang
pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, professional, serta
berkesinambungan.
Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang:
a) Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain
yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara negara.
b) Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat.
c) Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu milyar
rupiah).
KPK diberikan kewenangan yang luar biasa seperti yang diatur dalam
Pasal 6 butir b, c, d dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi bahwa lembaga ini dapat bertindak mulai dari:
a) Mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak pidana
korupsi.
b) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
c) Melakukan tindakan pencegahan korupsi.
d) Memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

b. Lembaga Penuntutan Tindak Pidana Korupsi


1) Kejaksaan
Pengertian penuntutan adalah suatu tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang, yang dalam
hal ini diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa oleh
Hakim di Pengadilan. Selanjutnya, dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2004
tentang Kejaksaan RI pasal 2 angka (1), disebutkan bahwa Kejaksaan adalah
lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Untuk kesempurnaan tugas penuntutan, Jaksa perlu mengetahui sejelas-
jelasnya semua pekerjaan yang dilakukan dalam penyidikan perkara pidana dari
permulaan sampai akhir, yang seluruhnya dilakukan atas dasar hukum. Oleh
karena itu, prapenuntutan merupakan wewenang yang diberikan kepada Jaksa
Penuntut Umum.
a) Apabila Jaksa Penuntut telah menerima dan memeriksa hasil penyidikan dari
Kepolisian, kemudian berpendapat bahwa hasil penyidikan belum lengkap dan
sempurna, maka atas dasar itu, Jaksa Penuntut Umum segera mengembalikan
berkas disertai petunjuk-petunjuk seperlunya. Misalnya, tambahan dan
merinci tindakan tersangka dan mencari bukti lainnya yang akan memperkuat
dugaan pelanggaran tersebut dan sebagainya.
b) Apabila Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa pemeriksaan pendahuluan
sudah lengkap, maka Jaksa Penuntut Umum segera membuat surat dakwaan
dan melimpahkannya ke Pengadilan.

Jaksa Penuntut Umum harus memperhatikan dua hal, yaitu:

a) Kepentingan Umum
Bagi kepentingan umum adalah untuk menghindari sejauh mungkin jalan
menghentikan penuntutan demi kepentingan umum.
b) Kepentingan Tersangka
Bagi tersangka, Jaksa Penuntut Umum memberikan kesempatan untuk
persiapan pembelaan dirinya.
2) KPK
Selain penyelidikan dan penyidikan, dalam Pasal 11 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002, KPK juga diberi kewenangan untuk melakukan
penuntutan. Untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai
tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan
kewenangan yang tidak dimiliki instititusi lain yaitu:
a) Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
b) Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang
berpergian keluar negeri.
c) Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang
keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
d) Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk
memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa,
atau pihak lain yang terkait.
e) Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada
instansi terkait.
f) Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan,
dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta
konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang
diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak
pidana korupsi yang sedang diperiksa.
g) Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain
untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar
negeri.
h) Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak
pidana korupsi yang sedang ditangani.

c. Lembaga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi


Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan
memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi. Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melalui
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 telah diuji materiil.

D. Aturan Etika
Aturan etika (Rules of Conduct) merupakan standar etika minimum yang
dinyatakan sebgai peraturan yang harus dipatuhi oleh semua akuntan public dalam setiap
prakteknya. Aturan ini merupakan standar minimum yang telah diterima serta bersifat
memaksa dalam pelaksaannya. Diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia –
Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) dan staf professional (baik yang merupakan
anggotan IAI-KAP maupun yang bukan anggota IAI-KAP) yang bekerja pada satu
Kantor Akuntan Publik (KAP)
Aturan etika IAI-KAP memuat lima hal, diantaranya ialah :
1) Standar umum dan prinsip akuntansi, mencakup :
- Standar umum
- Kepatuhan terhadap standar
- Prinsip-prinsip akuntansi
2) Tanggung jawab dan praktik lain, mencakup :
- Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan
- Iklan, promosi, dan kegiatan pemasaran lainnya
- Komisi dan fee referral
- Bentuk organisasi dan nama KAP
3) Tanggung jawab kepada klien, mencakup :
- Informasi klien yang rahasia
- Fee professional
4) Independensi, integritas, dan objektivitas
5) Tanggung jawab kepada rekan seprofesi, mencakup :
- Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
- Komunikasi antar akuntan public
- Perikatan atestasi

E. Interpretasi Aturan Etika


Interpretasi aturan etika (Interpretation of the rules of conduct) merupakan
penjelasan lebih lanjut atas hal-hal yang diatur dalam aturan etika yang dianggap
memerlukan penjelasan agar tidak terjadi perbedaan pemahaman ataus aturan etika yang
dimaksud. Interpretasi aturan etika dikeluarkan oleh suatu badan yang dibentuk oleh
pengurus kompartemen atau institute profesi sejenis yang bersangkutan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota serta pihak berkepentingan lainnya sebagai acuan
dalam penerapan aturan etika, tanpa membatasi lingkup dan penerapannya. Standar etika
berbeda-beda pada setiap komunitas sosial, tergantung dengan budaya, norma, dan nilai-
nilai yang dianut oleh komunitas tersebut.
Beberapa contoh dalam penginterpretasian aturan etika, yaitu sebagai berikut:
1. Kepatuhan terhadap kode etik
Kepatuhan anggota ditentukan dengan adanya pemaksaan oleh semua anggota
dan opini publik, sehingga pada akhirnya muncul mekanisme pemrosesan
pelanggaran kode etik oleh organisasi untuk setiap anggota yang tidak menaatinya.
2. Kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia
Prinsip mengenai kualitas hidup setiap orang menegaskan kewajiban untuk
melindungi hak asasi manusia dan menghormati keragaman semua budaya.
3. Bersikap jujur dan dapat dipercaya
Kejujuran termasuk dalam komponen penting dai kepercayaan. Tanpa
kepercayaan, suatu organisasi tidak dapat berfungsi secara efektif.
4. Bersikap adil dan tidak diskriminasi
Menerapkan nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip
keadilan yang sama dalam mengatur perintah.
5. Memberikan kredit yang pantas untuk property intelektual
Komputasi professional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan
intelektual.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi
meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya
dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara
lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, adanya
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta
struktur ekonomi. Dampak korupsi dapat terjadi diberbagai bidang diantaranya, bidang
demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara, dimana dampak negatif ini berpengaruh
cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
B. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini dan
pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.

DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Nida%20Alwanuha%20A/Downloads/36-16-1-SM.pdf
https://aclc.kpk.go.id/materi/berpikir-kritis-terhadap-korupsi/infografis/teori-teori-
penyebab-korupsi
https://bphn.go.id/data/documents/kpd-2011-7.pdf
https://catatanpringgodigdo.blogspot.com/2007/12/koruptologi-llmu-
pengetahuan-dan.html
http://eprints.walisongo.ac.id/1878/4/092211038-Bab3.pdf
https://journal.iainkudus.ac.id
https://solehmf.wordpress.com/2017/10/16/kode-etik-profesi-akuntansi/
https://text-id.123dok.com/document/ky6556jgz-tujuan-kode-etika-profesi-
interpretasi-aturan-etika-profesi.html
https://www.academia.edu/25734259/
Makalah_Tentang_Korupsi_KORUPSI_KATA_PENGANTAR
https://www.researchgate.net/publication/
307525652_MAKNA_KEJAHATAN_STRUKTURAL_KORUPSI_DALAM_PERSPE
KTIF_TEORI_STRUKTURASI_ANTHONY_GIDDENS

Anda mungkin juga menyukai