Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pajak

Dosen Pengampu : Erna Herlinda S.H.,M.Hum.

Kelompok 2 :

1. Andika Sitinjak-210200683
2. Anggreny Okto Libe-210200656
3. Ayu Rahma Putri-210200128
4. Joy Daniel Tarigan-210200665
5. Leonardo Turnip-210200671
6. Maghfiroh Zamzami-210200130
7. Najla Suci Zulfira-210200673
8. Resbarein Sihaloho-210200331
9. Reyfa Silviani-210200679
10. Muhammad Ridho-210200682
11. Sonly Mutiara-210200661
12. Yemima Sembiring-210200674

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SUMATERA UTARA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ini.

Makalah ini diajukan guna memenuhi salah-satu tugas mata kuliah Hukum Pajak. Adapun
makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPnBM) ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka kami
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Medan, 13 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ………................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1.Latar Belakang …… ............................................................................................ 1

1.2.Rumusan Masalah … ........................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

2.1.Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ........................................................................... 3

2.2.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ................................................... 8

2.3.Subjek dan Dasar Hukum Terbaru PPN dan PPnBM .......................................... 10

BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Pajak adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat wajib pajak.
Pemungutan pajak adalah hak negara dan membayar pajak adalah kewajiban masyarakat wajib
pajak. Pemungutan pajak bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, salah satunya adalah
untuk menarik modal asing ke Indonesia. Dasar mengenai pemungutan pajak diatur dalam UUD
NRI Tahun 1945 Pasal 23A yang mengatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan UU. Pajak merupakan penerimaan terbesar ke
dalam kas negara. Penerimaan perpajakan bersumber dari Penerimaan Pajak Dalam Negeri yang
salah satunya bersumber dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM).

Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
adalah UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994, diubah lagi dengan UU No.
18 Tahun 2000, dan terakhir UU No. 42 Tahun 2009. Pajak pertambahan nilai mulai
diperkenalkan di Indonesia sejak 1 April 1985 untuk menggantikan pajak penjualan (PPN). Hal
ini dituangkan dalam UU No. 8 Tahun 1983.

PPN merupakan pajak tidak langsung yang berarti beban pajak bisa digeser kepembeli. Dalam
PPN subjek pajak meliputi pengusaha kena pajak. Adapun pengertian dari pengusaha kena pajak
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak atas jasa kena pajak yang
dikenai pajak berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009. Pengusaha yang melakukan peyerahan
barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan kriteria pengusaha kecil tidak wajib menjadi
pengusaha kena pajak, kecuali memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Adapun pajak penjualan atas barang mewah dikenakan atas :

1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha
yang menghasilkan barang tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah

1
2

Barang kena pajak yang tergolong mewah merupakan :

1. Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok


2. Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3. Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
4. Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?
2. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)?
3. Apakah yang dimaksud dengan barang mewah yang menjadi objek PPnBM?
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan Negara adalah Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak 1 April 1985 yang ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang/jasa
kena pajak didaerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama atau agen utama,
importer, pemegang hak paten/atau merek dagang dari barang/jasa kena pajak tersebut. Pajak
pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
ataupun Jasa Kena Pajak (JKP) didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha pajak ini
memiliki ciri khas, yaitu mempunyai nilai tambah. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih dikenal
dengan sebutan pajak atas konsumsi (tax on consumption).

Setiap pembelian barang yang ada hubungannya secara langsung dengan barang yang akan
dihasilkan/dijual, maka atas pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) merupakan pajak masukan yang besarnya 10% dari harga beli barang,
sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 10% dari harga jual sebelum pajak sebagai
PPN yang merupakan pajak keluaran untuk masa pajak yang bersangkutan.

2.1.1.Karakteristik PPN

Karakteristik PPN yang pertama ialah dibebankan kepada pihak konsumen dan pihak yang
membeli produk dan jasa kena pajak dan tidak untuk dijual lagi. Artinya, konsumen akhir adalah
pihak yang berwenang atau wajib untuk membayar beban PPN tersebut.

Berikut karakteristik PPN sebagai berikut:

a. Merupakan pajak atas konsumsi

3
4

Pajak ini akan dikenakan pada konsumen atau orang yang membeli barang dan tidak untuk dijual
kembali. Berarti yang memiliki tanggung jawab untuk membayar beban PPN ialah konsumen
akhir.

b. Merupakan pajak tidak langsung

Pajak ini dikenakan kepada konsumen yang membeli barang kena pajak. Sedangkan pihak yang
bertanggung jawab untuk melakukan penyetoran pajak bukanlah konsumen akhir yang
bersangkutan, namun pengusaha yang menjual barang tersebut. Hal tersebut merupakan kategori
pajak tidak langsung karena berbeda antara penyetor dengan pihak yang membayarkannya.

c. Merupakan pajak objektif

PPN umumnya tidak melihat dari sisi subjek pajak, tetapi dari sisi onjek pajak. Setiap konsumen
melakukan transaksi pembelian atas barang yang dijual akan dikenakan tarif PPN yang sama.
Tarif PPN tersebutlah yang akan disesuaikan dengan harga barang atau transaksi jasa yang
dilakukan.

d. Penggunaan tarif tunggal

Berbeda dengan PPh yang memiliki perhitunngan progresif, PPN memiliki tarif dasar tunggal
yaitu sebesar 10%. Konsumen akhir ialah pihak yang akan wajib atau bertanggung jawab atas
pembayaran pajak sebesar 10% dari nilai transaksi tersebut.

e. Pajak konsumsi BKP atau JKP di dalam negeri

Pajak ini hanya dikenakan atas konsumsi barang atau jasa kena pajak di dalam negeri seperti
transaksi import. Selain itu, pajak ini juga akan diterapkan atas pemanfaatan barang atau jasa
yang tidak berwujud di luar daerah kepabeanan atau bea cukai yang dimanfaatkan di dalam
negeri.

f. Bersifat multi stage levy

PPN akan dikenakan atau dipungut pada setiap tahapan jalur produksi dn distribusi, mulai dari
pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang kecil atau pengecer. Meskipun pajak ini
dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, namun tidak akan menimbulakn efek
5

pemungutan pajak ganda karena mekanisme pajak yang menganut sistem pengkreditan yaitu
pajak keluaran dan pajak masukan.

g. Indirect substraction method

Mekanisme perhitungan di dalam PPN menggunakan metode pengurangan secara tidak langsung
karena hal tersebut berarti bahwa pihak pengusaha kena pajak bisa mengkreditkan pajak
masukan atas barang atau jasa kena pajak yang berbeda.

2.1.2.Objek PPN

Objek PPN diatur dalam Pasal 4, Pasal 16C, dan Pasal 16D UU Nomor 8 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2009. Di antara ketiga pasal yang
mengatur tentang objek PPN ini, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Objek pajak yang penentuannya berdasarkan mekanisme umum, yaitu yang ditentukan
dalam Pasal 4 ayat (1) yang meliputi:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha.
b. Impor BKP
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah
Pabean;
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean;
f. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP);
g. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP;
h. Ekspor JKP oleh PKP

2. Objek yang penentuannya berdasarkan mekanisme khusus, yaitu yang dirumuskan dalam
Pasal 16C dan Pasal 16D, sebagai berikut:
a. Pasal 16C: kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan baik yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan;
6

b. Pasal 16D: penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktivia
yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Pembahasan objek pajak ini lebih berorientasi pada objek pajak yang diatur dalam Pasal 4 ayat
(1) karena objek pajak ini ditentukan berdasarkan mekanisme umum PPN. Sedangkan objek
pajak yang diatur dalam Pasal 16C dan 16D penentuannya berdasarkan mekanisme khusus.
Apabila dicermati, dari Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai huruf h, ternyata objek PPN
pengenaannya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
1. Dari sisi yang melakukan penyerahan, yaitu yang diatur pada huruf a, huruf c, huruf f,
huruf g, dan huruf h;
2. Dari sisi yang menerima penyerahan yang dapat disebut pembeli BKP atau penerima
JKP, atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean, yaitu yang diatur pada huruf b, huruf d, dan huruf e.
Pengenaan PPN terhadap objek pajak yang termasuk kelompok huruf b, tidak menimbulkan
permasalahan, karena penentuan pengenaan PPN bertolak dari pemikul beban pajak yaitu
importer. Sebaliknya berkenaan dengan pengenaan PPN terhadap objek pajak yang termasuk
kelompok huruf a, ternyata ditemukan ada dua pola pengaturan sebagai berikut.
a. Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c menyebut sebagai subjek pajaknya adalah
“Pengusaha”
b. Pasal 4 ayat (1) huruf f, huruf g, dan huruf h, menyebutkan sebagai subjek pajaknya
adalah “Pengusaha Kena Pajak”.
2.1.3.Fungsi PPN

Melansir dari beberapa website pajak, fungsi pajak antara lain :

1. Fungsi PPN untuk perhitungan kekurangan pajak atau kelebihan pajak yang berarti
sebagai perhitungan untuk mengetahui seberapa besar jumlah pajak yang harus
dibayarkan ke negara atau justru dapat diajukan sebagai kompensasi kelebihan
pembayaran PPN. Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, maka PKP dapat
mengajukan kelebihan bayar PPN pada perhitungan masa pajak berikutnya atau
mengkreditkan PPN lebih bayar ke masa pajak berikutnya. Sebaliknya, jika Pajak
7

Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka PKP wajib menyetorkan PPN
Terutang tersebut ke kas negara.
2. Fungsi PPN sebagai fungsi anggaran, yaitu sebagai fungsi anggaran mengingat pajak
yang disetorkan ke nagara jadi salah satu sumber penerimaan negara yang dananya
digunakan untuk membiayai negara.
3. Fungsi PPN sebagai fungsi regulasi pemerintah, yaitu untuk mengatur dan melaksanakan
kebijakan pemerintah terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti untuk menekan
importasi guna meningkatkan daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam negeri.
4. Fungsi PPN sebagai fungsi stabilitas penerimaan negara, yaitu berfungsi menjaga
stabilitas ekonomi seperti menekan inflasi dan lainnya.
5. Fungsi PPN sebagai fungsi pembiayaan negara, yaitu dengan menciptakan lapangan
pekerjaan dan sebagainya.

Adapun mengutip literatur penjelasan dari Rusjdi,M (2006) mengemukakan fungsi Pajak
Pertambahan Nilai diuraikan sebagai berikut:

1. Penerimaan Negara, fungsi ini disebut juga sebagai fungsi budgeter, begitu pula Pajak
Pertambahan Nilai, sebagai pajak Negara, penghasilan yang diperoleh dari pemungutan
Pajak, dipergunakan sebagai sumber pembiayaan Negara, sebagaimana tercantum dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Pemerataan Beban Pajak, PPN sering dikatakan sebagai tambahan atau koreksi untuk
Pajak Penghasilan (PPh). Dengan diadakannya PPN, subjek pajak yang terbebaskan pada
PPh, secara tidak langsung menjadi penanggung pajak melalui konsumsi yang
dilakukannya.
3. Mengatur Pola Konsumsi, PPN sebagai juga disebut sebagai pajak atas konsumsi. Oleh
karena itu PPN dapat juga dijadikan alat untuk membentuk pola konsumsi, dengan
mengenakan pajak atas barang-barang tertentu.
4. Mendorong Ekspor, untuk mendorong dan meningkatkan daya saing barang ekspor di
pasaran luar negri, tarif atas penyerahan ekspor ditetapkan sebesar 0%.
5. Mendorong Investasi, dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai, pajak yang dibayarkan atas
perolehan atau impor barang modal, dibebaskan/dapat diminta kembali.
Pembebasan/pengembalian PPN Barang Modal diharapkan akan mendorong Investasi.
8

6. Membantu Pengusaha Kecil, dengan mengecualikan Pengusaha Kecil dari kewajiban


memungut PPN, diharapkan akan lebih membantu pengusaha kecil mengembangkan
usahanya.

2.1.4.Tarif PPN

Penentuan besaran tarif PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Berikut ini daftar
tarif dari PPN:

a. Tarif PPN 0% berlaku untuk ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak.
b. Tarif PPN 10% berlaku untuk semua produk yang beredar di dalam negeri, termasuk di
daerah Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-
undang yang mengatur tentang kepabeanan.
c. Tarif PPN atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.

Khusus untuk barang dan jasa yang terkena tarif PPN 10%, besaran tarif tersebut masih dapat
diubah menjadi paling rendah 5% hingga paling tinggi 20% mengikuti peraturan pemerintah
yang berlaku. Tarif PPN yang dikenakan kepada pembeli akan tertulis jelas pada setiap bukti
transaksi jual beli. Artinya, harga yang nantinya dibayar akan ditambah dengan jumlah PPN.
Namun, jika kita tidak menemukan keterangan PPN pada struk, artinya total harga yang tertera
sudah termasuk PPN.

2.2.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang
yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau
mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2.2.1.Objek dan tarif PPnBM

Objek PPnBM sendiri merupakan barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
Barang-barang tersebut hanya dikonsumsi oleh orang-orang atau masyarakat tertentu. Yakni
umumnya hanya dikonsumsi oleh orang-orang yang memiliki penghasilan tinggi. Dan
9

dikonsumsi demi status atau untuk menunjukkan status sosialnya. Apa saja barang yang
dikenakan PPnBM?

a. Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan


pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum, kepentingan
negara.
b. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, totan house,
dan sejenisnya.

Tarif atas PPnBM yang didasarkan pada jenis barangnya. pengenaan tarif Barang Kena Pajak
tergolong mewah digolongkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut:

a. Tarif 10% untuk kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga, alat pendingin,
hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
b. Tarif 20% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi, berbagai jenis
permadani, peralatan olahraga impor, dan barang.
c. Tarif 25% untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya combi,
pick up, dan minibus.
d. Tarif 35% untuk minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor, batu kristal, bus,
dan barang pecah belah.

Tarif atas PPnBM telah ditetapkan paling rendah sebesar 10% dan paling tinggi 200%. Namun,
bagi pengusaha dalam Negeri yang melakukan kegiatan ekspor, tarif pajak yang dikenakan
sebesar 0%.

2.2.2.Tujuan PPnBM

a. Menjaga keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah


dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
b. Pengendalian pola konsumsi atas barang kena pajak yang tergolong mewah.
c. Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional.
d. Mengamankan penerimaan negara.

2.2.3.Definisi Barang mewah


10

Luxury good atau barang mewah adalah jenis barang yang permintaannya sangat responsif
terhadap peningkatan pendapatan konsumen. Dengan kata lain, ketika pendapatan konsumen,
permintaan barang ini akan meningkat lebih tinggi dari peningkatan konsumen. Semakin tinggi
pendapatan, konsumen akan membeli lebih banyak barang-barang ini dan sebaliknya. Meskipun
barang mewah tidak selalu berkonotasi kualitas tinggi, namun barang-barang tersebut sering
dianggap berada di posisi puncak dalam kualitas dan harga. Contohnya adalah mobil mewah,
pakaian mode, kapal pesiar, jam tangan, dan perhiasan. Apa yang membuat sebuah produk
mewah? Barang mewah karena:

a. mahal.
b. Memiliki kualitas yang lebih baik.
c. Jarang dan unik.
d. Didesain secara estetis
e. Barang Veblen artinya jenis barang mewah di mana kenaikan harga meningkatkan utilitas
(kepuasan) yang didapat konsumen. Akibatnya, konsumen menginginkan mereka ketika
harga mereka naik.
2.3.Subjek dan dasar hukum PPN dan PPnBM terbaru

2.3.1.Dasar Hukum PPN dan PPnBM

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki dasar hukum yang sama dengan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM). Dasar Hukum PPN di Indonesia adalah UU No. 8 Tahun 1983. UU ini
diinginkan berlaku pada 1 Juli 1984 bersama dengan UU No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan Indonesia dan UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Karena di inginkan akan berlaku pada tahun 1984 maka dalam pasal 20 di sebutkan bahwa UU
ini dapat disebut UU PPN 1984.

Namun pada kenyataannya UU ini di tunda dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah
pengganti UU No. 1 Tahun 1984 Karena, UU PPN ini masih memerlukan waktu yang lebih lama
untuk pendalaman. UU PPN baru diberlakukan pada tanggal 1 April 1985.

Dalam perjalanannya hingga saat ini. UU No.8 Tahun 1983 telah lima kali perubahan, yaitu:
11

a. UU No. 11 Tahun 1994 tentang perubahan atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
b. UU No. 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. UU No. 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
d. UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja
e. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Maksud dari perubahan UU ini adalah untuk merubah beberapa pasal yang ada di UU
sebelumnya, sedangkan pasal-pasal yang tidak dirubah masih tetap berlaku. Sebagai catatan
bahwa di Pasal 20 UU No 42 Tahun 2009 disebutkan: Undang-undang ini dapat disebut Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, sehingga mengandung pengertian bahwa UU No.8 tahun
1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 42 Tahun 2009 dapat disebut “UU PPN 1984”.

Perubahan UU PPN Dari Tahun 2000 ke 2009 bertujuan :

1. Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Perkembangan transaksi bisnis, terutama jasa, telah menciptakan jenis dan pola transaksi
baru yang perlu ditegaskan lebih lanjut pengenaannya dalam UndangUndang Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Menyederhanakan sistem Pajak Pertambahan Nilai. Penyederhanaan sistem Pajak
Pertambahan Nilai dilakukan dengan mengubah atau menyempurnakan ketentuan dalam
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang menyulitkan Wajib Pajak dalam rangka
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
3. Mengurangi biaya kepatuhan. Penyederhanaan sistem Pajak Pertambahan Nilai
diharapkan pula dapat mengurangi biaya, baik biaya administrasi bagi Wajib Pajak dalam
rangka melaksanakan hak dan kewajibannya maupun biaya pengawasan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
4. Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Tercapainya tujuan tersebut diharapkan dapat
meningkatkan tingkat kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Tingkat kepatuhan sukarela yang
tinggi diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak yang tercermin dengan naiknya
rasio pajak (tax ratio).
12

5. Tidak mengganggu penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Di samping tujuan di atas,


fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara tetap menjadi pertimbangan.
6. Mengurangi distorsi dan peningkatan kegiatan ekonomi.

2.3.2.Subjek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan atas Barang Mewah

Subjek Pajak Pertambahan Nilai Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang disebut sebagai
subjek PPN adalah orang pribadi dan badan, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan,
melakukan kegiatan penyerahan dan menerima Barang/Jasa Kena Pajak, termasuk Perusahaan
yang bergerak dalam jasa freight forwarding. Kewajiban subek PPN orang pribadi maupun non-
PKP ini diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4 Ayat (1) huruf b dan huruf e, serta Pasal
16C.

Menurut UU No.8 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan dengan Undang-undang
No. 42 Tahun 2009 pada pasal 1 angka 14 Subjek pajak PPN adalah:

1. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkaan jasa dari
luar daerah pabean.
2. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Menurut UU No.8 tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 42
tahun 2009 pasal 1 angka 5 :
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai Pajak berdasarkan undang-undang ini.
Pengusaha Kena Pajak Pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan
usaha, sedangkan Pengusaha Kena pajak Badan terutang pajak di tempat kedudukan dan
tempat kegiatan usaha.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) juga merupakan Subjek pajak dari Pajak Penjualan atas
Barang Mewah. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menghasilkan Barang Kena Pajak
(BKP) yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan
13

pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah merupajkan subjek dari
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
3. Pengusaha Kecil
Kriteria Pengusaha Kecil di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan No
68/KMK.03/2010
Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau jasa Kena Pajak dengan Jumlah pereddaran Bruto dan/atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,00 dimana jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan
Usahanya.

Contoh soal perhitungan PPN dan PPnBM

Bapak Ahmad merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu saat beliau
membeli sebuah mobil sport mewah dengan harga Rp900.000.000. Berdasarkan DPP, mobil
tersebut terkena tarif PPnBM sebesar 40%. Lalu, berapakah nilai uang yang harus dibayarkan
Bapak Ahmad untuk membawa masuk mobilnya ke Indonesia? Jawab :

PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)

PPN = 10% x (Rp900.000.000 – (Rp900.000.000 x 40%))


PPN = 10% x (Rp900.000.000 – 360.000.000)
PPN = 10% x Rp540.000.000 =Rp54.000.0000

Berarti total harga mobil yang harus dibayarkan Bapak Ahmad adalah:
Harga Mobil + PPN + PPnBM = Rp1.314.000.000
BAB 3
KESIMPULAN
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak 1 April
1985 yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang/jasa kena pajak didaerah
pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama atau agen utama, importer,
pemegang hak paten/atau merek dagang dari barang/jasa kena pajak tersebut. Pajak
pertambahan nilai adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) ataupun Jasa Kena Pajak (JKP) didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha pajak ini memiliki ciri khas, yaitu mempunyai nilai tambah. Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) lebih dikenal dengan sebutan pajak atas konsumsi (tax on
consumption).
2. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada
barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
3. Luxury good atau barang mewah adalah jenis barang yang dimintaya sangat responsif
terhadap peningkatan pendapatan konsumen. Dengan kata lain, ketika pendapatan
konsumen, permintaan barang ini akan meningkat lebih tinggi dari peningkatan
konsumen. Semakin tinggi pendapatan, konsumen akan membeli lebih banyak barang-
barang ini dan sebaliknya. Meskipun barang mewah tidak selalu berkonotasi kualitas
tinggi, namun barang-barang tersebut sering dianggap berada di posisi puncak dalam
kualitas dan harga.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku :
Bustamar Ayza, S. H. (2016). Hukum Pajak Indonesia. Kencana.
Handayani, W. T., & SE, M. (2022). PPN dan PPnBM. Perpajakan.
Lukman Hakim Nasution, Tony Marsyahrul. (2008). Pajak pertambahan Nilai. Jakarta :
Grasindo.
Mandey, A. H. (2013). Analisis Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Hasjrat.
Nataherwin & Widyasari. (2019). Kupas Tuntas Tentang PPN dan PPnBM. Bandung: CV.Rasi
Terbit.
Purnomolastu, N., & Soerjatno, R. (2021). PPN & PPnBM (Pajak Pertambahan Nilai &
PajakPenjualan Atas Barang Mewah) Teori Dan Praktik.
Rusjdi, Muhammad. 2006. PPN dan PPnBM, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewaj. Jakarta : Indeks
Sutedi, A. (2022). Hukum pajak. Sinar Grafika.

Sumber Jurnal :
Abadi Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(3).
Ahmad Nasrudin. (2019). Barang Mewah. Diakses dari
https://cerdasco-com.cdn.ampproject.org/v/s/cerdasco.com/barang-
mewah/?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16
681001940166&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&
ampshare=https%3A%2F%2Fcerdasco.com%2Fbarang-mewah%2F

Anggraini, Rani. (2022). “Kelompok 8: Mengenal PPN Beserta Contoh Soal dan
Penjelasannya”, diakses dari
https://www.kompasiana.com/ranicinta/62945988bb448671992ce853/kelompok-8-mengenal-
ppn-beserta-contoh-soal-dan-penjelasan-nya?page=2&page_images=1
Hamida Amri Safarina. (2020). Pengertian, Tujuan Pemungutan dan Ruang Lingkup PPnBM.
Diakses dari https://news.ddtc.co.id/pengertian-tujuan-pemungutan-dan-ruang-lingkup-ppnbm-
25064
http://e-journal.ujay.ac.id/6180/3/EA217638.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai