Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat

Mata Kuliah : Aspek Hukum Dan Etika Dalam Bisnis

Dosen pengampu: Eko Murtisaputra, S.H., M.H., M.M

Disusun oleh :

ICHA HERMANA PUTRI

21612084

Manajemen Pagi 2

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

STIE PEMBANGUNAN TANJUNGPINANG

TAHUN AJARAN 2022–2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya, yang telah melimpahkan rahmat, hidaya
h, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah mengenai, “Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)”. Makalah ini diajukan guna memenuhi salah-satu tugas mata kuliah
Aspek Hukum Dan Etika Dalam Bisnis. Adapun makalah perpajakan tentang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) ini telah saya usahakan semaksimal mungkin, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadar
sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka saya membuka selebar-lebarnya
bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperba
iki makalah perpajakan ini. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang, 16 Desember 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................................3

BAB I............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN........................................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................5
A. Pajak Pertambahan Nilai.............................................................................................5
B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai.................................................................................5
C. Objek Pajak Pertambahan Nilai.................................................................................6
D. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai.....................................................................11
E. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai..................................................13
F. Pengusaha Kena Pajak..............................................................................................14

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................................1


A. Kesimpulan.................................................................................................................1
B. Saran............................................................................................................................1

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................2

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh
negara didunia, masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam
negara harus berurusan dengan pajak sehingga setiap anggota masyarakat perlu mengetahui
bagaimana sistem perpajakan dinegaranya. Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia
dapat diklasifikasikan menjadi pajak pusat dan pajak daerah.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan
barang atau jasa kena pajak didaerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama
atau agen utama, importer, pemegang hak paten atau merek dagang dari barang atau jasa
kena pajak tersebut. Pajak pertambahan nilai (PPN) termasuk jenis pajak tidak langsung
maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pengusaha) yang bukan penanggung pajak
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung yang
ia tanggung.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?
2. Apa dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?
3. Bagaimana tata pelaksanaa pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?

C. Tujuan
1. Untuk memahami definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Mengetahui dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3. Memahami tata pelaksanaa pemungutan Pajak Pertumbuhan Nilai (PPN)

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pajak Pertambahan Nilai


PPN atau singkatan dari pajak pertambahan nilai adalah pajak tidak langsung
yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai atau transaksi penyerahan barang dan jasa
kena pajak dalam pendistribusiannya dari produsen ke konsumen.

Disebut pajak tidak langsung karena tidak langsung dibebankan kepada


penanggung pajak (konsumen) tetapi melalui mekanisme pemungutan pajak dan disetor
oleh pihak lain (penjual). Transaksi penyerahannya bisa dalam bentuk jual-beli,
pemanfaatan jasa dan sewa-menyewa.

Barang kena pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud
yang dikenakan PPN. Pada dasarnya semua barang erupakan barang kena pajak kecuali
yang diatur lain oleh Undang Udang Nomor PPN itu sendiri. Barang kena pajak
tersebutterdiri dari barang berwujud dan barang yang tidak berwujud. Indonesia
menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu 10%. Dasar hukum yang digunakan
untukpenerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.

PPN secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985,
walaupun berdasarkan ketentuan dalam undang undang nomor 8 tahun 1983 dinyatakan
berlaku pada tanggal 1 januari 1984. PPN dittapkan dengan undang undang nomor 18
tahun 2000 sebagai pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai yang timbul akibat
dipakainya faktor faktor disetiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan,
menyalirkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para
konsumen.

B. Subjek Pajak Pertambahan Nilai


Subjek pajak dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen yaotu selaku
pihak yang memikul beban dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum
terutang atau diwajibkan membayar pajak. Siapapun konsumennya sepajang peristiwa
hukum tersebut merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut diwajibkan
membayar pajak yang sama.
5
Hal ini berbeda dengan pajak subjektif, seperti Pajak Penghasilan (PPh), yang
kondisi subjektif pihak yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam
menentukan pajak terutang. Contohnya, tarif PPh bagi Orang Pribadi (OP) berbeda
dengan PPh bagi Badan. Demikian pula Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) OP
yang menikah dan memiliki tanggungan anak berbeda dengan OP yang belum menikah.
Berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang objek pajak sebagaimana diatur
dalam Pasal 4, Pasal 16 C dan Pasal 16 D UU PPN 1984, Subjek PPN dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Berikut ini adalah kriteria Pengusaha Kena Pajak (PKP), yaitu:


i) Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa
Kena Pajak (JKP) (Pasal 4 huruf a dan c UU PPN 1984).
ii) Pengusaha yang mengekspor Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena
Pajak (JKP) (Pasal 4 huruf f, g, dan h UU PPN 1984).
iii) Pengusaha yang melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16 D UU PPN 1984).
b. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP)
Berikut ini adalah kriteria Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP), yaitu:
i) Yang melakukan impor Barang Kena Pajak (BKP) (Pasal 4 huruf b UU PPN
1984).
ii) Yang memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan Jasa
Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah Pabean ke dalam daerah Pabean (Pasal
4 huruf d UU PPN 1984).
iii) Yang membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
(Pasal 16 C UU PPN 1984).

C. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang


dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau selanjutnya disebut UU
PPN 1984. Objek PPN adalah sebagai berikut: (pasal 4 ayat 1)

6
c. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
Kegiatan penyerahan pajak yang dilakukan pengusaha meliputi pengusaha
yang telah dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak maupun pengusaha
sebenarnya dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat
berikut ini:
i) Barang wujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak.
ii) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak tidak
berwujud.
iii) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.
iv) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
d. Impor Barang Kena Pajak
Pajak juga dipungut pada saat import barang, pemungutan dilakukan
melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan barang
kena pajak ke dalam pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam
rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak.
Demikian pula atas impor barang kena pajak yang berdasarkan ketentuan
perundang-undangan pabean dibebaskan dari pungutan bea masuk, pajak yang
terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh menteri keuangan.
e. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat berikut ini:
i) Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak.
ii) Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.
iii) Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang
bersangkutan.
f. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;

7
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan
impor barang kena pajak, maka atas barang kena pajak tidak berwujud yang
berasal dari luar daerah pabean juga dikenakan pajak.
g. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah
pebean atau terhadap jasa yang berasal dari luar daerah pabean yang di
manfaatkan di dalam daerah pabean dikenakan pajak menurut undang-undang
PPN.
h. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
i. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
j. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 16 C berbunyi: “PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang


dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya
diatur dalam keputusan menteri keuangan.”
Pasal 16 D berbunyi: “PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP kecuali atas penyerahan
aktiva yang pajak masukkannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 ayat (8) huruf b dan c.”

Syarat Penyerahan Terutang PPN Pasal 16 D


a. Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena
Pajak;
b. Perolehan aktiva tersebut bukan untuk diperjualbelikan atau sebagai barang
dagangan;
c. Perolehan aktiva tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan
bukan jenis kendaraan sedan dan station wagon.

Yang dimaksud dengan pengeluaran yang secara langsung berhubungan dengan


kegiatan usaha adalah pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha.

8
a. Penyerahan Barang Kena Pajak
Pasal 1A ayat (2):
i) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
ii) Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing);
iii) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui
juru lelang;
iv) Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
v) Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan;
vi) Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
vii) Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
viii) Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada
pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

b. Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak


Pasal 1A ayat (2) :
i) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
ii) Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang;
iii) Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak
terutang;
iv) Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak
yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah
Pengusaha Kena Pajak;

9
v) Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan
yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

c. Syarat Penyerahan Kena Pajak


Adapun syarat penyerahan kena pajak, yaitu:
i) Barang Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;
ii) Barang Tidak Berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud;
iii) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
iv) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya;
v) Dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

d. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.


Pengenaan PPN atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud antara lain atas:
i) Penyerahan Barang Kena Pajak (Berwujud dan tidak Berwujud) di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; (Pasal 4 ayat (1) huruf a)
ii) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean; (Pasal 4 ayat (1) huruf d).
iii) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak.(Pasal 4 ayat (1) huruf g).

e. Penyerahan Jasa Kena Pajak


Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan
barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan. (Pasal 1 angka 5 dan 6 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun
1984).

10
D. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai
Jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu dalam barang sebagai
berikut:
k. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, yaitu:
i) Minyak mentah (crude oil);
ii) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi
langsung oleh masyarakat;
iii) Panas bumi;
iv) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu
permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,
granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat,
opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk,
tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,
yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
v) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
vi) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak
serta bijih bauksit.

l. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu:
i) Beras, gabah, sagu, jagung, kedelai;
ii) Garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium;
iii) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain,
dan/atau direbus;
iv) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,
diasinkan,atau dikemas;
v) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang
dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong,
diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;

11
vi) Buah-buahan yaitu buah segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses
dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris dan dikemas atau tidak dikemas;
dan
vii) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
m. Uang, emas batangan, dan surat berharga
n. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau catering.

Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam jasa sebagai berikut:
a. Jasa pelayanan kesehatan medis;
b. Jasa pelayanan sosial;
c. Jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. Jasa asuransi;
e. Jasa keuangan;
f. Jasa keagamaan;
g. Jasa pendidikan;
h. Jasa kesenian dan hiburan;
i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j. Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. Jasa tenaga kerja;
l. Jasa perhotelan;
m. Jasa-jasa yang disediakan oleh pemerinth dalam rangka menjalankan pemerinthan
secara umum;
n. Jasa penyediaan tempat parkir;
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. Jasa boga atau katering.

12
E. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
Mekanisme pemungutan PPN sesuai dengan PMK Nomor 85/PMK.03/2012
tanggal 06 Juni 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2012 adalah:
o. Rekanan wajib membuat faktur pajak dan surat setoran pajak (SSP) atas setiap
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN.
p. Faktur pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat sesuai dengan ketentuan
di bidang perpajakan.
q. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP serta
identitas rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai
penyetor atas nama rekanan.
r. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM maka
rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada faktur
pajak.
s. Faktur pajak dibuat dalam rangkap 3 dengan peruntukkan sebagai berikut : lembar
kesatu untuk BUMN, lembar kedua untuk rekanan, dan lembar ketiga untuk
BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi pemungut PPN.
t. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 5 dengan
peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk rekanan, lembar kedua untuk
KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar ketiga untuk rekanan yang
dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar keempat untuk Bank Persepsi atau
Kantor Pos, dan lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa
PPN bagi Pemungut PPN.
u. BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan cap “Disetor
tanggal....” dan menandatanganinya pada faktur pajak sebagaimana dimaksud
pada huruf e.
v. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau
PPN dan PPnBM.

Mekanisme pelaporan PPN adalah sebagai berikut:


Pelaporan dilakukan setiap bulan dan laporan disampaikan ke KPP tempat BUMN
terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dengan
menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN” dan

13
dilampiri dengan faktur pajak lembar ke-3 dan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke-5
dalam hal terdapat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

F. Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang-
undang. Dengan kata lain PKP adalah Pengusaha yang usahanya adalah
memperdagangkan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak. Apabila Pengusaha
tersebut memperdagangkan atau melakukan penyerahan barang yang tidak kena pajak
atau jasa yang tidak kena pajak, maka Pengusaha tersebut adalah bukan Pengusaha
Kena Pajak.
Terdapat pengecualian untuk pengusaha kecil sesuai dengan pasal 3A ayat 1 UU
PPN yang berbunyi: Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha
kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan
melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
terutang.
Batasan Pengusaha Kecil sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor
68/PMK.03/2010 adalah sebagai berikut:
i) Pengusaha kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).
ii) Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan
penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh Pengusaha dalam rangka
kegiatan usahanya.
iii) Pengusaha yang masuk kriteria sebagai pengusaha kecil tidak wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan tidak wajib memungut, menyetor,
dan melaporkan PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang
dilakukannya sehingga pengusaha kecil diberikan kebebasan memilih untuk
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak atau tidak. Jika memilih untuk

14
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, maka wajib melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada pasal 3A ayat 1 UU PPN.

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak tidak Langsung yang dikenakan pada setiap
pertambahaan nilai atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam
15
pendistribusiannya dari produsen dan konsumen.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor
produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan
memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. Mekanisme cara menghitung
pajak pertambahan nilai adalah pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada
pihak pedagang atau produsen
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak
maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya
tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda.

B. Saran
Sudah saatnya, kita sebagai warga negara Indonesia bersimpati dan berempati
terhadap pentingnya pajak untuk pertumbuhan dan pembangunan Indonesia. Dengan
taatnya masyarakat membayar pajak, maka akan tercipta sarana umum yang baik dan
nyaman digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, Anang. 2019. Pemaasaran Produk dan Merek. Surabaya: Qiara Media

Kkotle, Philip., Armstrong, Gary. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi 12 Jilid 1. Jakarta:
Erlangga

http://repository.uin-suska.ac.id/7112/2/BAB%20I.pdf

https://www.academia.edu/29655290/KELOMPOK_6

16
https://www.google.com/search?
q=latar+belakang+merek+kemasan+dan+label&oq=&aqs=chrome.1.35i39i362l8.1636527185j0
j15&sourceid=chrome&ie=UTF-8

17

Anda mungkin juga menyukai