Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

PERPAJAKAN
KONSEP DASAR PPN dan PPnBM

DOSEN PENGAJAR : Dr. Vince Rsinawati, SE, M.Si, AK, BKP, CA

KELOMPOK 1

1. Adhitya Hadhi Pratama -170246725


2. Mayta Kusuma Pujayanti – 1710246648
3. Yesi Tria Anita - 1710246656

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tema daripada makalah kali
ini adalah “Konsep Dasar PPn dan PPnBm”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas didalam mata kuliah Perpajakan, yang
mana materi didalam makalah ini digunakan sebagai acuan presentasi yang dilakukan pada
hari yang bersangkutan.

Dalam penyusunan makalah ini, kami merasa masih ada beberapa kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi. Untuk itu bagi dosen pembimbing kami minta kritik dan
saran agar untuk berikutnya kami dapat memperbaiki pembuatan makalah ini di masa yang
akan datang.

Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya
mahasiswa fakultas ekonomi.

Pekanbaru, 08 Desember 2018

Salam

Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 2
A. Karakteristik dan Mekanisme Pengadaan PPN dan PPnBM ........................................... 2
B. Objek Pajak dan Yang Dikecualikan............................................................................... 6
C. Dasar Pengenaan Pajak ................................................................................................... 11
D. Penyerahan dan Bukan Penyerahan ................................................................................. 14
E. Barang dan Jasa Kena Pajak ............................................................................................ 17
F. Daerah Pabean dan Kawasan Berikat .............................................................................. 22
G. Saat dan Tempat PPN Terutang ....................................................................................... 27
H. Contoh dan Kasus Perhitungan PPN dan PPnBM ........................................................... 23
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 34
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pajak adalah kontribusi wajib Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang ditimbulnya kewajiban
pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi
penentu kecuali untuk kasus tertentu.

Dikenakan setiap rantai distribusi (multi stage tax). Sepanjang suatu transaksi
memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP penjual
berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian menyetorkan ke
kas Negara dan kemudian melaporkannya.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service Tax (GST). PPN
termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan suatu paket dalam undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai. Mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda
dengan PPN.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK DAN MEKANISME PENGADAAN PPN DAN PPnBM


Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dasar hukum PPN dan PPnBM adalah UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah
dengan UU No 11 tahun 1994, diubah lagi dengan UU No. 18 tahun 2000, dan
terakhir UU No. 42 tahun 2009.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
barang dan jasa di dalam daerah pabean wilayah RI yang didalamnya berlaku
peraturan Perundang-undangan pabean. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value
Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak
tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang
bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir)
tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang
tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan
atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
PPN mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 Januari 1985 untuk menggantikan
pajak penjualan (PPn). Kelebihan PPN dibandingkan pajak penjualan menurut
Mardiasmo (2009) yaitu :
 Menghilangkan pajak berganda
 Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan
 Netral dalam persaingan dalam negeri
 Netral dalam perdagangan internasional
 Netral dalam pola konsumsi
 Dapat mendorong ekspor

2
Karakteristik PPN di Indonesia :
1. Pajak Tidak Langsung
Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Tanggungjawab
pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang
atau jasa. Sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada
penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak)
2. Pajak Objektif
Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak.
Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan.PPN tidak membedakan
antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang berpenghasilan
tinggi dengan yang rendah. Jika mereka menggunakan barang atau jasa dari jenis
yang sama diperlakukan sama.
3. Multistage Tax
PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi dan
distribusi (dari pabrikan sampai ke peritel)Setiap penyerahan barang yang menjadi
objek PPN mulai dari tingkat pabrik(manufaktur) kemudian ditingkat pedagang
besar (wholeseller) dalamberbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat
pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.
4. Nonkumulatif
PPN tidak bersifat kumulatif meskipun memiliki karakteristik multistage tax
karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan pajak masukan.Oleh
karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau jasa.
5. Tarif Tunggal
PPN di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif (single tariff), yaitu 10% untuk
penyerahan dalam negeri dan 0% untuk ekspor BKP.
6. Credit Method / Invoice Method / Indirect Substraction Method
Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari
hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada saat penyerahan
barang/jasa (pajak keluaran) dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian
barang / penerimaan jasa (pajak masukan).
7. Pajak Atas Konsumsi Dalam Negeri
Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam
negeri.Atas impor BKP dikenakan PPN sedangkan atas ekspor BKP tidak
dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu pajak
dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak


pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang
disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah
pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika
PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika
PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut :
 Pada saat membeli / memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP
penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan
pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan pajak masukan. Pembeli berhak
menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
 Pada saat menjual / menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut
PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah
memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
 Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu
bulan takwim) jumlah pajak keluaran > pajak masukan, selisihnya harus
disetorkan kepada kas negara.
 Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran < pajak masukan,
selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak
berikutnya.
 Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)

Contoh :
 Sepanjang bulan Maret 2013, PT ABC mempunyai transaksi sebagai berikut :
o Membeli bahan baku seharga Rp 100 juta (dipungut PPN Rp 10 juta)
o Membeli bahan penolong seharga Rp 40 juta (dipungut PPN Rp 4 juta)
o Menjual produknya seharga Rp 200 juta (memungut PPN Rp 20 juta)

2
Maka perhitungan PPN :
Jumlah pajak keluaran : Rp 20.000.000
Jumlah pajak masukan : Rp 14.000.000
PPN Kurang bayar : Rp 6.000.000

Jumlah PPN Kurang bayar sebesar Rp 6.000.000 ini harus disetorkan ke kas
negara.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Kegiatan-kegiatan berikut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM :
1. Penyerahan BKP yang tergolong Mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan BKP yang tergolong Mewah di dalam daerah pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor BKP yang tergolong mewah

Pengenaan PPnBM tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa :


1. Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
2. Konsumsi BKP yang tergolong mewah bersifat kontraproduktif. Hal ini
merupakan upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak produktif
dalam masyarakat.
3. Produsen kecil dan tradisional menghadapi saingan berat dari komoditi impor.
Dengan motivasi ini, pengenaan PPnBM dimaksudkan untuk melindungi
produsen kecil dan tradisional atau untuk tujuan proteksi
4. Tuntutan peningkatan penerimaan negara dari tahun ke tahun

Karakteristik dan mekanisme PPnBM yaitu sebagai berikut:


1. PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP Mewah selain PPN.
2. PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada saat impor BKP yang tergolong
mewah atau pada saat penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pabrikan atau
produsen.
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya.
4. Dalam hal BKP Mewah diekspor, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat
perolehan BKP dapat diminta kembali (restitusi).
5. Pengenaan PPnBM terhadap impor BKP yang tergolong mewah tanpa
memandang siapa yang mengimpor BKP tersebut dan apakah impor tersebut
dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja.
6. Pengenaan PPnBM terhadap suatu penyerahan BKP yang tergolong mewah tidak
memandang apakah bagian dari BKP tersebut sudah atau tidak dikenakan PPnBM
pada transaksi sebelumnya.

B. OBJEK PAJAK DAN YANG DIKECUALIKAN


Objek PPN
PPN dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi karena kegiatan-kegiatan
tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
1. Penyerahan/impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP/JKP/BKP tidak berwujud
a) Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena
pajak (PKP) maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi PKP
tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan BKP harus memenuhi syarat-syarat :
 Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
 Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak
berwujud
 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Kegiatan yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP :


1) Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
2) Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian sewa
guna usaha (leasing).
3) Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
4) Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP.
5) Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat
dikreditkan.

2
6) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP
antarcabang.
7) Penyerahan BKP secara konsinyasi

Kegiatan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP :


1) Penyerahan BKP kepada makelar
2) Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang
3) Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf f dalam hal PKP
memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang (sentralisasi)

b) Impor BKP
Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui Dirjen Bea dan
Cukai.Siapapun yang memasukkan BKP ke dalam daerah pabean dikenakan
pajak tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
atau pekerjaannya ataukah tidak.

c) Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha


Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat :
 Jasa yang diserahkan merupakan JKP, penyerahan dilakukan dalam daerah
pabean, penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha/pekerjaannya.

d) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean
Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean oleh siapapun
dikenakan PPN.
Contoh :
Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan
merk yang dimiliki pengusaha B yang berkedudukan di Hong Kong. Atas
pemanfaatan merk di dalam daerah pabean oleh pengusaha A terutang PPN.

e) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa konsultan asing yang
memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di dalam daerah
pabean.
Contoh :
Pengusaha C di Surabaya memanfaatkan JKP dari pengusaha D yang
berkedudukan di Singapura.Atas pemanfaatan JKP di dalam daerah pabean
oleh pengusaha C terutang PPN.
f) Ekspor BKP berwujud oleh PKP
Ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika yang melakukan adalah pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
g) Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP
Pengertian BKP tidak berwujud yaitu :
1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan,
kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula
atau proses rahasia, merk dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelektual/industrial/hak serupa lainnya.
2) Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapanindustrial,
komersial, atau ilmiah.
3) Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial, atau komersial.
4) Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1), 2),
dan 3) berupa :
 Penerimaan / hak menerima rekaman gambar / rekaman suaraatau
keduanya yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit kabel,
serta optic atau teknologi yang serupa.
 Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman
suara atau keduanya untuk siaran televisi atau radia yang disiarkan /
dipancarkan melalui satelit, kabel, serat/optik, atau teknologi yang
serupa
 Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spectrum
radio komunikasi.
5) Penggunaan atau hak menggunakan hak film gambar hidup (motion
picture film), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara
untuk siaran radio.

2
6) Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-
hak sebagaimana tersebut diatas.

h) Ekspor JKP oleh PKP


1. Termasuk dalam pengertian ekspor JKP adalah penyerahan JKP dri dlam
daerah pabean ke luar daerah pabean oleh PKP yang menghasilkan dan
melakukan ekspor BKP berwujud atas dasar pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar daerah pabean.
2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan pihak lain. Pengenaan pajak ini dilakukan dengan
pertimbangan untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan PPN.
Untuk melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah dari PPN ini,
maka diatur tentang batasan kegiatan membangun sendiri.
3. Penyerahan aktiva oleh PKP yangmenurut tujuan semula aktiva tersebut
tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada
saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.

Objek PPnBM
PPnBM dikenakan atas :
1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKP yang tergolong mewah
2. Impor BKP yang tergolong mewah

Pengecualian Objek PPN


Berdasarkan UU no 42 tahun 2009 yang dikecualikan dari objek PPN adalah saat
penyerahan BKP/penerimaan JKP (di dalam daerah pabean) seperti :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboranyang diambil langsung dari
sumbernya, misalnya minyak mentah, gas bumi (selain elpiji), panas bumi,biji
timah, nikel dan lainnya.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak, misalnya
beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, dan lainnya.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi ditempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau catering.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
5. Jasa pelayanan kesehatan dan medis misalnya, jasa dokter umum,dokter hewan,
jasa para medis dan perawat dan lainnya
6. Jasa pelayanan social misalnya, jasa pemadam kebakaran,jasa pemberi
pertolongan pada kecelakaan, dan lainnya
7. Jasa pengiriman surat dengan perangko
8. Jasa keuangan misalnya jasa menghimpun dana dari masyrakat seperti giro,
tabungan dan lainnya
9. Jasa asuransimerupakan jasa pertanggungan yang meliputi asuransi
kerugian,asuransi jiwa dan lainnya.
10. Jasa keagamaan misalnya jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian
khotbah/dakwah
11. Jasa pendidikan seperti jasa penyelenggara pendidikan umum, pendidikan
kejuruan
12. Jasa kesenian dan hiburan semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan
hiburan
13. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
14. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri.
15. Jasa tenaga kerja seperti jasa penyelenggara latihan bagi tenaga kerja
16. Jasa perhotelan
17. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum
18. Jasa penyediaan tempat parker
19. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
20. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
21. Jasa boga atau catering

2
Pengecualian Objek PPnBM
Yang dikecualikan dari pengenaan PPnBM adalah penyerahan/impor BKP yang
tidak termasuk dalam BKP yang tergolong mewah. BKP yang tergolong mewah
meliputi :
1) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
2) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
3) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
atau apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta
menganggu ketertiban masyarakat, contoh : minuman beralkohol.
4) Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status

C. PENGUSAHA KENA PAJAK


1. Pengertian
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah
pabean.
2. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak (disingkat PKP) adalah Pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajakberdasarkan Undang-undang ini. Demikian definisi PKP
berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009. Dengan kata lain PKP adalah Pengusaha
yang usahanya adalah memperdagangkan barang kena pajak dan/atau jasa kena
pajak. Apabila Pengusaha tersebut memperdagangkan atau melakukan penyerahan
barang yang tidak kena pajak atau jasa yang tidak kena pajak, maka Pengusaha
tersebut adalah bukan Pengusaha Kena Pajak.Yang dimaksud penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-undang ini adalah penyerahan Barang dan/atau Jasa sesuai pasal 4 UU
PPN. Termasuk dalam kelompok PKP adalah pengusaha yang melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf
f UU PPN, serta bentuk kerjasama operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 143 tahun 2000. Lebih rinci lagi,
penyerahan BKP dan/atau JKP dimaksud meliputi :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
b. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
c. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pengertian PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN itu


kemudian disempurnakan lagi di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 143 tahun 2000, yaitu termasuk di dalam pengertian PKP adalah
Pengusaha yang sejak semula bermaksud mengadakan penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP atau Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
PKP berkewajiban, antara lain untuk :
 Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP
 Memungut PPN dan PPnBM yang terutang
 Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak
 Membuat nota retur dalam hal terdapat pengambilan BKP
 Melakukan pencatatan atau pembukuan mengenai kegiatan usahanya
 Menyetor PPN dan PPnBM yang terutang
 Menyampaikan SPT Masa PPN

3. Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai pengusaha kena pajak
adalah : pengusaha kecil dan pengusaha yang semata-mata menyerahkan
barang/jasa yang tidak dikenakan PPN.

4. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan
jumlah peredaran brutodan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah),sebagaimana diatur
dalam PMK NOMOR 197/PMK.03/2013.Jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhanpenyerahan Barang Kena Pajak

2
dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusahadalam rangka kegiatan
usahanya. Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender.
Pengusaha kecil tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak dan tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang dilakukannya. Namun, apabila pengusaha kecil memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maka pengusaha kecil tersebut wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib
memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukannya.
Apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) maka Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Kewajiban melaporkan usaha untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah). Apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan
adanya kewajiban perpajakan tidak dipenuhi pengusaha, Direktur Jenderal Pajak
dapat mengukuhkan pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat
tagihan pajak untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, terhitung sejak saat jumlah peredaran
bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah). Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
dilakukannya. Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu
tahun buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan
pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

D. PENYERAHAN DAN BUKAN PENYERAHAN


Penyerahan Barang Kena Pajak (Bkp)
Pengertian penyerahan dimaksudkan sebagai penyerahan hak, pengalihan hak atas
barang, pemakaian sendiri dan penyerahan lainnya seperti penyerahan karena
konsinyas( penjualan dengan cara pemilik menitipkan barang kepada pihak lain untuk
dijualkan dengan harga dan syarat yang telah ditentukan ).

Termasuk pengertian penyerahan barang kena pajak adalah :


1. Penyerahan hak atas barang kena pajak karena suatu perjanjian. Perjanjian yang
dimaksudkan meliputi jual beli,tukar menukar, jual beli dengan angsuran atau
perjanjian yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
2. Penyerahan barang kena pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan atau
perjanjian sewa (leasing). Penyerahan BKP juga dapat terjadi karena perjanjian
sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing) adapun yang dimaksud
dengan leasing adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna
usaha dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas barang
kena pajak belum dilakukan dan pembayaran atas harga jual dilakukan secara
bertahap, tetapi karena penguasaan atas barang kena pajak telah berpindah dari
penjual kepada pembeli atau dari lessor dan lessee, maka penyerahan barang kena
pajak telah terjadi pada saat perjanjian telah ditandatanganinya perjanjian.
3. Penyerahan barang kena pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang. Pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan
perjanjian perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah
atau balas jasa tertentu,contohnya komisioner. Sedangkan yang dimaksud juru
lelang adalah juru lelang pemerimtah atau yang ditunjuk oleh pemerintah.
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas barang kena pajak.
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri,
pengurus, atau karyawannya. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai

2
pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, antara lain pemberian contoh barang
untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
5. Persediaan barang kena pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sepanjang
pajak pertambahan nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat
dikreditkan. Persedian BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan,yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan
dengan pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan barang kena
pajak. Khusus untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, hanya dikenakan pajak pertambahan nilai apabila memenuhi
persyaratan, yaitu bahwa pajak pertambahan nilai pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
6. Penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan barang kena pajak antar cabang. Apabila suatu perusahaan
mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu tempat melakukan
penyerahan BKP kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang
perusahaan, maka undang–undang ini menganggap bahwa pemindahan barang
kena pajak antar tempat tersebut merupakan penyerahan barang kena pajak. Yang
dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha,
perwakilan, unit pemasaran dan sejenisnya.
7. Penyerahan barang kena pajak secara konsinyasi. Dalam hal penyerahan BKP
secara konsinyasi, pajak yang sudah dibayar pada waktu barang kena pajak yang
bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran
pada masa pajak terjadinya penyerahan barang kena pajak yang dititipkan
tersebut. Sebaliknya apabila barang kena pajak titipan tersebut tidak laku dijual
dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik barang kena pajak pengusaha
yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai
pengembalian barang kena pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam pasal 5A
UU No.42 tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. Perlu diketahui bahwa
penyerahan BKP secara konsinyasioleh pengusaha kecil sesuai ketentuan UU
PPN, tidak dikenai PPN
8. Penyerahan barang kena pajak oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan barang kena pajak.
Bukan Penyerahan Barang Kena Pajak
Bukan termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak adalah :
1. Penyerahan barang kena pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab UU Hukum Dagang. Pengertian makelar dalan KUHD adalah pedagang
perantara yang diangkat presiden atau oleh presiden dinyatakan berwenang untuk
itu. Dalam menyelenggarakan perusahaannya, yaitu melakukan pekerjaan dengan
mendapat upah atau provisi tertentu atas amanat dan atas nama orang-orang lain
yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.
2. Penyerahan barang kena pajak untuk jaminan utang piutang
3. Penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan barang kena pajak antar cabang, dalam hal PKP tersebut telah
memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jendral Pajak,
maka pemindahan barang kena pajak dari satu tempat usaha ke tempat usaha
lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar cabang) dianggap tidak
termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak, kecuali pemindahan
barang kena pajak antar tempat-tempat pajak terutang.
4. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, penekanan, pemecahan
dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan
yang menerima pengalihan adalah PKP, dan pengertian pemecahan usaha adalah
pemisahan usaha yang diatur masing-masing pereroan terbatas.
5. Barang kena pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikanyang masih tersisa pada sat pembubaran perusahaan, dan pajak
masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

Penyerahan Jasa Kena Pajak

Pengertian penyerahan jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pemberian jasa kena
pajak, yaitu setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan petunjuk dari pemesan yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN barang dan jasa dan PPnBM atas barang
mewah serta termasuk JKP yang digunakan untuk kepentingan sendiri atau JKP yang
diberikan secara cuma-cuma oleh Pengusaha Jasa Kena Pajak.Pemakaian JKP untuk

2
kepentingan sendiri atau pemberian JKP secara cuma-cuma termasuk alam pengertian
penyerahan JKP, dengan pertimbangan untuk mempertahankan adanya perlakuan
yang sama sebagaimana halnya pada pemakaian Barang Kena Pajak untuk
kepentingan sendiri atau penyerahan barang secara cuma-cuma oleh Pengusaha Kena
Pajak.

Penyerahan jasa kena pajak dikenakan atas :


1. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha ( baik PKP maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai
PKP tetapi belum dikukuhkan)
2. Pemanfaatan jasa kena pajak yang berasal dari luar daerah pabean yang dilakukan
oleh pengusaha. Jasa yang berasal dari luar daerah pabean yang dimanfaatkan oleh
siapapun di dalam daerah pabean dikenakan PPN
3. Ekspor jasa kena pajak oleh PKP, maksudnya adalah penyerahan JKP dari dalam
daerah pabean ke luar daerah pabean oleh PKP yang menghasilkan dan
melakukan ekspor.

E. BARANG DAN JASA KENA PAJAK


1. Barang Kena Pajak
Pengertian
Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang.
Barang kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang PPN 1984.
Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah:

1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan,


kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau
proses rahasia,merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial
atau hak serupa lainnya.
2) Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah.
3) Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial,
atau komersial.
4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan/ perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa:
5) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyaraka tmelalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang seupa;
6) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/ dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
7) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi;
8) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films),
film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
9) Pelepasan seluruhnya atau sebagaian hak yang berkenaan dengan penggunaan
atau pemberian hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak-hak lainnya
sebagaimana tersebut di atas.

Pengecualian BKP
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan
sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, seperti:
a) Minyak mentah (crude oil);
b) gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi
langsung masyarakat;
c) panas bumi;
d) asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu
bpermata, bentonit, dolomit, felspar (feldsfar), garam batu (halite), grafit,
granit/ andesit, gips, kalsit,kaolin,leusit,magnesit, mika, marmer, nitrat,
opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk,

2
tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras,
yarosif, zeolit, basal, dan traktit;
e) batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f) bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak,
serta bijih bauksit.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,
seperti:
a) Beras;
b) Gabah;
c) Jagung;
d) Sagu;
e) Kedelai;
f) Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/
direbus;
h) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,
disinkan, atau dikemasi.
i) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya,
dan/ atau dikemas atau tidak dikemas;dan
j) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/
atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).
2. Jasa Kena Pajak (JKP)
Pengertian
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan.

Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
1984.

Pengecualian JKP
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh
Undang-Undang PPn. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut.
1) Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
a) Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
b) Jasa dokter hewan;
c) Jasa ahlikesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli
fisioterapi;
d) Jasa kebidanan dan dukun bayi;
e) Jasa paramedis dan perawat;
f) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium;
g) Jasa psikolog dan psikiater;
h) Jasapengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
a) Jasa pelayanan Panti asuhan dan Panti Jompo;
b) Jasa pemadam kebakaran;
c) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d) Jasa lembaga rehabilitasi;
e) Jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk
krematorium;
f) Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.

2
3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.
4) Jasa keuangan, meliputi:
a) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/ atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu;
b) jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada
pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
c) jasa-jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu
kredit dan/ atau pembiayaan konsumen;
d) jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah
dan fidusia;
e) jasa penjaminan.
5) Jasa asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian,
asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen
asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.
6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
a) Jasa pelayanan rumah ibadah;
b) Jasa pemberian khotbah atau dakwah;
c) Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan;
d) Jasa lain di bidang keagamaan.
7) Jasa pendidikan, meliputi:
a) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah;
b) Jasa penyelenggraan pendidikan luar sekolah.
8) Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan.
9) Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau
televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta ynag tidak
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
10) Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar
negeri.
11) Jasa tenaga kerja, meliputi:
a) Jasa tenaga kerja;
b) Jasa Penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha peyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja disebut;
c) Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

12) Jasa perhotelan, meliputi:


a) Jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap.
b) Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
13) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin mendirikan Bangunan,
pemberian Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan
pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
14) Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan tempat parkir yang
dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/ atau pengusaha kepada pengguna
tempat parkir dengan dipungut bayaran.
15) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun swasta.
16) Jasa pengiriman uang dengan wesel pos & Jasa boga atau katering.

F. DAERAH PABEAN DAN KAWASAN BERIKAT


Daerah Pabean

Istilah Daerah Pabean merupakan istilah yang penting terutama terkait dengan
pengertian ekspor dan impor. Pengertian Daerah Pabean juga menjadi penting karena
batasan daerah pabean inilah yang menjadi batasan PPN mempunyai hak legal untuk
diterapkan karena PPN pajak atas konsumsi barang atau jasa di dalam daerah pabean.
Di luar daerah pabean, PPN tidak memiliki hak untuk dikenakan atau diterapkan.
Pengertian Daerah Pabean ini terdapat di Pasal 1 angka 1 UU PPN No 42 tahun 2009,
yaitu wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang

2
udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas
kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai
kepabeanan.PPN dan PPn BM hanya dikenakan atas barang atau jasa yang tujuan
konsumsinya di Dalam Negeri RI (Destination Principle).

Indonesia memiliki empat daerah yang terbebas dari beacukai, beamasuk, dan
PPN atau sering disebut daerah pabean. Beberapa daerah pabean itu adalah,

 Batam,
 Bintan,
 Sabang, dan
 Karimun.
Ini merupakan kawasan perdagangan bebas sehingga bebas dari pajak, seperti bea
masuk, bea cukai, dan PPN. Daerah bebas pajak ini untuk meningkatkan sektor
industri di daerah pabean. Barang kena pajak (BKP) yang keluar dari daerah pabean
harus kena pajak. Sedangkan untuk barang kena pajak dari luar daerah pabean masuk
ke daerah pabean, tidak kena pajak. "Namun harus melapor ke beacukai untuk
mendapatkan faktur tidak kena pajak,"
Sementara barang yang dipakai berulang-ulang (resumable package), seperti
kerat minuman botol dari Batam keluar Batam dan kembali lagi ke Batam serta
begitu seterusnya, juga tidak kena pajak.
Kemudian untuk mesin dan peralatan untuk kepentingan proyek infrastruktur,
keperluan perbaikan dan pengujian, atau kalibrasi untuk peragaan diberikan waktu
enam bulan untuk tidak kena pajak.
Setelah enam bulan harus dikembalikan ke daerah pabean atau dilaporkan
kembali untuk perpanjangan waktu. Semua aturan pembebasan pajak di kawasan
pabean tercantum dalam PP Nomor 2 tahun 2009 dan PMK 240/2009,"
Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak didalam daerah pabean
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPnBM) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan
PPnBM.
Untuk melakukan pemungutan PPN dan PPnBM, pengusaha (Orang Pribadi atau
Badan)harus menjadi Pengusaha Kena Pajak terlebih dahulu.
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud diwajibkan :
1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak ke
Kantor Pelayanan Pajak dimana Pengusaha tersebut bertempat kedudukan;
2. Memungut Pajak Pertambahan Pertambahan (PPN) dan atau Pajak Penjualan
Barang Mewah (PPnBM) yang terutang atas transaksi Penyerahan Barang Kena
Pajak dan atau Jasa Kena Pajak;
3. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masih harus dibayar dalam hal
Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta
menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang paling lambat
sebelum SPT Masa PPN dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Pengusaha
tersebut terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak; dan
4. Melaporkan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan atau Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ke Kantor Pelayanan Pajak dimana
Pengusaha tersebut terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat pada
akhir bulan berikut setelah terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean harus dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut. Orang Pribadi
atau Badan tersebut tidak harus menjadi Pengusaha Kena Pajak.

Kawasan Berikat
Kawasan berikat (bonded zone) adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu
di dalam wilayah pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus
di bidang pabean, yaitu terhadap barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean
atau dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan bea
cukai atau pungutan negara lainnya, sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan
impor, ekspor, atau reekspor (diekspor kembali) (PP no. 22 tahun 1986). Fungsi
kawasan berikat adalah sebagai tempat penyimpanan, penimbunan, pengolahan
barang yang berasal dari dalam dan luar negeri.

2
Kemudahan yang diberikan dalam kawasan berikat, yaitu pelayanan dan
pengurusan dokumen ekspor dan impor berada dalam satu atap (satu kantor). Seluruh
produksi dari industri yang terdapat di dalam kawasan berikat harus ditujukan untuk
ekspor, kecuali industri tekstil dapat dipasarkan di dalam negeri hingga 15% dari
seluruh hasil produksinyaa.
Di dalam kawasan berikat, diberlakukan ketentuan khusus terkait bidang pabean,
seperti ketentuan terhadap barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean atau dari
dalam daerah pabean Indonesia lainnya, tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan
bea cukai atau pungutan negara lain hingga barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan
ekspor, impor ataupun reekspor.
Jadi, sederhananya, kawasan berikat ini adalah kawasan industri yang ditujukan
khusus untuk produksi barang-barang berorientasi ekspor sehingga biaya kepabeanan
dan syarat-syaratnya diringankan dengan tujuan agar produk ekspor yang dihasilkan
lebih efisien dalam biaya.
Dalam kawasan berikat dapat dilakukan pengolahan (processing) dan atau
penyimpanan (warehousing) terhadap aneka produk yang berorientasi utama untuk
ekspor.
a. Syarat Kawasan Berikat
Suatu wilayah dapat menjadi kawasan berikat harus dapat memenuhi syarat-
syarat khusus. Jadi, tidak semua kawasan industri bisa difungsikan sebagai
kawasan berikat dan memperoleh segala fasilitas dalam kawasan berikat.
Suatu wilayah pabean di Indonesia bisa ditetapkan sebagai wilayah kawasan
berikat apabila memenuhi syarat-syarat kawasan berikat, meliputi :
1. Terdapat sarana dan prasarana untuk dapat melakukan fungsi kawasan berikat
sebagaimana yang dimaksud;
2. Merupakan wilayah yang mempunyai batas tertentu dan jelas.

Penetapan suatu wilayah termasuk kawasan berikat atau bukan, beserta setiap
perubahannya termasuk perluasan kawasan berikat, ditetapkan melalui keputusan
presiden. Adapun penguasaan kawasan berikat bertanggung jawab atas
terpenuhinya segala ketentuan umum yang berlaku terkait pelaksanaan kegiatan
usaha dalam kawasan berikat.
b. Penyelenggaraan Kawasan Berikat
Suatu kawasan berikat identik dengan terdapatnya industri-industri yang
berlokasi di dalamya. Dalam kawasan berikat ini, pengolahan industri dapat
diselenggarakan oleh berbagai jenis perusahaan dengan segala jenis barang.
Barang-barang yang dapat dimasukkan, diterima atau disimpan di dalam
kawasan berikat juga diatur dengan ketentukan khusus. Adapun ketentuan khusus
mengenai jenis barang dalam kawasan berikat tersebut, meliputi :
Untuk menentukan bagaimana pengaturan pemasukan dan pengeluaran
barang-barang serta pemindahannya dari dan ke kawasan berikat, apakah untuk
tujuan ekspor maupun impor dari daerah pabean ke daerah pabean lain di
Indonesia ditetapkan oleh Menteri perdagangan, menteri keuangan, serta
Gubernur Bank Indonesia. Mereka secara bersama-sama atau sendiri-diri sesuai
bidang tugasnya masing-masing.
Para pengusaha kawasan berikat dilarang untuk melakukan kegiatan
pengolahan dan perdagangan barang yang terhdapat di dalam penguasaannya
sendiri, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, demi kepentingan
badan usahanya.
Pengusaha kawasan berikat juga tidak megemban tanggung jawab atas mutu
ataupun hal lainnya terkait barang hasil pengolahan dalam kawasan berikat di
dalam penguasaannya. Hal ini termasuk pengemasan yang dilakukan oleh
perusahaan di dalam kawasan berikat tersebut.

c. Kawasan Berikat di Indonesia


Indonesia memiliki beberapa kawasan berikat yang aktif menyelenggarakan
kegiatan industri demi mendukung kegiatan ekspor impor. Adapun contoh
kawasan berikat yang terdapat di Indonesia atau bonded zona Indonesia, meliputi :
1. Tanjung Emas Ekspor Precessing Zona (TEPZ), lokasi di sekitaran
pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, dikelola oleh PT
Bumi Citra Nusantara;
2. Cakung
3. Tanjung Priok, lokasi di Jakarta
4. Batam, lokasi di Riau.

2
Perlu diketahui bahwa kawasan berikat merupakan strategi untuk
memaksimalkan potensi industri, yang ditujukan untuk kegiatan ekspor impor.
Hal ini sudah menjadi prioritas bagi berbagai negara di dunia.
Umumnya, tiap-tiap negara di dunia saling bersaing untuk dapat meningkatkan
pembangunan industri di negaranya dengan semaksimal mungkin. Dengan
pemaksimalan pembangunan industri, diharapkan kondisi ekonomi negara dapat
meningkat.
Karenanya, negara-negara pun berusaha untuk membangun kawasan industri
seperti kawasan berikat ini dengan konsep sebaik mungkin. Demikianlah
penjelasan mengenai pengertian kawasan berikat beserta keterangan lain terkait.

G. SAAT DAN TEMPAT PPN TERUTANG


1. Saat Ppn Terutang
Untuk menentukan saat PKP melaksanakan kewajiban membayar pajak,
penentuan saat pajak terutang menjadi sangat relevan.Tanpa diketahui saat pajak
terutang, tidak mungkin ditentukan bilamana PKP wajib memenuhi kewajiban
melunasi utang pajaknya.
Untuk menentukan saat pajak terutang sangat erat kaitannya dengan penentuan
saat timbulnya utang pajak.Sebagai pajak objektif, PPN menganut ajaran materiil
timbulnya utang pajak yaitu utang pajak timbul karena undang-undang. Dengan kata
lain dapat dirumuskan bahwa utang pajak timbul karena adanya tatbestand yang diatur
dalam undang-undang, yaitu sejak adanya suatu ke-adaan, peristiwa atau perbuatan
hukum yang dapat dikenakan pajak. Dengan rumusan yang lebih sederhana, dapat
ditentukan bahwa utang PPN mulai timbul sejak adanya objek pajak.Ajaran materiil
timbulnya utang pajak dianut oleh suatu jenis pajak yang mekanisme pemungutan
pajak-nya menggunakan self assessment system.Mekanisme pemungutan PPN
menggunakan sistem ini, sehingga timbulnya utang pajak ditentukan berdasarkan
ajaran materiil.
Dari ketentuan UU PPN Pasal 11 Tahun 2009 dapat disimpulkan bahwa pajak
terutang timbul pada saat:
 Penyerahan BKP atau JKP
 Impor BKP
 Ekspor BKP dan JKP
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
 Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
 Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau
sebelum pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean.
 Saat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Saat terutangnya PPn BM adalah pada saat:


 Impor BKP yang tergolong mewah atau;
 Penyerahan kepada pembeli dilakukan oleh produsen BKP yang tergolong mewah
tersebut.
 Perlu diingat bahwa pengenaan PPnBM hanya satu kali, sesuai dengan saat
terutangnya PPnBM tersebut.
Terutangnya PPN atas penyerahan BKP dalam rangka perubahan bentuk usaha
atau penggabungan usaha atau pemekaran usaha atau pengalihan seluruh aktiva
perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas BKP tersebut,
adalah terjadi pada saat ditandatanganinya akte yang berkenaan oleh Notaris

2. Tempat Ppn Terutang


a) Tempat terutang pajak bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP, JKP dan
ekspor BKP terutang pajak adalah:
 Tempat tinggal atau tempat kedudukan
 Tempat kegiatan usaha dilakukan
 Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
b) Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP dimasukkan dan
dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau
JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak adalah:
 Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
 Tempat kegiatan usaha.
d) Tempat lain yang ditetapkan dengan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
Bagi PKP yang terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar dan yang terdaftar di KPP
BUMN ditetapkan tempat terutang pajak hanya di tempat PKP terdaftar
(otomatis terpusat di KPP WP Besar dan KPP BUMN).

2
H. CONTOH DAN KASUS SOAL PERHITUNGAN PPN DAN PPNBM
PT. Munirah adalah PKP yang bergerak di bidang penjualan elektronik di Makassar.
Selama bulan Juli 2014 melakukan transaksi sebagai berikut :
 Penjualan langsung ke konsumen sebanyak Rp. 1.400.000.000
 Penyerahan barang elektronik kepada Pemkot Makassar sebesar Rp. 440.000.000
(sudah termasuk PPN)
 Menyumbangkan ke panti asuhan 1 buah TV seharga Rp. 4.000.000 termasuk
keuntungan sebesar Rp. 400.000
 Membangun gudang elektronik seluas 500 meter persegi di kawasan pergudangan
sendiri Rp. 350.000.000
Selanjutnya terdapat transaksi tambahan selama bulan Juli sebagai berikut :
 Mengimpor barang elektronik dari amerika seharga US$ 100.000; Asuransi US$
1.000; ongkos angkut ke Makassar US$ 2.000. bea masuk sebesar 10% dari CIF
dan bea masuk tambahan sebesar 4% dari CIF (belum memiliki API dan barang
elektronik tersebut termasuk barang mewah dengan tarif 30%; diasumsikan kurs
pajak terhadap US$ adalah Rp. 7.200
 Membeli sebuah mobil box pengangkut barang seharga Rp. 220.000.000 dan
sebuah mobil sedan untuk direktur sebesar Rp. 330.000.000 (harga kedua
kendaraan tersebut sudah termasuk PPN)

Diminta :
1. Hitung PPN dan PPnBM atas transaksi di atas
2. Berapakah PPN yang harus disetor ?

Pembahasan :
a. Penjualan langsung ke konsumen sebanyak Rp. 1.400.000.000
PPN = 10% x 1.400.000.000
= Rp. 140.000.000 (PPN keluaran)
b. Penyerahan barang elektronik kepada Pemkot Makassar sebesar Rp. 440.000.000
(sudah termasuk PPN)
DPP = 100/110 x 440.000.000
= Rp. 400.000.000
PPN = 10% x 400.000.000
= Rp. 40.000.000 (PPN Keluaran)
c. Menyumbangkan ke panti asuhan 1 buah TV seharga Rp. 4.000.000 termasuk
keuntungan sebesar Rp. 400.000
DPP = 4.000.000 – 400.000
= Rp. 3.600.000

PPN = 10% x 3.600.000


= Rp. 360.000 (PPN keluaran)

d. Membangun gudang elektronik seluas 500 meter persegi di kawasan pergudangan


sendiri Rp. 350.000.000
DPP = 20% x 350.000.000
= Rp. 70.000.000

PPN = 10% x 70.000.000


= Rp. 7.000.000 (PPN keluaran)

Transaksi tambahan selama bulan Juli :


1. Cost = US$ 100.000 x Rp. 7.200 = Rp. 720.000.000
Insurance = US$ 1.000 x Rp. 7.200 = Rp. 7. 200.000
Freight = US$ 2.000 x Rp. 7.200 = Rp 14.400.000

TOTAL CIF (cost + insurance + freight) = Rp. 741.600.000


Bea masuk (10% dari CIF) = Rp. 74.160.000
Bea masuk tambahan (4% dari CIF) = Rp. 29.664.000

Nilai Impor (CIF+bea masuk+bea tambahan) = Rp. 845.424.000


PPN = 10% x Nilai impor
= 10% x 845.424.000
= Rp. 84. 542 400 (PPN masukan)

PPnBM = 30% x Nilai impor


= 30% x 845.424.000

2
= Rp. 253.627.200

2. Pembelian mobil box


DPP = 100/110 x 220.000.000
= Rp. 200.000.000

PPN = 10% x 200.000.000


= Rp. 20.000.000 (PPN masukan)

Pembelian mobil sedan untuk direktur


DPP = 100/110 x 330.000.000
= Rp. 300.000.000

PPN = 10% x 300.000.000


= Rp. 30.000.000

Catatan : karena perhitungan PPN ini adalah untuk Perusahaan maka,


pembelian mobil sedan untuk direktur tidak boleh
dibebankan/dihitung dalam penghitungan nilai PPN yang harus
disetor nantinya.

Berapakah PPN yang harus disetor ?


PPN keluaran = 140.000.000 + 40.000.000 + 360.000 + 7.000.000
= Rp. 187.360.000

PPN masukan = 84. 542 400 + 20.000.000


= Rp. 104.542.400

Jika PPN keluaran > PPN masukan maka disebut PPN kurang bayar. Namun,
jika PPN keluaran < PPN masukan maka disebut PPN lebih bayar.

Dalam kasus ini, PPN keluaran > PPN masukan maka :


PPN kurang bayar = 187.360.000 - 104.542.400
= Rp. 82.817.600
Jadi, PPN yang harus disetor oleh PT. Munirah adalah Rp. 82.817.600

Untuk bisa menghapus sejumlah barang sebagai objek PPnBM, pemerintah telah
merevisi aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.011/2013 tentang
Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang
Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah, menjadi PMK Nomor 106/PMK.010/2015
seperti yang diterima CNN Indonesia.

Aturan yang diteken Bambang pada 8 Juni 2015 tersebut telah mendapat pengesahan
dan tercatat di lembar negara oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 9 Juni 2015 lalu.

Dalam peraturan itu, disebutkan peraturan pembebasan 33 objek barang mewah dari
pajak barang mewah (PPnBM) berlaku setelah 30 hari peraturan tersebut diundangkan.

Namun pemerintah masih tetap mengenakan pajak penjualan untuk barang yang
tergolong mewah selain kendaraan bermotor, berikut daftar barang yang tergolong
mewah beserta pengenaan tarifnya berdasarkan aturan anyar tersebut.

 Tarif 20 persen:
1. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town
house, dan sejenisnya.
2. Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan luas bangunan 350 meter
persegi atau lebih.
3. Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, clan senisnya dengan
luas bangunan 150 meter persegi atau lebih.
 Tarif 40 persen:
1. Barang sejenis balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat
udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
2. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya (kecuali untuk keperluan
negara)
3. Peluru dan bagiannya (tidak termasuk peluru senapan angin).
 Tarif 50 persen:
1. Kelompok pesawat udara selain yang tercantum dalam Lampiran II, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan udara niaga: Helikopter, pesawat udara dan
kendaraan udara lainnya.

2
2. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara:
a. Senjata artileri
b. Revolver dan pistol
c. Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam
itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
 Tarif 75 persen:
1. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan
umum: Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama
dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk
kepentingan negara atau angkutan umum.
2. Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Service Tax (GST). PPN
termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan suatu paket dalam undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai.Mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda
dengan PPN.

Daerah Pabean ini terdapat di Pasal 1 angka 1 UU PPN No 42 tahun 2009, yaitu
wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan.PPN
dan PPn BM hanya dikenakan atas barang atau jasa yang tujuan konsumsinya di Dalam
Negeri RI (Destination Principle).

Indonesia memiliki empat daerah yang terbebas dari beacukai, beamasuk, dan
PPN atau sering disebut daerah pabean. Beberapa daerah pabean itu adalah,
Batam,Bintan, Sabang, dan Karimun.

kawasan berikat ini adalah kawasan industri yang ditujukan khusus untuk
produksi barang-barang berorientasi ekspor sehingga biaya kepabeanan dan syarat-
syaratnya diringankan dengan tujuan agar produk ekspor yang dihasilkan lebih efisien
dalam biaya.

2
Daftar Pustaka

Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 (UU PPN) dan peraturan pelaksanaannya

Siti Resmi. 2015. Perpajakan: Teori dan Kasus. Yogyakarta: Salemba Empat.

Ratna Dianing.dkk, 2013, Perpajakan dan Konsep PPN dan PPnBM, Universitas Diponegoro,Semarang

http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=ppn

http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/no-106-pmk010-2015

http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-pertambahan-nilai-ppn

http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-penjualan-atas-barang-mewah-ppnbm

www.Pajak.go.id

www. Ortax.co.id

www.okezone.co.id

Www.Portal-Ilmu.Com

Anda mungkin juga menyukai