Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGADILAN PAJAK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Hukum Pajak

Dosen Pengampu: Muttaqin Choiri, M.HI

Disusun oleh:
1. Mohammad Farhan 180711100136
2. Yogi Brilliant Islamay Pasha 180711100052
3. Fifin Nur Rohmah 180711100051
4. Shindy Da El Judiyah 180711100091

HUKUM BISNIS SYARIAH


FAKULTAS KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Hukum Pajak. Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari
buku sebagai refrensi. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan
pengangkatan judul makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan
dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan menuju ke arah yang lebih baik. Demikian makalah ini, semoga dapat
bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya, sehingga menambah wawasan dan
pengetahuan tentang bab ini. Amin.

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3. Tujuan......................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................................2
2.1. Pengertian Pengadilan Pajak....................................................................................2
2.2. Ketentuan Umum Pengadilan Pajak.........................................................................3
2.3. Susunan Pengadilan Pajak........................................................................................6
2.4. Kekuasaan Pengadilan Pajak....................................................................................6
2.5. Hukum Acara Pengadilan Pajak...............................................................................7
BAB III..................................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................................13
3.1. Kesimpulan............................................................................................................13
3.2. Saran......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dalam pasal 2 UU No. 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak disebutkan


bahwa “Pengadilan pajak adalah badan pengadilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap
sengketa pajak”. Kekuasaan kehakiman dalam ketentuan diatas menegaskan bahwa
Pengadilan Pajak sebagai badan pengadilan melaksanakan fungsi dan wewenangnya
guna menegakkan hukum dan keadilan. Mengingat sengketa pajak yang masuk dalam
ranah materi tata usaha Negara dan pengadilan pajak dalam lingkungan pengadilan
tata usaha Negara. Pengadilan pajak sangat penting guna untuk menyelesaikan
sengketa perpajakan. Hukum acara pengadilan pajak tidak hanya mengenal keberatan
dan banding sebagai upaya hukum biasa, tetapi termasuk pula gugatan untuk
melawan kebijakan pejabat pajak yang terkait dengan penagihan pajak, seperti
terbitnya surat tagihan pajak dan penagihan secara paksa.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan pengadilan pajak?
2. Apa ketentuan umum pengadilan pajak?
3. Apa susunan pengadilan pajak?
4. Apa hukum acara dalam pengadilan pajak?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengadilan pajak.
2. Untuk mengetahui ketentuan umum pengadilan pajak.
3. Untuk mengetahui susunan pengadilan pajak.
4. Untuk mengetahui hukum acara dalam pengadilan pajak.

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pengadilan Pajak

Dalam pasal 2 UU No. 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak disebutkan


bahwa “Pengadilan pajak adalah badan pengadilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap
sengketa pajak”.
Pengadilan Pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak, dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa pajak.
Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib
pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada
pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang – Undang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa. Dalam menyelesaikan sengketa pajak, Pengadilan pajak
mengacu pada ketentuan – ketentuan yang dibuat berdasarkan Undang - Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Beberapa ketentuan tersebut perlu
diketahui oleh Wajib Pajak dalam mempersiapkan gugatan atau pengajuan banding
ke Pengadilan Pajak.1
Dalam Uundang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak ada
upaya hukum dalam menyelesaikan sengketa, yaitu:
1. Banding
Banding adalah Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapa diajukan banding,
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2. Gugatan
1
Sekretariat Negara Republik Indonesia , Departemen Keuangan Republik Indonesia, Buku Saku
Untuk Memahami Prosedur Dalam Pengadilan Pajak (Cetakan Kedua,2008), halaman ii

2
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau
penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan
yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

2.2. Ketentuan Umum Pengadilan Pajak


Salah satu lembaga peradilan dalam sistem peradilan Indonesia adalah
Pengadilan Pajak. Secara normatif, eksistensi Pengadilan Pajak diatur dalam UU No.
14 Tahun 2002. UU No. 14 Tahun 2002 merupakan UU yang mencabut Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Salah
satu pertimbangan yang mendasari lahirnya UU No. 14 Tahun 2002 adalah “d. bahwa
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang
berpuncak di Mahkamah Agung; dan e. bahwa karenanya diperlukan suatu
Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan
mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian Sengketa
Pajak”.

Perlunya suatu lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa pajak


merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, yang terakhir diubah
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (KUP). Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang KUP disebutkan
bahwa, “Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak”. Sehingga, peradilan pajak merupakan implementasi acara
prosedur, proses dan sistem kegiatan pengadilan dalam memutus kasus perpajakan
dan konsekuensi hukumnya. Terkait dengan eksistensi Pengadilan Pajak, Galang
Asmara menyatakan setidak-tidaknya ada 2 (dua) hal yang melatarbelakangi perlunya
Pengadilan Pajak, yakni: Keberadaan Pengadilan Pajak bertujuan untuk menegakkan
konsep negara hukum yang menghendaki adanya penegakkan hukum oleh lembaga
peradilan. Hukum yang ditegakkan disini adalah hukum dalam bidang perpajakan

3
yang terkait dengan penegakan hak dan kewajiban negara dan rakyat dalam rangka
pemungutan pajak oleh negara terhadap rakyatnya atau penduduk negara.

Pengadilan Pajak berfungsi sebagai salah satu lembaga perlindungan hukum


terutama berfungsi di dalam memberikan perlindungan terhadap Wajib Pajak dan
penanggung pajak dari tindakan Pemerintah di dalam memungut pajak terhadap
rakyat. Kedudukan Pengadilan Pajak diatur dalam Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002
yang menentukan bahwa “Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang
mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak”. Dari ketentuan di atas, maka kedudukan
Pengadilan Pajak merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman, sehingga dapat
dikatakan bahwa Pengadilan Pajak merupakan lembaga yudisial yang berfungsi untuk
menyelesaikan sengketa perpajakan. Pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2002
menentukan bahwa “Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding
atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-
Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa”.

Secara yuridis, UU No. 14 Tahun 2002 tidak menentukan kedudukan


Pengadilan Pajak sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 25 dan Pasal 27 UU No. 48
Tahun 2009. Dalam artian bahwa UU No. 14 Tahun 2002 tidak menentukan
Pengadilan Pajak adalah pengadilan khusus di bawah ke-empat lingkungan peradilan
yang ada. Ketentuan mengenai Pengadilan Pajak adalah pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan tata usaha negara hanya dapat ditemukan dalam penjelasan
Pasal 27 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 2 UU No.
14 Tahun 2002 perlu direvisi, sehingga normanya menentukan bahwa Pengadilan
Pajak adalah pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan tata usaha negara. Hal
tersebut bertujuan supaya eksistensi Pengadilan Pajak sesuai dengan UU No. 48
Tahun 2009. Kedudukan Pengadilan Pajak harus diatur seperti ketentuan Pasal 2

4
Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
yang menentukan bahwa “Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan pengadilan
khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum”.

Dilihat dari kompetensi absolut Pengadilan Pajak yakni untuk menyelesaikan


sengketa perpajakan, maka Pengadilan Pajak merupakan peradilan administrasi yang
bersifat khusus di bidang perpajakan. Suatu peradilan dikatakan sebagai peradilan
administrasi jika memenuhi unsur-unsur, yaitu salah satu pihak yang berselisih harus
pemerintah (bestuur) yang menjadi terikat karena perbuatan salah seorang pejabat
dalam batas wewenangnya, dan terhadap persoalan yang diajukan diberlakukan
hukum publik atau Hukum Administrasi. Sengketa pajak merupakan sengketa dalam
lingkup Hukum Administrasi. Pendapat ini didasarkan atas ruang lingkup hukum
pajak yang masuk dalam lingkup hukum publik. Bahkan menurut
Brotodihardjo, Hukum Pajak merupakan anak bagian dari Hukum Administrasi. 
Peradilan administrasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu peradilan administrasi murni
dan peradilan administrasi tidak murni. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa, peradilan pajak di Indonesia meliputi, peradilan administrasi murni maupun
peradilan administrasi tidak murni, yaitu : Peradilan administrasi murni, seperti
penyelesaian sengketa pajak (dulu) oleh majelis Pertimbangan Pajak (1915 s/d 1997)
dan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (1997 s/d 2001), dan (sekarang) oleh
Pengadilan Pajak (2002).

Peradilan administrasi tidak murni, seperti pembetulan dan atau pembatalan


ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak (Pasal 16 UU No. 28 Tahun 2007
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan). Dalam Pasal 2 UU No. 14
Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa, “Pengadilan Pajak adalah
badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib pajak atau
penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.” Kekuasaan
kehakiman dalam ketentuan diatas menegaskan bahwa Pengadilan Pajak sebagai
badan peradilan melaksanakan fungsi dan wewenangnya guna menegakkan hukum
dan keadilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

5
Dengan demikian, Pengadilan Pajak menurut Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 di atas
berkedudukan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman khususnya dibidang
perpajakan.

2.3. Susunan Pengadilan Pajak


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, Susunan pengadilan
pajak terdiri dari:
1. Pimpinan
2. Hakim
3. Anggota
4. Sekretaris
5. Panitera

2.4. Kekuasaan Pengadilan Pajak


Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2002, Kekuasaan Pengadilan Pajak adalah:
1. Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus
sengketa pajak.
2. Pengadilan pajak dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa
atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh perundang-undangan yang
berlaku.
3. Pengadilan pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas
pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
4. Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum
kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak.
(Pengawasan yang dimaksud diatas diatur lebih lanjut dengan keputusan ketua).2

2
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002

6
2.5. Hukum Acara Pengadilan Pajak
Pengadilan pajak merupakan badan peradilan pajak yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan
terhadap sengketa pajak dengan cara memeriksa dan memutus sengketa pajak. Hal ini
diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 dibentuklah pengadilan pajak
yang menggantikan tugas Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

A. Penyebab Sengketa Pajak


a. Kesalahan dan perbedaan dalam penerapan atau penafsiran pasal-pasal UU
mengenai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan lain sebagainya (subjek dan objek).
b. Perbedaan pencatatan dan pengakuan penghasilan antara laporan keuangan
secara komersial dan fiscal
c. Kesalahan pengenaan sanksi administrasi dalam penertiban Surat Ketetapan
Pajak (SKP)
d. Kesalahan-kesalahn formal administrasi dalam mengeluarkan keputusan.
B. Dasar Hukum
a. UU No. 17/1997 tentang BPSP (Badan Penyelesaian Sengketa Pajak)
b. UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak
C. Susunan Pengadilan Pajak
a. Pimpinan, terdiri dari seorang ketua dan paling banyak lima orang wakil ketua
b. Hakim, terdiri dari hakim ketua, hakim anggota serta hakim Ad Hoc
c. Sekretaris, yang dibantu oleh wakil sekretaris dan atau sekretaris pengganti, yang
dapat merangkap tugas sebagai panitera.
D. Macam-Macam
a. Banding, upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung
pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan UU
Perpajakan yang berlaku. Keputusan tersebut berupa penetapan tertulis di bidang
perpjakan yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang (Dirjen Pajak Dirjen Bea
Cukai).
a) Banding dapat diajukan oleh WP, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa
hukumnya

7
b) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
c) Terhadap 1 keputusan diajukan 1 surat banding
d) Disertai dengan alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal diterima
surat keputusan yang dibanding
e) Dilampiri salinan keputusan yang dibanding
f) Jika banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terhutang, maka
WP harus membayar terlebih dahulu jumlah pajak yang terhutang sebesar
50%nya
g) Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tangga diterimanya keputusan yang
dibanding.

Sengketa Pajak Dalam Banding

1. Sengketa formal, timbul apabila WP atau fiskus atau keduanya tidak mematuhi
prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan oelh UU Perpajakan, khusus UU
KUP dan UU Pengadilan Pajak
2. Sengketa Material, sengketa yang terjadi apabila terdapat perbedaan jumlah
pajak yang terutang atau terdapat perbedaan jumlah pajak yang lebih bayar
(restitusi) menurut perhitungan fiskus yang tercantum dalam SKP, dengan
perhitungan WP.
b. Gugatan, upaya hokum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau penanggung
pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat
diajukan gugatan berdasarkan peraturan per-UUan Perpajakan yang berlaku.
Keputusan tersebut misalnya berupa keputusan pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) atau Pengumuman Lelang.
a) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
b) Terhadap 1 pelaksanaan penagihan atau 1 keputusan diajukan 1 surat gugatan
c) Diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan atau
30 hari sejak tanggal diterimanya keputisan yang digugat.
E. Persiapan Persidangan

8
a. Pengadilan pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan
kepadaterbanding/tergugat dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggala diterima
Surat Banding atau Surat Guagatan
b. Terbanding/Tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan
dalam jangka waktu:
a) 3 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding
b) 1 bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan
c) Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan oleh Pengadilan Pajak
dikirim ke pemohon banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 hari sejak
tanggal diterima
d) Pemohon banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada
Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima Salinan
Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan
e) Salinan surat Bantahan dikirim kepada terbanding/tergugat dalam jangka waktu
14 hari sejak tanggal diterima.

Surat Uraian Banding, merupakan surat terbanding kepada Pengadilan Pajak


yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.
Surat Tanggapan, adalah surat dari tergugat kepada pengadilan pajak yang berisi
jawaban atas gugatan yang diajukan oleh penggugat.

F. Pelaksanaan Persidangan
a. Ketua Pengadilan Pajak menunjuk Majelis yang terdiri dari 3 orang Hakum atau
Hakim Tunggal
b. Majelis atau Hakim Tunggal bersidang pada hari yang ditentukan dan
memberitahukan hari yang dimaksud pada pihak yang bersengketa
c. Majelis atau Hakim Tunggal sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6 bulan
sejak tanggal diterimanya Surat Banding atau 3 bulan sejak tanggal diterimanya
Surat Gugatan
d. Pengadilan dimulai dengan memeriksa kelengkapan dan atau kejelasan Banding
atau Gugatan

9
e. Dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok sengketa dengan acara biasa atau acara
cepat
G. Pemeriksaan Dengan Acara Cepat

Dilakukan terhadap:

a. Sengketa pajak tertentu, yaitu sengketa pajak yang tidak memenuhi ketentuan-
ketentuan pengajuan Banding atau Gugatan
b. Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 bulan sejak Surat Gugatan
diterima
c. Tidak memenuhi salah satu ketentuan Pasal 84 ayat (1) UU Pengadilan Pajak
atau kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung dalam putusan Pengadilan Pajak
dilakukan tanpa Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dan Surat
Bantahan.
H. Pembuktian

Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas yang mengusahakan


sedapat mungkin bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti
lain. Alat bukti dapat berupa:

a. Surat atau tulisan yang terdiri dari akta autentik, akta di bawah tangan, surat
keputusan atau ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan
surat-surat atau tulisan-tulisan lain yang ada kaitannya dengan Banding atau
Gugatan.
b. Keteranagn ahli
c. Keterangan para saksi
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan hakim
I. Putusan Pengadilan Pajak
Merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hokum tetap. Tidak dapat
diajukan gugatan ke Pengadilan Umum , Peradilan Tata Usaha Negara atau Badan
Peradilan lain, kecuali putusan berupa “tidak dapat diterima” yang menyangkut

10
kewenangan/kompetensi. Namun masih dimungkinkan untuk mengajukan
Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung (merupakan upaya hokum luar biasa).
Jenis putusan pengadilan pajak:
a. Tidak dapat diterima
b. Menolak
c. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya
d. Menambah pajak yang harus dibayar
e. Membetulkan kesalahan tulis/hitung
f. Membatalkan
J. Jangka Waktu Putusan
Pemeriksaan dengan Acara Biasa
a. Atas Banding, putusan diambil dalam jangka waktu 12 bulan sejak Surat
Banding diterima. Bisa diperpanjang paling lama 3 bulan
b. Atas Gugatan, putusan diambil dalam jangka waktu 6 bulan sejak Surat Gugatan
diterima. Bisa diperpanjang paling lama 3 bulan
c. Dalam hal gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan
pajak tidak diputus dalam jangka waktu 6 bulan maka wajib diambil putusan
melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1 bulan sejak
jangka waktu 6 bulan dimaksud dilampaui.

Pemeriksaan dengan Acara Cepat untuk sengketa pajak tertentu

a. 30 hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampaui.


b. 30 hari sejak Banding atau Guagatan diterima, dalam hal diajukan setelah batas
waktu pengajuan dilampaui.
K. Pelaksanaan Putusan
a. Putusan Pengadilan Pajak dapat langsung dilaksanakan dengan tidak
memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang
b. Salinan putusan atau penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak
dengan surat dalam jangka waktu 30 hari sejak putusan diucapkan.

11
c. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang
dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima putusan.
L. Peninjauan Kembali
a. Kemahkamah agung
b. Satu kali saja
c. Tidak menunda putusan pengadilan pajak
d. Dapat dicabut kembali
M.Syarat Peninjauan Kembali
a. Putusan berdasarkan kebohongan/tipu muslihat
b. Bukti baru
c. Dikabulkan hal yang tidak disengketakan
d. Ada bagian yang belum diputus
e. Nyata-nyata tidak sesuai UU
f. Dalam jangka waktu yang ditentukan,

12
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Dalam pasal 2 UU No. 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak disebutkan


bahwa “Pengadilan pajak adalah badan pengadilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap
sengketa pajak”.
Pengadilan Pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak, dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa pajak.
Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib
pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada
pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang – Undang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa. Dalam menyelesaikan sengketa pajak, Pengadilan pajak
mengacu pada ketentuan – ketentuan yang dibuat berdasarkan Undang - Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Beberapa ketentuan tersebut perlu
diketahui oleh Wajib Pajak dalam mempersiapkan gugatan atau pengajuan banding
ke Pengadilan Pajak.

3.2. Saran

Dengan adanya makalah ini yang jauh dari kata sempurna, maka penulis
menyarankan untuk juga membaca buku-buku referensi lainnya untuk menunjang
kesempurnaan makalah serta pengetahuan pembaca sehingga bisa lebih mendalami
dan memahami tentan Pegadilan Pajak. Penulis juga mengharapkan sebuah kritik dan
saran kepada pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sekretariat Negara Republik Indonesia, Departemen Keuangan Republik Indonesia,


Buku Saku Untuk Memahami Prosedur Dalam Pengadilan Pajak (Cetakan, 2008)

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002

14

Anda mungkin juga menyukai