Anda di halaman 1dari 11

BAB V

QAWAID ASASIYAH TENTANG KESULITAN

A. Kaidah Dan Pengertian Kesulitan


1. Kaidah Kesulitan
No. Kaidah Fiqh Arti Kaidah Contoh Aplikasi TTD
َ ُ َ َ ‫َمْل‬
1. ‫ا ش َّقة ت ْج ِل ُب‬ Kesulitan bisa
menarik pada
Kebolehan akad
salam dan
َّ
‫الت ْي ِس ْي َر‬ kemudahan istishna’
padahal ada
gharar

2. Pengertian Masyaqqah
Masyaqqah secara bahasa: sulit atau berat, keletihan, kepayahan,
kesempitan, sedangkan kata at- taysir adalah as-suhulat (gampang,
mudah dan ringan). Adapun makna terminologi kaidah asasi ketiga
adalah:
ٌ َ َّ َ ُ ‫َ مْل‬ ْ َ َ ْ َّ َ ‫ْاَل‬
‫ِا َّن ا ْحك َام ال ِتى َينش اُ َع ْن تط ِب ْي ِق َه ا َح َر ٌج َعلى ا كل ِف َو َمش َّقة‬
ُ َ َ َ ُ ُ َّ ‫في َن ْفس ه َا ْو َمال ه َف‬
‫ِِّف ُف ُه َم ا ِب َم ا َيق ُع ت ْح َت ق ْد َر ِة‬9 ‫الش ِر ْي َعة تخ‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َّ َ ُ ‫مْل‬
       .‫ا كل ِف ُد ْو ُن َع ْس ٍر ا ْو َح َر ٍج‬
“Hukum yang praktiknya menyulitkan mukallaf dan pada diri dan
sekitarnya terdapat kesulitan, maka syariat meringankan beban
tersebut berada dibawah kemampuan mukallaf tanpa kesulitan
dan kesusahan”.
Masyaqqah secara istilah menurut Asy-Syatihibi ada 4 makna:
a. Masyaqqah yang mampu atau tidak mampu dilakukan oleh
mukallaf
b. Masyaqqah yang mampu dilakukan mukallaf tapi
menimbulkan kesulitan yang berat
c. Masyaqqah sebagai kesulitan yang tidak sampai keluar dari
kebiasaan umum
d. Masyaqqah yang dimaknai sebagai melawan hawa nafsu
Contoh aplikasi: transaksi jual beli, hibah, ijarah dan lain-lain jika
dilakukan karena mendapat paksaan dari orang lain disertai

47
ancaman, maka setelah hilang pemaksaan dan ancaman tersebut,
penjual berhak membatalkan transaksinya.

B. Rasionalisasi Kemudahan Dalam Islam


Allah SWT sebagai musyari’ memiliki kekuasaan yang tiada tara,
dengan kekuasaannya-Nya itu dia mampu menundukkan ketaatan
manusia untuk mengabdi kepadanya. Agar dalam realisasi
penghambaan itu tidak terjadi kekeliruan maka dia membuat aturan-
aturan khusus yang disebut sebagai syariah demi kemashlahatan itu
sendiri. Tentunya syariah itu disesuaikan dengan tingkat kemampuan
dan potensi yang dimiliki seorang hamba, karena pada dasarnya syariah
itu bukan untuk kepentingan tuhan melainkan untuk kepentingan
manusia sendiri.

C. Dasar Kaidah
1. Dalil Al-Qur’an Al-Karim
a. QS. Al-Baqarah: 185
ْ ُ ‫اَل‬ ْ ُ ُ ُْ ُ
)185 : ‫(البقرة‬.....‫هللا ِبك ُم ال ُي ْس َر َو ُي ِر ْي ُد ِبك ُم ال ُع ْس َر‬ ‫ ي ِريد‬....
Artinya : “Allah Meringankan bagi kalian kemudahan dan
tidak menginginkan bagi kalian kesulitan,”
b. QS. Al-Baqarah: 286
َّ َ ُ ُ 9 َ ُ ‫اَل‬
)286 : ‫هللا ن ْف ًسا إال ُو ْس َع َها (البقرة‬ ‫يك ِِّلف‬
Artinya :“Allah tidak membebani seorang jiwa kecuali sesuai
kemampuannya.”
2. Dalil As-Sunnah
a. Hadis Abu Umamah
ْ ُ ُ ‫ّ اَل‬ َ ‫ َق‬:‫ال‬
َّ ‫ال‬ َ ‫َع ْن َابي ُأ َم َام َة َق‬
‫الن ِب ُّي ص م ِإ ِني أ ْب َعث ِبال َي ُه ْو ِد َّي ِة‬ ِ
َ َ ْ ُ ْ ُ ّ َ ْ ‫َواَل بالن‬
َّ ‫ص َرا ِن َّي ِة َول ِكني ب ِعثت بالح ِن ْي ِف َّي ِة‬ َّ
.‫الس ْمح ِة‬ ِ ِ ِ
Dari Abu Umamah berkata : Rasulullah bersabda : “Saya
tidak utus dengan membawa agama Yahudi dan Nasrani
namun saya di utus membawa agama yang lurus lagi mudah.”
(HR. Ahmad 5/266 (21788)

48
b. Hadis dari Abu Hurairah
ُ َ َ ‫َ ْ َ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ٌّ َ َ َ مْل‬
‫ال ِفي ا ْس ِج ِد ف َت َن َاول ُه‬ ‫عن ا ِبي هري رة ق ال ق ام أع ر ِابي فب‬
َ
‫الن ِب ُّي ص م َد ُع ْو ُه َو َه ِر ْي ُق ْوا َعلى َب ْو ِل ِه‬ َّ ‫ال َل ُه ْم‬َ ‫اس َف َق‬ ُ ‫الن‬َّ
َ ْ َ َُ َ ً
‫َس َجال ِم ْن َم ٍاء أ ْو ذن ْو ًب ا ِم ْن َم ٍاء ف ِإ َّن َم ا ُب ِعث ُت ْم ُم َي ِ ّس ِر ْي َن َول ْم‬
ُ ُ
.‫ت ْب َعث ْوا ُم َع ِ ّس ِر ْي َن‬
Dari Abu Hurairah berkata : “Ada seorang Arab Badui yang
kencing di masjid, lalu para sahabat memarahinya, maka
Rasulullah bersabda: “Biarkan dia, tuangkan saja pada
kencingnya air satu timba, sesungguhnya kalian diutus untuk
membawa kemudahan dan bukan di utus untuk menyulitkan.”
Dalil-dalil yang di atas menunjukkan:
1) Kesulitan dinafikan dalam syariat.
2) ‘Illah (sebab) sebagian hukum syar’i diperintahkan adalah
untuk mempermudah.
3) Setelah ditelaah, setiap hukum syar’i itu mudah untuk
dijalankan dan terdapat maslahat bagi hamba, inilah nikmat
Allah.

D. Klasifikasi Kesulitan
Prof. Dr. Wahbah Az- Zuhaili mengklasifikasikan kesulitan dalam
2 kategori:
a. Kesulitan mu’tadah adalah kesulitan yang alami, dimana manusia
mampu mencari jalan keluarnya sehingga ia belum masuk pada
keterpaksaan.
b. Kesulitan ghairu mu’tadah adalah kesulitan yang tidak pada
kebiasaan, dimana manusia tidak mampu memikul kesulitan itu,
karena jika ia melakukannya niscaya akan merusak diri dan
memberatkan kehidupannya.

E. Karakter Masyaqqah:
Karakter masyaqqah dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Masyaqqah yang diluar kemampuan manusia, Maka ini tidak
mungkin terdapat dalam syariat Islam. Misalkan: berpuasa sepuluh
hari berturut turut siang dan malam, berjalan diatas air, terbang

49
tanpa alat dan lainnya. Ini semua tidak mungin disyariatkan oleh
Allah dan Rasul Nya.
b. Masyaqqah yang biasa. Masyaqqah model ini mesti ada dalam
semua beban syar’i, karena semua perintah dan larangan pasti akan
membawa sedikit beban pada jiwa yang diberi beban tersebut.
Maka Masyaqqah model ini terdapat dalam syariat Islam dan
bukan yang dimaksud dengan ayat dan hadits diatas.
Misal: Puasa sehari dari terbit fajar sampai terbenam matahari, ini
pasti ada masyaqqahnya akan tetapi dalam kadar yang wajar.
Shalat shubuh, ini juga ada sedikit Masyaqqah, karena harus
bangun dan berwudlu di saat mungkin masih ngantuk atau udara
dingin. Namun semua ini masyaqqah dalam batas yang wajar,
Begitu juga mengeluarkan zakat dari sebagian harta dan lainnya.
c. Masyaqqah yang sangat amat berat meskipun sebenarnya mampu
dilakukan oleh manusia. Masyaqqah yang ini juga tidak terdapat
dalam syariat Islam, karena keutaman Allah yang diberikan kepada
hamba Nya.
Misalnya: Shalat lima puluh kali sehari semalam, seandainya Allah
memerintahkannya kepada manusia maka hal ini bisa dilakukan
oleh mereka, namun dengan sebuah Masyaqqah yang sangat berat
sekali. Oleh karena itu Allah tidak mensyariatkan hal ini pada
ummat Islam.
Begitu pula harus difahami, bahwa jika Allah dan Rasul Nya
mensyariatkan sesuatu yang kelihatannya sangat berat, maka harus
difahami dengan dua kemungkinan :
a. Kita harus meyakini bahwa dibalik syariat yang berat tersebut ada
hikmah dan tujuan yang jauh lebih besar. Misalnya: Syariat jihad
berperang di jalan Allah melawan orang kafir. Syariat ini kelihatan
berat karena harus mengorbankan harta benda, keluarga bahkan
jiwa. Mungkin dengan jihad ini seorang wanita kehilangan
suaminya dan seorang anak kehilangan ayahnya. Namun dibalik
itu semua ada hikmah berharga yaitu meninggikan kalimat Allah
di muka bumi dan Allah menyediakan pahala yang sangat besar
bagi para mujahid fi sabilillah.
b. Kalau tidak demikian, maka harus kita sadari bahwa apa yang
dianggap berat itu sebenarnya bukan sebuah keberatan, namun
karena jiwa manusia yang kotorlah yang menganggap itu berat.
Bukankah kalau seseorang sedang sakit maka makanan yang

50
sebenarnya tidak keras pun terasa keras, bukanlah kalau sedang
sakit makanan yang sebenarnya manis pun terasa pahit.

F. Kualifikasi Masyaqah
As-Suyuthi membagi masyaqqah ke dalam 2 bagian:
a. Masyaqqah yang tidak dapat menggugurkan kewajiban, yakni
masyaqqah yang sudah menjaid tabiat dasar dan konsekuensi logis
dari pekerjaan yang dilakukan.seperti: lelah dalam ibadah shalat
dan ibadah haji, lapar dalam ibadah puasa dll.
b. Masyaqqah yang dapat menggugurkan kewajiban, yakni
masyaqqah dalam melakukan kewajiban yang seandainya tidak
mendapat keringanan maka akan menyebabkan timbulnya akibat
fatal yang justru akan membuat kewajiban itu menjadi
terbengkalai, masyaqqah itu ada 3 tingkatan:
1) Masyaqqah a’la atau al-masyaqqah al-adzimah (sangat berat
dan sulit ditanggung): kekhawatiran akan hilangnya jiwa dan
atau rusaknya anggota badan (maslahah dharuriyyah),
menyebabkan taisir/kemudahan (rukhshah)
2) Masyaqqah mutawassith atau al-masyaqqah al-
mutawassithah (sedang): masyaqqah semacam ini harus
dipertimbangkan, apabila lebih dekat dengan masyaqqah yang
berat, maka ada kemudahan (rukhshah). Apabila lebih dekat
kepada masyaqqah yang ringan, maka tidak ada kemudahan
3) Masyaqqah adna atau al-masyaqqah al-khafifah (ringan):
bisa ditanggulangi dengan mudah yaitu dengan sabar.

G. Metode Menemukan Masyaqqah


Metode taqribi (metode pendekatan apakah lebih dekat ke level
adna: tidak ada rukhshah atau lebih dekat ke level mutawassith sehingga
dapat rukhshah). Imam Izzuddin mencontohkan: orang puasa pasti,
lapar, haus dsb (level adna), ketika ditambah masyaqqah sakit (naik ke
level mutawassith) maka dapat rukhshah.

H. Diskursus Azimah dan Rukhshah


a. Azimah adalah formulasi hukum yang masih pada asal tasyri’nya,
belum mengalami perubahan hukum akibat mempertimbangkan
subjek hukum, situasi dan kondisi serta tempat tertentu.
b. Rukhshah adalah formulasi hukum yang diberikan syariat pada
mukallaf yang mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Artinya
51
formulasi hukum yang telah mengalami perubahan dikarenakan
mempertimbangkan subjek hukum, situasi dan kondisi serta tempat
tertentu.

I. Hukum-Hukum Rukhshah
Rukhsah dilihat dari implementasi mukallaf sesuai dengan
tuntutannya menurut H.A. Jazuli & I. Nurul Ain dibagi dua:
a. Rukhshah al-tarki, yaitu rukhshah untuk meninggalkan perbuatan.
b. Rukhshah al-fi’li, yaitu rukhshah untuk melakukan perbuatan.
Sedangkan as-Suyuthi merincinya menjadi lima sebagai berikut:
a. Rukhshah wajib, misal makan bangkai bagi orang yang sangat
kelaparan (dlarurat)
b. Rukhshah sunnah, qashar shalat bagi musafir yang telah melewati 2
marhalah
c. Rukhshah mubah, transaksi salam dan ijarah
d. Rukhshah khilaful aula, jamak shalat dan ifthar bagi musafir yang
tidak mengalami sulit
e. Rukhshah makruh, qashar shalat bagi musafir yang belum
mencapai 3 marhalah (142 km) untuk menghindari khilaf imam
Hanafi.

J. Hukum Pemanfaatan Rukhsah


Imam Jalal al-Din Abd al-Rahman ibn Abi Bakr al-Suyuthi
merinci hukum pemanfaatan rukhsah sebagai berikut:
a. Keringan yang wajib dilakukan, seperti kebolehan memakan
bangkai dalam keadaan paceklik dan memakan (meminum) benda
najis untuk menyembuhkan penyakit.
b. Keringanan yang sunat dilakukan, seperti menyederhanakan shalat
dalam perjalanan, berbuka puasa bagi yang sakit dan dalam
perjalanan, dan melihat wajah perempuan yang dipinang.
c. Keringanan yang mudah (boleh) dilakukan, seperti jual beli dengan
cara salam (bay’al-salam).
d. Keringanan yang lebih baik ditinggalkan, seperti mengusap sepatu
dan berbuka puasa bagi musafir secara fisik memungkinkan
melanjutkan puasa.
e. Keringanan yang makruh dilakukan, seperti menyederhanakan
shalat bagi musafir yang perjalanannya kurang dari tiga marhalah.

52
K. Macam-Macam Taisir (Keringanan)
Ada tujuh macam:
a. Takhfif isqath (penghapusan) : tidak wajib haji bagi tidak mampu
b. Takhfif tanqish (pengurangan) : qashar
c. Takhfif ibdal (penggantian) : tayammum
d. Takhfif taqdim ( mendahulukan) : zakat fitrah di bulan Ramadhan
e. Takhfif ta’khir ( mengakhirkan) : jama’ ta’khir
f. Takhfif tarkhis ( kemurahan) : anak kecil melakukan jual beli dgn
persetujuan walinya
g. Takhfif taghyir ( perubahan cara ) : shalat khauf

L. Asbabut Taisir,
Ada 7 macam:
a. Ikrah (terpaksa), minum miras karena diancam
b. Nisyan (lupa), lupa makan saat puasa
c. Jahl (kekurang tahuan), tidak tau kalau banyak bergerak
membatalkan shalat
d. ‘Usr (kesulitan), cipratan air hujan di jalan yang terkena celana
e. Safar (bepergian), qashar shalat bagi musafir
f. Maradl (sakit), boleh tidak puasa bagi orang yang sakit
g. Naqish (kurang), orang gila tidak terkena kewajiban shalat karena
kurang akalnya

M. Tatabu’ur Rukhash (Mencari-Cari Rukhshah)


Orang yang sengaja mencari-cari rukhshah hukumnya tidak boleh
(malah tidak mendapat rukhshah), begitu juga mencari-cari pendapat
ulama dengan tujuan mencari yang termudah (karena ittiba’ al-hawa)

N. Rukhshah dalam Muamalah


Banyak aspek yang mendasari rukhshah dalam muamalah, seperti
gharar (keidakjelasan), dan ini sangat dilarang syara’. Dalam
hubungannya dengan rukhshah, gharar dibagi 3:
a. Gharar yang tidak sulit dihindari sehingga tidak boleh dilakukan,
seperti gharar pada penjualan janin binatang yang masih dalam
kandungan
b. Gharar yang sulit dihindari sehingga terpaksa dilakukan seperti
menjual telur, delima, semangka, kelapa, kacang tanah yang dijual
beserta kulitnya.
c. Gharar antara keduanya, terbagi menjadi 2:
53
1) Masyaqqah besar tapi tidak sulit dihindari, seperti penjualan
barang yang tidak ada di tempat transaksi
2) Transaksi yang tidak mengandung resiko besar tapi jika
dilakukan akan menimbulkan masyaqqah, ini di ma’fu. Contoh
membeli biji-bijian dengan hanya melihat permukaannya saja
(atau sampelnya saja).
Dalam ranah praktis syara’ membolehkan transaksi yang pada
dasarnya dilarang karena dilakukan pada barang atau jasa yang tidak
ada (ma’dum), namun karena sudah menjadi kebiasaan umum maka
diperbolehkan, yaitu:
a. Ijarah
b. Muzaraah
c. Musaqah
d. Qiradl
e. Salam
f. Hiwalah
g. Khiyar
Rukhshah juga diberikan pada akad-akad jaiz (akad yang sewaktu-
waktu para pihak dapat membatalkannya) seperti: syirkah, wakalah,
ariyah dsb. Alasannya sebab kalau dirubah ke akad lazim maka akan
menimbulkan kesulitan bagi para pihak tersebut.

O. Rukhshah dalam bidang Muamalah yang Lain


a. Rukhshah takhfif dalam pernikahan seperti:
1) Talak, untuk menghindari masyaqqah saat perkawinan tidak
bisa diteruskan
2) Khulu’, untuk imbangan bagi wanita yang tidak punya hak
talak
3) Ruju’, karena sangat mungkin terjadi karena pertimbangan
yang kurang matang
b. Rukhshah dalam sumpah dan dhihar, adanya kafarah adalah
memberikan alternatif (keringanan) bagi pelaku untuk tidak
melakukan/melanggar sumpahnya dikarenakan berat atau menyesal
terhadap sumpah yang diucapkannya, begitu juga pada dhihar.
c. Rukhshah bagi sayyid dan budaknya, seperti: jumat, haji dan zakat
karena memberatkan budak yang akan mencicil kemerdekannya
dan bagi sayyid menunda perolehan cicilan dari budak
mukatabnya.

54
d. Ruhshah dalam qishah, adanya alternatif diyat bagi terpidana
qishah, tidak seperti pada zaman nabi Musa dan Isa.
e. Rukhshah bagi mujtahid dan hakim, tuntutan pencapaian derajat
kebenaran dhann dalam berijtihad

P. Cabang-Cabang Kaidah:

No Kaidah Fiqh Arti Kaidah Contoh Aplikasi TTD


1 ‫اق‬ َ ‫ض‬ َ ‫َأَاْل ْم ُر إ َذا‬ Segala sesuatu jika Jika kesulitan dalam
ِ keadaan sempit membayar hutang,
َ َ َ َ َّ
‫ِاتسع و ِإذا‬ (darurat), bisa maka hendaknya
َ ‫اْل‬ َّ menjadi luas. Namun diberi tangguhan atau
‫ات َس َع ا ْم ُر‬ jika sudah luas kemudahan lain
(normal kembali) (diangsur)
‫اق‬َ ‫ض‬ َ maka menjadi sempit

2 ‫ات‬ ُ ‫لض ُر ْو َر‬ َّ ‫َا‬ Dlarurat dapat Diperbolehkan


membolahkan mengambil harta
ُ
‫ت ِب ْي ُح‬ sesuatu yang orang yang berhutang
ُ ْ َ ‫مْل‬ sebelumnya tapi tidak mau
‫ات‬ ِ ‫ا حظ ْو َر‬ terlarang, baik yang membayar
َ َ َ ً َّ َ umum maupun yang
‫ان ا ْو‬ ‫عامة ك‬ khusus.
ً َّ َ
‫اصة‬ ‫خ‬
ُ
3 ‫َما أ ِب ْي َح‬ Segala sesuatu yang
diperbolehkan
Hakim berhak
menyita harta atau
َ
‫لض ُر ْو َر ِة ُيق َّد ُر‬ َّ ‫ل‬
ِ karena kondisi
darurat, maka diukur
memerintah menjual
aset barang orang
َ‫ب َقدْرها‬ sesuai kebutuhan yang menunda-nunda
ِ ِ saja membayar hutang
senilai hutangnya
َْ ُ َ َ َْ
4 ‫اجة تن ِز ُل‬ ‫الح‬ Sebuah hajat, baik
umum atau khusus
Kontrak salam, jual
beli wafa’, istishna’
ََ َْ
‫من ِزلة‬ itu bisa menempati
posisi darurat
dan muamalah-
muamalah lain yang
ً َّ َ ُ َ ْ ُ َّ َ
‫الضرورة عامة‬ pada akadnya tidak
ً َّ َ ْ َ tampak tapi
‫اصة‬ ‫أو خ‬ kebutuhan manusia
menghendaki hal itu.
‫َإْل ْ َ ُ اَل‬
5 ‫ا ض ِطرار‬ Dlarurat
membatalkan
tidak
hak
Kalau ada sebuah
kapal dilaut mau

55
‫ُي ْب ِط ُل َح َّق‬ orang lain tenggelam
terlalu
karena
berat
َْ
‫الغ ْي ِر‬ muatannya
diperbolehkan
maka

membuang benda-
benda berat yang ada
di dalamnya tapi
pemilik kapal wajib
menggantinya
ْ
6 ‫اج َاز ِل ُعذ ٍر‬ َ ‫َم‬ Sesuatu yang boleh
karena udzur, maka
Wanita yang sedang
menstruasi dilarang
َ
‫َبط َل ِب َز َو ِال ِه‬ batal karena
hilangnya udzur.
shalat dan puasa.
Larangan tersebut
menjadi hilang bila
menstruasinya
berhenti.
‫ُّ َ ُ اَل‬
7 ‫الرخص‬ Keringanan itu tidak
dikaitkan dengan
Orang
untuk
berpergian
berjudi
ََ ‫ُ َ ُ مْل‬
‫اصى‬
ِ ‫تناط ِبا ع‬ kemaksiatan. kehabisan uang dan
kelaparan kemudian
makan daging babi,
maka orang ini tidak
bisa diberi
keringanan, tetapi
justru malah berdosa.
َ ‫ْ مْل‬
8 ‫ُين َز ُل ا ْج ُه ْو ُل‬ Sesuatu yang tidak
diketahui
Barang temuan yang
telah mencapai satu
َ ‫ْ َ َ مْل‬
‫َمن ِزلة ا ْع ُد ْو ِم‬ keberadannya
diposisikan dalam
tahun
ditemukan
dan tidak

posisi yang tidak pemiliknya maka


ada. dapat dimiliki oleh si
penemu lantaran
barang yang tidak ada
pemiliknya sama
dengan shadaqah.
Begitu pula dengan
barang titipan.
9 ُ ‫لض َر ُر اَل ُي َز‬
‫ال‬ َّ ‫َا‬ Kemadlaratan tidak Dokter tidak boleh
bisa dihilangkan mengobati pasien
َّ ‫ب‬
‫الض َر ِر‬ dengan yang memerlukan
ِ kemadlaratan yang tambahan darah
lain dengan mengambil
darah pasien lain
yang mana jika

56
diambil darahnya
penyakitnya tambah
parah
‫اَل‬
10 ‫َما ُي ْم ِك ُن‬ Apa yang tidak
mungkin menjaganya
Orang yang sedang
puasa dan berkumur-
‫الت َح ُّر ُز ِم ْن ُه‬َّ (menghindarinya)
maka hal itu
kumur maka tidak
bisa menghindar dari
‫ًم ْع ُف ٌّو َع ْن ُه‬ dimaafkan rasa air di mulut atau
masih ada sisa-sisa

57

Anda mungkin juga menyukai