Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MODEL BISNIS MODERN, PRAKTEK MAL-BUSINESS DAN PERSAINGAN DALAM


ETIKA BISNIS ISLAM
“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika & Hukum Bisnis Islam”

Disusun Oleh :
Kelompok 6

Hamriani 18 0403 0102


Herma Suryana 18 0403 0129
Tenri Abeng 18 0403 0114

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Model Bisnis Modern,
Praktek Mal-Business dan Persaingan Dalam Etika Bisnis Islam” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Masrahati, S.E.I.,M.E. pada mata kuliah Etika & Hukum Bisnis Islam. Selain itu, makalah
ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Model Bisnis Modern, Praktek Mal-
Business dan Persaingan Dalam Etika Bisnis Islam” bagi para pembaca dan juga penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Masrahati, S.E.I.,M.E. selaku dosen
pada mata kuliah Etka & Hukum Bisnis Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, kritk serta
saran yang bersifat membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palopo, 22 November 2020

Kelompok VI

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 2
A. E-Business dan Praktek Mal-Business.................................................................. 2
B. Jenis-Jenis Praktek Mal-Business Dalam Islam ................................................... 3
C. Persaingan Bisnis, Suatu Keniscayaan ................................................................. 6
D. Ajaran Islam Dalam Bersaing Secara Sehat Dalam bisnis ................................ 8
E. Nilai-Nilai Islam Dalam produksi ..................................................................... 11
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 14
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi yang sangat dramatis dalam beberapa
tahun terakhir telah membawa dampak transformational pada berbagai aspek
kehidupan, termasuk di dalamnya dunia bisnis. Setelah berlalunya era “total
quality” dan “reengineering”, kini saatnya “era elektronik” yang ditandai dengan
menjamurnya istilah-istilah e-business, e-university, e-government, e-economy,
e-emtertainment, dan masih banyak lagi istilah sejenis.
Salah satu konsep yang dinilai merupakan paradigma bisnis baru adalah e-
bussiness atau dikenal pula sebagai kajian yang relatif masih baru dan akan terus
berkembang, e-bussiness berdampak besar pada praktek bisnis, setidaknya dalam
hal penyempurnaan direct marketing, transformasi organisasi, dan redefinisi
organisasi. Model bisnis ini menekankan pertukaran informasi dan transaksi
bisnis yang bersifat peperless, melalui Elektronik Data Interchange (EDI),
E-mail, dan teknologi lainnya yang juga berbasis jaringan.
Oleh karena itu, dalam dunia bisnis yang makin berkembang saat ini.
Sangat penting untuk mengetahui apa itu E-Business dan apa saja dapat kita
lakukan dengan E-Business sehingga kita memanfaatkannya secara maksimal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian E-Business dan Praktek Mal-Business ?
2. Apa saja Jenis-Jenis Praktek Mal-Business ?
3. Bagaimana Persaingan Bisnis, Suatu Keniscayaan ?
4. Bagaimana Ajaran Islam dalam Bersaing Secara Sehat Dalam Bisnis ?
5. Apa saja Nilai-Nilai Islam Dalam Produksi ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. E-Business dan Praktek Mal-Business


1. Pengertian E-Business
E-Business adalah aktifikasi bisnis yang dijalankan seluruhnya atau
secara signifikan dengan menggunakan teknologi semacam internet. Banyak
orang mengasumsikan bahwa e-Commerce dan e-Business adalah sama.
Istilah e-Commerce dan e-Business mungkin kedengarannya sama tapi secara
teknis sebenarnya keduanya berbeda. Keduanya memang memiliki huruf “e‟
yang mengindikasikan penggunaan elektronik termasuk internet dan EDI
(electronic data interchange) untuk mengembangkan proses bisnis.
Secara definisi e-Commerce merupakan bagian dari e-bisnis, namun
tidak semua e-Business berarti e-Commerce. E-Commerce lebih sempit jika
dibandingkan e-Business, di mana e-Commerce adalah sub perangkat dari e-
Business. Di mana e-Business sangat luas, menunjuk kepada penggunaan
teknologi untuk menjalankan bisnis yang memberikan hasil, memberikan
dampak yang besar kepada bisnis secara keseluruhan.
2. Pengertian Praktek Mal-Business
Praktek mal bisnis adalah mencakup semua perbuatan bisnis yang
tidak baik, jelek, (secara moral ) terlarang, membawa akibat kerugian bagi
pihak lain. Praktek mal bisnis dalam pengertiannya mencakup semua
perbuatan bisnis yang yang tidak baik, jelek, sia-sia, membawa akibat
kerugian, maupun melanggar hukum yaitu perbuatan-perbuatan tercela yang
di lakukan oleh businessman atau pegawai suatu bisnis baik untuk keuntungan
bisnisnya maupun yang merugikan bisnis pihak lain. Perilaku yang ada dalam
praktek bisnis mal sangat bertentangan dengan nila-nilai yang ada dalam
Al-Qur’an

2
B. Jenis-Jenis Praktek Mal-Business dalam Islam
1. Riba
Riba dari segi bahasa berarti ziyadah (kelebihan) atau tambahan.
Sedangkan menurut istilah syara’, berarti bertambahnya harta (dalam
pelunasan hutang) tanpa imbalan jasa apapun. Dalam al-Qur’an pengertian
riba dipakai untuk istilah bunga. Tetapi dari segi ekonomi riba berarti surplus
pendapatan yang diterima dari debitur sebagai imbalan karena menangguhkan
untuk waktu atau periode tertentu. Riba dilarang bukan hanya di kalangan
kaum Muslim saja tetapi juga dilarang di kalangan agama lain, terutama
agama samawi. Islam menganggap riba sebagai kejahatan ekonomi yang
menimbulkan penderitaan bagi masyarakat, baik itu secara ekonomis, moral,
maupun sosial.
Dalam mengungkap rahasia makna riba dalam al-Qur’an, ar-Razi menggali
sebab dilarangnya riba dari sudut pandang ekonomi, dengan beberapa indikasi
sebagai berikut :
a. Riba tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbangan
apapun. Padahal, menurut sabda Nabi harta seseorang adalah seharam
darahnya bagi orang lain.
b. Riba dilarang karena menghalangi pemodal untuk terlibat dalam usaha
mencari rezeki. Orang kaya, jika ia mendapatkan penghasilan dari riba,
akan bergantung pada cara yang gampang dan membuang pikiran untuk
giat berusaha.
c. Riba biasanya pemodal semakin kaya dan bagi pe-minjam semakin
miskin, sekiranya dibenarkan maka yang ada orang kaya menindas orang
miskin.
d. Riba secara tegas dilarang oleh al-Qur’an.
2. Perjudian (qimar atau maisir)
Adapun judi dalam bahasa arab disebut al-maisir, al-qimar, rahanahu fi
al-qimar li'bun qimar, muqamarah, maqmarah (rumah judi). Termasuk dalam
jenis judi adalah bisnis yang dilakukan dengan sistem pertaruhan.
3
Perilaku judi dalam proses maupun pengembangan bisnis dilarang
secara tegas oleh al-Qur'an. Judi atau al-maisir ditetapkan sebagai hal yang
harus dihindari dan dijauhi oleh orang yang beriman bersama dengan larangan
khamr dan mengundi nasib, karena termasuk perbuatan syetan. Firman
pertama yang ditunjukkan pada kejahatan ini menyatakan bahwa kejahatan
judi itu jauh lebih parah daripada keuntungan yang diperolehnya.
3. Gharar (Probabilitas atau resiko)
Gharar pada arti asalnya adalah al-khida’, yaitu sesuatu yang tidak
diketahui pasti benar atau tidaknya. Dari arti itu, gharar dapat berarti sesuatu
yang lahirnya menarik, tetapi dalamnya belum jelas diketahui dan
menimbulkan kebencian.
Bisnis gharar dengan demikian adalah jual beli yang tidak memenuhi
perjanjian yang tidak dapat dipercaya, dalam keadaan bahaya tidak diketahui
harganya, barangnya, kondisi, serta waktu mem-perolehnya. Dengan demikian
antara yang melakukan transaksi tidak mengetahui batas-batas hak yang di-
peroleh melalui transaksi tersebut. Dalam konsepsi fiqh, termasuk didalamnya
jenis gharar adalah membeli ikan dalam kolam, membeli buah-buahan yang
masih mentah di pohon. Praktek gharar ini, tidak dibenarkan salah satunya
dengan tujuan menutup pintu bagi perselisihan dan perebutan dua belah pihak.
4. Penipuan (al-gabn dan tadlis)
Al-gabn menurut bahasa bermakna al-khida' yang berarti penipuan.
Dikatakan: Ghabanahu ghabnan fi al-bay' wa asy-syira'; khada'au wa
ghalabahu (dia benar-benar menipunya dalam jual beli yaitu menipunya dan
menekannya. Ghabana fulanan; naqashahu fit-tsaman wa ghayyarahu (dia
menipu seseorang yaitu dengan mengurangi dan merubah harganya). Ghabn
adalah membeli harga dengan lebih tinggi atau lebih rendah dari harga rata-
rata. Penipuan model ghabn ini disebut penipuan bila sudah sampai taraf yang
keji.

4
Adapun penipuan (tadlis) adalah penipuan, baik pada pihak penjual
maupun pembeli dengan cara menyembunyikan kecacatan ketika terjadi
transaksi. Dalam bisnis modern perilaku ghabn atau tadlis bisa terjadi dalam
proses mark-up yang melampaui kewajaran atau wanprestasi.
Penipuan yang dilakukan seorang penjual dapat merugikan dirinya
sendiri dan juga orang lain. Jika penipuan dilakukan oleh seorang wirausaha
muslim maka dia belum paham tentang bagaimana cara berbisnis yang baik
dan sesuai dengan syari’at Islam. Karena dalam hal bisnis kejujuran seorang
wirausahawan muslim sangatlah diutamakan.
5. Penimbunan (Ihtikar)
Ihtikar atau menimbun barang untuk mendapatkan harga yang tinggi
dikemudian hari. Ihtikar tidak diperbolehkan karena akan mengakibatkan
kerugian bagi banyak orang. Penimbunan, membekukan, menahan, dan
menjatuhkannya dari peredaran akan menyebabkan susahnya pengendalian
pasar. Seseorang yang menimbun harta benda adalah orang yang tidak
mengetahui tujuan untuk apa mencari harta.
Agama Islam telah mengatur cara tentang mendapatkan harta
dengan cara yang halal. Mencari harta yang halal dilakukan dengan niat,
proses, dan sarana yang sesuai dengan syariat. Islam tidak menganjurkan
seseorang untuk menumpuk harta kekayaan dengan tidak memanfaatkan
fungsinya. Harta akan berfungsi dengan baik jika digunakan dengan benar.
Misalnya orang tersebut memiliki sebidang tanah, dengan memanfaatkan
tanah tersebut untuk bercocok tanam maka fungsi dari tanah digunakan
dengan baik. Sedangkan menumpuk harta dengan berharap suatu saat dapat
dia jual dengan harta lebih tinggi tidak diperbolehkan. Menjual barang dengan
harga lebih tinggi saat barang tersebut mengalami kelangkaan sama saja
dengan menyusahkan orang lain dengan menahan barang yang dibutuhkan
orang tersebut.

5
C. Persaingan Bisnis : Suatu Keniscayaan
Persaingan menjadi suatu keniscayaan dalam dunia bisnis, pelaku usaha
sudah tidak asing lagi dengan persaingan antara para pelaku usaha dalam
melakukan kegiatan usahanya. Hal ini dilakukan semata untuk mendapatkan
keuntungan. Persaingan ini dapat berdampak positif bagi dunia bisnis itu sendiri,
sebab persaingan ini dapat mendorong para pelakuusaha untuk melakukan inovasi
terhadap produk barang dan jasa yang akan dihasilkan, dan bagi
masyarakat/konsumen dari persaingan antar pelakuusaha akan mendapatkan
keuntungan antara lain berupa mendapatkan lebihbanyak pilihan barang dengan
kualitas /mutu yang tejamin dan harga barang yang wajar.
Persaingan terjadi apabila ada beberapa pelaku usaha bergerak dalam
bidang usaha yang sama/sejenis, bersama-sama menjalankan perusahaan dalam
daerah operasi (pemasaran yang sama), masing-masing berusaha semaksimal
mungkin melebihi yang lain untuk memperoleh keuntungan sebesar-
besarnya.Namun demikian, tidak semua pelaku usaha menanggapi persaingan ini
secara positif, dalam praktiknya akan banyakdijumpai beberapa pelaku usaha
yang memilih cara curang atau tidak baik untuk mendapatkan keuntungan, seperti
melakukan praktik monopoli yang dapat menyebabkan atau menciptakan iklim
persaingan usaha tidak sehat.
Dampak negatif/buruk dari praktik monopoli dan peraingan usaha tidak
sehat tidak hanya mempengaruhi iklim bisnis dan pelaku, melainkan dapat meluas
hingga merugikan masyarakat dan negara. Ketika pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
maka pelaku usaha pesaing yang memiliki skala lebih kecil akan kesulitan untuk
masuk pasar dan menyebabkanproduk-produk yang ada di pasar tersebut menjadi
tidak variatif. Hal ini akan berimbas pada masyarakat sebagai konsumen akan
kehilangan pilihan terhadap barang yang dibutuhkan (substitut), dan akhirnya
tidak ada pesaing yang berarti di pasar yang bersangutan.

6
Akibatnya, tujuan persaingan yaitu efisiensi konsumen dan produsen tidak
tercapai.Dampak negatif dari tidak terjadinya persaingan adalah praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Praktik monopoli terjadi ketika hanya ada satu
atau beberapa pelaku usaha yang dapat memasuki suatupasar, maka berakibat
pada terhambatnya pelaku usaha lain untuk memasuki pasar yang sama dan
menciptakan persaingan usaha tidak sehat.
Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkanpersaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikan kepentingan umum. Pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha dapat dikatakanmelakukan persaingan usaha tidak sehat apabila pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha tersebut melakukan perbuatan curang,
menyebabkan hambatan atau barrier to entry bagi pelaku usaha pesaing,
menyebabkan inefisiensi didalam pasar, dan menyebabkan tidak adanya substitusi
yang berarti di dalam pasar.
Karena praktik monopoli dan terjadinya persaingan tidak sehat, maka
dimungkinkan adanya campur tangan pemerintah untuk mengambil kebijakan
berdasar Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, guna menumbuhkan iklim usaha yang
kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha, sehingga
akan tercapai tiga tujuan fundamental dari persaingan usaha :
1. Meningkatkan alokasi sumber daya yang dapat memenuhi dengan baik
permintaan konsumen.
2. Mendukung tekanan dalam bisnis perusahaan untuk dapat bekerja lebih baik
dan menghasilkan inovasi; dan
3. Memperbesar partisipasi dari pasar untuk mengejar kesempatan agardapat
memperbesar produktifitas serta kreatifitas yang potensial yang mereka miliki.

7
D. Ajaran Islam Dalam Bersaing Secara Sehat Dalam Bisnis
Persaingan dalam bisnis menurut syari’at islam bahwasanya bersaing
haruslah secara sehat, adil dan jujur serta menjalin silaturahmi agar dapat
mempererat ikatan persaudaraan. Jadi, kebebasan individu dalam hal persaingan
dibatasi oleh kaidah-kaidah Islam dan akhlaq, atau dengan kata lain masih
dikendalikan oleh aqidah, karena dengan aqidahlah seseorang bisa merefleksikan
persaingan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Dari pengertian diatas, bahwa dalam melakukan sesuatu hal kepada
manusia haruslah dengan cara yang baik dan jangan berbuat yang tidak baik atauk
kerusakan, agar Allah memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Menurut Normin S.Pakpahan, persaingan usaha dapat berbentuk persaingan sehat
(perfect competition) dan persaingan tidak sehat( imperfectcompotition).
1. Persaingan sehat (perfect competition)
a. Menjamin persaingan di pasar yang inheren dengan pencapaian efesiensi
ekonomi di semua bidang kegiatan usaha dan perdagangan.
b. Menjamin kesejahteraan konsumen serta melindungi kepentingan
konsumen.
c. Membuka peluang pasar yang seluas luasnya dan menjaga agar tidak
terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi pada kelompok tertentu.
2. Persaingan tidak sehat (imperfect compotition)
a. Tindakan anti persaingan
Tindakan anti persaingan adalah tindakan yang bersifat menghalangi atau
mencegah terjadinya persaingan, yaitu suatu tindakan untuk menghindari
persaingan jangan sampai terjadi. Tindakan seperti ini digunakan oleh
pelaku usaha yang ingin memegang posisi monopoli, dengan mencegah
calon pesaing atau menyingkirkan pesaing secara tidak wajar.
b. Tindakan persaingan curang
Ciri menonjol dari penggunaan istilah “tindakan anti persaingan dan
tindakan persaingan curang” keduanya bisa dianggap memiliki pola-pola
persamaan, dalam arti sama-sama merupakan perilaku usaha yang tidak
dikehendaki. 8
Dalam dunia perdagangan (persaingan bisnis), Islam sebagai salah satu
aturan hidup yang khas, telah memberikan aturan-aturan yang jelas dan rinci
tentang hukum dan etika persaingan, serta telah disesuaikan dengan ajaran-ajaran
Islam.Hal itu dimaksudkan dengan tujuan untuk menghindari adanya persaingan-
persaingan yang tidak sehat.
Ada tiga unsur yang perlu untuk dicermati dalam membahas persaingan bisnis
menurut Islam yaitu :
1. Pihak-pihak yang bersaing
Manusia merupakan pusat pengendali persaingan bisnis. Ia akan
menjalankan bisnisnya terkait dengan pandangannya tentang bisnis yang
digelutinya. Hal terpenting yang berkaitan dengan faktor manusia adalah segi
motivasi dan landasan ketika ia menjalankan praktik bisnisnya, termasuk
persaingan yang terjadi di dalamnya. Bagi seorang muslim, bisnis yang
dialakukan adalah dalam rangka memperoleh dan mengembangkan
kepemilikan harta. Harta yang diaperoleh tersebut adalah rezeki tidak akan
lari kemana-mana. Bila bukan rezekinya, sekuat apa pun orang
mengusahakan, ia tidak mendapatkannya. Begitu pun sebaliknya.Tugas
manusia adalah melakukan usaha untuk mendapatkan rezeki dengan cara yang
sebaikbaiknya. Salah satunya dengan jalan berbisnis.Ia tidak sedikit pun akan
kekurangan rezeki atau kehilangan rezekinya hanya karena anggapan rezeki
itu “diambil” pesaingnya.
2. Segi cara bersaing
Berbisnis adalah bagian dari muamalah. Karenanya, bisnis juga tidak
terlepas dari hukum-hukum yang mengatur masalah muamalah. Karenanya,
persaingan bebas yang menghalalkan segala cara merupakan praktik yang
harus dihilangkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah
islami, oleh karena itu harus dihilangkan. Sedangkan praktik persaingan yang
harus di kedepankan adalah bersaing secara sehat, tidak saling manjatuhkan.
Rasulullah saw.

9
Walaupun ini tidak berarti Rasulullah berdagang seadanya tanpa
memperhatikan daya saingnya. Yang beliau lakukan adalah memberikan
pelayanan yang sebaik baiknya dan menyebutkan spesifikasi barang yang
dijual dengan jujur termasuk jika ada cacat pada barang tersebut. Secara
alami, hal-hal seperti ini ternyata justru mampu meningkatkan kualitas
penjualan dan menarik para pembelit tanpa menghancurkan pedagang lainnya.
3. Hal/objek yang di persaingkan
Selain pihak yang bersaing, cara bersaing Islam memandang bahwa
produk (baik barang/jasa) merupakan hal terpenting dalam persaingan bisnis.
Islam sendiri memberikan penegasan bahwa barang atau produk yang
dipersaingkan harus mempunyai satu keunggulan.
Dan beberapa keunggulan produk yang dapat digunakan untuk meningkatkan
daya saing adalah sebagai berikut :
a. Produk
Produk yang dipersaingkan baik barang dan jasa harus halal.
Spesifikasinya harus sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen untuk
menghindari penipuan, kualitasnya terjamin dan bersaing.
b. Harga.
Bila ingin memenangkan persaingan, harga produk harus kompetitif.
Dalam hal ini, tidak diperkenankan membanting harga untuk menjatuhkan
pesaing.
c. Tempat.
Tempat yang digunakan harus baik, sehat, bersih dan nyaman, dan
harusdihindarkan dari hal-hal yang diharamkan seperti barang yang
dianggap sakti untuk menarik pengunjung.
d. Pelayanan.
Islam juga sangat menekankan pentingnya sebuah pelayanan dalam usaha
bisnis. Suatu bisnis akan senantiasa berkembang dan sukses manakala
ditunjang dengan adanya pelayanant erbaik. Misalnya dengan keramahan,
senyum kepada para konsumen akan semakin baik dalam berbisnis.
10
E. Nilai-Nilai Islam dalam Produksi
1. Menepati Janji dan Kontrak
Sesuatu yang dilakukan, dikatakan, dan diberi tindakan lanjutan dari
apa yang telah terjadi bahwasanya dalam membuat suatu barang atau
menghasilkan barang setengah jadi dan barang jadi harus sesuai dengan akad
yang telah disepakati. Untuk memproduksi suatu barang harus melihat kondisi
barang yang dihasilkan, apakah sesuai dengan yang diminta konsumen atau
tidak. Dan semuanya itu juga harus ada sebuah kontrak kerja atau kontrak
perjanjian yang mengawali suatu barang yang nantinya kan dihasilkan. Tidak
ada kecurang pada saat kontrak atau setelah barang dihasilkan.
2. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran
Tidak mendzalimi barang yang telah dihasilkan, yakni membuat suatu
barang yang secukupnya tidak melebihi batas sehingga barang yang
dihasilkan tidak terpakai atau mubadzir bahkan akan dibuang. Dalam islam
hal itu harus ada pengawasan tersendiri melalui kesadaran diri sendiri dan
kepedulian terhadap orang yang membutuhkan bukan orang yang berhasrat
untuk menginginkan produk tersebut.
Dalam produksi, barang pun tidak hanya menghasilkan barang tetapi
harus sesuai dengan perbandingan antara harga barang yang ditawarkan
dengan kuantitas yang diberikan. Takaran tersebut harus mencapai tingkat
mashlahah produksi yang sesuai, tidak melebih-lebihkan atau menguranginya.
Karena hal tersebut dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Tidak semestinya, apabila menghasilkan barang jadi menggunakan bahan
yang dalam takarannya sedikit dikurangi tetapi saat membeli bahan produksi
dengan takaran yang lebih. Mungkin sikap produksi seperti inilah yang harus
diubah dan meluruskan dengan berpedoman pada al-qur’an dan as sunnah.
3. Adil dalam bertransaksi
Konteks adil yang ada pada nilai islam dalam produksi dapat
dijabarkan dengan memberlakukan barang hasil produksi dengan selayaknya.

11
Pada produksi paham benar tentang menghasilkan suatu barang tapi
belum tentu barang yang dihasilkan sesuai dengan transaksi yang ada dalam
islam secara khusus. Menjadikan barang yang dihasilkan itu sebagai
kebutuhan yang semestinya agar dapat mencakup di berbagai kalangan
masyarakat bukun hanya dikalangan menengah ke atas.
Sama halnya dengan transaksi jual beli antara penjual dan pembeli, dalam
produksi pun juga ada nilai suka sama suka apabila barang itu akan dhasilkan.
Yang membedakan adalah nilai yang barang yang harus dipertanggung
jawabkan oleh produsen atas barang yang diproduksinya, apakah sesuai atau
belum sesuai.
4. Mengikuti syarat sah dan rukun akad
Di dalam menghasilkan suatu barang yang dibutuhkan oleh semua
kalangan masyarakat menjadi sebuah syarat sah atas segala hal yang
berhubungan dengan produksi barang tersebut. Sebelum akad terjadi dalam
proses produksi secara syari’ah, semua pihak yang bersangkutan dalam proses
produksi harus mengikuti aturan sahnya akad. Tidak diperkenankan
meninggalkannya karena akan mempengaruhi halal dan tidaknya suatu barang
yang akan diproduksi. Nilai ini juga melibatkan pihak-pihak yang akan
melakukan akad dan semuanya sesuai dengan ketentuan yang telah di atur
dalam syariat.
Untuk itulah syarat dalam sebuah akad harus dibentuk serta dijalankan
sebagaimana mestinya.setelah semua syarat akad terpenuhi masih terdapat
kewajiban lain yakni saat akad itu dijalankan, sudah tentu secara syar’i.
Semua hal ini adalah suatu proses agar akad tersebut dapat terlaksanakan
dengan penuh rasa ikhlas dan ihsan. Dan keduanya tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya. Perpaduan inilah yang membuat sebuah
akad menjadi lebih bernilai dalam pandangan islam.
5. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam islam
Tidak mendekati hal-hal yang dalam ketentuan islam sudah pasti
bahwa itu diharamkan baik pengelolaan, pembentukan, dan pelaksanaannya.
12
Pada konteks ini islam sudah memberi batasan-batasan yang sesuai
menyangkut berbagai hal, seperti pencampuran barang haram ke dalam barang
produksi dan menggantikan bahan produksi halal dengan yang haram karena
berbagai faktor pendukungnya. Semuanya itu dapat terjadi apabila pelaku-
pelaku produksi barang (produsen dan pekerja) tidak menempatkan dengan
hati-hati.
Penentuan akan barang yang akan diproduksi menjadi suatu pilihan
dalam mengelola barang agar menjadi barang yang bermanfaat dan
memberikan keuntungan yang besar tanpa merugikan orang lain. Perlu
dipikirkan kembali dampak yang akan terjadi dalam memproduksi barang
tertentu. Memperhitungkan antara hal-hal yang berkaitan dengan jenis barang
dan proses pembuatan barang tersebut.
6. Pembayaran upah tepat waktu dan layak
Bahwa membayar upah yang telah ditetapkan produsen kepada
pekerjanya harus diberikan sesuai kesepakatan. Karena apabila pemberian
upah tidak diberikan kepada pekerja yang telah berusah membuat bahan
mentah menjadi barang setengah jadi dan menghasilkan barang setengah jadi
menjadi barang jadi yang langsung dapat digunakan. Dan jerihpayah itu harus
ditutup dengan pemberian upah yang tepat waktu dan adil dalam takaran upah
yang diterima agar para pekerja penjadi bersemangat kembali dalam
menghasilkan barang-barang yang berkualitas serta produktif.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
E-Business adalah aktifikasi bisnis yang dijalankan seluruhnya atau secara
signifikan dengan menggunakan teknologi semacam internet. Sedangkan Praktek
mal bisnis adalah mencakup semua perbuatan bisnis yang tidak baik, jelek,
(secara moral ) terlarang, membawa akibat kerugian bagi pihak lain.
Persaingan menjadi suatu keniscayaan dalam dunia bisnis, pelaku usaha
sudah tidak asing lagi dengan persaingan antara para pelaku usaha dalam
melakukan kegiatan usahanya. Persaingan dalam bisnis menurut syari’at islam
bahwasanya bersaing haruslah secara sehat, adil dan jujur serta menjalin
silaturahmi agar dapat mempererat ikatan persaudaraan. Jadi, kebebasan individu
dalam hal persaingan dibatasi oleh kaidah-kaidah Islam dan akhlaq, atau dengan
kata lain masih dikendalikan oleh aqidah, karena dengan aqidahlah seseorang bisa
merefleksikan persaingan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Nilai-nilai produksi ada enam yakni menepati janji dan kontrak,
memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran, adil dalam bertransaksi,
mengikuti syarat sah dan rukun akad, menghindari jenis dan proses produksi yang
diharamkan dalam islam, dan pembayaran upah tepat waktu dan layak.

B. Saran
Kami menyadari kekurangan makalah ini, maka kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan untuk makalah kami lebih baik lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://downloadmakalahtentang.blogspot.com/2019/06/makalah-model-model-
bisnis-dan-praktek.html?m=1
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/2299/2/Cover_Bab%20I_Bab%20V_Daftar
%20Pustaka.pdf
Https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unpas.ac.id/34154/4/bab
%2520i.pdf&ved=2ahukewjsza_gjpxtahv0ibcahxppdhmqfjabegqierab&usg=aovv
aw1f3gb2u5es-3gx52jddeup
http://bownerniaga.blogspot.com/2017/03/makalah-e-business-dan-praktek-
mal.html?m=1
http://arif-steiyo.blogspot.com/2012/05/ekonomi-mikro-islam-nilai-nilai.html?
m=1

15

Anda mungkin juga menyukai