Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

BUDAYA DALAM KONTEKS MANAJEMEN SYARIAH


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Manajemen Syariah
Dosen Pengampu : Neneng Sudharyati, MM

Disusun Oleh :
KELOMPOK 4

1. VINTA DELIYANI HARAHAP ( 504210099 )


2. RINA AZHARI ( 504210091 )
3. SRIAYUNINGSIH ( 504210098 )
4. PUJA ( 504210111 )
5. DIMAS PRATAMA ( 504210112 )
6. RENO AZIZ HANIFAN ( 504210110 )
7. ROFICK ALFIAN ( 504210109 )

KELAS 3C
PRODI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “BUDAYA DALAM
KONTEKS MANAJEMEN SYARIAH”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Syariah. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang budaya dalam konteks
manajemen syariah seperti arti budaya, hubungan budaya dan profesionalisme, budaya kerja
Islami, serta konsep Islam dalam menghadapi krisis bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami sangat menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan
ini, penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini

Dan kami juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini, masih cukup jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Kami sangat berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat positif bagi semua
pembaca. Saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan, sehingga kedepannya
makalah ini dapat tersaji menjadi lebih baik lagi.

Jambi, 25 Oktober 2022


Tim Penyusun

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

A. Arti Budaya ............................................................................................. 3


B. Hubungan Budaya dan Profesionalisme .................................................. 5
C. Budaya Kerja Islami ................................................................................ 6
D. Konsep Islam dalam Menghadapi Krisis ................................................ 8

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 12

A. Kesimpulan................................................................................................ 12
B. Saran .......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk memastikan kelangsungan hidup sebuah organisasi dalam lingkungan kerja
yang kompetitif, sebuah organisasi harus mampu untuk melakukan perubahan dan memiliki
kemampuan untuk beradadaptasi dengan keadaan atau sistem maupun budaya yang baru.
Budaya kerja merupakan pembeda antara instasi satu dengan isntansi yang lainnya. Semakin
berkembang teori organisasi, semakin mengakui bahwa budaya merupakan variabel yang
mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam organisasi.
Budaya kerja dapat dijadikan alat meningkatkan keefektifan organisasi disebabkan
budaya kerja dapat mengendalikan pengambilan keputusan yang dilakukan individu, selain
juga budaya kerja mempengaruhi individu dalam menginterpretasi dan mengelola lingkungan
organisasi sehingga secara tidak langsung budaya kerja mempengaruhi posisi daya saing
organisasi. Budaya kerja juga merupakan alat untuk mencapai kesuksesan organisasi.
Kesuksesan diindikasi dengan perolehan profit, kemampuan organisasi untuk bertahan dan
berkembang, efisiensi dan posisi daya saing di pasar. Untuk mencapai kesuksesan, organisasi
perlu meningkatkan value yang dimilikinya. Organization value yang dibangun ditentukan
oleh individu yang ada di dalam organisasi tersebut yang mempunyai beragam budaya.
Untuk mencapai kesuksesan jangka panjang di tengah tantangan turbulensi pasar,
maka budaya kerja harus dioptimalkan. Membangun budaya organisasi merupakan pekerjaan
jangka panjang yang mempengaruhi orientasi nilai dan pengembangan organisasi dalam
jangka panjang. Terkhususnya memiliki nilai-nilai inti yang dianut bersama khususnya
budaya manajemen syariah. Budaya manajemen syariah yakni mengutamakan akhlak,
mengutamakan pembelajaran, mengutamakan pelayanan, mengutamakan silaturahmi
kemitraan, internalisasi agama dalam kehidupan seorang pemimpin.
Terlihat sangat penting peran budaya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi,
dan terlihat bahwa individu merupakan unsur pembentuk budaya organisasi. Yang kemudian
menjadi persoalan adalah, bagaimana budaya kerja dalam menajemen syariah? Makalah ini
akan membahas budaya kerja Islami, definisi dari budaya kerja, serta hubungan budaya
tersebut dengan profesionalisme.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diperoleh beberapa rumusan masalahnya

yaitu sebagai berikut :

1. Apa definisi dari budaya kerja?

2. Bagaimana hubungan budaya dan profesionalisme ?

3. Apa saja budaya kerja Islami ?

4. Bagaimana konsep Islam dalam menghadapi krisis ?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dan penulis dapat :

1. Menjelaskan tentang definisi dari budaya kerja

2. Menjelaskan tentang hubungan budaya dan profesionalisme

3. Memahami budaya kerja Islami

4. Mampu menjelaskan konsep Islam dalam menghadapi krisis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Budaya
Budaya berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah” dari bentuk jamak budhi yang
berarti “akal atau sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan sikap mental”.
Budi daya yang berarti memberdayakan budi, sebagaimana dalam behasa inggris yang
disebut dengan culture (bahasa latin: colere), yang artinya mengolah atau mengerjakan
sesuatu (pertanian) yang kemudian berkemabang sebagai manusia mengaktualisasikan rasa
(value), karsa, (creativity) dan karya (performance). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
(KUBI) dijelaskan bahwa “budaya” dapat diartikan sebagai pikiran, akal budi, dan
“berbudaya” berarti mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan
diri. Sedangkan menurut beberapa ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai
budaya, seperti yang dikatakan oleh Koentjoroningrat yang berpendapat bahwa budaya
sebagai perkembangan dari kata majemuk dari ”budidaya”, yang berarti daya dari budi. Jadi
dari pengertian tersebut dapat disimpulan bahwa budaya adalah daya dari budi yang berupa
cipta, karsa, dan rasa.
Menurut Geert Hofsede budaya itu terdiri dari program mental bersama yang
menentukan respon-respon individu terhadap lingkungannya. Maksudnya adalah setiap orang
memiliki dalam dirinya pola berfikir, berperasaan, dan bertindak secara potensial yang
dipelajari selama hidupnya. Hal tersebut biasanya sering terjadi dan diperoleh dari sejak dini,
karena pada umur tersebut sangat mudah menerima pengaruh untuk belajar serta berasimilasi.
Sedangkan menurut ahli Antropologi sosial, budaya merupakan semboyan bagi semua pola
berfikir, berperasaan, dan bertindak. Maksudnya adalah tida hanya aktivitas-aktivitas tertentu
yang dapat memeurnikan pikiran, namun beberpa aktivitas keseharian misalkan saja hormat,
makan, minum, menunjukan atau tidak menunjukan perasaan, menjaga jarak dengan orang
lain, atau memelihara kesehatan tubuh.
Dari beberapa uraian tentang pengertian budaya, dapat dikatakan bahwa budaya
adalah segala nilai, pemikiran, serta simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan,
serta kebiasaan seseorang dan masyarakat. Budaya merupakan hasil dari pengalaman hidup
seseorang, kebiasaan-kebiasaan, serta proses menerima atau menolak norma-norma yang
berlaku di suatu lingkungan tertentu. Misalnya adalah budaya waktu yang diterapkan oleh
Rasulullah saw, beliau sangat menghargai waktu dan tidak boleh diabaikan. Beliau
menjelaskan kepada sahabat sahabatnya tentang pentingnya menghargai waktu.
3
Dapat disimpulkan bahwa budaya biasanya berawal dari seorang pemimpin yang
mempunyai visi dan misi tertentu dalam perusahaannya, yang kemudian disebarkan ke
bawahannya. Lalu sang pemimpin memberikan contoh yang nantinya akan diikuti oleh
bawahnnya. Begitulah terus-menerus, sampai pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang
disebut dengan budaya. Budaya inilah yang nantinya berlaku baik bagi pemimpin maupun
bawahannya.
Sedangkan definisi dari budaya kerja adalah sistem nilai, persepsi, perilaku, dan
keyakinan yang dianut setiap individu maupun kelompok pegawai karyawan mengenai
makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan guna mencapai suatu tujuan. Budaya kerja sangat
berpengaruh dalam meningkatnya kualitas perubahan kelanjutan perusahaan terutama pada
peningkatan produktifitasnya. Budaya kerja merupakan turunan dari budaya organisasi.
Dimana setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang berbeda, namun memiliki
tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan produktifitasnya. Perbedaan ini dapat dilihat
dari visi dan misi yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa setiap
organisasi atau prusahaan mempunyai identitas budaya masing-masing, yang dalam suatu
perusahaan sering disebut dengan budaya korporat dimana didalamnya terdapat budaya kerja.
Sedangkan menurut pandangan Islam, budaya kerja adalah mengaktualisasikan
seluruh potensi iman, pikir, dan dzikir, serta keilmuan kita untuk memberikan nilai
kebahagian bagi alam semesta. Sebagai seorang muslim haruslah mampu menunjukan bahwa
islam yang kita yakini benar, tercermin dari perilaku budaya kita yang memberikan nilai lebih
bagi lingkungan yang ada di sekitarnya. Sedang inti dari sumber budaya kerja secara islam
bersumber dari Al-Quran dan hadist yang diikat dengan satu kata yaitu akhlak. Akhlak yang
berasal dari khalq yang berarti “penciptaan”, khaliq yang berarti “pencipta”, dan makhluq
yang berarti “ciptaan”. Dari arti tersebut akhlak berarti keluhuran budi, keindahan perilaku,
dan kekuatan daya cipta. Bahkan Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling
sempurna (ahsanu taqwim), yang kemudian hina derajatnya apabila manusia tidak
mendayagunakan potensi iman yang ada pada diri mereka dalam bentuk amal shaleh. Namun
sebagai seorang manusia, pastilah hatinya dapat tergoyahkan oleh kenikmatan dunia.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan yang mempunyai budaya kerja, pastilah
memiliki seorang pemimpin, dimana pemimpin tersebut diharapkan mampu menciptakan
suasana kerja yang berbeda dan terasa lebih nikmat. Jika dalam suatu perusahaan seseorang
pegawai menikmati pekerjaannya, maka akan muncul kreativitas-kreativitasnya. Namun
apabila sebagai seorang pemimpin memberikan tekanan, bersikap galak,tidak bersahabat,
tidak kebapakan kepada pegawai yang berada dibawahnya, maka hal ini akan menjadikan
4
pegawai yang berada di baawahnya tidak akan berprestasi dan hanya akan bekerja sesuai
dengan kewajibannya saja.
Faktor kepribadian seorang pemimpin sangat mementukan dalam pencapaian suasana
kerja yang lebih cair.Ia akan menciptakan pola kerja yang keras, namun dengan suasana cair,
itulah pola kerja yang keras, namun dengan suasana kerja yang cair, dan itulah metode yang
harus digunakan pada saat ini. Dengan metode seperti ini akan menciptakan seorang pegawai
karyawan yang luar biasa kerja keras, namun dengan suasana kerja yang cair, bukan kaku.
Rasulullah saw juga melakukan hal yang sama dalam membangun suasana kerja yang
kondusif, ditambah dengan sikap beliau yang sangat penyanyang yang memberikan nilai
lebih untuk hasilnya.

B. Hubungan Budaya dan Profesionalisme


Profesional berasal dari kata profesi artinya satu atau bidang pekerjaan yang ingin atau
akan ditekuni seseorang. Dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005 disebutkan bahwa
profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Menurut
Jamil (dalam Supriadi : 1999:65) profesional merujuk pada dua hal. Pertama penampilan
seseorang yang sesuai dengan tuntutan seharysnya. Kedua, kinerja dituntut sesuai standar
yang telah ditetapkan. Jadi profesional adalah orang yang melaksanakan tugas profesi dengan
penuh tanggung jawab dan dedikasi tinggi dengan sarana penunjang berupa bekal
pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas
yang menandai atau melukiskan corak profesi. Profesionalisme juga diartikan sebagai suatu
paham yang menciptakan dilakukannya berbagai kegiatan tertentu dalam kehidupan
masyarakat dengan berbekal keahlian yang tinggi dan berdasarkan pada rasa keterpanggilan
jiwa dengan semangat untuk melakukan pengabdian memberikan bantuna layanan pada
sesama manusia.
Sedangkan budaya organisasi adalah kumpulan antara nilai – nilai kepercayaan,
asumsi, pengertian, dan harapan anggota – anggotanya dari sebuah organisasi tertentu,
kelompok atau sub kelompok yang mempertahankan kebersamaan serta yang mereka
gunakan sebagai pedoman.

5
Lalu bagaimana hubungan budaya dan profesionalisme? Budaya kerja yang dapat
diteminologikan sebagai pengerucutan profesionalisme tampaknya tidak dapat dipisahkan
dengan budaya organisasi, budaya korporat. Dimana budaya kerja menjadi nilai-nilai
dominan yang disebarluaskan di dalam organisasi dan menjadi acuan filosofi kerja karyawan.
Budaya organisasi akan mendukung proses kerja yang diharapkan. Silalahi (2004:37)
menggambarkan sebuah konsep dimana budaya organisasi merupakan landasan dalam
menjalankan budaya kerja. Artinya apabila budaya organisasi dibangun secara efektif dan
kondusif maka antara karyawan satu dengan karyawan lainnya maka akan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap profesionalisme. Sehingga dapat dikatakan antara budaya dan
profesionalisme memiliki hubungan positif dan saling terkait.

C. Budaya Kerja Islami


Dalam hal ini, meningkatkan kinerja adalah tentang bagaimana cara untuk
menerapkan sebuah budaya kerja Islami. Budaya kerja adalah sebuah filosofi yang
berdasarkan cara pandang terhadap nilai-nilai kehidupan yang kemudian dijadikan sebagai
sifat, kebiasaan dan energi, yang berkubu kehidupan di suatu kelompok sosial atau organisasi.
Dari sikap yang terlihat dapat mencerminkan perilaku, kepercayaan, idealisme, pendapat dan
wujud tindakan dalam berkeja (Swarsi dkk, 1995). Penerapan sebuah budaya kerja tidak dapat
dipisahkan dari sumber daya manusia (SDM) karena budaya kerja sangat erat hubungannya
dengan sikap atau perilaku dan paradigma pola pikir manusia dalam menciptakan kinerja
yang memadai.

Budaya kerja islami harus diupayakan untuk tumbuh sebagai sifat yang berkembang
secara dinamis. Pekerja akan menyadari potensi dan kekuatan yang telah diberikan Allah
kepadanya seperti kreatifitas, intelektual, ide, bakat, keahlian untuk menggunakan alat
tertentu dan lain sebagainya. Itulah yang dimaksud dengan budaya kerja dalam perspektif
Islami. Bekerja adalah salah satu bentuk ibadah. Bekerja dapat bernilai juga sedekah,
tergantung pada niat dan kesungguhan dalam menjalaninya. Dalam sebuah hadits, Nabi
Muhammad shallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya segala amal perbuatan itu
tergantung pada niatnya’. Budaya kerja yang diterapkan di institusi syari’ah adalah “SIFAT”
yang merupakan akronim dari Siddiq, Istiqomah, Fathanah, Amanah dan Tabligh
(Hafifudhin, 2003). Yang akan dijabarkan sebagai berikut :

6
a. Siddiq, artinya jujur dan selalu berkeyakinan, berbicara, bertindak dan berbuat
berdasarkan pada hukum-hukum Islam. Perkataan harus sejalan dengan perbuatan.
Allah memerintahkan pada umatnya untuk selalu bertindak sesuai dengan karakter
sifat siddiq dan selalu berusaha menciptakan lingkungan yang siddiq.
b. Istiqomah, artinya konsisten dalam iman dan nilai-nilai positif meskipun banyak
godaan dan tantangan yang menghadang. Istiqomah dalam kebaikan dapat tercermin
dari sikap yang sabar dan gigih sehingga memberikan hasil yang optimal dalam
setiap hal. Istiqomah itu sendiri merupakan hasil dari sebuah proses yang dilakukan
secara konsisten dan terus menerus. Contoh, dekatnya hubungan spiritual antara
manusia dengan Allah melalui sholat, dzikir, membaca Al-Quran dan lain sebaginya
yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Semua proses yang dijalani itu
akan menumbuhkan sebuah sistem yang penuh dengan nilai kejujuran, kebaikan, dan
keterbukaan untuk menjalankan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya
c. Fathanah, artinya mengerti dan memahami sesuatu secara dalam dan menyeluruh.
Sifat ini akan menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan untuk membuat beragam
inovasi yang bermanfaat. Kreatif dan inovatif hanya dapat dicapai jika seseorang
selalu berusaha untuk menambah wawasan diri yang mencakup ilmu pengetahuan,
peraturan dan informasi terkait hubungannya dengan pekerjaan atau kewajibannya
maupun yang berhubungan dengan perusahaan secara umum.
d. Amanah, artinya dapat dipercaya dan selalu bertanggung jawab dalam
melaksanakan setiap tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Hal tersebut
nampak dari adanya kejujuran, layanan yang optimal dan usaha untuk selalu berbuat
ihsan (mekakukan yang terbaik) dalam setiap hal. Sifat ini harus dimiliki oleh setiap
umat Islam, terutama jika berkaitan dengan layanan yang diberikan kepada orang
lain.
e. Tabligh, artinya mengajak atau menyampaikan sekaligus memberi contoh kepada
orang lain untuk menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sifat
tabligh dapat terlihat dari perilaku yang bijaksana, sabar dan persuasif. Sifat tersebut
dapat menumbuhkan hubungan sosial yang kuat dan solid.

Selain itu budaya dalam manajemen syariah diantaranya adalah :

7
a. Mengutamakan Akhlak, Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
Rasullah SAW dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dalam kapasitasnya
sebagai pemimpin agama, kepala keluarga, pemerintahan maupun entrepreneur
adalah mengutamakan akhlak.
b. Mengutamakan Pembelajaran, Rasulullah SAW dalam semua bidang
kehidupan yang digeluti beliau mengajarkan pentingnya pembelajaran.
c. Mengutamakan Pelayanan, Dalam menjalankan tugas kepemimpinan di bidang
bisnis Rasulullah SAW memberi contoh perlu mengutamakn pelayanan (customer
service) yang menjadi naluri akhlaknya.
d. Mengutamakan Silaturahmi – Kemitraan (Networking), Seorang pemimpin
dalam menjalankan tugas manajemennya selalu mengutamakan silaturahmi –
kemitraan (networking) baik terhadap staf (pelanggan internal) maupun terhadap
stakeholders (pelanggan eksternal)
e. Internalisasi Agama Dalam kehidupan Seorang Pemimpinn, Internalisasi
berarti proses penghayatan atau pemberian makna bagi motivasi, pola pikir, pola
sikap, atau pola tindakan.

D. Konsep Islam dalam Menghadapi Krisis

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa krisis ekonomi merupakan perubahan


kondisi perekonomian yang memberikan dampak negatif kepada sektor pekerjaan, produksi,
pemasukan, harga dan lainnya. Para ekonom membagi krisis (perubahan) ekonomi dalam
empat kelompok :

a. Perubahan musiman yaitu perubahan yang menimpa sebagian kegiatan perekonomian


yang memiliki tabiat musiman, dimana kegiatannya menjadi bertambah dalam suatu
musim dan berkurang dalam musim yang lain.
b. Perubahan baru yaitu perubahan yang tidak teratur dan muncul karena peristiwa dan
kondisi yang baru, adakalanya disebabkan faktor alam seperti kemarau, gempa bumi,
wabah, dan adakalanya karena faktor sosial seperti perang dan lainnya.
c. Perubahan yang terarah yaitu perubahan yang terjadi dengan perlahan dan tersebar
dalam waktu lama seperti perubahan penduduk.

8
d. Perubahan berkala yaitu perubahan yang terjadi secara teratur dalam waktuwaktu
yang beriringan dengan larisnya perdagangan dan kerugian dagang (Jaribah bin
Ahmad al-Haritsi, 2006: 352).

Sebenarnya, terjadinya krisis ekonomi dalam Islam tidak terlepas dari praktek-praktek
atau aktivitas ekonomi yang dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai keislaman, seperti
tindakan mengkonsumsi riba, monopoli, korupsi, dan tindakan malpraktek lainnya. Bila
pelaku ekonomi telah terbiasa bertindak di luar tuntunan ekonomi Ilahiah, maka tidaklah
berlebihan bila krisis ekonomi yang melanda kita adalah suatu malapetaka yang sengaja
diundang kehadirannya. Kejahilan manusia ini terjadi tidak terlepas dari sifat ketamakan atau
kerakusan manusia yang lebih mementingkan diri sendiri (selfishness) ketimbang
kemaslahatan umat (public interest) sehingga mereka tidak mau mendengar panduan Ilahi.

Keberlanjutan persoalan dan dalamnya krisis ini menunjukkan bahwa pada dasarnya
ada sesuatu yang salah. Sayangnya kesalahan yang umum dilakukan yaitu bahwa akar
permasalahan hanya dicari pada gejalanya seperti ketidakseimbangan anggaran, ekspansi
moneter yang berlebihan, defisit neraca pembayaran yang begitu besar, naiknya
kecenderungan proteksionis, dan yang lainnya. Akibatnya penyembuhannya hanya bersifat
sementara. Sementara dalam perspektif Islam, akar krisis dilihat secara lebih mendalam dan
upaya pemecahannya tidak hanya lewat perubahan kosmetik belaka, akan tetapi perlu adanya
reformasi total (M. Umer Chapra, 2000: Xx).

Islam agama yang sangat komprehensif dalam mengatur kehidupan pemeluknya


termasuk dalam bidang ekonomi. Namun sayangnya konsep-konsep Islam banyak diabaikan
para pemeluknya. Secara faktual, kondisi ekonomi umat Islam pada umumnya lemah. Sumber
daya produksi, kapital maupun teknologi sebagai penggerak ekonomi pada umumnya
dikuasai non muslim. Umat Islam menjadi objek, konsumen pasif atau tenaga kerja murah,
dan menjadi ajang tempat eksploitasi negara-negara industri maju dunia (Zaki Fuad Chil,
2008: 3).

Islam telah menawarkan satu sistem ekonomi yang memartabatkan manusia. Dengan
senantiasa melakukan perbaikan dalam masyarakat dengan berbasis pada nilai-nilai
moralitas, spiritual. Yaitu suatu sistem yang ditopang oleh prinsip Tauhid dalam proses
mendapatkan dan pemanfaatan harta sesuai dengan mekanisme dan aturan-Nya. Harta harus
diperoleh dengan cara-cara yang etis dan halal, seperti tidak boleh ada unsur judi, riba, dan
gharar (tidak transparan), menipu dan cara ekploitatif lainnya. Demikian pula dalam

9
pemanfaatannya, harta harus dimanfaatkan sesuai dengan cara-cara yang etis dan halal.
Dalam setiap harta yang dimiliki oleh seseorang ada hak milik orang lain yang kurang
beruntung. Tegasnya Islam menghapus segala bentuk praktik ribawi, ekploitatif, judi dan
mempromosikan persaudaraan, kerjasama dalam kegiatan ekonomi.

Seluruh aktifitas ekonomi senantiasa menyeimbangkan kepentingan dunia dan


kepentingan akhirat sekaligus. Menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dengan mengedepankan
akhlak yang terpuji dalam kebijakan ekonomi dan prilaku bisnis sesuai dengan kedudukan
manusia sebagai khalifah. Mengedepankan kemaslahatan masyarakat atas kepentingan
pribadi. Menegakkan prinsip-prinsip kesamaan hak dan kewajiban di antara sesama manusia.
Dan memperhatikan perintah maupun larangan Allah dan Rasul-Nya dalam melaksanakan
aktifitas bisnis.

Nilai-nilai tersebut menguatkan sistem dalam praktis operasional ekonomi yang


sesuai kapan dan dimanapun. Sebagaimana kehidupan modern yang tidak bisa dipisahkan
dari peran lembaga keuangan dalam menjalankan bisnis. Maka adanya institusi bisnis seperti,
bank, bursa saham, ansuransi, reksadana, ataupun lembaga keuangan Islam yang lahir
sebelumnya seperti baitul qiradh, baitul mal berperan vital bagi aktivitas bisnis. Lembaga
tersebut sangat berperan penting dalam mendistribusikan kekayaan dan alokasi sumberdaya
yang berkeadilan dan merata. Institusi bisnis juga berfungsi sebagai katalisator
menghilangkan kesenjangan sosial antara orang yang berpunya dengan kelompok kurang
beruntung. Juga turut mendorong masyarakat ke arah kehidupan yang lebih jujur, produktif
sehingga pada akhirnya menciptakan harmonisasi dan menguatkan tatanan sosial
kemasyarakatan.

Krisis ekonomi global hendaknya menjadi pelajaran penting bagi lembaga keuangan
Islam untuk tidak mengedepankan keuntungan materi saja dan mengabaikan rasa keadilan
dalam aktifitas ekonomi. Maka Islam menawarkan suatu instrumen dan sistem yang dapat
mengalirkan modal atu uang sebagai mata air ekonomi sehingga dapat membawa dampak
kemaslahatan bagi kehidupan sosial yang berkeadilan. Instrumen sebagai suatu mekanisme
distribusi kekayaan harus mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga
kekayaan tidak terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok elite masyarakat saja.

Adapun di antara solusi lainnya yang di tawarkan Islam dalam mengatasi dan
menanggulangi krisis ekonomi pada masa sekarang ini yaitu :

10
a. Pemberdayaan Zakat
Zakat sebagai salah satu pilar (rukun) Islam merupakan instrumen strategis
dari sistem perekonomian Islam yang dapat memberikan kontribusi besar terhadap
penanganan problem kemiskinan serta problem sosial lainnya, karena zakat dalam
pandangan Islam merupakan “hak fakir miskin yang tersimpan dalam kekayaan orang
kaya”. Zakat tidak hanya difahami secara sempit yang hanya ditunaikan setahun
sekali pada momentum bulan Ramadhan melalui pembayaran zakat fitrah, akan tetapi
ruang lingkup zakat sangatlah luas. Selain zakat fitrah, seorang muslim yang telah
masuk pada kategori ‘muzzaki’ yang kekayaannya telah mencapai ‘nishab’ (jumlah
minimal yang harus dipenuhi sebelum mengeluarkan zakat yaitu senilai 85 gram
emas) dan harus dibayarkan setiap tahun, juga wajib menunaikan zakat maal (zakat
kekayaan) yang menurut DR. Yusuf al-Qardhawi meliputi: zakat binatang ternak;
zakat emas dan perak/zakat uang; zakat kekayaan dagang; zakat pertanian; zakat
pencarian dan profesi; serta zakat saham dan obligasi dll. (Yusuf al-Qaradawi, t.t: 23-
269).
Dalam implementasi sistem pemerintahan Islam, pengelolaan zakat ternyata
tidak hanya mampu meminimalisir angka kemiskinan, bahkan sampai mampu
mengeliminir tingkat kemiskinan dalam kehidupan sosial dan kemasyarakatan.
Karena dengan zakat, status sosial warga negara yang semula merupakan pihak yang
berhak menerima zakat (mustahik), berubah status menjadi pihak yang berkewajiban
menunaikan zakat (muzzaki), dimana warga negara bersangkutan telah bergeser dari
miskin menjadi kaya. Sejarah monumental masa kepemimpinan Islam zaman
kekhilafahan Daulat Umayyah yaitu saat Umar bin Abdul Aziz (717-720 M)
memimpin-yang walaupun singkat, selama 2,5 tahun (30 bulan) telah membuktikan
bahwa kesejahteraan masyarakat secara merata benar-benar terwujud.

b. Berbagi untung dan resiko (profit loss sharing)


Sebagai pengganti bunga. Dengan berbagi untung dan resiko tidak ada pihak
yang dizalimi, keduanya diposisikan setara. Akad kerjasama dalam hal usaha dan
modal antara dua orang atau lebih dengan pembagian keuntungan dan resiko sesuai
perjanjian. Misal, syirkah ’inan, syirkah muwafadhah, syirkah abdan, syirkah wujuh,
dan syirkah mudharabah (investasi). Hal ini bertujuan agar setiap masyarakat yang
mempunyai kemampuan berbeda (miskin, kaya, bodoh dan pandai) dapat bersinergi
menunjang kehidupan ummat yang berkeadilan.
11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa budaya biasanya berawal dari seorang pemimpin yang
mempunyai visi dan misi tertentu dalam perusahaannya, yang kemudian disebarkan ke
bawahannya. Lalu sang pemimpin memberikan contoh yang nantinya akan diikuti oleh
bawahnnya. Begitulah terus-menerus, sampai pada akhirnya menjadi sebuah kebiasaan yang
disebut dengan budaya. Budaya inilah yang nantinya berlaku baik bagi pemimpin maupun
bawahannya. Sedangkan definisi dari budaya kerja adalah sistem nilai, persepsi, perilaku, dan
keyakinan yang dianut setiap individu maupun kelompok pegawai karyawan mengenai
makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan guna mencapai suatu tujuan.

Budaya kerja sangat berpengaruh dalam meningkatnya kualitas perubahan


kelanjutan perusahaan terutama pada peningkatan produktifitasnya. Budaya kerja merupakan
turunan dari budaya organisasi. Dimana setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang
berbeda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan produktifitasnya.
Perbedaan ini dapat dilihat dari visi dan misi yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Dapat
dikatakan bahwa setiap organisasi atau prusahaan mempunyai identitas budaya masing-
masing, yang dalam suatu perusahaan sering disebut dengan budaya korporat dimana
didalamnya terdapat budaya kerja.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis mengharapkan pembaca dapat memahami dan
menerapkan budaya dalam konteks manajemen syariah. Demikian makalah ini kami buat,
semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang konstruktif yang
ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami karena hal tersebut sangat kami
harapkan. agar kedepannya makalah ini dapat tersaji menjadi lebih baik lagi. Apabila ada
terdapat kesalahan baik dari segi penulisan maupun penyampaian kami mohon maaf dengan
sebesar besarnya. Atas segala perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

12
DAFTAR PUSTAKA

Widyan, Linggawati. 2022. Prinsip Dasar Rancang Bangun Ekonomi Islam. Journal

Of Economics and Islamic Bussiness. Vol. 02 No. 01

Asgaruddin, 2021. Pengaruh Profesionalisme Kerja dan Budaya Kerja Terhadap

Disiplin Kerja Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Pegawai (Suatu Kajian


Studi Literatur Manajemen Sumberdaya Manusia). Jurnal Ilmu Hukum
Humaniora dan Politik. Vol. 1 No. 4

Kasmawati, Budi setiawati, Nuryanti Mustari. 2020. Hubungan Budaya Organisasi

dengan Profesionalisme Pegawai di Kantor Kecamatan Tellulimpoe


Kabupaten Sinjai. Jurnal Unismuh Makassar. Vol 1 No. 2

Hairunnisa, 2020. Pengaruh Etika Kerja Islam dan Budaya Organisasi Terhadap

Kepuasan kerja. Jurnal Psikoborneo. Vol. 8 No. 1

Hakim, Lukman. 2016. Budaya Organisasi Islami Sebagai Upaya Meningkatkan

Kinerja. Jurnal Iqthishadia. Vol. 9 No. 1

Yuliani, Endah, Rifky Ardhana. 2020. Budaya Kerja Islami di BRI Syari’ah dan

Pengaruhnya Terhapa Kinerja Karyawan. Journal of Management and


Accounting. Vol. 3 No. 2

Shabri. 2015. Krisis Ekonomi dan Solusinya dalam Perspektif Islam : Analisis Krisis

Ekonomi Global 2008. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam. Vol 1 No. 2

Asy’ari. 2016. Krisis Ekonomi dalam Perspektif Islam Refleksi Krisis Tahun Ramadah

Pada Era Ummar Bin Khatab. Al-Muamalat Jurnal Hukum Ekonomi Syariah.
Vol. 3 No. 1

13

Anda mungkin juga menyukai