Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGELOLAAN BISNIS

BERBASIS NILAI – NILAI ISLAM

Dosen Pengampu:

DESSY ANGGRAINI, M. E

Disusun oleh:

kelompok II

1. Ida oktalia 501220207


2. Muhamad ikbal 501220223

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala


rahmat-Nya sehingga Makalah ini dapat tersusun sampai dengan
selesai. Tidak lupa kami mengucapkan Terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan Memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat


menambah pengetahuan Dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan
kami berharap lebih jauh lagi agar makalah Ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak


kekurangan dalam Penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

Halaman judul

KATA PENGANTAR ……………………………....….………....….…...… i

DAFTAR ISI ……………………...………………….……….....…….……. ii

BAB I PENDAHULUAN ………....…………………..…...........……….. 1

A. Latar Belakang …………………......………….…............……….…...1

B. Rumusan Masalah ……………….......……………...............…….….2

C. Tujuan Penulisan ………….......……...………..………….............…2

BAB II PEMBAHASAN …………………..………….......….….…........ 3

A. Pengembangan ekonomi bisnis islam........................................3


B. Hakikat penciptaan manusia dalam bisnis islam.....................6
C. Penerapan nilai – nilai islam dalam bisnis............................... 11
D. menggapai Kemaslahatan Melalui Penerapan Nilai-nilai Islam
dalam Bisnis..............16

BAB III PENUTUP …………………………...…………....…...………...21

A. kesimpulan …………………………………...………..…….........…...21

B. Saran …………………..…………………...……………......….……....21

DAFTAR PUSTAKA ……......…………………………....…..……….... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia dimulai dari alam lingkungan yaitu dari


sari pati tanah, menjalani proses kehidupan tergantung dengan alam
dan lingkungan serta akan mati dan secara fisik akan kembali ke
alam. Lingkungan menjadi demikian penting karena nafas yang
terhela, air yang mengalir serta tulang belulang manusia tumbuh dan
bersumber dari alam. Segala yang diciptakan oleh Allah di alam
semesta jagat raya ini diperuntukkan bagi manusia. Oleh karena itu,
Allah mengangkat manusia di bumi sebagai khalifah untuk menjaga
keseimbangan alam dan ekosistem untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.

Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala


kebutuhan hidupnya. Karenanya, manusia akan selalu berusaha
memperoleh harta ke- kayaan itu. Salah satunya melalui bekerja,
sedangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis.

Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki


tanggungan, untuk "bekerja". Bekerja merupakan salah satu sebab
pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan.
Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah SWT
melapangkan bumi serta me- nyediakan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki.

Secara umum, istilah bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan


yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau
penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi
secara efektif dan efisien.6 Secara historis, kata bisnis berasal dari

1
bahasa Inggris, yaitu “business”, dari kata dasar “busy” yang artinya
"sibuk". Sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang
mendatangkan ke-untungan. Dalam kamus bahasa Indonesia, bisnis
adalah usaha dagang, usaha komersial. Bisnis sendiri memiliki dua
pengertian yang berbeda, yakni: pertama, bisnis adalah sebuah
kegiatan, dan kedua, bisnis adalah sebuah perusahaan.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengembangan ekonomi bisnis islam?
2. Apa itu hakikat penciptaan manusia dalam bisnis islam?
3. Apa saja penerapan nilai -nilai islam Dalam bisnis?
4. Dan apa saja yang dicapai kemaslahatan dalam bisnis nilai -
nilai islam itu?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana pengembangan ekonomi bisnis islam
2. Mengetahui apa saja hakikat penciptaan manusia dalam bisnis
islam
3. Mengetahui apa saja penerapan nilai – nilai islam dalam bisnis
4. Dan mengetahui apa saja yang mencapai kemaslahatan dalam
nilai – nilai islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengembangan ekonomi bisnis islam


Bisnis menurut Presepektif Islam Madura ( 2007: 5 )
mengatakan bahwa suatu bisnis ( atau perusahaan ) adalah usaha
yang menyediakan produk atau jasa yang diinginkan oleh pelanggan.
Menurut departemen tenaga kerja AS, lebih dari 800.000 bisnis
diciptakan di AS setiap tahunnya. Hal diatas menjelaskan bahwa
secara umum bisnis adalah suatu motif manusia untuk
mendapatkan sebuah keuntungan secara material ( laba ) disamping
fungsinya yakni memenuhi dan memuaskan pelanggan. Lalu
bagaimana Islam memandang bisnis itu sendiri. Islam menjelaskan
bahwa bisnis adalah serangkaian aktivitas dalam berbagai bentuk
yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya ( barang/jasa
)termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya ( ada aturan halal dan haram ).
Pengembangan ekonomi dan bisnis Islam dapat dilakukan
dengan berbagai cara, diantara-Nya mengamati dan mengkaji sistem
ekonomi dan bisnis konvensional yang berkembang dengan
mengaitkannya dengan sumber ajaran Islam, yaitu al-Quran dan as-
Sunnah. Apabila sistem ekonomi dan bisnis tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran Islam, maka sistem tersebut dapat
diakomodasi ke dalam ekonomi dan bisnis Islam. Cara ini lebih
mudah dilakukan karena hanya mencari praktik ekonomi dan bisnis
di masyarakat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi
memiliki kelemahan yang fundamental karena sangat tergantung
pada praktik yang sudah ada tanpa ada motivasi untuk merumuskan
sendiri.

3
Cara kedua adalah mengkritisi sistem ekonomi dan bisnis
konvensional kemudian mencoba menyempurnakannya dengan
sumber ajaran Islam untuk membangun ekonomi dan bisnis Islam.
Meskipun cara pengembangan ini lebih maju dari cara pertama
karena sudah ada usaha untuk menggali nilai-nilai Islam dan
menyempurnakan praktik ekonomi dan bisnis yang berkembang di
masyarakat namun demikian masih memiliki kelemahan mendasar,
yaitu ketergantungan pada praktik ekonomi dan bisnis di
masyarakat. Al-Quran dan as-Sunnah belum dianggap sebagai
sumber ilmu pengetahuan dan hidup
bermasyarakat.
Cara ketiga adalah meyakini bahwa al-Quran dan as-Sunnah
adalah sumber ilmu pengetahuan. Dengan demikian, al-Quran dan
as-Sunnah digali dan diteliti sesuai dengan kepentingan bidang
keilmuan untuk menemukan ilmu yang mashlahah, termasuk
ekonomi dan bisnis Islam. Ini berarti bahwa Islam memiliki sendiri
sistem ekonomi dan Bisnis tanpa harus mengikuti sistem ekonomi
dan bisnis konvensional. Permasalahan yang bisa muncul adalah
perbedaan penafsiran atas isi al-Quran dan as-Sunnah di antara
setiap penafsir. Perbedaan ini bisa diakibatkan oleh latar belakang
pendidikan, kepentingan, wawasan, lingkungan penafsir, dan lain
sebagainya. Hal ini tidak menjadi masalah yang berarti sepanjang
dilakukan dengan niat yang tulus untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan karena setiap penafsir akan mendapatkan
keberuntungan. Semakin banyak orang yang menafsirkannya berarti
semakin banyak orang belajar dari al-Quran dan as-Sunnah dan itu
berarti semakin banyak ilmu pengetahuan yang berkembang di
masyarakat dengan basis al-Quran dan as-Sunnah. Dengan demikian
tidak ada kesia-siaan di dalam menafsirkan atau menggali al-Quran
dan as-Sunnah karena semua mendapat keberuntungan.

4
Berkaitan dengan penafsiran ayat-ayat suci al-Quran dan as-
Sunnah, Islam memiliki epistemologi tersendiri yang telah lama
dipraktikkan oleh cendekiawan muslim pada masa lalu Mengingat
ilmu dalam Islam dipengaruhi dimensi spiritual, wahyu, intuisi, dan
memiliki orientasi teosentris, konsekuensi berikutnya sebagai salah
satu ciri ilmu tersebut adalah terikat nilai-nilai di dalam Islam. Nilai-
nilai tersebut dapat dikembangkan dari sifat-sifat Allah swt (asmaul
husnah) dan nilai-nilai luhur dalam Islam, seperti kejujuran,
keikhlasan, dan lain sebagainya.
Berbasis Syariah Syariat (as-Syari’ah) berarti sumber air
minum (mawrid al-mā’ al istisqa’) atau atau jalan yang lurus (at-ţariq
al-mustaqim). Secara istilah syariah bermakna perundang-undangan
yang diturunkan Allah swt. melalui Rasulullah saw. untuk seluruh
umat manusia, baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan,
minuman, pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia
dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat. Jadi bisnis syariah adalah bisnis
yang diaplikasikan dengan memakai nilai-nilai ke-Islaman atau
syariat Islam.
Menurut Syafii Antonio, syariah mempunyai keunikan
tersendiri, Syariah tidak saja komprehensif, tetapi juga unifersal.
Unifersal bermakna bahwa Syariah dapat ditetapkan dalam setiap
waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keunifersal ini terutama pada
bidang sosial (ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara
kalangan muslim dan non-muslim. Dengan mengacu pada pengertian
tersebut, Dermawan Kertajaya dan Syakir Sula memberi pengertian
bahwa bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh
kebersamaan dan penghormatan atas hak masing-masin

5
B. Hakikat penciptaan manusia dalam bisnis islam
Sistem ekonomi dan bisnis yang dikembangkan seharusnya
tidak terlepas dari dari tujuan sistem itu diciptakan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan hidup umat manusia. Sedangkan untuk
memahami kebutuhan hidup umat manusia perlu digali hakikat
penciptaan umat manusia di muka bumi.
Oleh karena itu, untuk membangun sistem ekonomi dan
bisnis Islam maka kita perlu memahami hakikat penciptaan umat
manusia. Menurut Alimuddin (2011: 243), pada dasarnya hakikat
penciptaan manusia di muka bumi ini hanya untuk mengemban tiga
tugas utama, yaitu menyembah kepada Allah 3 , memakmurkan bumi
4 , dan sebagai khalifah5 . Sebagai hamba, manusia hanya bekerja
seoptimal mungkin sesuai ketentuan yang diwakili (khalifah) agar
kehidupan ini (sekarang dan dimasa yang akan datang) menjadi lebih
baik (makmur) dan tidak merusak bumi ini. Hasil yang diperoleh,
bukanlah ditentukan oleh manusia tetapi oleh Sang Pemberi Rezeki.
Dengan demikian, pada hakikatnya hasil yang diperoleh berupa harta
adalah pemberian Allah berupa amanah untuk dinikmati dan
dimanfaatkan seoptimal mungkin sesuai ketentuan-Nya.
Hakikat penciptaan umat manusia Pertama, untuk
penyembah Allah. Semua makhluk yang diciptakan Allah
diperintahkan untuk menyembah hanya kepada-Nya . Tujuan ini
berimplikasi kepada segala perbuatan manusia harus didasari dan
dilakukan sesuai dengan tuntunan-Nya, dan ditujukan hanya
kepada-Nya. Penyembahan ini tidak dimaksudkan untuk
memperbesar posisi atau kedudukan yang disembah karena Allah
tidak membutuhkan itu. Disembah atau tidak disembah, Dia sudah
tertinggi kedudukannya. Penyembahan ini, mengajarkan kepada
umat manusia, bahwa yang patut disembah adalah yang memiliki
kekuasaan yang tak terbatas. Tujuan penyembahan ini, adalah untuk

6
kebaikan umat manusia sendiri agar bisa merdeka dengan sebenar-
benarnya merdeka dan tidak menyembah kepada makhluk yang
memiliki keterbatasan tetapi hanya menyembah kepada zat yang
memiliki kekuasaan yang tak terhingga dan tidak mengharapkan
balasan dari kebaikan-Nya kepada setiap umat-Nya, Dia sudah
memiliki segala-galanya dan tidak sedikit pun berkurang dengan Dia
berbuat baik.
Dengan demikian, manusia tidak terjebak kepada
penyembahan yang sifatnya jangka pendek, penyembahan harta
benda, penyembahan kepada atasan, penyembahan kepada makhluk
lainnya yang tidak memiliki kekuatan, tetapi sesembahan yang
sifatnya abadi sehinga bisa berhasil menjalankan amanah di dunia
dan meraih keuntungan di akhirat kelak. Penyembahan kepada Allah
akan menguntungkan manusia itu sendiri karena tidak
menimbulkan kesulitan dalam proses penyembahan. Hal ini
disebabkan karena yang disembah hanya satu dan jelas
tuntunannya. Berbeda halnya, jika sesembahan itu lebih dari satu
akan memusingkan penyembah memenuhi ketentuan setiap yang
disembah karena setiap sesembahan akan berbeda-beda harapan
dan keinginannya.
Kedua, sebagai khalifah Allah, mengharuskan makhluk yang
diserahi tugas untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan
petunjuk yang memberi tugas dan wewenang. Pelaksanaan tugas dan
wewenang yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya adalah
pelanggaran terhadap makna dan tugas kekhalifaan. Dalam
pemahaman yang lain, kata khalifah sering diartikan sebagai
„pengganti‟ (yang berarti selalu berada di belakang, sesudah yang
digantinya). Menurut Al-Raghib Al-Isfahani, bahwa menggantikan
yang lain berarti

melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan, baik bersama yang

7
digantikannya maupun sesudahnya.
Dalam pemahaman terakhir ini, mengharuskan adanya
interaksi antara manusia dengan pemberi tugas, dan interaksi
manusia dengan manusia, serta interaksi manusia dengan alam raya.
Keharmonisan hubungan ini hanya bisa dicapai dengan menerapkan
nilai-nilai di dalam Islam. Nilai-nilai tersebut dapat digali dan
dikembangkan dari al-Quran dan as-Sunnah. Nilai-nilai misalnya
dari ajaran Islam dapat dikembangkan dari asmaulhusnah. Penerpan
nilai-nilai Islam akan menciptakan kemaslahatan umat manusia.
Kemasalahatan yang bisa dicapai di dunia adalah terciptanya
kemajuan dan perkembangan masyarakat yang ideal, seperti
digambarkan Allah dalam al-Quran, surat Saba‟ ayat 15, menjadi
negeri yang makmur yang diridhai Allah (baldatun thayiibatun
warabbun ghafuur).
Ketiga, memakmurkan bumi, mengharuskan umat manusia
untuk bekerja keras dan cerdas yang dilandasi nilai-nilai Islam dan
tidak berpangku tangan apalagi meminta-minta. Bekerja
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dan kemaslahatan
keluarga, untuk kemaslahatan umat, dan sebagai wujud rasa syukur
kepada Allah.
Meskipun seseorang tidak membutuhkan pekerjaan karena
semua kebutuhannya telah terpenuhi, baik untuk dirinya maupun
untuk keluarganya tetapi di dalam Islam mereka tetap diwajibkan
untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitarnya
dan umat lainnya. Kewajiban bekerja ini bukan hanya diperuntukkan
bagi mereka yang masih kuat tetapi bagi siapa saja meskipun dia
tidak akan menikmati hasilnya. Setiap hasil karya yang halal yang
dinikmati manusia, burung, atau hewan, kecuali baginya sedekah.
Begitu pentingnya memakmurkan bumi ini, sehingga
walaupun kiamat datang tetapi pada tangan seorang ada biji/bibit

8
untuk ditanam, maka jika ia bisa menanamnya, tanamlah sebelum
tiba kiamat. Menurut Bell (2001) dan McAndrew (2002), setiap ciri
ditentukan oleh gen yang memiliki nilai survival yang tinggi, yang
membantu individu untuk bertahan dengan kecenderungan untuk
diwariskan kepada keturunannya.
Sedangkan menurut Trivers (1971), perilaku menolong,
memungkinkan adanya basis biologis dari altruism mutual atau
reciprocal. Menurutnya, biaya atau risiko potensial bagi individu
dalam memberi pertolongan kepada pihak lain akan diimbangi oleh
kemungkinan untuk mendapatkan pertolongan dari pihak lain
sekarang atau dimasa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan
hukum ketertarikan (law of attraction) yang tunduk pada prinsip-
prinsip alam yang mengatakan energi yang ada disekitar kita akan
merespon sesuai dengan energi yang kita pancarkan, jika energi yang
kita pancarkan adalah cinta dan kasih sayang maka energi di sekitar
akan memancarkan balik energi yang sama sifatnya dengan lebih
banyak (Losier, 2009: 9-19). Lima belas abad sebelum Losier
mengimplementasikan hukum ini dalam kehidupan, Allah swt telah
berfirman di dalam al-Quranul karim, jika engkau berbuat baik maka
kebaikan itu untuk dirimu sendiri, tetapi jika engkau berbuat jahat
maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri juga . Hal ini mengandung
makna, bahwa seseorang atau perusahaan yang berbuat baik,
misalnya menolong sesama makhluk jangan menunggu imbalan atau
balasan pada saat dia berbuat baik dari makhluk tersebut, tetapi
lakukan saja dengan ikhlas sebagai pertanda ketundukan kita
kepada Sang Pengatur. Biarkan Dia yang menentukan balasannya
yang pasti sesuai dengan kebutuhan kita.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang terindah
dan paling sempurna (kamal). Kamal atau kesempurnaan manusia
terletak pada

9
kesetabilan dan keseimbangan nilai-nilainya. Manusia dengan segala
kemampuan yang ada pada dirinya dapat dianggap sempurna, ketika
tidak hanya cenderung pada satu nilai dari sekian banyak nilai yang
ia miliki. Ia dapat dianggap sempurna ketika mampu
menyeimbangkan serangkaian potensi insaninya untuk menjadi
insan kamil yang tidak hanya berhubungan dengan manusia akan
tetapi dengan makluk lain dan alam sekitarnya. Insan kamil dalam
hal ini adalah manusia yang seluruh nilai insaninya berkembang
secara seimbang dan stabil walaupun seringkali nilai-nilai insani
yang berkembang tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain.
Menurut pandangan agama Islam, manusia merupakan
makhluk ciptaan Tuhan dengan bentuk dan pencitraan yang paling
indah serta sempurna kesempurnaan manusia bukan saja karena
manusia sebagai makhluk terindah di bumi yang sesuai dengan citra-
Nya, tetapi karena ia juga merupakan pencerminan dari Al-Asma’ul
Husna yang dibekali dengan berbagai potensi untuk menjalankan
hidup dan kehidupannya terutama tanggung jawabnya menjaga
kelestarian kehidupan manusia dan alam sekitarnya. Potensi-potensi
manusia menurut pandangan Islam tersimpul dalam Al Asma’Al
Husna, yaitu sifat-sifat Allah yang berjumlah 99.
Pengembangan sifat-sifat tersebut pada diri manusia
merupakan ibadah dalam arti kata yang luas, sebab tujuan manusia
diciptakan dalam bentuk yang sempurna adalah untuk menyembah
Allah SWT. Oleh karena itu, pengembangan sifat-sifat pada manusia
perlu untuk dikembangkan kaitan dengan tugas dan amanahnya di
muka bumi.
Kesempurnaan manusia sebagai pribadi pada dasarnya
terletak pada pengejawantahan manunggalnya berbagai ciri atau
karakter hakiki atau sifat kodrati manusia yang seimbang antar
berbagai segi yakni segi individu dan sosialnya, jasmani dan

10
ruhaninya, dunia dan akhieratnya. Sifat kodrati manusia, serba
monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
berjiwa dengan adanya cipta, rasa, karsa, serta makhluk ciptaan
Tuhan dan makhluk yang bebas serta otonom.
Kesempurnaan manusia selain karena berbagai potensi
sebagaimana telah disebutkan di atas juga karena dilengkapi dengan
potensi ruh. Dimensi ruh ini membawa sifat-sifat dan daya-daya yang
dimiliki oleh sumbernya, yaitu Allah. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa dimensi al-ruh merupakan unsur
kesempurnaan manusia dan merupakan daya potensial internal
dalam diri manusia. Manusia diciptakan oleh Allah dilengkapi dengan
keindahan dan kesempurnaan fisiknya. Aspek jasmaniah adalah
organ fisik dan biologis manusia dengan segala perangkat-
perangkatnya. Kelengkapan inilah yang menjadikan kaitan yang erat
antara kelanjutan kehidupan manusia dengan keseimbangan alam
sekitar dan lingkungannya yang memberikan substansi kehidupan
dan pemenuhan kehidupan fisik dan perkembangannya.

C. Penerapan nilai – nilai islam dalam bisnis


Dalam bahasa syariah, spiritual marketing adalah tingkatan
"pemasaran langit", yang karena di dalam keseluruhan prosesnya
tidak ada yang bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah
(bisnis syariah), ia mengandung nilai-nilai ibadah, yang
menjadikannya berada pada puncak tertinggi dalam pemasaran atau
muamalah. Hal ini adalah refleksi dari ikrar seorang Muslim ketika ia
beribadah, "Qul inna shalâtî wanusukî wamahyâya wamamâtî lillâhi
rabbil-'âlamîn" (Ya Allah, aku berikrar, sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidup- ku, dan matiku hanya untuk Allah semata).
Selain itu, dalam syariah marketing, bisnis yang disertai
keikhlasan semata-mata hanya untuk mencari keridhaan Allah,

11
maka seluruh bentuk transaksinya insya Allah menjadi ibadah di
hadapan Allah Swt. Ini akan menjadi bibit dan modal dasar baginya
untuk tumbuh menjadi bisnis yang besar, yang memiliki spiritual
brand, yang memiliki karisma, keunggulan, dan keunikan yang tak
tertandingi. Seperti kata Al- Quran, "Dan perumpamaan orang-orang
yang mem- belanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan
untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu akan
menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyi-
raminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu perbuat."
Praktik-bisnis sakit yang selama puluhan tahun melingkupi
keseharian kita semakin menyadarkan kita bahwa kejujuran, etika,
dan moral dalam suatu bisnis menjadi suatu keharusan. Pada
lingkungan bisnis yang tidak jarang mengabaikan etika, kejujuran
merupakan resource yang semakin langka bagi perusahaan. Dan tak
hanya langka, ia merupakan resource yang bisa di-leverage menjadi
komponen penting daya saing suatu perusahaan. Dari sinilah,
kemudian muncul para- digma baru dalam pemasaran, yang
dilandasi oleh ke- butuhan yang paling pokok, yang paling dasar,
yaitu kejujuran, moral, dan etika dalam bisnis. Inilah spiritual
marketing.
Spiritual marketing merupakan tingkatan tertinggi. Orang
tidak semata-mata menghitung lagi untung atau rugi, tidak
terpengaruh lagi dengan hal-hal yang ber- sifat duniawi. Panggilan
jiwalah yang mendorongnya, karena di dalamnya mengandung nilai-
nilai spiritual.
Dalam tulisan ini, ada tiga nilai utama yang mencoba digali untuk
dapat diterapkan (tidak berarti nilai yang lain tidak bermanfaat, tetapi
hanya untuk memberi contoh bagaimana nilai-nilai dalam Islam

12
dapat diaplikasikan dalam dunia bisnis yang berbeda filosofinya
dengan bisnis yang dikelola secara konvensional), yaitu nilai
kejujuran (shiddiiq), keadilan („adl), dan kemanunggalan
(ukhuwwah). Ketiga jenis nilai utama ini dalam implementasinya
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
1. Nilai Kejujuran dalam Berbisnis
Menurut Qardhawi (2000a), kejujuran adalah puncak
moralitas dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang
beriman. Tanpa kejujuran, agama tidak akan berdiri tegak dan
kehidupan dunia tidak akan berjalan baik. Begitu pun bisnis tidak
akan berjalan baik tanpa ditopan oleh pemilik dan karyawan yang
jujur.
Jujur merupakan pancaran dari iman yang dimiliki pemilik
dan karyawan, mereka tidak terbiasa berdusta, baik dalam
menghasilkan dan menjual produk maupun memanipulasi
keuntungan. Hukum ketertarikan (law of attraction), mengatakan
bahwa energi universal yang ada di sekitar kita akan merespon setiap
getaran yang kita pancarkan (Losier, 2009: 17), maka pada detik itu
juga energi universal tersebut sedang menyesuaikan diri dengan
getaran yang kita pancarkan dan melipatgandakan apa pun yang
dipancarkan. Jika yang dipancarkan adalah nilai kejujuran dalam
proses bisnis maka energi di sekitar kita akan memancarkan balik
nilai kejujuran yang sama atau lebih. Pancaran kejujuran dalam
berproduksi akan menarik pancaran input produksi yang sama
bahkan bisa melebihinya, misalnya dengan meningkatnya penjualan
atau meningkatnya keuntungan. Tetapi keadaan yang sama akan
terjadi jika yang dipancarkan adalah kedustaan maka pancaran
baliknya akan sama atau melebihinya.

13
2. Nilai Keunggulan dalam Berbisnis

Ayub (2009: 107) menyatakan bantu-membantu, solidaritas, dan


penggantian kerugian serta kerusakan secara bersama-sama adalah
beberapa norma penting lain dalam kerangka perekonomian Islami jika
dibandingkan dengan struktur perekonomian konvensional di mana
kompetisi yang kejam mengakibatkan beberapa praktik yang tidak
beretika, seperti penipuan dan pemalsuan. Islam menghargai apabila
seseorang membantu orang lain di saat-saat yang dibutuhkan dan
melarang tindakan apa pun yang dapat mengakibatkan kerugian serta
kerusakan pada orang lain dan makhluk lainnya.Ajaran Islam sangat
menganjurkan tolong-menolong dan berbuat kebajikan kepada sesama.
Sifat tolong-menolong ini sebagai tanda sifat kemanunggalan dengan
sesama (HR. Muslim).

Tolong menolong menjadi sangat dibutuhkan untuk mengatasi


kesulitan yang dirasakan umat lain. Oleh Taylor et al. (2009: 457)
Perilaku ini digolongkan sebagai altruisme dan perilaku prososial. Dalam
kaitannya dengan perdagangan, Islam melarang umat-Nya melakukan
jual-beli secara bai’ul mudthar (terpaksa). Menurut Al-Khitabi, bai’ul
mudthar adalah suatu keadaan ketika seseorang terpaksa menjual
barang miliknya karena terhimpit utang atau tertimpah musibah yang
harus segera diatasi (Qardhawi, 2000a: 183). Seorang yang memiliki sifat
altruisme tidak akan mengambil kesempatan ini untuk memperkaya diri
tetapi dia akan berusaha untuk mencarikan jalan keluar yang tidak
memberatkannya atau menolongnya tanpa meminta imbalan. Cara yang
bisa dilakukan untuk menyelesaikan utang ini bukanlah dengan
menjual barang miliknya, tetapi yang bersangkutan dipinjami uang
untuk menjalankan usahanya dan keuntungannya dibagi sesuai
kesepakatan, bahkan kalau perlu, seluruh keuntungannya diserahkan

14
kepada yang berutang hingga utangnya lunas, atau utangnya dilunasi
orang lain yang mampu.

3. Nilai Keunggulan dalam Berjualan


Berjualan berbasis nilai kemanunggalan mengandung makna
antara penjual dan pembeli adalah satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Oleh karena itu, di antara keduanya tidak boleh saling
menzalimi. Terdapat lima faktor penentu agar penjualan
tersebutdianggap menggunakan nilai kemanunggalan, yaitu pertama,
produk yang dijual adalah produk yang halal dan baik. Seorang
penjual tidak boleh menjerumuskan saudaranya memakan makanan
yang haram dan tidak baik untuk kesehatan tubuh.
Kedua, menjunjung tinggi spesifikasi yang telah
disepakati/disampaikan dan berlaku jujur dalam menentukan
ukuran. Seorang penjual tidak boleh menipu saudaranya dengan
mengurangi takaran yang semestinya dan menjual barang yang tidak
sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Ketiga, berlaku
manunggal dalam menetapkan harga. Tidak memberlakukan harga
yang sama antara pelanggan yang mampu dengan pelanggan yang
tidak mampu secara ekonomi. Keempat, berkembang bersama
pengusaha lainnya. Seorang pengusaha muslim tidak boleh bersaing
untuk saling mematikan, tetapi mereka harus bersinergi untuk
meningkatkan usahanya dan masyarakat di sekitarnya. Kelima,
ramah di dalam berjualan. Seorang pengusaha muslim, senantiasa
ramah kepada konsumennya, baik konsumen tersebut membeli
maupun tidak membeli produk.

4. Nilai Keunggulan dalam Meraih Keuntungan


Keberlangsungan jalannya usaha tidak terlepas dari dukungan
keuntungan materi yang memadai. Betapa tidak, keuntungan materi
akan menjamin peningkatan usaha perusahaan melalui peningkatan

15
investasi dan diversifikasi produk atau usaha. Disamping itu,
meningkatkan taraf hidup pemilik usaha dan karyawannya serta
meningkatkan penerimaan pendapatan negara melalui pajak
(Alimuddin, 2008). Dari segi spiritual, akan meningkatkan kedekatan
pengusaha dengan Sang Penggenggam Rezeki melalui zakat, infak,
dan sedekah serta ibadah lainnya yang membutuhkan dana. Dalam
pandangan Islam, keuntungan materi adalah keuntungan yang
diperbolehkan tetapi harus melalui proses bisnis yang halal, etis, dan
bermoral. Dengan proses seperti ini akan menciptakan kinerja yang
tak terhingga karena disamping mendapatkan keuntungan materi,
juga yang tak kalah pentingnya adalah menambah persaudaraan dan
kedekatan dengan Sang Penggenggam Kekuatan (Alimuddin, 2010

D. Menggapai Kemaslahatan Melalui Penerapan Nilai-nilai Islam


dalam Bisnis

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa pada dasarnya


hakikat penciptaan umat manusia adalah untuk mengabdi kepada Allah
dan sebagai khalifah Allah serta untuk memakmurkan bumi. Adapun
rezeki yang didapatkan untuk menjalankan tugas tersebut telah
ditentukan oleh Sang Maha Pencipta.

Oleh karena itu, manusia semestanya meniru sifat-sifat Tuhan-


Nya dan bekerja optimal sesuai tuntunan-Nya.Berbisnis dengan
memahami implementasi nilai-nilai Islam akan menghasilkan berbagai
kemanfaatan/kinerja kemaslahatan yang tidak akan dicapai melalui
bisnis yang menerapkan nilai-nilai konvensional. Adapun kinerja yang
dapat dicapai antara lain:

16
a. Small is Beautiful

Konsep harga jual yang menerapkan kekonsistenan menjalankan


niat yang telah diikrarkan mendorong setiap perusahaan untuk
menikmati keuntungan yang telah ditetapkan meskipun peluang untuk
meningkatkan harga jual per unit memungkinkan. Konsekuensinya,
perusahaan tersebut akan dikenang dan dipromosikan oleh pelanggan
kepada calon pelanggan lainnya bahwa perusahaan mtersebut tidak
mudah merubah harga jual meskipun harga di sekitarnya telah
mengalami kenaikan. Dalam pandangan Purnamasari dan Triyuwono
(2011), kenangan dan promosi yang dilakukan pelanggan seperti ini
digolongkan sebagai laba kenangan.Dengan

demikian, meskipun keuntungan yang kecil per unit akan


berdampak pada keuntungan yang lebih besar secara keseluruhan.
Disamping itu, kepercayaan yang besar dari pelanggan akan
menciptakan hubungan yang lebih harmonis dengan pelanggan dan
kekal sehingga berdampak pada perolehan keuntungan yang
berkesinambungan dan semakin bertambah (multiplier effect).

b. No Barrier to Entry

Di dalam penerapan nilai kejujuran, tidak ada manfaatnya


membeli barang dagangan yang berlebih. Pengadaan persediaan yang
melimpah tidak akan berdampak pada kenaikan harga jual atau
keuntungan.Dengan demikian, menjalankan kegiatan bisnis tidak perlu
membutuhkan modal yang relatif besar. Konsekuensinya, setiap orang
yang memiliki modal meskipun relatif kecil dapat mendirikan usaha
tanpa ada perasaan takut akan dipermainkan oleh pengusaha yang
memiliki modal yang relatif besar.Akibatnya, aktivitas perdagangan
menjadi lebih terbuka bagi siapa saja yang berkeinginan tanpa harus
dibatasi oleh kepemilikan modal yang besar.

17
Kesempatan kerja pun akan terbuka luas sehingga dapat
mengurangi atau memangkas habis pengangguran. Pemerataan
pendapatan pun akan tercipta dan kesejahteraan masyarakat akan
semakin merata serta hubungan kemasyarakatan akan semakin
harmonis.

c. Efisiensi

Dalam manajemen modern, efisiensi pengelolaan usaha menjadi


persyaratan mutlak menghadapi persaingan yang semakin ketat. Pada
pasar yang semakin terbuka, harga jual atas suatu produk adalah given
(berlaku umum) sehingga untuk meningkatkan keuntungan, efisiensi
pengelolaan usaha menjadi alternatif yang paling memungkinkan untuk
dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
efisiensi, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan persediaan
adalah menerapkan just in time (JIT).

Penerapan nilai kejujuran mendorong setiap pengusaha untuk


menghindari penumpukan persediaan karena tidak memberikan
kemanfaatan yang berarti. Penumpukan persediaan akan memacu
kenaikan pengeluaran non-value added,berupa investasi, yaitu
penambahan ruang atau gedung untuk menampung persediaan
(gudang) dan kenaikan kebutuhan modal kerja untuk membiayai
persediaan, tenaga kerja, penerangan, asuransi, dan
administrasi.Penyiapan persediaan yang tidak berlebih akan mendorong
pemanfaatan dana yang lebih produktif pada usaha lain. Akibatnya akan
tercipta peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja
sehingga dapat meningkatkan pemerataan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.

18
d. Mengurangi Risiko

Setiap pengusaha akan senantiasa mengurangi risiko dalam


berusaha agar tingkat kepastian dapat diprediksi dan keuntungan dapat
ditingkatkan. Penyedian persediaan yang tidak berlebih akan
mengurangi risiko kerusakan, kehilangan, dan penurunan nilai
persediaan sehingga dapat mengakibatkan kenaikan keuntungan atau
kenaikan kekayaan materi.Penerapan nilai kejujuran mencegah terjadi
penumpukan persediaan yang berlebih karena penumpukan persediaan
menyebabkan ketidak produktifan kekayaan.

Penumpukan persediaan bertentangan dengan ajaran agama


ini yang menghendaki produktivitas kekayaan. Dengan demikian,
penerapan nilai-nilai Islam ini akan mengurangi tingkat risiko di dalam
berusaha, khususnya risiko pengelolaan persediaan dan menghindari
perbuatan tercela.

e. Hidup Tawaddhu

Hidup dalam kesetaraan akan menghindari pemaksaan


kehendak pihak tertentu, khususnya mereka yang hidup bergelimang
harta untuk memenuhi keinginannya. Sementara yang lain tidak
berdaya dan terpaksa harus memenuhi kemauan mereka guna
memenuhi kebutuhan hidupnya meskipun terkadang bertentangan
dengan norma-norma etika dan agama.

Mendapatkan keuntungan sesuai kebutuhan akan mendorong


mereka yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
tanpa merasa mendapat bantuan secara langsung. Setiap umat manusia
tidak ada yang diagungkan - yang bisa menjerumuskan ke penyembahan
kepada sesama umat dan tidak ada umat yang direndahkan
martabatnya - yang bisa memunculkan sifat kesombongan. Akibatnya

19
tercipta kehidupan yang lebih rendah diri dan hanya mengagungkan
kebesaran Allah swt.

f. Hidup Tenteram

Setiap makhluk yang diciptakan memiliki hak untuk hidup.


Bagi mereka yang mampu berkewajiban membantu sesamanya yang
kurang atau tidak mampu. Bagaikan orang tua yang berkewajiban
memberi nafkah kepada anak-anaknya tanpa mengharapkan imbalan.

Kondisi demikian akan menciptakan hubungan yang harmonis,


baik di dalam keluarga maupun di dalam kehidupan bermasyarakat.
Semua akan hidup tenteram dalam bingkai kasih sayang.Penerapan
nilai-nilai Islam dalam Bisnis akan tercipta kehidupan harmponis dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Tidak ada lagi seorang umat manusia yang
kelaparan, tidak ada lagi yang berjalan tanpa pakaian, hidup di bawah
kolong jembatan, tidak tahu berhitung dan membaca, dan sakit yang
diakibatkan ketidak mampuan membayar.

20
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Pengembangan ekonomi bisnis islam Pengembangan ekonomi
dan bisnis Islam dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantara-Nya
mengamati dan mengkaji sistem ekonomi dan bisnis konvensional yang
berkembang dengan mengaitkannya dengan sumber ajaran Islam, yaitu
al-Quran dan as-Sunnah. Cara ini lebih mudah dilakukan karena hanya
mencari praktik ekonomi dan bisnis di masyarakat yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi memiliki kelemahan yang
fundamental karena sangat tergantung pada praktik yang sudah ada
tanpa ada motivasi untuk merumuskan sendiri.
Meskipun cara pengembangan ini lebih maju dari cara pertama
karena sudah ada usaha untuk menggali nilai-nilai Islam dan
menyempurnakan praktik ekonomi dan bisnis yang berkembang di
masyarakat namun demikian masih memiliki kelemahan mendasar,
yaitu ketergantungan pada praktik ekonomi dan bisnis di masyarakat.
Dengan demikian, al-Quran dan as-Sunnah digali dan diteliti sesuai
dengan kepentingan bidang keilmuan untuk menemukan ilmu yang
mashlahah, termasuk ekonomi dan bisnis Islam. Semakin banyak orang
yang menafsirkannya berarti semakin banyak orang belajar dari al-
Quran dan as-Sunnah dan itu berarti semakin banyak ilmu
pengetahuan yang berkembang di masyarakat dengan basis al-Quran
dan as-Sunnah.

B. Saran
3Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan, Kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan
makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagit penulis. Dan para pembaca.

21
DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin PENGELOLAAN BISNIS BERBASIS NILAI-NILAI ISLAM


Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas
Hasanuddin aan_alimuddin@yahoo.com

Kartajaya, H., Sula, M. S. (2006). Syariah marketing. Indonesia: Mizan


Pustaka.

Yusanto, M. I., Widjajakusuma, M. K. (2002). Menggagas bisnis


Islami. Indonesia: Gema Insani.

Yusanto, Muhammad Ismail, and Widjajakusuma, Muhammad


Karebet. Menggagas bisnis Islami. Indonesia, Gema Insani, 2002.

Ida Umami HAKEKAT PENCIPTAAN MANUSIA DAN PENGEMBANGAN


DIMENSI KEMANUSIAN SERTA URGENSINYA TERHADAP
PENGEMBANGAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM PRESPEKTIF
AL-QURAN STAIN Jurai Siwo Metro Jl. Ki Hajar Dewantara, 15 A,
Iringmulyo Kota Metro, Lampung Email: alidaumami@yahoo.co.id

Choirul Huda MODEL PENGELOLAAN BISNIS SYARI’AH: Studi Kasus


Lembaga Pengembangan Usaha Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung
Semarang Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang e-mail:
hudachoi99@gmail.com

Burhanuddin ANALISIS PENGELOLAAN USAHA BERBASIS SYARIAH


PADA MASA COVID 19 Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al-
Washliyah burhanuddin@umnaw.ac.id

Yogiswara Karishma W dan Tika Widiastuti ETIKA BISNIS ISLAM DALAM


PENGELOLAAN BISNIS DI PESANTREN MUKMIN MANDIRI Mahasiswa
Program Studi S1 Ekonomi Islam-Fakultas Ekonomi dan Bisnis-
Universitas Airlangga

22

Anda mungkin juga menyukai