Anda di halaman 1dari 13

Makalah Akhlak Tasauf

“Tafakkur”

Dosen Pengampuh : Dr. Hj. Fatma Yulia. M. Ag

Oleh :

Nama : Muhammad Dimas

Nim : 0101172078

Jur/sem : KPI D III

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Komunikasi Penyiaran dan Penyiaran Islam

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT dengan berkat, rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Akhlak Tasauf ini
yang membahas tentang “Tafakkur“.

Shalawat serta salam semoga senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, para sahabat dan para pengikutnya sampai di hari kiamat, semoga kita
kelak termasuk umat yang mendapatkan syafaat nya di hari akhir.

Terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Dosen Dr. Hj. Fatma Yulia. M. Ag selaku dosen
Studi Akhlak Tasauf, yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini, sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan format yang telah ditentukan. Dan saya
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini
hingga selesai.

Tentunya dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat
diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dari forum diskusi ini.
Semoga dengan adanya kritik dan saran tersebut dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi
saya dalam penyusunan makalah ini pada khususnya, dan para pembaca pada umumnya.
Segala kelebihan milik Allah dan segala kekurangan milik hambanya.
Daftar Isi
Kata Pengantar ...........................................................................................................

Daftar Isi ....................................................................................................................

BAB I .........................................................................................................................

Latar Belakang ...........................................................................................................

BAB II........................................................................................................................

Pembahasan................................................................................................................

I.1 Pengertian Tafakur .........................................................................................


I.2 Istilah yang Identik dengan Tafakur ..............................................................
I.3 Tahapan-tahapan Tafakur ..............................................................................
I.4 Ayat Alquran Tentang Tafakur ......................................................................

BAB III ......................................................................................................................

Penutup ......................................................................................................................

Simpulan ....................................................................................................................

Daftar Pustaka ............................................................................................................


BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Salah satu karakteristik penting yang harus dimiliki oleh orang yang beriman kepada
Allah adalah kemampuan melihat tanda-tanda kekuasaan Allah melalui makhluknya. Ia harus
dapat melihat kekuasaan dan kebesaran karya seninya di setiap kelembutan dan
kesempurnaan makhluknya, seraya ia memuji kebesarannya. Allah menciptakan segala
makhluk yang ada di alam semesta ini adalah sebagai pengingat dan petunjuk akan kebesaran
Allah, bukan sebagai tontonan yang tidak ada faedahnya.

Tidak ada satu pun makhluk ciptaan Allah yang sia-sia. Makhluk satu dengan makhluk
lainnya semuanya saling berkaitan satu sama lain yang berfungsi untuk menjaga keteraturan
sistem yang ada di alam semesta ini. Memahami karakteristik ini disebut dengan tafakkur.
Apa bila seorang muknin mampu melihat kebesaran dan kekuasaan Allah dalam setiap
makhluk dan ciptaanya dalam artian mampu bertafakkur, maka ia akan merasa selalu dekat
dengan Allah.

Meluangkan waktu atau mengisi waktu untuk bertafakkur adalah salah satu acara yang
menarik bagi ahli hikmah dan ahli taqwa dalam menghadirkan kebesaran Allah di hatinya.
Tafakur disini berarti merenungkan kebesaran dan kekuasaan Allah dalam menciptakan dan
mengawasi serta menjaga keteraturan sistem yang dibuatnya di alam semesta ini. Dengan
tafakur ia akan menemukan rahasia dibalik semua makhluk Allah dan selalu menumbuhkan
kebesaran Allah di dalam hatinya.
BAB II

ISI
I.1 Pengertian Tafakur

Tafakur berarti berfikir. Kata ini berasal dari kata “fikr” yang berarti pikiran. Kata
“fikr” dalam perkembangannya merupakan perubahan dari “fark” yang berarti menggosok.
Kedua kata itu ada persamaannya, yaitu menggosok. Tetapi bedanya ialah kata “fark”
digunakan untuk menggosok benda konkret, sedangkan “firk” digunakan untuk menggosok
atau menggali hal-hal yang bersifat abstrak, yaitu menggali makna sesuatu untuk mencapai
hakikatnya, maksudnya berfikir.1

Dalam berbagai topik bahasan, tafakur selalu diartikan sebagai menggerakkan pikiran
secara luas, dalam, dan sistematis. Bagi orang-orang yang biasa melakukannya, tafakur
adalah pemicu kalbu, santapan ruh, inti makrifat, serta sekaligus menjadi darah, nyawa, dan
cahaya bagi kehidupan Islami. Ketika tafakur hilang, hati pasti akan menjadi gelap, ruh akan
kacau, dan kehidupan yang islami akan berubah menjadi kematian yang beku.

Tafakur adalah cahaya di dalam hati. Dan sebagaimana cahaya lainnya, dengan tafakur
itulah pula seseorang dapat membedakan antara yang baik dengan yang jahat, antara yang
bermanfaat dengan yang berbahaya, dan antara yang bagus dengan yang jelek. Dengan
tafakur pula segenap semesta dapat berubah menjadi buku yang bisa dibaca, sebagaimana
dengannya setiap ayat suci yang agung dapat digali kedalaman kandungannya.

Tafakur adalah lentera yang menerangi semua kejadian, yang membuat manusia dapat
mengambil pelajaran dan kesimpulan dalam bentuk hasil yang beragam. Tafakur adalah
laksana kunci emas menuju pengalaman, ruang persemaian bagi pohon-pohon hakikat, dan
ibarat pupil cahaya bagi mata hati.

Demi semua inilah kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah
mencapai puncak segalah keindahan dan menguasai puncak tafakur bersabda “ Bertafakurlah
kalian tentang nikmat-nikmat Allah, dan janganlah kalian bertafakur tentang zatnya karena
sesungguhnya kalian tidak akan mampu melakukannya.”

1
Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta : Prenada Media, 2004),
hlm, 61-62.
Lewat sabda ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan batasan wilayah
tafakur yang dapat kita lakukan. Dengan ini beliau juga mengingatkan kekuatan, potensi, dan
kemampuan yang kita miliki dalam masalah ini.2

Sungguh indah apa yang dinyatakan oleh penulis al-Minhaj yang mengingatkan kita
dalam syair berikut: “ Tafakur terhadap nikmat adalah syarat jalan ini. Akan tetapi tafakur
terhadap zatnya subhanahu wa ta’ala adalah dosa yang nyata. Ya, sesungguhnya tafakur
terhadap zatnya subhanahu wa ta’ala adalah kebatilan yang nyata. Jadi, ketahuilah bahwa itu
mustahil dilakukan dan tidak akan berhasil.”

Pada hakikatnya, bukankah alquran telah menasehati kita dengan ayat-ayatnya yang
agung seperti QS Ali Imran ayat 191

   


  
  
  
   
   


(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka
peliharalah Kami dari siksa neraka.

Ke arah jalan terbaik dalam bertafakur ?! yaitu dengan menunjukkan kitab alam
semesta di hadapan mata kita, serta menunjukkan bagaimana “kitab” itu ditulis, keunikan
huruf-hurufnya, keistimewaan kata-katanya, sistematika kalimat-kalimatnya, dan kepejalan
strukturnya.

Ya, sesungguhnya tawajuh kepada kitab al-Haqq Allah subhanahu wa ta’ala dalam
setiap tafakur, tashawur (berimajinasi), dalam setiap situasi dan kondisi, serta upaya untuk
merenungi dan memersepsinya yang kemudian diiringi dengan pengaturan kehidupan sesuia

2
Muhammad Fethullah Gulen, Tasawuf Untuk Kita Semua, (Jakarta Selatan : Republika Penerbit,
2014), hlm, 39-40.
dengan pemahaman kita ini yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, pasti akan
membuat seluruh hidup kita memiliki cita rasa ruhniah (madzaq ruhaniy) yang kental.

Semua itu dapat terjadi karena penyingkapan rahasia-rahasia Ilahi yang terkandung di
dalam kitab alam semesta dan pengungkapannya, akan membuat manusia di setiap saat selalu
memiliki kedalaman iman baru melebihi imannya yang sudah ada serta memberi warna
spiritualitas baru yang menyerap seluruh rasa ruhaniahnya. Inilah penyingkapan baru yang
merupakan hasil yang darinya akan muncul cahaya yang membentang dari keimanan menuju
makrifat, lalu dari makrifat kepada mahabbah, lalu dari mahabba menuju kenikmatan
ruhaniah, kemudian ia terus melesat menuju alam akhirat, menuju keridhaan Allah sebagai
tujuan puncak dari segala tujuan. Inilah jalan terang yang akan menghantarkan seorang salik
menjadi sosok insan kamil.3

I.2 Istilah Yang Identik Dengan Tafakur

1. Tadabur

Istilah tadabur berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi kata tadabur berasal dari kata
dabara artinya “belakang”. Sedangkan tadabur itu artinya memikirkan,merenungkan, dan
memerhatikan sesuatu di balik, di belakang, atau memerhatikan kesudahan perkara serta
memikirkannya. Dengan kata lain, memerhatikan dan memikirkan pangkal dan tujuannya,
kemudian mengulanginya beberapa kali. Adapun kalimat “memerhatikan bagian akhir dari
perkara” maksudnya ujung dan kesudahannya. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah
QS al-Mukminun ayat 68 Allah swt berfirman :

   


   
  

68. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Perkataan (Kami), atau Apakah telah datang
kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?

Secara terminologi, tadabur merupakan upaya manusia dalam mengetahui dan


memahami makna serta maksud yang terkandung dalam sesuatu ayat dengan
merenungkannya secara mendalam melalui bantuan akal pikiran dan hati yang terbuka

3
Ibid., hlm, 41.
sehingga mendapatkan hikmah yang terkandung di balik ayat-ayat tersebut, serta berupaya
untuk mengamalkannya dalam kehidupan.4

2. Tasyakur

Tasyakur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online berarti “ hal bersyukur
(kepada Allah), hal berterima kasih (kepada Allah). Jadi, tasyakur berarti bersyukur atas
segala sesuatu atau nikmat yang telah diberikan Allah swt.5

I.3 Tahapan – tahapan Tafakur

Menurut Badri, tafakur meliputi empat tahap yang saling berkaitan, yaitu :

1. Tahap Pertama
Manusia berawal dengan pengetahuan-pengetahuan yang ia peroleh melalui persepsi
langsung dengan menggunakan penglihatan, pendengaran, peradaban dan panca indra
lainnya. Cara tidak langsung dengan imajinasi ataupun aktifitas intelektual murni.
2. Tahap Kedua
Jika manusia mencoba mengamati objek tafakurnya lebih jauh dengan memperhatikan
keindahan-keindahannya, berarti ia telah berpindah dari pengetahuan yang dingin
kepada ketakjuban terhadap keindahan dan kehebatan ciptaan tersebut. Tahapan ini
merupakan saat dimana manusia merasakan gelora dalam diri yang menggetarkan
hati.
3. Tahap Ketiga
Suatu tahapan dimana gelora dalam diri yang meningkat ke arah kesadaran dan
pengakuan sifat-sifat keagungan Tuhan. Hal ini menambah kekhusyukan dan manusia
merasa sangat dekat dengan Tuhannya.
4. Tahap Keempat
Jika tahap-tahap sebelumnya sering dilakukan dan menjadi kebiasaan yang mengakar
dalam diri. Segala sesuatu yang dulunya tampak biasa, kini berubah mengakar dalam
diri. Segala sesuatu yang dulunya tampak biasa, kini berubah menjadi sumber
kekayaan dalam berfikir, menghadirkan rasa kusyuk dan perenungan terhadap
berbagai nikmat Allah. Pada tahapan ini, segala sesuatu yang ada dilingkungannya

4
Abas Asyafah, konsep Tadabur Alquran, (Bandung : Cv. Maulana Media Grafika, 2014), hlm, 6-8.
5
https://kbbi.web.id/tasyakur.html. diakses pada tanggal 4 Desember 2018 pukul 21:00 wib.
telah berubah menjadi stimulus baginya untuk selalu berpikir dan merenung. Pada
tahap ini pula ia mencapai terbukanya pintu kesaksian akan keagungan Allah dan
pintu penyaksian hari kebangkitan. Ia melihat makhluk bergerak sesuai dengan
perintah dan kehendaknya, tunduk kepadanya. Semua yang disaksikannya akan
menguatkan keikhlasan hatinya dalam beragama.6
I.4 Ayat-ayat Alquran tentang Tafakur

Menurut Yusuf al-Qardhawi, Allah memerintahkan kita berfikir atau menggunakan


pikiran untuk memahami ciptaan dan kebesaran Allah. Rasulullah bersabda “ Berpikirlah
kamu tentang ciptaan Allah dan jangan pikirkan zatnya” (HR Thabrani). Mengenai perlunya
kita memikirkan ciptaan Allah dijelaskan pula dalam Alquran :

 QS Ar-Rum ayat 8
  
    
  
  
    
  
  
8. dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak
menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan
(tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di
antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya.
 QS Ali ‘Imran ayat 190-191
   
 
  
  
  
  

6
Jurnal, Nancy Indah Mawarni dkk, Dinamika Psikologis Tafakur pada Anggota Thariqah Qadariyah
Wa Naqsyabandiyyah, hlm, 52.
  
  
   
   
 
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
 QS Ad-Dukhan ayat 38-39
  
  
  
  
   

38. dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
dengan bermain-main.
39. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui.
 QS Ar-Ra’d ayat 3
   
  
   
  
   
    
  
 
3. dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung
dan sungai-sungai padanya. dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-
pasangan[765], Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
[765] Yang dimaksud berpasang-pasangan, ialah jantan dan betina, pahit dan manis,
putih dan hitam, besar kecil dan sebagainya.7
 QS al-Ghasyiyah ayat 17
   
  
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,?

Tidak ada makhluk Allah swt. Yang tidak berguna, itu pasti. Persoalannya
hanyalah pada keterbatasan kemampuan manusia dalam mengungkap manfaat dan
misterinya. Salah satunya dan yang secara tegas menantang manusia adalah fakta
tentang unta. Salah satu fakta tentang unta yang masih menjadi misteri adalah
kemampuannya bertahan hidup di padang pasir yang panas tanpa air dalam waktu
lama, hingga sekitar satu setengah bulan. Cukup lama fakta ini menjadi misteri yang
membingungkan para ilmuwan.
Pada akhirnya, para pakar fisiologi dan biologi telah menemukan jawaban dari
misteri tersebut, jawabannya bahwa unta ternyata memiliki kemampuan untuk
memproduksi air dari lemak yang terdapat dalam punuknya melalui proses kimiawi.
Hal ini tidak dapat ditandingi oleh industri yang ada di dunia. Unta menyimpan
cadangan air di punuknya. Jika unta menyimpannya di bawah kulit seperti manusia,
maka suhu tubuh akan meningkat dratis dan berakibat fatal. Unta mampu menyimpan
lemak sebanyak ini, unta mampu bertahan hidup tanpa air selama satu setengah bulan.
Subhanallah.8

7
Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta : Prenada Media, 2004),
hlm,63-64.
8
Sholeh Dimyathi dan Feisal Ghozali, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, (Jakarta : PT
Gramedia, 2015), hlm, 43.
BAB III
PENUTUP
Simpulan

Tafakur berarti berfikir. Kata ini berasal dari kata “fikr” yang berarti pikiran. Kata
“fikr” dalam perkembangannya merupakan perubahan dari “fark” yang berarti menggosok.
Kedua kata itu ada persamaannya, yaitu menggosok. Tetapi bedanya ialah kata “fark”
digunakan untuk menggosok benda konkret, sedangkan “firk” digunakan untuk menggosok
atau menggali hal-hal yang bersifat abstrak, yaitu menggali makna sesuatu untuk mencapai
hakikatnya, maksudnya berfikir.

Dalam berbagai topik bahasan, tafakur selalu diartikan sebagai menggerakkan pikiran
secara luas, dalam, dan sistematis. Bagi orang-orang yang biasa melakukannya, tafakur
adalah pemicu kalbu, santapan ruh, inti makrifat, serta sekaligus menjadi darah, nyawa, dan
cahaya bagi kehidupan Islami. Ketika tafakur hilang, hati pasti akan menjadi gelap, ruh akan
kacau, dan kehidupan yang islami akan berubah menjadi kematian yang beku.

tafakur meliputi empat tahap yang saling berkaitan, yaitu :

1. Tahap Pertama, Manusia berawal dengan pengetahuan-pengetahuan yang ia peroleh


melalui persepsi langsung dengan menggunakan penglihatan, pendengaran, peradaban
dan panca indra lainnya. Cara tidak langsung dengan imajinasi ataupun aktifitas
intelektual murni.
2. Tahap Kedua, Jika manusia mencoba mengamati objek tafakurnya lebih jauh dengan
memperhatikan keindahan-keindahannya, berarti ia telah berpindah dari pengetahuan
yang dingin kepada ketakjuban terhadap keindahan dan kehebatan ciptaan tersebut.
Tahapan ini merupakan saat dimana manusia merasakan gelora dalam diri yang
menggetarkan hati.
3. Tahap Ketiga, Suatu tahapan dimana gelora dalam diri yang meningkat ke arah
kesadaran dan pengakuan sifat-sifat keagungan Tuhan. Hal ini menambah
kekhusyukan dan manusia merasa sangat dekat dengan Tuhannya.
4. Tahap Keempat, Jika tahap-tahap sebelumnya sering dilakukan dan menjadi kebiasaan
yang mengakar dalam diri. Segala sesuatu yang dulunya tampak biasa, kini berubah
mengakar dalam diri. Segala sesuatu yang dulunya tampak biasa, kini berubah
menjadi sumber kekayaan dalam berfikir, menghadirkan rasa kusyuk dan perenungan
terhadap berbagai nikmat Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Sudirman tebba, kecerdasan sufistik jembatan menuju makrifat, 2004, Jakarta : prenada media.

Muhammad fethullah gulen, tasawuf untuk kita semua, 2014, Jakarta selatan : republika penerbit.

Abas asyafah, konsep tadabur alquran, 2014 Bandung : cv. Maulana media grafika.

https://kbbi.web.id/tasyakur.html. Diakses pada tanggal 4 desember 2018 pukul 21:00 wib.

Jurnal, nancy indah mawarni dkk, dinamika psikologis tafakur pada anggota thariqah qadariyah wa

naqsyabandiyyah.

Sholeh dimyathi dan feisal ghozali, pendidikan agama islam dan budi pekerti, 2015, Jakarta : pt

gramedia.

Anda mungkin juga menyukai