Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

THAHARAH
DOSEN PENGAMPUH :
Khairul Akhyar, S.Sy.,MH

UIN SUSKA RIAU

MAKALAH INI DI BUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA


KULIAH FIQIH

DISUSUN OLEH :

 M. ADITYA LUKMAN (12170114499)


 FITRI HAMDANA (12170124456)
 SILVI KHAIRUNNISA (12170124027)

LOKAL 4-E
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN
ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh. Puji syukur atas rahmat Allah


SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “ THAHARAH ”
dapat penulis selesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas kelompok dari Bapak
Khairul Akhyar, S.Sy.,MH pada Mata Kuliah Fiqih.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Khairul Akhyar,
S.Sy.,MH selaku Dosen pembimbing mata kuliah Fiqih. Berkat tugas yang diberikan ini,
dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih terdapat banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga berharap adanya kritik serta saran
dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Pekanbaru, 27 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………..…..1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………..……..1


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………..….1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………..…...1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………...…..2

2.1 Pengertian Thaharah……………………………………………………………………...…2

2.2 Macam-macam Thaharah………..………………………………………………………….5

A.Tayamum………..…………………………………………………………..………. 5

B.Wudhu………..…………………………………………………………..…………..6

C.Mandi Jannabah…………………………………………………………..…………..7

2.3 Tata Cara Mandi Wajib…..…………………………………………………………..……10

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………12

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………….12

3.2 Saran………………………………………………………………………………………...12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa
thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang
fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan
melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan
terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran
ibadah syar’iah.
Thaharah erat kaitannya dengan rutinitas ibadah terutama shalat. Seseorang yang hendak
melaksanakan shalat maka ia wajib untuk melaksanakan thaharah sebelumnya (Yunus, tt: 3).
Oleh karena itu, thaharah mempunyai kedudukan penting dalam shalat yang menjadi rutinitas
ibadah karena orang yang khusyu sebelum shalat (thaharah) maka telah didapatkan baginya
kunci shalat. Para ulama ahli fiqih (Fuqhaha) membagi thaharah kedalam empat bagian yaitu:
wudhu, mandi junub, tayamum, dan istinja (Yunus, tt: 3).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Dari Thaharah ?
2. Apa saja Macam-macam Thaharah?
3. Apa Pengertian Tayammum?
4. Apa Pengertian Wudhu?
5. Bagaimana tata cara mandi wajib?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Thaharah.
2. Untuk mengetahui Macam-macam Thaharah.
3. Untuk mengetahui apa itu Tayammum.
4. Untuk mengetahui apa itu wudhu.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara mandi wajib.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah


Thaharah berasal dari bahasa arab yakni ‫ ةرىط‬-ٌ‫ رىط‬-‫ رىط‬yang artinya bersuci. Thaharah
berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau bersih dan suci dari kotoran atau najis
yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan
kemaksiatan. Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti
“kebersihan” ketika dikatakan saya menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah
saya membersihkan pakaian. Dalam buku Fiqh ibadah secara bahasa ath-thaharah
berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak. Sedangkan menurut
istilah atau terminologi thaharah adalah menghilangkan hadas, menghilangkan najis, atau
melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk serupa dengan kedua kegiatan tersebut.
Dalam buku yang lain mengatakan bahwa thaharah adalah bersih dari najis haqiqi yakni
khabast atau najis hukmi yakni hadast, devenisi yang dibuat oleh mazhab maliki dan hambali
sama dengan devenisi yang digunkan oleh ulama mazhab hanafi mereka mengatakan bahwa
thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi sholat yaitu hadats atau najis dengan
menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah.
Al-Imam ibnu Qodamah al Maqdisi mengatakan bahwa thaharah memiliki 4 tahapan
yakni :
1. Menyucikan lahir dari hadats, najis-najis, dan kotoran-kotoran.
2. Menyucikan anggota tubuh dari dosa dan kemaksiatan.
3. Menyucikan hati dari akhlak-akhlak tercela dan sifat-sifat buruk.
4. Menyucikan hati dari selain Allah.

Kebersihan lahir ialah bersih dari kotoran dan hadats, kebersihan dari kotoran, cara
menghilangkan dengan menghilangkan kotoran itu pada tempat ibadah, pakaian yang di pakai
pada badan seseorang. Sedangkan kebersihan dari hadats dilakukan dengan mengambil
air wudhu dan mandi. Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan
tayammum. Alat yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan tanah(debu) untuk
tayammum. Dalam hal ini air harus dalam keadaan suci lagi menyucikan atau di sebut dengan air
muthlak sedangkan tanah/debu harus memenuhi beberapa syarat yang di tentukan.

a. Hakikat dan Fungsi Țaharah


Țaharah bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti “suci”. Dan Islam
mengajarkan buat umatnya untuk senantiasa dalam keadaan suci, baik dari lahir maupun batin,
karena Allah sangat mencintai orang-orang yang selalu memelihara kesucian dirinya,
sebagaimana termaktub dalam firman- ya S. l- aqarah (2) 222 yang lafa dan artinya
sbb ً‫ر‬ ‫نب ت و‬ ً ً ‫ب وب و‬ ‫إ‬ ‫ ً ى ل ال‬Artinya:

2
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri
jaran kebersihan dan kesucian dalam Islam antara lain terlihat dari disyari‟atkannya
ibadah şalat yang dilakukan lima waktu dalam setiap harinya. Untuk melaksanakan şalat, diawali
dengan berwuḑu‟ dan atau mandi janab yang merupakan syarat sebelum melakukan şalat; dan
dapat juga dilakukan dengan mensucikan batiniyah melalui pengesaan Allah swt, seperti
menghindarkan diri dari menyekutukan-Nya (syirik, kufur), juga menghindarkan diri dari sifat-
sifat tercela seperti dengki, iri hati, riya‟ dan lain sebagainya.
Kesucian secara lahiriyah adalah menghindarkan diri dari terkena najis hakiki (seperti
kotoran manusia yang mengenai badan, pakaian ataupun tempat dimana akan şalat), maupun
najis hukmi (seperti menimpa badan atau dengan kata lain dalam keadaan junub); jadi, secara
umum kesucian lahiriyah dan batiniyah ini merupakan hakikat țaharah, sehingga dengan
demikian orang yang dalam keadaan suci, dapat melakukan ibadah kepada Allah sesuai dengan
perintah dan ajarannya; sedangkan fungsi țaharah merupakan syarat untuk keabsahan dari suatu
ibadah.

b. Sarana Țaharah
Sarana atau alat untuk țaharah adalah dengan air dan tanah (debu) sebagai pengganti
daripada air; baik air maupun tanah dapat digunakan untuk berwuḑu‟, mandi dan tayamum;
Berwuḑu‟ digunakan untuk bersuci dari hadaś kecil, dan mandi digunakan untuk bersuci dari
hadaś besar; diantara air sebagai sarana țaharah adalah
1. ir Muțlaq ir muțlaq; yaitu air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci dari hadaś
dan najis. Yang termasuk golongan air mutlaq ini, seperti air hujan, air sumur (air zam-
zam), air salju (termasuk juga es, embun), air mata air, air sungai, dan air laut.
2. ir Musta’mal ir musta‟mal; yaitu air sisa yang mengenai badan manusia karena telah
digunakan untuk wuḑu‟ dan mandi, disebut air musta‟mal. Sayid Sabiq mengutarakan
bahwa air musta‟mal adalah: air yang terpisah dari anggota-anggota badan orang yang
berwuḑu‟ atau mandi.
3. Air yang dicampur dengan barang yang suci Air yang bercampur dengan barang yang
suci, seperti bercampur dengan sedikit air sabun, atau bercampur dengan sedikit air mani
dan lain sebagainya.
4. Air yang bercampur najis. Air yang bercampur dengan najis, seperti air yang bercampur
dengan air seni manusia, atau air yang bercampur dengan bangkai, tidak boleh
dipergunakan sama sekali untuk menghilangkan hadas maupun kotoran.

Secara garis besar, Najis terbagi tiga kategori, yaitu:


1. Najis Mukhaffafah: ialah najis ringan, untuk cara membersihkan/ mensucikannya cukup
dengan memercikan dengan air yang suci pada bagian yang terkena najis mukhaffafah,
kemudian di lap dengan kain yang suci dan kering, yang tergolong najis mukhafafah ialah air

3
kencing bayi laki-laki dibawah umur dua tahun, dan belum pernah makan sesuatu apapun
terkecuali hanya air susu ibu.
2. Najis Mutawasițah: ialah najis pertengahan, untuk cara membersihkan/ mensucikannya,
dengan menyiramkan air pada bagian yang terkena najis mutawasițah hingga hilang sifat2
najisnya (rasa, warna dan baunya), yang tergolong najis mutawasițah diantanya angkai
binatang kecuali ikan dan belalang dan mayat manusia, Darah, Nanah, Segala sesuatu yang
keluar dari kubul dan dubur, Minuman keras seperti arak dan sebagainya, Bagian anggota
badan binatang yang terpisah karena dipotong selagi hidup, dan masih banyak lagi.
3. Najis Mughallaẓah ialah: Najis berat, yang disebabkan oleh air liur anjing dan babi yang
mengenai barang. untuk cara membersihkan/ mensucikannya, terlebih dahulu
menghilangkan/ mencuci benda atau wujud najisnya sampai bersih, kemudian dicuci kembali
dengan air suci sebanyak tujuh kali yang salah satunya air tersebut dicampur dengan tanah
yang suci /tidak tercampur Najis

c. Ketentuan Tentang Thaharah


Ketentuan dalam thaharah adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan, debu, dan
benda benda padat yang diyakini tidak bernajis.
Alat yang digunakan dalam thaharah
1. Air, yang terbagi menjadi :
a. Air mutlak
Yaitu air yang suci lagi mensucikan terhadap lainnya. Misalnya air hujan, air salju, air sumur, air
laut, air sungai, air empang, air danau, atau air telaga.
b. Air musta’mal
Yaitu air yang telah dipakai untuk berwudhu atau mandi. Hukumnya air semacam ini tetap
bersuci lagi mensucikan.
c. Air suci tetapi tidak mensucikan.
yaitu air yang suci tetapi tidak dapat digunakan untuk berthaharah. Air ini jika dilihat dari zatnya
sendiri adalah suci, semisal air kelapa.
d. Air yang bernajis
Yaitu air yang tercampur dengan barang najis sehingga merubah salah satu diantara rasa,
warna atau baunya. Air semacam ini tidak dapat dipergunakan untuk thaharah, baik
untuk menghilangkan hadast maupun menghilangkan najis.
2. Debu, yaitu debu atau tanah yang bersih , yang tidak bercampur dengan najis.
Seperti debu yang kita jumpai diatas almari, di dinding rumah, pada dinding
bagian dalam bis, kereta api, pesawat udara, pada mobil dan sebagainya.
3. Benda padat, yaitu benda-benda padat yang suci dari asalnya lagi pula tidak terkena najis
semisalbatu, batu merah, tanah kertas (padas), kayu kering, kertas resap atau tisue dan
sebagainya.

4
d. Alat-alat Bersuci
Alat thaharah adalah sesuatu yang biasa digunakan untuk bersuci.
Berdasarkan jenisnya, alat thaharah dibagi menjadi tiga, yaitu air, batu dan debu.
1. Air
Mengutip dari buku Fiqih Thaharah, air yang bisa digunakan untuk thaharah adalah air
suci yang menyucikan. Air ini disebut juga dengan air mutlak. Air mutlak adalah air murni yang
belum tercampuri oleh suatu najis. Berdasarkan ayat dan hadist, ada beberapa jenis air mutlak
yang bisa digunakan untuk bersuci, di antaranya air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air es,
dan air embun.
2. Debu
Jika seorang Muslim hendak bersuci, namun ia tidak bisa menemukan air, maka
diperbolehkan baginya untuk thaharah menggunakan debu yang suci. Bersuci dengan
debu ini dalam Islam disebut juga dengan istilah tayamum.
3. Benda yang dapat menyerap kotoran
Selain air dan debu, alat thaharah selanjutnya adalah benda yang dapat
menyerap kotoran. Benda yang dimaksud dalam hal ini di antaranya batu, tisu, kayu, dan
sejenisnya. Dalam Islam, benda ini dikhususkan untuk menghilangkan najis, seperti beristinja’.

2.2 Macam-macam Thaharah


A. Tayammum
Pengertian Secara bahasa tayammum itu maknanya adalah bermaksud. Sedangkan
secara syar’i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanahuntuk bersuci
dari hadats kecil maupun hadats besar. Caranya dengan menepuk-nepuk kedua tapak tangan ke
atas tanah laludiusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk bersuci dari
hadats.Tayammum berfungsi sebagai pengganti wudhu’ dan mandi janabah sekaligus.Dan itu
terjadi pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnyayang akan kami sebutkan.
Maka bila ada seseorang yang terkena janabah tidakperlu bergulingan di atas tanah melainkan
cukup baginya untuk bertayammumsaja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal
sekaligus yaitu hadats kecildan hadats besar.
Sebab yang Membolehkan Tayamum Para Ahli Fiqh telah menetapkan kebolehan bertayamum
bagi orang yang berhadas kecil maupun besar, baik diwaktu musafir ataupun tidak; kebolehan
tayamum ini yang apabila disebabkan:
a. Karena ketiadaan air Firman Allah dalam
Q.S.4 An- isȃ‟ 43 ‫ب‬ ٌ ‫هن ص و ع ً د‬ ً ‫ت د م و آء ف ت‬
‫ ن‬... ‫ ف‬.
Artinya “…Jika kamu tidak memperoleh air, maka bertaya-mumlah (sapulah mukamu dan
kedua tanganmu) dengan tanah yang bersih (suci)”.
b. Tidak ada Kemampuan untuk menggunakan Air
Dimaksud dengan tidak ada kemampuan untuk menggunakan air disini adalah, meskipun air itu
terdapat disekitarnya, namun ada sebab-sebab tertentu yang menjadi penghalang tidak bisa

5
mendapatkannya; termasuk dalam katagori seperti: (1) orang yang dipenjara dalam rumah
tahanan yang terletak dipinggir kali, sementara dia tidak memperoleh izin keluar untuk
mendapatkan air untuk wudu‟;
(2) tidak berani keluar rumah untuk mendapatkan air karena ancaman bianatang buas seperti
harimau, gajah dll, yang diperediksi mengancam keselamatan fisik bahkan nyawanya;
(3) orang yang sakit, dikhawatirkan akan bertambah parah yang apabila menggunakan air untuk
berwuḑu‟,
c. Ditakutkan Kehilangan Harta
jika mencari Air Ulama Malikiyah mengemukakan, bahwa ada semacam keyakinan akan
memperoleh air, jika air itu dicari, namun timbul kekhawatiran akan kehilangan harta bagi
pemiliknya jika pencaharian itu dilakukan (akan dicuri, dirampok dll), maka menurut golongan
ini dibolehkan untuk bertayamum, tanpa melihat apakah orang tersebut dalam keadaan musafir
atau bermukim ditempat tinggalnya, baik harta tersebut miliknya sendiri maupun milik orang
lain yang tanggung jawabnya bertumpu kepada orang tersebut.
d. Ditakutkan akan Habis Waktu Ṣalat Jika seseorang sanggup menggunakan air, tetapi khawatir
akan habis waktu bila memakainya untuk berwuḑu‟ lantaran jarak yang ditempuh untuk
mendapatkan air itu cukup jauh, maka hendaklah ia bertayamum dan melakukan şalat, serta tidak
wajib ia mengulanginya.

B. Wudhu
Pengertian Wudhu ;
1) Bahasa Kata wudhu' dalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha'ah .Kataini bermakna
al-hasan ‫( ن سح ال‬yaitu kebaikan, dan juga sekaligus bermaknaan-andzafah ‫ ةف اظ ن ال‬yaitu
kebersihan.

2) Istilah Sedangkan kata wadhuu' bermakna air yang digunakan untukberwudhu'.


Wudhu' adalah sebuah ibadah ritual untuk mensucikan diridari hadats kecil dengan
menggunakan media air. Yaitu dengan caramembasuh atau mengusap beberapa bagian
anggota tubuh menggunakanair sambil berniat di dalam hati dan dilakukan sebagai sebuah
ritual khasatau peribadatan. Bukan sekedar bertujuan untuk membersihkan secarafisik atas
kotoran melainkan sebuah pola ibadah yang telah ditetapkan tataaturannya lewat wahyu dari
langit dari Allah SWT.
Farḑu 5 Wuḑu’ Terpenuhinya pengertian wuḑu‟ yang apabila terpenuhi farḑufarḑunya yakni:
1. Niat
Niat yang dimaksud disini adalah: cetusan hati (kesengajaan dalam hati) untuk
mengerjakan suatu perbuatan yang berangkai dengan awal perbuatan itu. Niat adalah amalan
hati dan hanya Allah yang mengetahuinya. Niat itu tempatnya di dalam hati dan bukanlah di
lisan, hal ini berdasarkan ijma‟ (kesepakatan) para ulama sebagaimana yang dinukil oleh
hmad bin bdul Harim bul bbas l Haroni dalam Majmu‟ Fatawanya.

6
2.Membasuh muka
Para Ulama telah sepakat bahwa membasuh muka itu, pada dasarnya adalah: farḑu dalam
wuḑu‟. erintah membasuh muka terdapat dalam .S. 5 l-Mȃidah 5 ‫ن‬ ‫ج و ى‬
‫و و‬ ‫ ف‬Artinya: maka basuhlah mukamu. Yang dimaksud dengan (batas) muka
adalah daerah yang berada ditepi dahi sebelah atas sampai tepi bawah dagu, dan dari centil
(pinggir) telinga kanan sampai centil telinga kiri; dan membasuh muka hanya diwajibkan
satu kali saja, sedangkan untuk penyempurnaannya sampai tiga kali hukumnya sunnah.

3. Membasuh kedua Tangan sampai Siku


Dasar ditetapkannya farḑu yang ketiga ini adalah firman llah ‫ه ف ق‬ ‫ن ل ى‬
‫ل‬ ‫ ٍَ و‬Dan (basuhlah) tanganmu beserta siku tanganmu. Siku yang dimaksud disini,
adalah batas engsel yang meng-hubungkan lengan dengan tangan; atau pertemuan antara
lengan dengan pergelangan. rti dari ilal marafiq disini, adalah berarti ma’al marafiq,
yakni beserta siku; jadi, wajib membasuh beserta sikunya dan dalam membasuh tangan
disini juga hendaknya seluruh kulit tangan beserta sikunya basah dengan air, apabila
seseorang yang memakai cincin atau gelang perlu menggerak-gerakkannya agar jari dan
pergelangannya tidak tersisa dari kulit yang tidak terkena air.

4. ‫م و‬ ‫ ب حو‬Maksudnya adalah mengusap kepala dengan tangan yang dibasahi air


Pengertian mengusap kepala disini tidaklah diharuskan seluruh kepala, melainkan
sebagiannya saja sudah cukup, karena “ba” pada “biruusikum”, adalah littab‟iḑ (untuk
sebagian).
5. .Membasuh Kaki serta kedua Mata Kaki
erdasarkan firman llah ‫ل ب‬ ‫ل‬ ‫ن ل‬ ‫ر ج‬ ‫و‬
rtinya Dan (basuhlah) kakimu beserta mata kakimu. Kata “arjulakum” atau pada
“aidiakum” bukanlah pada pamsahu biruusikum; karenanya bukan mengusap kaki beserta
kedua mata kaki, melainkan membasuh kaki dengan sempurna beserta kedua mata kaki.
6. Tertib
Dalam Mengerjakan Wuḑu Tertib dalam mengerjakan wuḑu‟ (pelaksanaan
wuḑu‟) itu, dimaksud untuk mensucikan anggota tubuh satupersatu sesuai dengan
urutannya sebagaimana dikehendaki dalam Al- ur‟an; yaitu diawali dengan membasuh
muka, kedua tangan, menyapu kepala dan diakhiri dengan membasuh kaki Hal ini juga
didukung oleh Hadis abi yang diriwayatkan oleh l asȃ‟i dari Jabir bin bdillah sbb
. ‫ب و‬ ‫د ى ل ال‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ ل ب د‬: ‫ع ل َو و لن ق إ‬ ‫ي ى ل ال‬
‫ب لص‬ ‫ع ب ىلال د ق‬ ‫بب ر‬ ‫ح‬ ‫ ن سآئ رو ه ع‬Artinya: dari
Jabir bin Abdillah, Nabi s.a.w bersabda: mulailah dengan apa yang telah dimulai oleh
Allah dengannya.

7
C. Mandi
a. Pengertian Mandi
Dimaksud dengan mandi ialah meratakan air yang suci pada seluruh badan dengan
disertai niat; sedangkan menurut istilah, AlJaziri dalam bukunya Al-Fiqhu „ la Ma ahib l-
rba‟ah mengemukakan bahwa mandi adalah menggunakan (mengalirkan) air yang suci untuk
seluruh badan dengan cara yang telah ditentukan oleh syara‟22 . Dasar hukum disyari‟atkannya
mandi ini adalah firman Allah dalam
Q.S. 5 Al-Mȃidah 6 ‫و‬ ‫ى‬ ‫ب ف‬ ‫ت مج‬ ‫و إ‬
Artinya: Jika kamu dalam keadaan junub (hadas besar), maka bersucilah.

b. Sebab yang Mewajibkan Mandi


Para Ulama telah menetapkan beberapa sebab yang mewajibkan mandi;
1. Bersetubuh
Ayat 6 dari QS. Al-Mȃidah (5) di atas menunjukan akan kewajiban bagi orang
yang junub untuk mandi. Sementara Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnahnya24
mengemukakan pendapat dari Imam Syafi‟i bahwa arti umum janabah adalah bersetubuh
meskipun tidak mengeluarkn mani (tanpa coitus).
2. Terhentinya Darah Haid dan Nifas
Darah haid adalah darah yang keluar dari rahim wanita dalam kondisi sehat, tidak
karena melahirkan dan tidak pula karena sakit; biasanya darah ini keluar setiap bulan dan
keluar menurut kebiasaan masing-masing wanit; Darah ini sering disebut “menstrasi”,
dan dikenal juga dengan istilah “datang bulan” atau dengan istilah ”lagi merah” untuk
pembicaraan dikalangan wanita.
3. Keluar Mani
Keluar Mani yang disertai syahwat, artinya dalam keadaan kondisi sehat, sama
adakah pada waktu bersetubuh ataupun pada waktu lainnya, baik di waktu tidur maupun
diwaktu bangun atau terjaga, baik terhadap laki-laki maupun terhadap perempuan.
4. Mati (Meninggal Dunia)
Apabila seorang Muslim meninggal dunia, maka wajib dimandikan. Hukum
wajib ini telah ijma‟ para Ulama; demikian disebutkan dalam Fiqh Sunnah Golongan
mayoritas (Jumhur Ulama) berpendapat bahwa memandikan mayat (Islam) hukumnya
adalah farḑu kifayah, sedangkan cara memandikan janazah itu sebagaimana dijelaskan
dalam Hadis yang diriwayatkan oleh ukhari dan Muslim dari Ummi „ țiyah

c. Hal-hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah

8
Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi
janabah. Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Tiga lagi
sisanya hanya terjadi pada perempuan.
1. Keluar Mani
Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik
dengan cara sengaja seperti jima’ atau masturbasi, maupun dengan cara tidak
sengaja, seperti mimpi atau sakit.
2. Bertemunya Dua Kemaluan
Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-
laki dan kemaluan wanita. Istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan
(jima').
3. Meninggal
Seseorang yang meninggal dunia membuat orang lain wajib untuk
memandikan jenazahnya.
4. Haidh
Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada
seorang wanita dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru
menunjukkan bahwa tubuh wanita itu sehat.
5. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah
melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya
itu dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan
atau melahirkan maka wajib atas wanita itu untuk mandi janabah. Hukum nifas
dalam banyak hal lebih sering mengikuti hukum haidh. Sehingga seorang yang
nifas tidak boleh shalat puasa thawaf di baitullah masuk masjid membaca Al-
Quran menyentuhnya bersetubuh dan lain sebagainya.
6. Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak meski anak itu dalam keadaan mati
maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat
melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya meski seorang wanita tidak
mengalami nifas namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah lantaran
persalinan yang dialaminya.

9
2.3 Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid yang Benar Menurut Islam
1. Membaca niat mandi wajib terlebih dahulu. Berikut bacaan doa mandi wajib,

Bacaan latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta'ala

Artinya: "Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid karena Allah
Ta'ala."

2. Bersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali


3. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri
4. Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan sabun dan bilas hingga bersih
5. Lakukan gerakan wudhu yang sempurna seperti ketika kita akan sholat dimulai dari
membasuh tangan sampai membasuh kaki
6. Masukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai
menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal
rambut juga terkena air
7. Bilas seluruh tubuh dengan mengguyur air. Dimulai dari sisi kanan lalu lanjutkan ke tubuh sisi
kiri
8. Saat menjalankan tata cara mandi wajib setelah haid, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian
tersembunyi ikut dibersihkan

10
Tata cara Mandi wajib laki-laki menurut islam :
dalam buku Fiqih Ibadah oleh Zaenal Abidin dijelaskan tata cara mandi wajib laki-laki sesuai
dengan sunnah:

1. Membaca niat mandi wajib

Artinya:
"Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadats besar fardu karena Allah ta'ala."

2. Bersihkan telapak tangan sebanyak tiga kali.


3. Bersihkan kotoran yang tersembunyi dengan tangan kiri. seperti kemaluan, dubur, bawah
ketiak, pusar, dan lain-lainnya.
4. Mencuci tangan dengan menggosok-gosoknya ke sabun atau tanah.
5. Lakukan gerakan wudhu yang sempurna seperti akan sholat.
6. Sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan yang dibasuhi air hingga menyentuh kulit kepala.
7. Basuh seluruh tubuh dengan air yang dimulai dari siis kanan, lalu sisi kiri.
8. Pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut dibersihkan.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakanmasalah
yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalamberibadah yang
menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT.Tidak ada cara bersuci yang
lebih baik dari pada cara yang dilakukan olehsyarit Islam, karena syariat Islam
menganjurkan manusia mandi danberwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan
bersih, tapi ketika hendakmelaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang
mengharuskanberwudlu, begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan
tempatibadahnya dan mensucikannya karena kotoran itu sangat menjijikkan bagimanusia.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari mungkin terdapat banyak
kekurangannya. Untuk itu penulis menerima setiap saran yang membangundari pembaca agar
makalah ini jadi lebih baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.studocu.com/id/document/universitas-mulawarman/analisis-kuantitatif-
untuk-manajemen/makalah-kel-1-fiqh-thaharah-1/23784527

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5480457/pengertian-thaharah-dalam-islam-dan-
macam-
macamnya#:~:text=Pembagian%20thaharah%20ada%20dua%2C%20yakni,di%20badan
%2C%20tempat%20dan%20pakaian.

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6405478/tata-cara-mandi-wajib-laki-laki-yang-
benar-dan-sah-dalam-islam

https://www.detik.com/hikmah/muslimah/d-6477725/tata-cara-mandi-wajib-setelah-haid-
yang-benar-menurut-islam

Fiqh Ibadah.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai