Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TAFSIR TARBAWI

TENTANG

“PENDIDIKAN ETOS KERJA”

OLEH :

KELOMPOK 11

AMINUL INSAN (1830107001)

EDRIGON (1830107007)

DOSEN PENGAMPU

YOGI IMAM PERDANA, M.Ag

JURUSAN TADRIS FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM

BATUSANGKAR

2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,Alhamdulillah rabbil ‘alamin.


Segala puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah mata kuliah “Pendidikan Etos Kerja”

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi


Muhammad SAW, penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami ilmu
dan manfaatnya. Merupakan suatu harapan pula semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya untuk penulis, kritik dan saran
dari makalah dan akan diterima dengan senang hati serta makalah ini
tercatat menjadi motivator bagi penulis untuk penulisan makalah yang
lebih baik dan bermanfaat. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Barakallahu fiikum.

Batusangkar, 01 Juni 2021

Pemakalah
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai manusia kita diwajibkan berusaha dan menggapai sebuah
cita-cita. Kita tidak boleh hanya berpangku tangan dan pasrah. Ajaran
agama melarang kita yang hanya pasrah tanpa berusaha. Allah SWT akan
memberikan karunia-Nya sesuai dengan usaha seseorang dan doa yang
tulus. Oleh karena itu, berusahalah sekuat tenaga dan berdo’alah secara
khusyuk dan tulus.
Rasulullah SAW bersabda: “Bekerjalah untuk duniamu seakan-
akan kamu akan hidup selamanya dan beribadahlah untuk kahiratmu
seakan-akan kamu mamti besok.” Dalam ungkapan lain diklatakan juga,
“Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah, memikul kayu lebih
mulia dari mengemis, mukmin yang kuat lebih baik daripada mukmin
yang lemah, Allah SWT menyukai mukmin yang kuat bekerja.” Nyatanya
kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawan dengan
ungkapan-ungkapan tadi.
Dalam situasi sekarang kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja
yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa
menyeimbangkan dengan nilai-nilai islami yang tentunya tidak boleh
melampui rel-rel yang telah ditetapkan Al-Quran dan as-Sunnah.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang harus dicapai pada makalah ini, adalah sebagai
berikut yaitu dapat menafsirkan ayat-ayat berikut ini:
1. QS. Al-An’am/6; 162 tentang kerja Ikhlas
2. QS. At-Taubah/9; 105 tentang kerja Mawas
3. QS. Al-Nahl/16; 97 tentang Kerja berkualitas
4. QS. Al-Najm/53; 39-41 tentang kerja keras
5. QS. Al-Isra/17; 36, 84 tentang kerja cerdas dan tangkap
6. QS. Al-Qashash/28; 77 tentang kerja selaras
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etos Kerja


Dalam kamus besar bahasa indonesia etos kerja adalah semangat
kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan sesorang atau suatu kelompok.
Kerja dalam arti luas adalalh segala bentuk usaha yang dilakukan
manusia, baik dalam hal materi, intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang
berkaitan dengan keduniaan dan akhirat. Etos berasal dari bahasa Yunani
etos yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta
keyakinan atas sesuatu.
Dalam bahsa Arab, kerja disebut amila. Menurut Dr. Abdul Aziz,
didalam kitab suci Al-quran terdapat 620 kata ‘amila atau kerja dengan
segala bentuknya. Hal itu menunjukkan bahwa masalah kerja harus
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari setiap umat manusia,
khususnya umat islam.
Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Adanya keterkaitan individu terhadap Allah SWT, kesadaran
bahwa Allah SWT melihat, mengontrol dalam kondisi apapun
dan akan menghisa seluruh amal perbuatan secara adil kelak
diakhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk
berlaku cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja,
berusaha keras keridhoann Allah dan mempunyai hubungan
baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw
bersabda,”sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang
pengusaha yang dilakukan secara tulus.”(HR.Hambali)
2. Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
Firman Allah SWT:
yang artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, makanlah
diantara rezeki yang baik-baik yang kami kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya
kamu menyembah”(Al-Baqarah; 172)

B. Penafsiran ayat-ayat
1. QS. Al-An’am/6; 162 tentang kerja Ikhlas
Artinya : Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Tafsir ayat:

Dalam ayat ini Nabi Muhammad, diperintahkan agar mengatakan


bahwa sesungguhnya salatnya, ibadahnya, serta semua pekerjaan yang
dilakukannya, hidup dan matinya adalah semata-mata untuk Allah Tuhan
semesta alam yang tiada sekutu bagi-Nya.Itulah yang diperintahkan
kepadanya.

Rasul adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada


Allah dalam mengikuti dan mematuhi semua perintah dan larangan-Nya.

Dua ayat ini mengandung ajaran Allah kepada Muhammad, yang


harus disampaikan kepada umatnya, bagaimana seharusnya hidup dan
kehidupan seorang muslim di dalam dunia ini.Semua pekerjaan salat dan
ibadah lainnya harus dilaksanakan dengan tekun sepenuh hati karena
Allah, ikhlas tanpa pamrih.

Seorang muslim harus yakin kepada kodrat dan iradat Allah yang
tidak ada sekutu bagi-Nya.Allah-lah yang menentukan hidup mati
seseorang.Oleh karena itu seorang muslim tidak perlu takut mati dalam
berjihad di jalan Allah dan tidak perlu takut hilang kedudukan dalam
menyampaikan dakwah Islam, amar ma’ru. Dalam ayat ini terdapat
perintah kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada kaumnya,
bahwa mengapa ia akan mencari Allah yang lain dengan
mempersekutukan-Nya dalam ibadah, berdoa untuk keperluan hidupnya
agar Dia menolongnya atau melindunginya dari kesusahan dan bahaya?
Mahasuci Allah dari persekutuan itu. Dialah Tuhan bagi segala sesuatu,
Dialah yang menciptakan semesta alam.

Selanjutnya pada ayat ini diterangkan, bahwa semua perbuatan


manusia akan dipertangungjawabkan- nya sendiri, dan orang yang
berbuat dosa akan menanggung sendiri dosanya itu, karena dosa
seseorang tidak akan dipikul oleh orang lain. Masing-masing menerima
pahala amal baiknya dan memikul dosa amal buruknya.

Hal ini berulang-ulang disebutkan dalam Alquran.

Firman Allah:
(Yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain, dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah
diusahakannya.

(an-Najm [53]: 38-39)

Ayat ini cukup memberi petunjuk dan jalan hidup yang bermutu
tinggi dan praktis, karena di samping harus beramal dan bekerja harus
pula diperhitungkan dengan cermat dan teliti setiap amal perbuatan yang
dikerjakannya.

Sebab amal pekerjaan atau perbuatan itu sangat besar pengaruhnya


dalam membawa nasib keberuntungan dan keruntuhan seseorang, baik di
dunia maupun di akhirat. Di akhirat, perselisihan manusia dalam
beragama akan diselesaikan.

2. QS. At-Taubah/9; 105 tentang kerja Mawas

Artinya : Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-


Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang
ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah
kamu kerjakan.
Tafsir ayat :

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, agar


beliau mengatakan kepada kaum Muslimin yang mau bertobat dan
membersihkan diri dari dosa-dosa dengan cara bersedekah dan
mengeluar-kan zakat dan melakukan amal saleh sebanyak mungkin.

Di samping itu, Allah juga memerintahkan kepada Rasul-Nya agar


menyampaikan kepada umatnya, bahwa apabila mereka telah
melakukan amal-amal saleh tersebut maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin lainnya akan melihat dan menilai amal-amal
tersebut.Akhirnya mereka akan dikembalikan-Nya ke alam akhirat,
akan diberikannya kepada mereka ganjaran atas amal-amal yang telah
mereka lakukan selama hidup di dunia.

Kepada mereka dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan


melakukan tobat, zakat, sedekah dan salat semata-mata, melainkan
haruslah mereka mengerjakan semua apa yang diperintahkan kepada
mereka.Allah akan melihat amal-amal yang mereka lakukan itu,
sehingga mereka semakin dekat kepada-Nya.

Rasulullah dan kaum Muslimin akan melihat amal-amal kebajikan


itu, sehingga merekapun akan mengikuti dan mencontohnya pula.
Sedangkan Allah memberikan pahala yang berlipat ganda bagi mereka
yang menjadi panutan, tanpa mengurangi pahala mereka yang
mencontoh.

Sebagaimana diketahui, kaum Muslimin akan menjadi saksi di


hadapan Allah pada Hari Kiamat mengenai iman dan amalan dari
sesama kaum Muslimin. Persaksian yang didasarkan atas penglihatan
mata kepala sendiri adalah lebih kuat dan lebih dapat dipercaya.

Oleh sebab itu, kaum Muslimin yang melihat amal kebajikan yang
dilakukan oleh mereka yang insaf dan bertobat kepada Allah, tentulah
akan menjadi saksi yang kuat di Hari Kiamat, tentang benarnya iman,
tobat dan amal saleh mereka itu.

Ayat inipun berisi peringatan keras terhadap orang-orang yang


menyalahi perintah agama, bahwa amal mereka itupun nantinya akan
diperlihatkan kepada Rasul dan kaum Muslimin lainnya kelak di Hari
Kiamat. Dengan demikian akan tersingkaplah aib mereka, karena akan
terbukti bahwa amal-amal kebajikan mereka adalah amat sedikit, dan
sebaliknya dosa dari kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan lebih
banyak.

Bahkan di dunia inipun akan diperlihatkan pula kurangnya amal


saleh mereka dan banyaknya kejahatan yang mereka lakukan. Dalam
suatu riwayat disebutkan bahwa amalan orang-orang yang hidup,
diperlihatkan kepada orang-orang yang telah mati, yaitu dari kalangan
kaum keluarga dan sanak famili yang ada di alam barzakh.Dengan
wafatnya seseorang maka ia dikembalikan ke alam akhirat.

Di sana Allah akan memberitahukan kepada setiap orang tentang


hasil dari perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya selagi ia di
dunia dengan cara memberikan balasan terhadap amal mereka.Kebaikan
dibalas dengan kebaikan, dan kejahatan dibalas dengan azab dan siksa.

3. QS. Al-Nahl/16; 97 tentang Kerja berkualitas

Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki


maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan.
Tafsir ayat :

Dari redaksi surat an-Nahl Ayat 97 ini, sebagaimana terbaca


dalam terjemah di atas, berbuat baik adalah kewajiban setiap manusia,
apapun jenis kelaminnya. Jika amal baik yang mereka kerjakan itu juga
disertai keimanan, maka mereka layak mendapat “hayatan thayiibah”.
Apa itu hayatan thayibah? Secara bahasa, hayatan thayyibah dapat
diartikan “kehidupan yang baik”. Lantas, bisa jadi akan ada yang
bertanya, bentuk dari kehidupan yang baik itu apa? Para ulama telah
menguraikannya dengan panjang lebar.

Namun, dalam hal ini, ada baiknya jika kita melirik penafsiran al-
Mawardi. Ia menyebutkan dalam tafsirnya, al-Nukat wa al-‘Uyun, bahwa
kehidupan yang baik memiliki sejumlah penafsiran, yaitu:

1. Rizki yang Halal

Mencari rizki yang halal adalah kewajiban setiap orang yang


beriman. Rizki yang halal sangat menentukan kualitas ibadah seseorang.
Tidak mungkin rajin dalam beribadah kepada Allah Swt, seorang yang
memakan makanan yang haram. Tak mungkin dekat dengan Allah Swt
orang yang di dalam tubuhnya tersimpan suatu yang haram. Dengan
beriman dan beramal saleh, seseorang akan diarahkan untuk
mendapatkan rizki yang halal. Atau bisa jadi, orang yang beriman dan
beramal baik tak akan mungkin mau mencari rizki yang tidak halal.

2. Qana’ah
Qana’ah, secara bahasa, berarti ridla dengan setiap pemberian.
Namun secara istilah adalah tetap tenang di saat tidak adanya hal yang
biasanya ada. Demikian penjelasan dalam Mu’jam al-Jurjani. Orang yang
qana’ah tidak akan berkecil hati manakala kebutuhannya tidak atau
belum tercukupi. Ia sadar betul bahwa ketiadaan sesuatu itu juga
merupakan pemberian dari Allah Swt yang harus disyukuri.

3. Beriman dan Taat

Orang yang diberi kehidupan yang baik berarti orang itu selalu
beriman dan melakukan perintah Allah Swt. Bagi setiap muslim, tak ada
perbuatan yang paling baik dan layak dilakukan selain mengerjakan
segala hal yang Allah Swt. perintahkan dan ridlai. Bisa jadi, orang
beriman dan berbuat baik, tidak banyak memiliki harta (miskin). Namun
bagi mereka, bisa beriman dan taat ibadah itu adalah segalanya dan luar
biasa.

4. Keberuntungan

Adalah harapan setiap orang menjadi orang yang beruntung.


Tidak hanya urusan dunia, namun juga ukhrawi. Keberuntungan adalah
satu keadaan yang tidak semua orang memilikinya. Sungguh, mereka
yang mendapat keberuntungan adalah yang paling bahagia.

5. Surga

Siapa yang tak ingin masuk surga? Surga menjadi tempat


dambaan setiap manusia. Dengan segala kelengkapan fasilitasnya,
manusia akan bisa hidup dengan tenang di sana. Dan ini akan diberikan
kepada mereka yang beriman dan berbuat baik.

6. Kesehatan dan Kecukupan

Hanya orang sakit yang mengerti arti sebuah kesehatan. Hanya


orang yang serba kekurangan yang akan selalu rindu dengan kecukupan.
Kesehatan dan kecukupan adaah dua hal yang diinginkan setiap manusia.
Ketika keduanya dimiliki, maka seseorang akan hidup bagai raja.

7. Ridla terhadap Qadla

Al-Jurjani menjelaskan, qadla adalah suatu ungkapan bagi hukum


yang menyeluruh (al-kulli) dan tentang ketuhanan (al-ilahi) bagi setiap
hal yang wujud terhadap keadaan yang terjadi dari zaman azali sampai
selamanya. Dari definisi itu, dapat diartikan bahwa qadla adalah segala
ketetapan yang telah diatur Allah bagi setiap makhluk. Meridlai qadla
adalah salah satu inti dari kehidupan. Jika seseorang ridla dengan qadla,
akan Allah juga akan ridla terhadapnya.

4. QS. Al-Najm/53; 39-41 tentang kerja keras


Ayat 39:

Artinya :
39. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya,
40. dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).
41. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang
paling sempurna,
Tafsir ayat:
Ayat 39 :

Atas perbuatan yang baik, manusia hanya memperoleh ganjaran dari


usahanya sendiri maka dia tidak berhak atas pahala suatu perbuatan
yang tidak dilakukannya. Dari ayat tersebut, Imam Malik dan Imam
Syafi'i memahami bahwa tidak sah menghadiahkan pahala amalan
orang hidup berupa bacaan Al-Qur'an kepada orang mati, karena bukan
perbuatan mereka dan usaha mereka. Begitu pula seluruh ibadah
badaniah, seperti salat, haji dan tilawah, karena Nabi saw tidak pernah
mengutarakan yang demikian kepada umat, tidak pernah menyuruhnya
secara sindiran dan tidak pula dengan perantaraan nas dan tidak pula
para sahabat menyampaikan kepada kita. Sekiranya tindakan itu baik,
tentu mereka telah terlebih dahulu mengerjakannya.

Ada pun mengenai sedekah, maka pahalanya sampai kepada orang


mati, sebagaimana oleh Muslim dan al-Bukhari meriwayatkan dari Abu
Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda: Apabila seorang anak Adam
meninggal dunia putuslah semua amal perbuatan (yang menyampaikan
pahala kepadanya) kecuali tiga perkara, anak yang saleh yang berdoa
kepadanya, sedekah jariah (wakaf) sesudahnya dan ilmu yang dapat
diambil manfaatnya. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah) Sebenarnya
ini semua termasuk usaha seseorang, jerih payahnya, sebagaimana
tersebut dalam hadist : Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh
seseorang adalah hasil usahanya sendiri dan anaknya termasuk
usahanya juga.(Riwayat anNasa'i dan Ibnu hibban)

Sedekah jariah seperti wakaf adalah bekas usahanya, Allah


berfirman: Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang
mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan
bekasbekas yang mereka (tinggalkan). (Yasin/36: 12) Ilmu yang
disebarkan lalu orang-orang mengikutinya dan mengamalkannya
termasuk juga usahanya. Dan telah diriwayatkan di antaranya hadis
sahih: ?Orang yang mengajak kepada suatu petunjuk maka baginya
pahala yang serupa dengan pahala orang yang mengikuti petunjuk itu,
tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya sedikit pun.
(Riwayat Muslim).

Ayat 40 :

Amal perbuatan seseorang akan diperlihatkan di hari mahsyar


sehingga semua orang akan dapat melihatnya. Ini berarti penghormatan
bagi orang-orang baik dan penghinaan bagi orangorang jahat. Dan
katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,
begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan." (at-Taubah/9: 105).

Ayat 41:

Ayat ini menyatakan bahwa Allah akan membalas amal perbuatan


seseorang dengan balasan yang lebih sempurna dengan
melipatgandakan baginya perbuatan baik, dan membalas suatu
kejahatan dengan yang serupa atau dimaafkan. Kabarkanlah kepada
hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha
Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.
(al-hijr/15: 49-50).
5. QS. Al-Isra/17; 36, 84 tentang kerja cerdas dan tangkap
Ayat 36:

Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak


mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
Tafsir ayat :

Allah swt melarang kaum Muslimin mengikuti perkataan atau


perbuatan yang tidak diketahui kebenarannya. Larangan ini mencakup
seluruh kegiatan manusia itu sendiri, baik perkataan maupun perbuatan.

Untuk mendapat keterangan lebih jauh dari kandungan ayat ini,


berikut ini dikemukakan berbagai pendapat dari kalangan sahabat dan
tabiin:

1. Ibnu 'Abbas

berkata, "Jangan memberi kesaksian, kecuali apa yang telah engkau


lihat dengan kedua mata kepalamu, apa yang kau dengar dengan
telingamu, dan apa yang diketahui oleh hati dengan penuh kesadaran."

2. Qatadah

Berkata, "Jangan kamu berkata, "Saya telah mendengar," padahal


kamu belum mendengar, dan jangan berkata, "Saya telah melihat,"
padahal kamu belum melihat, dan jangan kamu berkata, "Saya telah
mengetahui," padahal kamu belum mengetahui."

3. Pendapat lain

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan larangan mengatakan


sesuatu yang tidak diketahui ialah perkataan yang hanya berdasarkan
prasangka dan dugaan, bukan pengetahuan yang benar, seperti
tersebut dalam firman Allah: Wahai orang-orang yang beriman!
Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu
dosa. (al-Hujurat/49: 12) Dan seperti tersebut dalam hadis: Jauhilah
olehmu sekalian prasangka, sesungguhnya prasangka itu adalah
ucapan yang paling dusta. (Riwayat Muslim, Ahmad, dan at-Tirmizi
dari Abu Hurairah)

Allah swt lalu mengatakan bahwa sesungguhnya pendengaran,


peng-lihatan, dan hati akan ditanya, apakah yang dikatakan oleh
seseorang itu sesuai dengan apa yang didengar suara hatinya. Apabila
yang dikatakan itu sesuai dengan pendengaran, penglihatan, dan suara
hatinya, ia selamat dari ancaman api neraka, dan akan menerima
pahala dan keridaan Allah. Tetapi apabila tidak sesuai, ia tentu akan
digiring ke dalam api neraka. Allah swt berfirman: Pada hari, (ketika)
lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa
yang dahulu mereka kerjakan. (an-Nur/24: 24) Dan hadis yang
diriwayatkan oleh Syakal bin Humaid, ia berkata: Saya mengunjungi
Nabi saw, kemudian saya berkata, "Wahai Nabi, ajarilah aku doa
minta perlindungan yang akan aku baca untuk memohon perlindungan
kepada Allah. Maka Nabi memegang tanganku seraya bersabda,
"Katakanlah, "Aku berlindung kepada-Mu (Ya Allah) dari kejahatan
telingaku, kejahatan mataku, kejahatan hatiku, dan kejahatan maniku
(zina)." (Riwayat Muslim) .

Ayat 84:

Artinya :
Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-
masing." Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar
jalannya.
Tafsir ayat:

Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampaikan


kepada umatnya agar mereka bekerja menurut potensi dan
kecenderungan masing-masing. Semuanya dipersilakan bekerja
menurut tabiat, watak, kehendak, dan kecenderungan masing-masing.
Allah swt sebagai Penguasa semesta alam mengetahui siapa di antara
manusia yang mengikuti kebenaran dan siapa di antara mereka yang
mengikuti kebatilan. Semuanya nanti akan diberi keputusan yang adil.
Allah berfirman tentang perintah bekerja: Katakanlah (Muhammad),
"Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu, aku pun berbuat
(demikian). Kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan memperoleh
tempat (terbaik) di akhirat (nanti). Sesungguhnya orang-orang yang
zalim itu tidak akan beruntung. (al-An'am/6: 135) .

6. QS. Al-Qashash/28; 77 tentang kerja selaras

Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Tafsir ayat:

Pada ayat ini, Allah menerangkan empat macam nasihat dan


petunjuk yang ditujukan kepada Karun oleh kaumnya. Orang yang
mengamalkan nasihat dan petunjuk itu akan memperoleh kesejahteraan
di dunia dan akhirat.

1. Orang yang dianugerahi oleh Allah kekayaan yang berlimpah ruah,


perbendaharaan harta yang bertumpuk-tumpuk, serta nikmat yang
banyak, hendaklah ia memanfaatkan di jalan Allah, patuh dan taat pada
perintah-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya untuk memperoleh pahala
sebanyak-banyaknya di dunia dan akhirat. Sabda Nabi saw: Manfaatkan
yang lima sebelum datang (lawannya) yang lima; mudamu sebelum
tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu
senggangmu sebelum kesibukanmu dan hidupmu sebelum matimu.
(Riwayat al-Baihaqi dari Ibnu 'Abbas)

2. Setiap orang dipersilakan untuk tidak meninggalkan sama sekali


kesenangan dunia baik berupa makanan, minuman, pakaian, serta
kesenangan-kesenangan yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan
ajaran yang telah digariskan oleh Allah. Baik Allah, diri sendiri,
maupun keluarga, mempunyai hak atas seseorang yang harus
dilaksanakannya. Sabda Nabi Muhammad: Kerjakanlah seperti kerjanya
orang yang mengira akan hidup selamanya. Dan waspadalah seperti
akan mati besok. (Riwayat al-Baihaqi dari Ibnu 'Umar)

3. Setiap orang harus berbuat baik sebagaimana Allah berbuat baik


kepadanya, misalnya membantu orang-orang yang memerlukan,
menyambung tali silaturrahim, dan lain sebagainya.

4. Setiap orang dilarang berbuat kerusakan di atas bumi, dan berbuat


jahat kepada sesama makhluk, karena Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kamus besar bahasa indonesia etos kerja adalah semangat
kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan sesorang atau suatu kelompok.
Kerja dalam arti luas adalalh segala bentuk usaha yang dilakukan
manusia, baik dalam hal materi, intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang
berkaitan dengan keduniaan dan akhirat. Etos berasal dari bahasa Yunani
etos yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta
keyakinan atas sesuatu.
Dalam bahsa Arab, kerja disebut amila. Menurut Dr. Abdul Aziz,
didalam kitab suci Al-quran terdapat 620 kata ‘amila atau kerja dengan
segala bentuknya. Hal itu menunjukkan bahwa masalah kerja harus
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari setiap umat manusia,
khususnya umat islam.

B. Saran

Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu


kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.

Anda mungkin juga menyukai