Anda di halaman 1dari 16

AKHLAK TERHADAP NON MUSLIM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


" Pendidikan Agama Islam"

Dosen Pengampu :

Ahmad Rais, M. Pd

Disusun Oleh :

Muhammad Hendrik K ( 20022000284)


Dimas Rama Saputra ( 20022000276)
Febrianto Yogik P ( 20022000304)
Ardiansyah S ( 20022000289)

PRODI JURUSAN MANAJEMEN


UNIVERSITAS MERDEKA
MALANG
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kenikmatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan
Makalah kami yang berjudul Akhlak Terhadap Non - Muslim.
Yang disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan
Agama.

Makalah ini di susun dengan materi yang diambil dari sumber yang
relevan. Dengan makalah ini diharapkan akan dapat membantu untuk
memberikan informasi dan pengetahuan tentang Akhlak Terhadap
Non - Muslim. Kami juga berharap semoga makalah ini
dipergunakan secara bijaksana.
Makalah ini tentu mempunyai banyak kekurangan,maka dari itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat diharapkan untuk membuat
makalah ini menjadi lebih baik. Demikian yang dapat kami
sampaikan. Terima kasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................

ii DAFTAR ISI.........................................................................................................

iii BAB I : PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ................................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................ 2
C. TUJUAN ......................................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN

A. PENGERIAN AKHLAK TERHADAP NON MUSLIM.................................


3
B. PEMBAGIAN KELOMPOK NON MUSLIM.................................................
4
C. KAIDAH BDERAKHLAK TERHADAP NON MUSLIM............................ 4
D. SIKAP TERHADAP NON MUSLIM..............................................................8

BAB III : PENUTUP............................................................................................11

A. KESIMPULAN ...............................................................................................11
B. SARAN ...........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam tidak membatasi kehidupan sosial pemeluknya untuk berinteraksi


dengan orang yang berbeda agama. Islam mempersilakan pemeluknya untuk
berinteraksi dengan pemeluk agama lain pada masalah-masalah yang bersifat
umum, seperti soal ekonomi, masalah sosial, dan termasuk masalah lingkungan.
Buku-buku agama menyebut interaksi umat Islam dan non-Muslim dengan istilah
muamalah. Islam tidak melarang muamalah sesama Muslim dan non-Muslim.
Kita menemukan sejumlah riwayat yang menyebutkan interaksi sosial atau
muamalah umat Islam dan non-Muslim. Rasulullah SAW sendiri menyewa jasa
Abdullah bin Uraiqith yang saat itu adalah musyrikin sebagai penunjuk jalan saat
Rasulullah melakukan hijrah. Rasulullah SAW pernah meminjam kapak
sekelompok Yahudi untuk kepentingan perang. Shafwan bin Umayyah pernah
ikut bergabung dalam pasukan Rasulullah SAW pada perang Hunain. Sedangkan
kita semua tahu bahwa Shafwan bin Umayyah tetap berpegang pada kemusyrikan
dalam seumur hidupnya. Dalam interaksi Muslim dan non-Muslim, Islam
mengajarkan agar umat beragama menghargai keyakinan masing-masing orang.

Islam memberikan hak umat beragama untuk mengamalkan nilai-nilai


agama sesuai dengan ajaran yang diyakininya. Surat Al-Kafirun menegaskan
perbedaan keyakinan umat Islam dan non-Muslim. Surat Al-Kafirun mengajarkan
umat Islam dan non-Muslim untuk saling menghargai ajaran agama lain serta
tidak menyinggung masalah agama orang lain. Pada sejarah awal Islam, kita
menemukan interaksi sosial dan kedekatan umat Islam yang begitu rapat antara
Muslim dan non-Muslim. Kita menemukan dalam sejarah bagaimana hubungan
Rasulullah dengan penguasa-penguasa non-Muslim di sekitar negeri Arab.
Sejarah juga mencatat umat Islam berinteraksi dengan baik dengan non-Muslim di
Madinah. Buku-buku tarikh bercerita semangat perdamaian umat Islam yang
datang dari Madinah pada peristiwa Fathu Makkah. Rasulullah SAW sendiri
melakukan korespondensi dengan penguasa-penguasa nonmuslim. Rasulullah
SAW juga tidak menolak hadiah dan pemberian mereka.

Rasulullah SAW menerima dengan baik pemberian mereka. Bahkan,


Rasulullah menerima budak perempuan dari penguasa non-Muslim. Islam
mengajarkan umatnya untuk menginisasi perdamaian di lingkungan masyarakat
beragama. Islam mengajak segenap umat beragama untuk mencari persamaan
ketimbang perbedaan syariat antaragama. Islam mengimbau umat beragama untuk
mengagungkan tuhan semesta alam yang menciptakan keragaman beragama itu
sendiri. Islam juga tidak mengajarkan umatnya untuk mencari perbedaan-
perbedaan dalam beragama yang dapat mengantarkan pada perpecahan sosial.
Sedangkan pencarian titik temu dan persamaan dari beberapa agama yang berbeda
dimaksudkan untuk merendahkan diri bersama-sama dan mengagumi kebesaran
Tuhan Yang Maha Kuasa.
1
Islam tidak hanya menyuruh kita membina hubungan baik denagn sesame
muslim saja, tapi juga dengan non muslim. Namun demikian dalam hal-hal
tertentu ada pembatasan hubungan dengan non muslim, terutama yang
menyangkut aspek ritual keagamaan. Misalnya kita tidak boleh mengikutiupa
cara-upacara keagamaan yang mereka adakan. Sekalipun kita diundang, kita tidak
boleh menyelenggarakan jenazah mereka secara islam, kita tidak boleh
mendoakannya untuk mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah ( kecuali
mendoakannya supaya mendapat hidayah) dan lain sebagainya. Sehingga dalam
bertegur sapa misalnya, untuk non muslim kita tidak mengucapkan salam islam,
tapi menggantinya dengan ucapan-ucapan lain sesuai kebiasaan.

Perbedaan keyakinan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.


Setiap agama memiliki konsep ketuhanan dan syariat yang berbeda. Ada sejumlah
agama yang memiliki kemiripan dalam banyak hal. Ada juga berbeda jauh.
Namun demikian, Islam mengajarkan umat manusia untuk mengelola dengan
perbedaan keyakinan di tengah kehidupan sosial agar tidak menjadi masalah
sosial. Islam mengajarkan umatnya untuk menghargai bahkan konsep ketuhanan
umat agama lain. Islam melarang keras umatnya untuk merendahkan,
mencemooh, dan mencaci maki ajaran ketuhanan yang disembah pemeluk agama
lain. Tindakan pelecehan dan penghinaan atas sistem ketuhanan dan syariat agama
lain berpotensi pada respons serupa dari pemeluk agama lain sehingga melahirkan
tindakan balas-berbalas yang tidak berkesudahan. Hal ini yang sebaiknya
dihindari. Tidak heran kalau Islam sendiri melarang umatnya untuk menyinggung
konsep ketuhanan internal agama lain karena isu ini teramat sensitif dan rawan
sekali pada perpecahan dan perselisihan.

            Dalam berhubungan dengan masyarakat non muslim, islam mengajarkan


kepada kita untuk toleransi, yaitu menghormati keyakinan umat lain tanpa
berusaha memaksakan keyakinan kita kepada mereka (Q.S Al-Baqoroh 2:256).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengertian Akhlak Terhadap Non - Muslim?
2. Bagaimana Pembagian Kelompok Non - Muslim?
3. Bagaimana Kaidah Berakhlak Terhadap Non - Muslim?
4. Bagaimana Sikap Terhadap Non - Muslim?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Pengertian Akhlak Terhadap Non - Muslim
2. Untuk Mengetahui Pembagian Kelompok Non - Muslim
3. Untuk Mengetahui Kaidah Berakhlak Terhadap Non - Muslim
4. Untuk Mengetahui Sikap Terhadap Non - Muslim
2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Akhlak Terhadap Non - Muslim


1.      Akhlak
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” yang berarti tabeat,
perangai, tingkahlaku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat
yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bias mengeluarkan sesuatu
dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan.
2.      Non Muslim (Kafir)
Sesungguhnya istilah kafir artinya sangat jelas, yaitu orang yang takberagama
Islam, atau dengan kata lain orang yang tidak beriman dengan agama Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, baikdia kafir asli, seperti orang Yahudi atau
Nashrani, maupun kafir murtad, yaitu asalnya muslim tapi mengingkari salah satu
ajaran pokok yang dipastikan sebagai ajaran Islam, seperti wajibnya shalat. (Sa’di
Abu Jaib, Mausu’ah Al Ijma’, hlm. 963).

Jadi akhlak kepada non muslim adalah tabiat, tingkah laku atau perlakuan
kita kepada orang yang tidak seiman baik itu orang non muslim asli atau murtad
sesuai dengan syaria’at islam. Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-
Mumtahanah ayat 8-9:

" Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim."
3
2. Pembagian Kelompok Non - Muslim
Suatu kesalahan fatal yang terjadi pada sebagian kaum muslimin adalah
menyikapi semua orang kafir atau non muslim dengan sikap yang sama. Padahal
Allah dan Rasul-Nya membedakan orang kafir menjadi beberapa kelompok
sebagaimana dijelaskan para ulama:

 Kafir harbiatau kafir muharib, yaitu orang kafir yang berada dalam
peperangan dan permusuhan terhadap kaum muslimin.
 Kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang hidup di tengah kaum muslimin di
bawah pemerintah muslim dan mereka membayar jizyah setiap tahun.
 Kafir mu’ahhad, yaitu orang kafir yang sedang berada dalam perjanjian
dengan kaum muslimin dalam jangka waktu tertentu.
 Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang dijamin keamanannya olehkaum
muslimin.

Masing-masing jenis orang kafir ini memiliki hukum dan sikap


yang berbeda-beda. Namun secara garis besar, jika kita kelompokkan lagi, maka
terbagi menjadi dua kelompok besar sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas
Radhiallahu ’Anhuma:

“Dahulu kaum musyrikin terhadap Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan kaum


mukminin, mereka terbagi menjadi 2 kelompok: musyrikin ahlul harbi, mereka
memerangi kami dan kami memerangi mereka dan musyrikin ahlul ‘ahdi, mereka
tidak memerangi kami dan kami tidak memerangi mereka” (HR. Bukhari).

3. Kaidah Berakhlak Terhadap Non - Muslim


Dalam kesempatan kali ini akan dibahas bagaimana kaidah-kaidah
bermuamalah dengan orang non muslim yang termasuk ahlul ‘ahdi, yang tidak
dalam kondisi berperang dengan kaum muslimin di negeri kita tercinta ini.
1. Toleransi Terhadap Selain Pemeluk Agama Islam
Toleransi merupkan sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai
macam  perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat
istiadat, budaya, bahasa serta agama. Islam telah menentukan hubungan
antara muslim dan non muslim melalui dua ayat yang memaparkan
hukumnya secara tegas dalam Al Qur'an. Dua ayat tersebut dianggap
sebagai aturan main dalam masalah hubungan muslim dan non muslim.
4
Seperti firman Allah dalam Surat Mumtahanah : 8-9.
Yang artinya :
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu
dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan
mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim."
Toleransi perlu dikembangkan agar antar umat beragama dapat hidup
berdampingan secara damai dan sikap saling terbuka sehingga sikap saling
pengertian dapat tercapai. Islam juga mengajarkan supaya muslim dapat
menghormati dan menghargai penganut agama yang berbeda dan mengajarkan
amar ma’ruf nahi munkar (melakukan kebaikan dan tidak melakukan kejahatan),
mengarahkan supaya hidup rukun, hidup sejahtera material dan spiritual.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan berkerja sama antar pemeluk
agama sehingga terbina kerukunan, mengembangkan sikap saling hormat
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, tidak memaksakan agama dan kepercayaan kepada orang lain
dan mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia.

Adapun hak dan kewajiban yang berbeda antara lain dalam masalah keimanan dan
ibadah antara lain sebagai berikut :
1. Saling mendoakan, dalam hal ini hanya mungkin dapat dilakukan dengan
sesama muslim. Dengan orang yang berlainan iman dan agama dilarang
untuk saling mendoakan, meskipun mereka orang tua atau keluarga
sendiri.
2. Menjadi saksi, hanya orang-orang yang seiman dan sesama muslim saja
yang bisa menjadi saksi bagi tetangganya, seperti dalam upacara
pernikahan.
3. Mengurus jenazah, bila ada yang meninggal dunia maka tetangganya yang
seiman dan sesama muslim berhak dan berkewajiban membantu mengurus
jenazahnya. Pengurusan jenazah dimulai dari memandikan, mengafankan,
menshalatkan, sampai menguburkannya. Semua ini tidak mungkin dapat
dilakukan oleh non muslim.
4. Menikah, dalam Islam hanya yang seiman dan sesama muslim sajalah
yang diperbolehkan untuk menikah.
5. Saling memberi salam khususnya terhadap yang seiman dan sesama
muslim adalah saling memberi salam apabila bertemu, berpisah dan pergi
meninggalkan rumahnya.
5
2. Islam Mengajarkan Agar Muslim Berbuat Baik Kepada Non Muslim
Di dalam kitab shahih al-Bukhari, terdapat hadits yang diceritakan oleh
Abdullah bin Amru radhiyallahuanhuma dari Nabi shallallahualaihi
wasallam, beliau bersabda :
‫َم ْن قَتَ َل ُم َعاهَدًا لَ ْم يَ َرحْ َراِئ َحةَ ْال َجنَّ ِة َوِإ َّن ِري َحهَا لَيُو َج ُد ِم ْن َم ِسي َر ِة َأرْ بَ ِعينَ عَا ًما‬
“Barangsiapa membunuh muahad dia tidak akan mencium bau surga, padahal
baunya dapat tercium sejarak empat puluh tahun.” (Shahih al-Bukhari 3166)
Hadits di atas merupakan ancaman keras dan peringatan agar tidak berbuat zalim
terhadap orang kafir yang telah mengadakan perjanjian dan di jamin keamanannya
oleh penguasa maupun seorang muslim.
3. Akhlak Nabi Dalam Bergaul Dengan Non Muslim

 Nabi menjenguk anak Yahudi yang sakit. Dari Anas radhiyallahuanhu :


‫َأ ْسلِ ْم‬ :‫ال‬ َ ‫ض فََأتَاهُ النَّبِ ُّي‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَعُو ُدهُ فَق‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َم ِر‬ َّ ِ‫َأ َّن غُاَل ًما لِيَهُو َد َكانَ يَ ْخ ُد ُم النَّب‬
َ ‫ي‬
‫فََأ ْسلَ َم‬
“Seorang anak muda Yahudi yang menjadi pembantu Nabi sakit, lalu Nabi
menjenguknya, kemudian beliau bersabda : Masuk Islamlah!” anak muda itupun
masuk Islam.(Shahih al-Bukhari 6757)
Hadits di atas menunjukkan :
1. Diperbolehkannya menjadikan orang musyrik sebagai pembantu/pegawai
2. Menjenguknya saat dia sakit
3. Bermuamalah baik dengan non muslim yang terikat perjanjian dengan muslim
4. Diperbolehkannya memperkerjakan anak muda belia
5. Mengajak anak yang muda belia masuk Islam

 Mendoakan orang kafir agar mendapatkan petunjuk. Dari Abu Musa al-
Asy’ari radhiyallahuanhu, ia berkata :

ُ ‫م هَّللا‬Šُ ‫ ِدي ُك‬Š‫و ُل يَ ْه‬ŠŠُ‫فَيَق‬ ُ ‫رْ َح ُم ُك ْم هَّللا‬ŠŠَ‫و َل لَهُ ْم ي‬ŠŠُ‫ونَ َأ ْن يَق‬ŠŠ‫لَّ َم يَرْ ُج‬Š‫ ِه َو َس‬Š‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬Š‫ص‬
َ ‫يَتَ َعاطَسُونَ ِع ْن َد النَّبِ ِّي‬ ‫ ْاليَهُو ُد‬  َ‫َكان‬
 ‫َويُصْ لِ ُح بَالَ ُك ْم‬
Orang-orang Yahudi bersin di sisi Nabi dengan keinginan agar Nabi mendoakan
kebaikan bagi mereka : yarhamukallah (Semoga rahmat Allah tercurah atasmu),
maka Nabi mendoakan : yahdikumullah wayuslihu baalakum (semoga Allah
memberi petunjuk dan memperbaiki keadaan kalian). (Sunan Abu Daud 5152)

 Bertetangga dengan baik


Perintah untuk memperhatikan keadaan tetangga dan berbuat baik kepada mereka
adalah perintah secara umum, baik mereka muslim, yahudi atau nasrani. Dari Ibnu
Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda :
6
ُ‫ت َأنَّه َسيُ َو ِّرثُه‬
ُ ‫ى ظَنَ ْن‬ ِ ‫ص ْينِي بِ ْال َج‬
َّ ‫ار َحت‬ َ َ‫ماَز‬
ِ ْ‫ ِجب ِْر ْي ُل يُو‬ ‫ال‬
“Jibril senantasa memberi wasiat padaku agar memperhatikan keadaan tetangga,
sampai aku mengira dia akan menjadikan tetanggga sebagai ahli waris” (HR al-
Bukhari dan Muslim)
Sahabat Nabi lainnya, yaitu Abdullah bim Amru bin Ash radhiyallahu
anhuma memahami perintah untuk berbuat baik pada tetangga ini adalah perintah
kepada tetangga muslim maupun non muslim.
Dari Mujahid, dia berkata :
‫ْأ‬
‫ ٌل‬Šُ‫ال َرج‬ ِ ‫ِإ َذا فَ َر ْغتَ فَا ْب َد بِ َج‬ ! ‫يا َ ُغالَ ُم‬ : ‫ فَقَا َل‬،ً‫ َوغُاَل ُمهُ يَ ْسلُ ُخ َشاة‬،‫ت ِع ْن َد َع ْب ِد هللاِ ْب ِن َع ْمرُو‬
َ َ‫ فَق‬،‫ارنَا اليَهُوْ ِدي‬ ُ ‫ُك ْن‬
َ َ‫خ‬ َّ
‫ ْينَا ـ‬Š ‫ار َحتى ش‬ ْ
ِ Š‫صي بِال َج‬ َّ َ
ِ ْ‫ى هللاُ َعل ْي ِه َو َسل َم يُو‬َّ ‫صل‬ َ ‫ي‬ َّ ُ ِّ َ
َّ ِ‫ِإني َس ِمعْت النب‬ : ‫قا َل‬ ! ُ‫ك هللا‬ َ ‫َأ‬
َ ‫اليَهُوْ ِديُّ ؟ صْ ل َح‬: ‫ِمنَ القوْ ِم‬َ ْ
ُ‫َأوْ ُرِؤ ْينَا ـ َأنَّهُ َسيُ َو ِّرثُه‬
Aku pernah berada di dekat Abdullah bin Amru – dan saat itu budaknya sedang
menguliti kambing – lalu dia berkata : “Wahai anak, jika engkau selesai
menguliti berikan kepada tetangga Yahudi kita!” lalu ada seorang berkata :
“Engkau mau memberi kepada seorang Yahudi? Semoga Allah memperbaiki
keadaanmu!” Abdullah menjawab : Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi
wasallam memberi wasiat agar berbuat baik kepada tetangga sampai kami
khawatir beliau menjadikan tetangga sebagai ahli waris.

 Mendoakan dan Tidak Melaknat Orang Kafir


Jika kita mengamati akhlak Nabi, beliau tidak pernah melaknat non muslim
yang tidak memerangi Islam dan muslimin, adapun terhadap non muslim yang
memerangi Islam dan muslimin beliau pernah mendoakan laknat atas mereka.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata : Ditanyakan kepada Nabi :
Wahai Rasulullah! Doakanlah kebinasaan atas orang-orang musyrik. Beliau
menjawab :
ْ ‫ِإنِّي لَ ْم ُأ ْب َع‬
ُ ‫ َوِإنَّ َما ب ُِع ْث‬،‫ث لَعَّانًا‬
ً‫ت َرحْ َمة‬

“Aku tidak di utus untuk melaknat, sesungguhnya aku di utus sebagai rahmat.”
Bahkan terkadang Nabi membalas orang yang mendzaliminya tanpa
mengucapkan ucapan keji maupun laknat. Nabi Muhammad SAW merupakan
pemimpin yang terbaik di dunia, hal ini bukan hanya diakui oleh umat muslim
semata tapi juga oleh non-muslim. Bahkan di masa hidup beliau, kaum kafir
Quraisy yang senantiasa memusuhi beliaupun mengakui akan kepemimpinan
beliau. Sikap rendah hati, sopan santun, lemah lembut dan adil serta sabar bisa
kita temukan dalam hidup sehari-hari beliau.
7
4. Sikap Terhadap Non - Muslim

Dari sini seorang muslim meyakini bahwa setiap orang yang tidak tunduk
kepada Allah yang telah menciptakan dan memberinya rezeki, dengan menganut
Islam, maka dia disebut kafir (ingkar) yang harus disikapi dengan sikap yang telah
ditentukan syariat. Di antaranya, sebagai berikut :

1. Tidak menyetujui dan tidak ridha terhadap kekufurannya. Karena ridha


terhadap kekufuran merupakan salah satu kekufuran.
2. Membenci orang kafir karena Allah  juga benci kepadanya. Namun ingat,
yang perlu digaris-bawahi membenci itu bukan berarti menzalimi. Sekali
lagi, membenci bukan berarti menzalimi. Allah membenci orang-orang
kafir, tapi Allah tidak zalim kepada mereka bahkan masih Allah berikan
kenikmatan dunia kepada mereka.

Rasulullah  membenci orang-orang kafir, akan tetapi beliau tidak pernah


menzalimi mereka. Beliau bergaul dengan pergaulan yang baik dan berusaha
mendakwahi mereka. Demikian juga para sahabat Rasulullah, mereka benci
kepada orang-orang kafir tapi mereka tidak menzaliminya. Allah Ta’ala
berfirman,

ِ َّ‫ۖ ُم َح َّم ٌد َرسُو ُل هَّللا ِ ۚ َوالَّ ِذينَ َم َعهُ َأ ِش َّدا ُء َعلَى ْال ُكف‬
‫ار ُر َح َما ُء بَ ْينَهُ ْم‬

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka.” (QS. Al-Fath: 29).

3. Tidak memberikan wala’ (kedekatan; loyalitas, kesetiaan) dan kecintaan


kepada orang kafir. Allah Ta’ala berfirman :

َ‫اَّل يَتَّ ِخ ِذ ْال ُمْؤ ِمنُونَ ْال َكافِ ِرينَ َأوْ لِيَا َء ِمن دُو ِن ْال ُمْؤ ِمنِين‬

“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali


(teman akrab; pemimpin; pelindung; penolong) dengan meninggalkan orang-
orang mukmin.” (QS. Ali Imran: 28). Dan firman-Nya:

ْ‫اَّل تَ ِج ُد قَوْ ًما يُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر يُ َوا ُّدونَ َم ْن َحا َّد هَّللا َ َو َرسُولَهُ َولَوْ َكانُوا آبَا َءهُ ْم َأوْ َأ ْبنَا َءهُ ْم َأوْ ِإ ْخ َوانَهُ ْم َأو‬
‫يرتَهُ ْم‬َ ‫ع َِش‬

“Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang yang menentang itu asdalah bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al-
Mujadilah: 22).
8

4. Bersikap adil dan berbuat baik kepadanya, selama orang kafir tersebut
bukan kafir muharib (orang kafir yang memerangi kaum muslimin).
Berdasarkan firman Allah :

ۚ ‫ار ُك ْم َأن تَبَرُّ وهُ ْم َوتُ ْق ِسطُوا ِإلَ ْي ِه ْم‬


ِ َ‫اَّل يَ ْنهَا ُك ُم هَّللا ُ َع ِن الَّ ِذينَ لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي الدِّي ِن َولَ ْم ي ُْخ ِرجُو ُكم ِّمن ِدي‬
َ‫ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِطين‬

“Allah tidak melarang kamu untuk  berbuat  baik  dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak meme-rangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir ka-mu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8).

Ayat yang mulia lagi sangat jelas maknanya ini membolehkan bersikap
adil dan berbuat baik kepada orang-orang kafir, kecuali orang-orang kafir
muharib (orang-orang kafir yang memerangi umat Islam). Karena Islam
memberikan sikap khusus terhadap orang-orang kafir muharib.

5. Mengasihi orang kafir dengan kasih sayang yang bersifat umum. Seperti
memberi makan jika dia lapar; memberi minum jika haus; mengobatinya
jika sakit; menyelamatkannya dari kebinasaan; dan tidak mengganggunya.
Rasulullah  bersabda,

ِ ْ‫ارْ َح ُموا َم ْن فِي اَأْلر‬


‫ض يَرْ َح ْم ُك ْم َم ْن فِي ال َّس َما ِء‬

“Kasihilah orang-orang yang berada di atas bumi, niscaya Dia (Allah)


yang berada di atas langit akan mengasihi kamu.” (HR. at-Tirmidzi).

6. Tidak mengganggu harta, darah, dan kehormatan, selama dia bukan kafir
muharib. Karena itu merupakan kezhaliman yang dilarang oleh Allah ,
berdasarkan hadits qudsi berikut ini:

َ ‫ع َْن َأبِي َذ ٍّر ع َْن النَّبِ ِّي‬


ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي َما َر َوى ع َْن هَّللا‬

‫الظ ْل َم َعلَى نَ ْف ِسي َو َج َع ْلتُهُ بَ ْينَ ُك ْم ُم َح َّر ًما فَاَل تَظَالَ ُموا‬
ُّ ‫ت‬ُ ‫تَبَا َركَ َوتَ َعالَى َأنَّهُ قَا َل يَا ِعبَا ِدي ِإنِّي َح َّر ْم‬

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi , beliau meriwayatkan dari
Allah Tabâraka wa Ta’âla berfir-man: “Wahai hamba-hambaKu,
sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku
menjadikannya sesuatu yang diharamkan di tengah kalian, maka
janganlah kalian saling menzhalimi”. (HR. Muslim).

7. Boleh memberikan hadiah kepadanya dan boleh juga menerima hadiah


darinya serta diperbolehkan memakan daging sembelihan ahli kitab. Allah
berfirman “Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu.” (QS. Al-
Maidah: 5).
9

Memberi hadiah kepada orang-orang non-Islam bisa membuat mereka


tertarik dan simpati terhadap agama Islam. Karena dengan akhlak yang
baik hati itu akan tertaut dan jiwa merasa nyaman. Ketika seorang non-
Islam merasa dekat dengan kaum muslimin, maka ia pun tidak segan untuk
bertanya tentang Islam

8. Tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir


(walaupun lelaki ini Ahli kitab-pent). Dan laki-laki muslim tidak boleh
menika-hi wanita kafir, kecuali wanita ahli kitab. Tentang larangan
menikahkan wanita muslimah dengan lelaki kafir, Allah  berfirman,

‫اَل ه َُّن ِح ٌّل لَّهُ ْم َواَل هُ ْم يَ ِحلُّونَ لَه َُّن‬

“Mereka (perempuan-perempuan yang beriman) tidak halal bagi orang-


orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.”
(QS. Al-Mumtaha-nah: 10).

9. Tidak mendahului orang kafir dalam mengucap salam. Jika orang kafir
tersebut mengucapkan salam terlebih dahulu, maka cukup dijawab dengan
”Wa ‘Alaikum”. Nabi  bersabda :

ِ ‫ِإ َذا َسلَّ َم َعلَ ْي ُك ْم َأ َح ٌد ِم ْن َأ ْه ِل ْال ِكتَا‬


‫ب فَقُولُوا َو َعلَ ْي ُك ْم‬

Jika salah seorang ahli kitab mengucapkan salam kepadamu, maka


jawablah dengan ”Wa ‘Alaikum. (HR. Ibnu Majah).

10. Kaum muslimin harus menyelisihi orang kafir dan tidak boleh melakukan
tasyabbuh (menyerupai) dengannya. Nabi  bersabda:

‫َم ْن تَ َشبَّهَ بِقَوْ ٍم فَهُ َو ِم ْنهُ ْم‬

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka.” (HR.


Abu Dawud). Tasyabbuh artinya menyerupai atau meniru. Tasyabbuh
dengan orang kafir yang terlarang adalah meniru atau menyerupai orang
kafir dalam masalah keyakinan, ibadah, kebiasaan, atau model-model
perilaku yang merupakan ciri khas mereka.
10

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Seperti sabda Nabi Muhammad Saw, “Innama Bu’istu liutammima makarimal


ahklaq”. Islam sangat menjunjung tinggi akhlak, tidak hanya sesama muslim
akhlak itu diterapkan juga terhadap non muslim, namun dalam hal ini islam
menetapkan batasan-batasan agar tidak tergelincir masuk tanba batas. Adapun hak
dan kewajiban yang berbeda antara lain dalam masalah keimanan dan ibadah
antara lain sebagai berikut :
1. Saling mendoakan, dalam hal ini hanya mungkin dapat dilakukan dengan
sesama muslim. Dengan orang yang berlainan iman dan agama dilarang
untuk saling mendoakan, meskipun mereka orang tua atau keluarga
sendiri.
2. Menjadi saksi, hanya orang-orang yang seiman dan sesama muslim saja
yang bisa menjadi saksi bagi tetangganya, seperti dalam upacara
pernikahan.
3. Mengurus jenazah, bila ada yang meninggal dunia maka tetangganya yang
seiman dan sesama muslim berhak dan berkewajiban membantu mengurus
jenazahnya. Pengurusan jenazah dimulai dari memandikan, mengafankan,
menshalatkan, sampai menguburkannya. Semua ini tidak mungkin dapat
dilakukan oleh non muslim.
4. Menikah, dalam Islam hanya yang seiman dan sesama muslim sajalah
yang diperbolehkan untuk menikah.
5. Saling memberi salam khususnya terhadap yang seiman dan sesama
muslim adalah saling memberi salam apabila bertemu, berpisah dan pergi
meninggalkan rumahnya.

SARAN
Toleransi perlu dikembangkan agar antar umat beragama dapat
hidup berdampingan secara damai dan sikap saling terbuka sehingga sikap
saling pengertian dapat tercapai. Islam juga mengajarkan supaya muslim
dapat menghormati dan menghargai penganut agama yang berbeda dan
mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar (melakukan kebaikan dan tidak
melakukan kejahatan), mengarahkan supaya hidup rukun, hidup sejahtera
material dan spiritual. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan
berkerja sama antar pemeluk agama sehingga terbina kerukunan,
mengembangkan sikap saling hormat menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, tidak
memaksakan agama dan kepercayaan kepada orang lain dan mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia.
11

DAFTAR PUSTAKA

Fuad bin Abdul Aziz As-Syalhub, Ringkasan Kitab Adab, Darul Falah,
Jakarta: 2010. hlm. 34.

Abdullah Nasih Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non Muslim, Terj.


Kathur Suhardi, (Jakarta :Pustaka Al Kautsar, 1990), hlm. 32.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata; “Allah tidak melarang kalian berbuat


baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat
baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah
berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.”
Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzhim, 7: 247.

Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat


baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. Lihat; Tafsir Ath
Thobari, 28: 81. Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan
adalah berisi larangan untuk loyal (seti) pada non muslim yang jelas
adalah musuh Islam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 248.

Yusud Al Qardhawi, Kebangkitan Gerakan Islam dari Masa Transisi


Menuju Kematangan, terj. Abdullah Hakam Shah dan M. Aunul Abied
Shah, (Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2002), hlm. 265-266.

Thoyib I.M dan Sugiyanto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan,


(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 182.

Muhsin M.K, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, (Jakarta : Al


Qalam, 2004), hlm. 14-15. Yang di maksud Muahad adalah orang kafir
yang mengadakan perjajian dengan kaum muslimin, baik itu dengan
kesepakatan membayar upeti atau dia mendapatkan jaminan keamanan
dari penguasa atau seorang muslim. Lihat; Fathul Baari karya Ibnu Hajar
al-Asqalani jilid 12/ hal 271.

Imam Al-Bukhari, Al-Adab Al-Mufrad, terj, Dr. Muhammad Luqman As-


Salafi MA, Jakarta, Griya Ilmu,2011 Jilid 1, hlm 128.

Khalid Afandi, Adab al-Mu’minin, Kediri, Lirboyo press, 2008, hlm, 54.
12

Anda mungkin juga menyukai