MAKALAH
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
NURFADILAH (2102010001)
RACHMADANA (2102010013)
(STAI-DDI) PINRANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
bisa menyusun dan menyelesaikan makalah tentang “Islam sebagai Agama” ini
dengan baik dan tepat waktu guna memenuhi tugas mata kuliah Dirasah
Islamiyah.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 – 3
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 3
C. Tujuan........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 4 – 18
A. Kesimpulan................................................................................ 19
B. Saran........................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang universal (rahmatan lil’alamin), memiliki
sifat mudah beradaptasi untuk tumbuh di segala tempat dan waktu. Hanya
saja pengaruh lokalitas dan tradisi dalam kelompok suku bangsa, diakui atau
tidak, sulit dihindari dalam kehidupan masyarakat muslim. Namun demikian,
sekalipun berhadapan dengan budaya lokal di dunia, keuniversalan Islam
tetap tidak akan batal. Hal ini menjadi indikasi bahwa perbedaan antara satu
daerah dengan daerah lainnya tidaklah menjadi kendala dalam mewujudkan
tujuan Islam, dan Islam tetap menjadi pedoman dalam segala aspek
kehidupan. Hanya saja pergumulan Islam dan budaya lokal itu berakibat pada
adanya keragaman penerapan prinsip-prinsip umum dan universal suatu
agama berkenaan dengan tata caranya (technicalities). 1
Islam lahir di tanah Arab, tetapi tidak harus terikat oleh budaya Arab.
Sebagai agama universal, Islam selalu sesuai dengan segala lingkungan
sosialnya. Penyebaran Islam tidak akan terikat oleh batasan ruang dan waktu.
Di mana saja dan kapan saja Islam dapat berkembang dan selalu dinamis,
aktual, dan akomodatif dengan budaya lokal. Islam hadir bukan untuk
melarang atau mengharamkan budaya atau adat istiadat yang ada sebelum
ajaran Islam ini lahir, akan tetapi Islam lahir untuk menunjukan jalan yang
benar sehingga budaya atau adat istiadat yang ada tidak membuat manusia
tersesat karenanya.
Allah swt telah menciptakan manusia dengan segala kriativitasnya.
Kreativitas yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia telah
memberikan variasi perilaku keagamaan yang berbeda-beda antara umat yang
satu dengan yang lainnya. Tradisi umat Islam di Sumatera mungkin akan
berbeda dengan di Jawa. Islam di Jawa pesisir dan pedalaman pun sudah
kelihatan perbedaannya. Perbedaan merupakan sesuatu yang wajar dan dapat
menjadi rahmat bagi manusia, juga sudah menjadi sunatullah. Oleh karena
1
Ajat Sudrajat dkk, Dinul Islam (Cet. I; Yogyakarta: UNY Press, 2016), h. 72.
1
2
itu, cara beragama antara daerah yang satu dengan daerah lainnya dapat
berbeda. Perilaku keberagamaan akan senantiasa dipengaruhi oleh kultur
setempat. Agama apapun akan senantiasa berdialog dengan kultur yang ada.
Sebagai sebuah kenyataan sejarah, agama dan kebudayaan dapat
saling mempengaruhi karena keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama
adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Allah SWT.
Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di
dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama
memerlukan kebudayaan agama. Tetapi keduanya perlu dibedakan. Agama
adalah sesuatu yang universal, abadi (parennial) dan tidak mengenal
perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relatif dan
temporer.
Interaksi antara agama dan kebudayaan itu dapat terjadi karena agama
mempengaruhi kebudayaan dan dalam kebudayaan mengandung nilai-nilai
agama. Kebudayaan Indonesia dipengaruhi Islam melalui adanya pesantren-
pesantren dan kyai sehingga kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan
simbol agama.
Agama mengajarkan tentang bagaimana hubungan manusia dengan
manusia yang lainnya dalam sebuah keluarga yang sah secara syariat. Ini
dibuktikan dengan adanya keyakinan sebuah pernikahan yang harus
dilakukan bagi seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk menjalin
sebuah hubungan keluarga halal melalui akad nikah dengan ketentuan-
ketentuan yang telah tertera dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Begitu pula adat atau budaya yang mengajarkan tentang sebuah pernikahan
yang syarat dengan budaya dan adat istiadat pada daerah tertentu. Lebih
jelasnya bahwa pernikahan diatur dalam ajaran syari’at Islam, peraturan
perundang-undangan dan adat isti adat demi memanusiakan manusia.
3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam sebagai agama?
2. Bagaimana hakikat Islam itu?
C. Tujuan
1. Mengetahui Islam sebagai agama.
2. Mengetahui hakikat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam sebagai Agama
Secara harfiah Islam berasal dari derivasi kata salima ( لمGG ) سyang
mempunyai arti perdamaian dan orang Muslim ialah orang yang damai
dengan Allah dan damai dengan manusia. Damai dengan Allah artinya,
berserah diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya, dan damai dengan manusia
bukan berarti menyingkiri berbuat jahat atau sewenang-wenang kepada
sesamanya melainkan pula ia berbuat baik kepada sesamanya.2
Dua pengertian ini dinyatakan dalam Qur’an Suci sebagai inti agama
Islam yang sebenarnya. Qur’an mengatakan:
“Ya, barangsiapa berserah diri sepenuhnya kepada Allah (aslama),
dan berbuat baik kepada orang lain, ia memperoleh pahala dari Tuhannya,
dan tiada ketakutan akan menimpa mereka, dan tiada pula mereka akan
susah.” (QS. Al-Baqarah:112)
Jadi sudah dari permulaan sekali, Islam adalah agama perdamaian,
dan dua ajaran pokoknya yaitu Keesaan Allah dan kesatuan atau
persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam selaras
benar dengan namanya.3
Walaupun demikian makna terminologinya tentunya tidak sebatas
makna harfiahnya. Islam adalah agama yang mendorong bagi orang berakal
untuk berusaha mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.4
4
5
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi
agama bagimu.” (QS: al Maidah:5:3).
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H)
menjelaskan, “Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang
diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama
mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula
Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
5
Ibid, h. 6.
6
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah,
padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah
mereka dikembalikan.” (QS: Ali Imran:3:83).
6
Almanhaj, Islam adalah Agama yang Sempurna (diakses dari
https://almanhaj.or.id/2043-islam-adalah-agama-yang-sempurna.html, pada tanggal 12 April 2023,
pukul 02.03 WITA.
7
Abd. Kadir, Dirasat Islamiyah (Surabaya: Dwiputra Pustaka Jaya, 2016), h. 7.
7
8
Ramadan Lubis, Psikologi Agama (Cet. I; Medan: Perdana Publishing, 2019), h. 60.
10
Berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang
berserah diri." (QS: Hud:10:84).
Dan banyak sekali hamba-hamba Tuhan menyatakan sikap
berserah sebagai komitmen pribadinya, atau sebagai permohonan untuk
menjadi komitmen atau integritas pribadi.
12
10
Abd. Kadir, Dirasat Islamiyah (Surabaya: Dwiputra Pustaka Jaya, 2016), h. 18.
16
nikmat kepada mereka”. Jalan yang lurus di sini, ialah agama yang dianut
oleh para nabi, para shiddiq, syuhada dan kaum shalih, seperti firman Allah.
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan RasulNya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,
yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-
orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.[An Nisa/4: 69].
Telah shahih di dalam As Sunnah, bahwa ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut ayat ini “bukan jalan mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”, Beliau mengatakan,
yang dimurkai adalah Yahudi dan yang sesat adalah Nasrani.
Seandainya ada orang yang merubah-rubah makna Islam dengan
mengatakan bahwa Islam bukanlah nama agama yang diterima, tetapi sifat
agama, maka ini tertolak dan batil. Yang Pertama, ia tertolak oleh Al Qur’an
surat Ali Imran ayat 85:
Dalam ayat ini, kata Islam terkait dengan nama dan sebutan, bukan
dengan sifat dan sikap. Yang Kedua, hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang menafsiri surat Al Fatihah tadi.
Seandainya kita katakan bahwa setiap agama yang mengajarkan
kepasrahan kepada Tuhan adalah diterima, tentu tidak ada bedanya antara
agama Islam, Yahudi, Nasraniyah dan agama keberhalaan, sebab para
penyembah berhala itupun berniat menyembah Allah. Bukankah mereka
mengatakan.
jelas di depan mata, dan tidak memerlukan bantahan. Namun demikian kami
telah membantahnya.
Guna menguatkan yang haq dan menumbangkan yang batil, Allah
telah berfirman.
Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang batil, lalu yang haq itu
menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan
kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat
yang tidak layak bagiNya).[Al Anbiya/21 : 18].
Jika Islam hanya diartikan pasrah kepada Tuhan melalui agama
apapun, maka apa artinya ayat yang telah membedakan satu agama dari yang
lain ini?!
Adapun haditsnya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Tidak ada bayi yang lahir, melainkan dia dilahirkan di atas fitrah (tauhid,
Islam). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani
atau Majusi”. [HR Bukhari Muslim].
Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada di tanganNya. Tidak ada
seorangpun dari umat ini, baik Yahudi atau Nasrani yang mendengar tentang
aku kemudian ia mati dan tidak beriman kepada agama yang aku bawa,
melainkan ia menjadi penghuni neraka”. [HR Muslim].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA