Anda di halaman 1dari 19

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam Indonesia

Dosen Pengampu : M. Rifa Jamaluddin Nasir, M.S.I

Disusun Oleh:

Muhamad Habib 33010180026

Charlotte Stefani BP 33010180074

Arsyad Nur Hamidi 33010180101

Amanda Safira Chaniago 33010190115

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tak lupa shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat.

Dalam pembuatan makalah ini, banyak hambatan dan kendala, namun


alhamdulillah makalah ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Penulis berharap
supaya pembaca dapat mengetahui dan memahami.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis dengan senang hati menerima masukan, kritikan dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun. Semoga makalah yang ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Aamiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salatiga, 17 April 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................1
C. Tujuan ....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Islam dan Budaya....................................................................................................3
B. Hubungan Agama dan Kebudayaan.......................................................................5
C. Benturan Budaya dan Pemahaman Agama............................................................10
D. Korelasi Budaya Jawa dan Islam dalam Aspek Ritual..........................................12
BAB III PENUTUP ........................................................................................................15
A. Kesimpulan............................................................................................................15
B. Saran .....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai sebuah doktrin atau teks suci, ketika dipahami dan
kemudiandiwujudkan dalam tindakan-tindakan oleh masyarakat hasilnya tentu
tidak lepas darikemampuan yang memahaminya. Islam pada dataran
pemahaman dan pengalaman inisering disebut dengan banyak istilah ; Islam
Historis, Islam Sosiologis, Islam Budaya atauIslam Faktual. Pada dataran ini,
Islam sudah menjadi gejala sosial dan gejala budaya selaludinamis, terus
mengalami perubahan, disamping terdapat banyak warna (plural).
AdapunIslam pada dataran wahyu (teks suci), adalah doktrin yang
absolut, tidak berubah-ubah dantunggal. Islam pada dataran ini, sering disebut
dengan Islam Normatif.Sejauh ini Islam di Indonesia dinilai lebih toleran
terhadap budaya. Toleransitersebut ditunjukkan dengan adanya sikap
akomodatif terhadap budaya lokal. Sikap itumencerminkan adanya
kemampuan dan kemauan Muslim Indonesia untuk menyerap budaya lokal
menjadi bagian dari ajaran Islam

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian antara Islam dan budaya?
2. Seperti apakah hubungan antara agama dan kebudayaan?
3. Seperti apakah pemahaman agama yang menyebabkan adanya perbenturan
antara budaya dan agama?
4. Bagaimana korelasi antara budaya Jawa dan Islam dalam aspek ritual di
masyarakat?

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan dan memahami Islam dan budaya
2. Untuk menjelaskan dan memahami hubungan antara agama dan
kebudayaan
3. Untuk menjelaskan dan memahami benturan budaya dan pemahaman
agama
4. Untuk menjelaskan dan memahami korelasi budaya Jawa dan Islam dalam
aspek ritual

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dan Budaya


Berbicara agama Islam dengan kebudayaan, tentu merupakan
pembahasan yang sangat menarik. Dimana Islam sebagai agama universal
merupakan rahmat bagi semesta alam dan dalam kehadirannya di muka bumi,
Islam berbaur dengan budaya lokal suatu masyarakat (local culture), sehingga
antara Islam dengan budaya lokal tidak bisa dipisahkan, melainkan keduanya
merupakan bagian yang saling mendukung dan melengkapi.
Secara bahasa kata Islam berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari
kata salima yang mempunyai arti selamat. Dari kata salima tersebut maka
terbetuk kata aslama yang memiliki arti menyerah, tunduk, patuh, dan taat.
Kata aslama menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang
terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan aslama atau
masuk Islam dinamakan muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya
taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah SWT dengan melakukan
aslama maka orang terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya dari kata aslama juga terbentuk kata silmun dan salamun yang
berarti damai. Maka Islam dipahami sebagai ajaran yang cinta damai.
Karenanya seorang yang menyatakan dirinya muslim adalah harus damai
dengan Allah dan dengan sesama manusia. 1
Adapun pengertian Islam dari segi istilah adalah mengacu kepada
agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT kepada
ummat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam
semesta. Ajaran-ajaran-Nya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan
manusia di dunia ini.
1
Didiek Ahmad Supadie, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
Hlm. 71-72.

3
Islam dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah
agama yang mengandung pengertian yang mendasar. Agama Islam bukanlah
hanya milik pembawanya yang bersifat individual ataupun milik dan
diperuntukkan suatu golongan atau negara tertentu. Islam adalah agama
universal yang merupakan wujud realisasi dari konsep “Rahmatan lil Alamin”
(rahmat bagi seluruh umat).2
Jadi jelas bahwasanya nilai-nilai ajaran Islam yang universal adalah
dapat berlaku disembarang waktu dan tempat dan sah untuk semua golongan
atau kelompok manusia, tidak bisa dibatasi oleh suatu formalisme, seperti
formalisme “menghadap ke timur atau ke barat” (yakni, formalisme ritualistik
pada umumnya).3
Adapun kebudayaan yang mengiringi tumbuhnya dan menyebarnya
Islam keberbagai penjuru dunia. Dengan watak, keadaan geografis dan tatanan
sosial yang ada maka melahirkan sejumlah definisi dari budaya atau
kebudayaan itu sendiri.
Secara istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya memiliki
arti pikiran; akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang (beradab, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang
sudah sukar diubah. Sedangkan Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan
dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan
adat istiadat, keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi pedoman tingkah lakunya.4
Dari berbagai gambaran para tokoh terkait kebudayaan, dapat
dipahami bahwasanya kebudayaan itu adalah sistem pengetahuan yang

2
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), Hlm. 30.
3
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadinah, 1992), Hlm. 362.
4
Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia, 2008), Hlm.
169. 

4
meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
wujud dari kebudayaan tersebut adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi seni dan lainlainnya. Dari keseluruhan wujud
kebudaya tersebut semuanya bertujuan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B. Hubungan Agama dan Kebudayaa


Kata agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata a
(tidak) dan gama (kacau), yang bila digabungkan menjadi sesuatu yang tidak
kacau. Dan agama ini bertujuan untuk memelihara atau mengatur hubungan
seseorang atau sekelompok orang terhadap realitas tertinggi yaitu Tuhan,
sesama manusia dan alam sekitarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
kata agama berarti prinsip kepercayaan kepada Tuhan.5 Agama diucapkan
oleh orang barat dengan religios (bahasa latin), religion ( bahasa Inggris,
Perancis, Jerman ) dan religie ( bahasa Belanda ). Istilah ini bukanya tidak
mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latarbelakang pengertian
yang mendalam daripada pengertian “Agama” yang telah disebutkan diatas.
Berikut ini adalah penjelasan dari nama-nama lain dari agama yang ada di
atas :6
1. Religie (religion) menurut pujangga kristen, Saint Augustinus, berasal
dari kata re dan eligare yang berarti memilih kembali dari jalan yang
sesat ke jalan Tuhan.

5
Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesa, (Semarang: Widya Karya, 2005), Hal 19.
6
Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), Hal
3.

5
2. Religie, menurut Lactantius, berasal dari kata re dan ligare yang
artinya menghubungkan kembali sesuatu yang telah putus. Yang
dimaksud ialah menghubungkan diantara Tuhan dan manusia yang
telah terputus karena dosa-dosanya.
3. Religie berasal dari re dan ligere yang berarti membaca berulang-ulang
bacaan-bacaan suci, dengan maksud agar jiwa si pembaca terpengaruh
oleh kesuciannya. Demikian pendapat dari Cicero
Agama ini muncul dari perasaan ketakjuban manusia terhadap realitas
alam yang ada. Seperti air yang bisa melepaskan dahaga seseorang, namun
terkadang bisa membawa malapetaka seperti banjir, angin yang memberikan
kesejukan, namun terkadang mendatangkan kerusakan seperti angin topan
atau tornado, kemudian mereka percaya bahwa ada suatu kekuatan tertentu.
Mereka mencoba untuk mencari keselamatan dari ketidakseimbangan
yang mereka rasakan, yang dapat mendatangkan keselamatan bagi mereka.
Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan
menyembah Ilahi yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta
kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia. Upaya tersebut dilakukan
dengan berbagai ritual secara pribadi dan bersama yang ditujukan kepada
kekuatan besar yang mereka percayai sebagai Tuhan.
Kemudian mengenai pengertian budaya atau kebudayaan menurut
Koentjara Ningrat, ialah berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa:
“budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “kebudayaan” adalah
hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan,

6
kesenian dan adat istiadat.7 Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan
keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dll). Sedang ahli sejarah
mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi
melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan.
Agama budaya atau bisa disebut dengan agama ardhi (bumi) adalah
produk akal. Ajaran-ajaranya dihasilkan oleh pemikiran akal. Sumber dalam
agama budaya ini adalah masyarakat,ia tidak memiliki kitab suci, yang
mengandung dan mengajarkan doktrin. Tetapi sekalipun agama memiliki
kitab suci, yang ditulis oleh orang yang dipandang dan menganggap dirinya
berwenanang atas agama itu, kitab suci itu mengalami perubahan dalam
perjalanan sejarahnya.
Adapun ciri-cirinya yaitu
1. Tumbuh secara evolusi dalam masyarakat penganutnya, tidak
dipasstikan waktu tertentu kelahiranya.
2. Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan, tetapi oleh pendeta atau
mungkin oleh para filosof.
3. Umumya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada, kitabnya mengalami
perubahan dalam perjalanan sejarah agama.
4. Ajaranya berubah dengan perubahan akal masyarakat yang menganut,
atau oleh filosofinya.
5. Konsep ketuhananya: dinamisme, animisme, poiteisme, paling tinggi
monoteisme nisbi.
6. Kebeneran prinsip-prinsip ajaranya tidak universal, yaitu tidak berlaku
bagi setiap manusia, masa, dan keadaan.
Dari pengertian diatas kemudian kita akan menjelaskan mengapa
agama yang bukan wahyu merupakan bagian dari kebudayaan dan sebaliknya.
Dengan akalnya, manusia berkelana dan berpetualang mencari tuhannya.
Dalam perjalanan itulah akal menemukan dinamo (yang membentuk
7
Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya Karya, 2005), Hal 94.

7
kepercayaan dinamisme), menemukan anime (yang membentuk kepercayaan
animisme). Dari animisme akal melanjutkan jalanya kepada politeisme.
Politeisme masih tidak memuaskanya. Melalui henoteisme, akal mengarah
dengan tenaganya sendiri kepada monoteisme.
Konsep dinamisme, animisme, politeisme, adalah kufur, yaitu
mengingkari Tuhan yang maha Esa. Usaha akal mencari konsep ketuhanan
diberi petunjuk oleh wahyu melalui nabi dan rosul, sehingga membawa akal
kepada monoteisme. Tetapi konsepsi-konsepsi ketuhanan yang satu yang
diajarkan oleh nabi dan rosul itu, dipembelakanganya, oleh turunan berikutnya
dirusakan oleh pemikiran akal, sehingga terjadilah syirik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada dua macam evolusi konsepsi
ketuhanan, yang membawa dua jenis sejarah agama. Yang pertama konsepsi
akal, yang kedua naqal. Konsepsi akal membentuk agama, yang diistilahkan
dengan agama budaya, sedangkan konsep naqal diistilahkan dengan agama
langit.8
Agama budaya menggunakan konsepsi akal karena agama itu tumbuh
dalam kehidupan manusia. Dan cara berpikir masyarakat menghadapi
kehidupan melahirkan cara berlaku dan berbuat dalam kehidupan yang luas
ini, cara berlaku dan berbuat itu meliputi:
1. Hubungan manusia dengan manusia, antara manusia dan masyarakat
(sosial).
2. Hubungan manusia dengan benda (ekonomi).
3. Hubungan manusia dengan kekuasaan (politik).
4. Hubungan manusia dengan alam kerja (ilmu dan teknik).
5. Hubungan manusia dengan ciptaan bentuk-bentuk yang
menyenangkan (seni).
6. Hubungan manusia dengan hakikat dan nilai-nilai (filsafat).

8
Sidi Gazalba, Asas Agama Islam. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1985), Hal 40.

8
7. Hubungan manusia dengan yang kudus khususnya (khususnya yang
diistilahkan agama).
Seperti halnya kebudayaan, agama sangat menekankan makna dan signifikasi
sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat
erat antara kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalau perkembangan
sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama. Sesunguhnya tidak ada
satupun kebudayaan yang seluruhnya didasarkan pada agama. Untuk sebagian
kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralita, serta
pemikiran kritis.
Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling
mempengaruhi. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-
praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama,
khususnya dalam hal bagaimana agama diinterprestasikan atau bagaimana
ritual-ritualnya harus dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan
apa yang disebut Sang –Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi
yang tegas tanpa mediasi budaya, dalam masyarakat Indonesia saling
mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi
dalam upacara keagamaan hampir umum dalam semua agama.
Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia
dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama
tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis,
budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Budaya agama tersebut akan terus
tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam
kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya
justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan
bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang
berbudaya belum tentu beragama”.

9
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan
karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus
mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa
berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.

C. Benturan Budaya dan Pemahaman Agama

Mengenai agama dan budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa


agama bersumber dari Allah, sedangkan budaya bersumber dari manusia.
Agama adalah “karya” Allah, sedangkan budaya adalah karya manusia.
Dengan demikian, agama bukan bagian dari budaya dan budaya pun bukan
bagian dari agama. Ini tidak berarti bahwa keduannya terpisah sama sekali,
melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Melalui agama, yang
dibawa oleh para nabi dan rasul, Allah Sang Pencipta menyampaikan ajaran-
ajaran-Nya mengenai hakekat Allah, manusia, alam semesta dan hakekat
kehidupan yang harus dijalani oleh manusia. Ajaran-ajaran Allah, yang
disebut agama itu, mewarnai corak budaya yang dihasilkan oleh manusia-
manusia.
Di tengah masyarakat, kita melihat praktek-praktek keberagamaan
yang bagi sebagian orang tidak terlalu jelas apakah ia merupakan bagian dari
agama atau budaya. Ambil contoh tradisi tahlilan. Tidak sedikit di kalangan
umat Islam yang beranggapan bahwa upacara tahlilan adalah kewajiban
agama, yang harus mereka selenggarakan meskipun untuk itu harus
berhutang. Mereka merasa berdosa kalau tidak mengadakan tahlilan ketika
ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Padahal yang diperintahkan oleh
agama berkaitan dengan kematian adalah “memandikan, mengkafani,
menyalatkan, mengantar ke makan, memakamkan, dan mendoakan”. Sangat
simple dan hampir tidak memerlukan biaya. Ini berarti bahwa upacara tahlilan

10
pada dasarnya adalah tradisi, bagian dari budaya bangsa, yang mungkin telah
ada sebelum datangnya Islam, yaitu tradisi kumpul-kumpul di rumah duka,
yang kemudian diislamkan atau diberi corak Islam. Yang perlu dilakukan
dalam hal ini adalah membenahi pemahaman dan penyikapan umat terhadap
praktek-praktek keberagamaan seperti itu secara proporsional. yang
memeluknya.
Secara umum konsep Islam berangkat dua pola hubungan
yaituhubungan secara vertikal yakni dengan Allah SWT dan hubungan
dengan sesama manusia. Hubungan yang pertama berbentuk tata agama
(ibadah), sedang hubungan kedua membentuk sosial (muamalah). Sosial
membentuk masyarakat, yang jadi wadah kebudayaan.9
Konsep tersebut dalam penerapannya tidak terlepas dari tujuan
pembentukan hukum Islam (baca: syari’at) secara umum, yaitu menjaga
kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.10 Lebih spesifik lagi, tujuan agama
ialah selamat diakhirat dan selamat ruhaniah dunia,sedang tujuan kebudayaan
adalah selamat di dunia saja. Apabila tidak dilaksanakan, terwujud ancaman
Allah SWT, hilang kekuasaan manusia untuk mewujudkan selamat di akhirat.
Sebaliknya apabila.
mengabaikan hubungan sosial berarti mengabaikan masyarakat dan
kebudayaan. Maka hilanglah kekuasaan untuk mewujudkan selamat di dunia
yang di bina oleh kebudayaan.11
D. Korelasi Budaya Jawa dan Islam dalam Aspek Ritual
Bagi orang jawa, hidup ini penuh dengan upacara, baik upacara-
upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari

9
Sidi Gazalba, Op.Cit., h. 106.

10
Abu Ishak Al-Syâthibiy, Al-Muwâfaqât fî Ushûl Al-Syari’ah, Juz II, (Cet. III; Beirut: Dar Al-Kutub
Ilmiyah, 1424 H/2003M), h. 3.
11
Sidi Gazalba, Op.Cit.,bandingkan pendapat Al-Syâthibiy bahwa ibadat berfungsi mendekatkan
manusia kepada Tuhan, yakni beriman kepada-Nya

11
keberadaannya dalam perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai
dengan saat kematiannya, atau juga upacara-upacara yang berkaitan dengan
aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah. Upacara-upacara itu
semula dilakukan dalam rangka untuk menangkal pengaruh buruk dari daya
kekuatan gaib yang tidak dikehendaki yang akan membahayakan bagi
kelangsungan kehidupan manusia. Dalam kepercayaan lama, upacara
dilakukan dengan mengadakan sesaji atau semacam korban untuk disajikan
kepada daya-daya kekuatan gaib tertentu. Tentu dengan upacara itu
diharapkan pelaku upacara adalah agar hidup senantiasa dalam keadaan
selamat.
Secara luwes Islam memberikan warna baru pada upacara-upacara
dengan sebutan kenduren dan slametan. Didalam upacara slametan ini yang
pokok adalah pembacaan do’a yang dipimpin oleh orang yang dipandang
memiliki pengetahuan tentang Islam. Selain itu terdapat seperangkat makanan
yang dihidangkan bagi para peserta slametan, serta makanan yang dibawa
pulang kerumah masing-masing peserta slametan yang disebut sebagai berkat.
12

Berkaitandengan lingkaran hidup, terdapat berbagai jenis upacara, antara lain:


1. Upacara Tingkeban atau Mitoni
Dilakukan pada saat janin berusia tujuh bulan dalam perut Ibu.
Upacara Tingkeban dilakukan dengan dibacakan nyanyian berjanjen
dengn alat musik tamburin kecil. Nyanyian ini dibawakan oleh empat
orang dan dihadap mereka duduk sekitar 12 orang turut bernyanyi.
Nyanyian berjanjen adalah riwayat Nabi Muhammad dari kitab Al-
Barzanji.
2. Upacara Kelahiran
Dilakukan pada saat anak diberi nama dan pemotongan rambut
pada waktu bayi berumur tujuh hari atau sepasar yang biasa disebut
12
H. Abdul Jmil, dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2002, h. 130-131

12
dengan upacara nyepasari. Dalam tradisi Islam santri upacara ini
disebut dengan qurban aqiqah, ditandai dengan penyembelihan berupa
kambing 2 ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk
anak perempuan.
3. Upacara Sunatan
Dilakukan pada saat anak laki-laki dikhitan. Dalam hal ini
pelaksanaannya berbeda-beda tergantung usia berapa saat anak laki-
laki dikhitan.
4. Upacara Perkawinan
Dilakukan pada saat pasangan muda-mudi akan memasuki
jenjang rumah tangga. Upacara ini ditandai secara khas dengan
pelaksanaan syariat Islam yakni akad nikah yang dilakukan oleh pihak
wali mempelai wanita dengan pihak mempelai pria dan disaksikan
oleh dua orang saksi. Slametan ini sering dilaksanakan dalam berbagai
tahap, yakni pada tahap sebelum nikah, pada tahap akad nikah dan
tahap sesudah akad nikah. 13
5. Upacara Kematian
Hal ini dilakukan mungkin disebabkan karena orang jawa
sangat menghormati arwah orang meninggal dunia, terutama jika yang
meninggal keluarganya. Oleh karena itu, salah satu jalan yang dapat
menolong keselamatan roh dialam akhirat adalah dengan menjalankan
upacara sedekahan, yang biasa disebut dengan tahlilan ataupun
yasinan dari saat meninggalnya sampai dengan hari keseribu. Dengan
perincian sebagai berikut:
a) Sedekah Surtanah atau Geblag diadakan pada saat
meninggalnya seseorang.

13
Ibid, h. 133

13
b) Sedekah nelung dina, yaitu upacara selamatan kematian yang
diselenggarakan pada hari ketiga sesudah saat meningalnya
seseorang.
c) Sedekah mitung dina, ialah selamatan saat hari ketujuh.
d) Sedekah matang puluh dina, upacara selamatan kematian
seseorang pada hari ke empat puluh.
e) Sedekah nyatus, yakni upacara selamatan pada hari keseratus.
f) Sedekah mendak sepisan dan mendak pindo yang dilakukan
pada saat satu tahun dan dua tahun.
g) Sedekah nyewu, yang dilakukan pada hari keseribu. Upacara
ini kadang disebut sebagai sedekah nguwis-nguwisi, yang
artinya terahir kali.14
Selain tersebut diatas, masih terdapat jenis upacara tahunan, yaitu
upacara yang dilaksanakan sekali setiap tahun. Seperti halnya Muludan dalam
memperingan hari lahir Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabi’ul
awwal seperti upacara Sekaten dan upacara Garebeg Mulud di Yogyakarta
dan Surakarta.
Kemudian juga ada upacara Nisfu Sya’ban pada pertengan bulan
Sya’ban (Ruwah) dan upacra Ruwahan pada tanggal 29 Ruwah, dimana
sepekan sebelum bulan puasa orang mengunjungi makam para leluhur atau
Nyadran.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

14
Mundzirin Yusuf, Moch. Sodik, Radjasa Mu’tashim, Islam Dan Budaya Lokal, Pokja Akademik UIN
Sunan Kalijaga, 2005, h. 135-136

14
Secara bahasa kata Islam berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari
kata salima yang mempunyai arti selamat. Dari kata salima tersebut maka
terbetuk kata aslama yang memiliki arti menyerah, tunduk, patuh, dan taat.
Kata aslama menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang
terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan aslama atau
masuk Islam dinamakan muslim.
agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena
kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti
perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di
berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.
Secara umum konsep Islam berangkat dua pola hubungan
yaituhubungan secara vertikal yakni dengan Allah SWT dan hubungan
dengan sesama manusia. Hubungan yang pertama berbentuk tata agama
(ibadah), sedang hubungan kedua membentuk sosial (muamalah). Sosial
membentuk masyarakat, yang jadi wadah kebudayaan

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, pemakalah menyadari bahwa masih
terdapat kesalahan dan kekurangan dalam hasil makalah yang telah dibuat.
Dan masih terdapat kekurangan dalam materi serta sumber rujukan pada
makalah, sehingga kami sangat berharap kritik dan juga saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini dan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi
penulis sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jmil, dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2002

Ahmad Supadie, Didiek. Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2011)

15
Al-Syâthibiy, Abu Ishak .Al-Muwâfaqât fî Ushûl Al-Syari’ah, Juz II, (Cet. III;
Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah, 1424 H/2003M)
Madjid, Nurcholish Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis
Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Jakarta: Yayasan
Wakaf Paramadinah, 1992)
Mundzirin Yusuf, Moch. Sodik, Radjasa Mu’tashim, Islam Dan Budaya
Lokal, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005
Sidi Gazalba, Asas Agama Islam. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1985),
Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia,
2008),
Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya Karya, 2005)
Syukur, Amin Pengantar Studi Islam, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010)

16

Anda mungkin juga menyukai