Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KONSEP DASAR ISLAM NUSANTARA

Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Peradaban Islam dan Islam Nusantara

Dosen Pengampu : Dr. Gunawan, S.Pd,I. M,Pd.I

Disusun Oleh :

1. Vika Nurni Nazila 211101090062


2. Muhammad Al-Ghazali 212101090008
3. Ananda Reza Pahlewi 212101090027

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

MARET 2023
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT. Karena berkat karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. dengan adanya makalah ini
penulis berharap makalah ini dapat dijadikan pedoman dan sebagai bahan
tambahan dalam mata kuliah “Peradaban Islam dan Islam Nusantara” serta dapat
dipahami dengan baik.

Ucapan terimakasih ini kami haturkan kepada :

1. Dr. Gunawan, S.Pd,I,. M.Pd.I. selaku dosen pengampu mata kuliah


Peradaban Islam dan Islam Nusantara.
2. Rekan – rekan yang mengikuti mata kuliah Peradaban Islam dan Islam
Nusantara ini.
3. Serta anggota kelompok penyusun makalah ini, yang tidak dapat disebut
satu persatu anggotanya.

Ucapan terimakasih sekali lagi penulis ucapkan, dan mohon maaf apabila dalam

penyusunan makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan, kritik dan saran akan
kami terima demi hasil yang baik.

Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jember, 26 Maret 2023

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

Cover ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
BAB II ..................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
A. Pengertian Islam dan Maksud Islam Nusantara ........................................... 6
C. Landasan Alquran hadis dalam menyikapi tradisi/ budaya........................ 15
D. Pendekatan praktik dakwah dalam tradisi/budaya ..................................... 19
BAB III ................................................................................................................. 23
PENUTUP ............................................................................................................. 23
A. Kesimpulan ................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama dan budaya adalah dua hal yang berbeda tetapi sangat erat
kaitannya. Mayoritas orang sangat rumit atau cukup sulit membedakan
agama yang mutlak, dan yang mana budaya yang menjadi ekspresi
sekaligus wahana dan yang relatif itu. Tentu saja, tidak mampunya
seseorang untuk membedakan kekurangjelasan tersebut menimbulkan
kekacauan dalam berpikir dalam sisi epistemologis, kekacauan dalam
pengertian hirarki nilai yang berkaitan dengan mana nilai yang lebih tinggi
dan mana nilai yang lebih rendah, mana yang absolut dan mana yang
relatif. Berangkat dari problematika tersebut, dengan menggunakan
pendekatan historis-antropologis dan metode analisis-kritis maka artikel
ini mencoba membahas tentang Islam nusantara.
Usaha memperkenalkan budaya Islam (atau Islam dan budaya)
yang khas Indonesia kepada masyarakat umum, termasuk masyarakat luar
negeri, yang sebagian besarnya melaluipariwisata,mselain diharapkan
mempunyai dampak peningkatan kultural Islam, juga menumbuhkan
pengakuan dan penerimaan umum pada taraf internasional, khususnya
taraf dunia Islam sendiri, bahwa suatu bentuk budaya Islam di negeri kita
ini adalah sepenuhnya absah, dan tidak dapat dipandang sebagai “kurang
Islami” dibanding dengan budaya Islam di tempat-tempat lain.1
Setelah berhasilnya Islam diterima di Indonesia di seluruh wilayah
Indonesia,berkembang pesatlah Islam dengan baik buktinya adalah
berdirinyakerajaan Islam dan juga menjadi pusat perdagangan dengan
pengahasil rempah-rempah terbesar. Tetapi setelah bangsa penjajahah
datang ke Indonesia yangdengan rakusnya mengambil kekayaan
Indonesia. Terjadilah perlawanan yang sebagian besar dari kaum muslim

1
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia, cet. iv (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hlm. 36
di Indonesia dengan semangat Jihad membelanegaranya. Untuk itu
diperlukannya pembahasan lebih detail mengenai dakwah islam di
Indonesia.
Bila kita menengok sejarah keberadaan islam sebagai agama,
ternyata kehadriannya memberikan warna baru terhadap peradaban dunia
lebih khusus terhadap peradaban Arab. Nasr Hamid abu Zaid mengatakan
bahwa : "Al-Qur'an adalah teks kebahasaan yang dapat kita sebut sebagai
teks inti (care text) dalam sejarah peradaban Arab, sehingga tidaklah
berlebihan bila dikatakan peradaban arab Islam adalah peradaban teks.
Dan Alquran itu sendiri memiliki peran budaya yang tak dapat diabaikan
dalam membentuk wajah peradaban dan menentukan watak ilmu-
ilmunya".
B. Rumusan Masalah
berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan
dibahas :
1. Apa definisi dari Pengertian Islam dan Maksud Islam Nusantara ?
2. Bagaimana Metode Dakwah Islam Nusantara ?
3. Bagaimana Landasan Al-qur’an dan Hadist dalam Menyikapi
Tradisi/ Budaya ?
4. Bagaimana Pendekatan Praktik dakwah terhadap Tradisi/ Budaya?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui Bagaimana definisi dari Pengertian Islam dan Maksud
Islam Nusantara
2. Mengetahui Bagaimana metode dakwah Islam Nusantara
3. Mengetahui Bagaimana Landasan Al-Qur’an dan Hadist dalam
menyikapi Tradisi/Budaya
4. Bagaimana Pendekatan Praktik dakwah terhadap Tradisi/Budaya

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam dan Maksud Islam Nusantara
a. Pengertian Islam
Secara etimologi Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata
salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri
masuk dalam kedamaian.2 Senada dengan pendapat di atas, sumber lain
mengatakan bahwa Islam berasal dari bahasa Arab terambil terambil dari
kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata
aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa, dan
berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat. Oleh sebab itu orang
yang berserah diri, patuh dan taat disebut sebagai orang Muslim.Orang
yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri dan
patuh kepada Allah SWT. Orang tersebut selanjutnya akan dijamin
keselamatannya di dunia dan akhirat.3
Maka dapat disimpulkan bahwa kata Islam dari segi etimologi
mengandung arti patuh, tunduk, taat dan berserah diri kepada Tuhan dalam
upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup baik di dunia maupun
di akhirat. Hal demikian dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri
sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan
dari fitrah dirinya sebagai mahluk yang sejak dalam kandungan sudah
menyatakan patuh dan tunduk kepada Tuhan.4
Secara terminologi pengertian Islam terdapat rumusan yang
berbeda-beda. Menurut Harun Nasution berpendapat bahwa Islam adalah
agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat
melalui Nabi Muhammad SAW sebaagai Rasul. Islam pada hakikatnya

2
Maulana Muhammad Ali, Islamologi(Dienul Islam) (Jakarta: Ikhtiar Baru Van- Houve,1980),
hlm.2
3
Nasruddin Razak, Dinul Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1977), hlm. 2.
4
Abuddin Nata, Metodologi studi islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002), hlm. 63.

6
membawa ajaran- ajaran yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi
mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sedangkan menurut Maulana Muhammad Ali berpendapat bahwa
Islam adalah agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan
Allah dan kesatuan atau persaudaraan ummat manusia menjadi bukti
nyata, bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya, Islam bukan
saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi, sebagaimana tersebut pada
beberapa ayat suci al-Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang
secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah, yang kita
saksikan pada alam semesta.5
Di kalangan masyarakat Barat, Islam sering diidentikkan dengan
istilah Muhammadanism dan Muhammedan. Peristilahan ini karena
dinisbahkan pada umumnya agama di luar Islam dalam al-Qur’an terdapat
petunjuk tentang haramnya bangkai secara mutlak (QS. al-Maidah, 5: 3).
Lalu dating hadis yang mengecualikan terhadap bangkai ikan dan belalang
sebagai halal. (HR. Ibn Majah dan Hakim). Selain itu terdapat pula
ketetapan hadis yang menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak
didapati di dalam al-Qur’an, misalnya larangan berpoligami bagi
seseorang terhadap seorang wanita dengan bibinya, seperti hadis yang
artinya: “Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita
‘ammah (saudara wanita bapak)nya dan saudara wanita dengan kholab
(saudara laki-laki ibu)nya”. (HR. al-Bukari dan Muslim). Dan juga
larangan mengawini seorang wanita yang bersaudara sepersusuan, karena
ia dianggap muhrim senasab. Dalam hadis Nabi SAW yang artinya:
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan mengawini seseorang karena
sepersusuan, sebagaimana halnya Allah telah mengharamkannya karena
senasab”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dari uraian tersebut, maka dapat dipahami bahwa hadis berfungsi
memerinci petunjuk dan isyarat al-Qur’an yang bersifat global, sebagai

5
Harun Nasutin, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I (Jakarta: UI Press, 1979), 1985),
hlm. 24

7
pengecuali terhadap isyarat al- Qur’an yang bersifat umum, sebagai
pembatas terhadap ayat al-Qur’an yang bersifat mutlak, dan sebagai
pemberi informasi terhadap sesuatu kasus yang tidak dijumpai di dalam al-
Qur’an. Dengan posisinya yang demikian itu, maka pemahaman al-Qur’an
dan juga pemahaman ajaran Islam yang seutuhnya tidak dapat dilakukan
tanpa mengikutsertan hadis. Misalnya, di dalam al-Qur’an terdapat
perintah shalat dan menunaikan zakat (QS. al-Baqarah, 2: 43). Perintah
shalat dan menunaikan zakat ini bersifat global yang selanjutnya dirinci
dalam hadis yang di dalamnya berisi contoh tentang shalat yang
dimaksudkan oleh ayat tersebut. Selanjutnya yang namanya disandarkan
pada pada nama penirinya. Misalnya di Persia ada agama Zoroaster,
agama ini disandarkan pada pendirinya Zrathustra (w. 583 SM).
Selanjutnya terdapat nama agama Budha yang dinisbahkan pada tokoh
pendirinya Sidharta Gautama Budha (lahir 560 SM). Demikian pula nama
agama Yahudi yang disandarkan pada orang-orang Yahudi (Jews), asal
nama dari Negara Juda (Judeta) atau Yahuda.6
b. Makna Islam Nusantara
Upaya pemaknaan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya
memahami hakekat Islam Nusantara. Sebagai hakekat, sulit dipahami
tanpa mengetahui ciri atau karakteristiknya. Selanjutnya makna tersebut
memberikan pemahaman awal pada seseorang yang berusaha memahami
substansinya. Dengan kata lain, makna Islam Nusantara berfungsi
membuka jalan awal bagi pemahaman seseorang dalam menggali dan
mengkaji pemikiran, pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Islam
yang mencerminkan dan dipengaruhi oleh kawasan ini.Ada beberapa
definisi tentang Islam Nusantara yang dikemukakan oleh pemikir-pemikir
Islam, antara lain: “Islam Nusantara ialah paham dan praktek keislaman di
bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realitas
dan budaya setempat.Pemaknaan senada, “Islam Nusantara adalah Islam
yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis dengan nilai-nilai

6
Nasruddin Razak, Dinul Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1977), hlm. 55.

8
tradisi lokal, budaya, adat istiadat di tanah air”. Definisi pertama ini
menunjukkan bahwa secara substantif, Islam Nusantara merupakan paham
Islam dan implementasinya yang berlangsung di kawasan Nusantara
sebagai akibat sintesis antara wahyu dan budaya lokal, sehingga memiliki
kandungan nuansa kearifan lokal (local wisdom). Sedangkan definisi
kedua merupakan Islam yang berkarakter Indonesia, tetapi juga sebagai
hasil dari sintesis antara nilai-nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi
lokal. Hanya saja, wilayah geraknya dibatasi pada wilayah Indonesia,
sehingga lebih sempit daripada wilayah gerak dalam pengertian yang
pertama yang menyebut bumi Nusantara. Sayangnya, dalam sumber-
sumber tersebut bumi Nusantara tidak dijelaskan wilayah jangkauannya.7
Selanjutnya, terdapat pemaknaan Islam Nusantara yang ditekankan
sebagai metodologi dakwah yang berbeda dengan pemaknaan yang
pertamamaupun kedua.
“Islam Nusantara adalah metodologi dakwah untuk memahamkan dan
menerapkan universalitas (syumuliyah) ajaran Islam sesuai prinsip-prinsip
Ahlussunnah waljama’ah, dalam suatu model yang telah mengalami
proses persentuhan dengan tradisi baik (‘urf shahih) di Nusantara, dalam
hal ini wilayah Indonesia, atau merupakan tradisi tidak baik (‘urf fasid)
namun sedang dan/atau telah mengalami proses dakwah amputasi,
asimilasi, atau minimalisasi, sehingga tidak bertentangan dengan diktum-
diktum syari’ah”8
Definisi tersebut, dari segi skala berlakunya memiliki kesamaan seperti
definisi kedua. Namun, definisi ini mengandung penekanan, di samping
pada metodologi dakwah, juga pada universalitas ajaran Islam, prinsip-
prinsip ahlussunnah waljama’ah, dan proses dakwah amputasi, asimilasi,
atau minimalisasi untuk mensterilkan metodologi dakwah itu dari tradisi-
tradisi lokal yang menyesatkan. Alur berpikir yang tercermin dalam

7
Munawir Aziz Sahal, Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan. Bandung:
Mizan, 2015, hlm 239.
8
Faris Khoirul Anam. Mabadi ‘Asyrah Islam Nusantara Memahami Sepuluh Prinsip Tema
Peradaban Indonesia dan Dunia. Malang: Darkah Media, 2015. hlm 22

9
definisi ketiga itu juga kurang jelas, untuk tidak dikatakan kacau, sehingga
tidak mudah dipahami kecuali dilakukan telaah secara cermat dan teliti,
karena alur berpikirnya yang berkelok-kelok.
Adapun pada bagian lain terdapat upaya memperluas wilayah
pemberlakuan Islam Nusantara hingga mencapai kawasan Asia Tenggara.
Islam Nusantara mengacu pada gugusan kepulauan atau benua maritim
(Nusantara) yang mencakup Indonesia, wilayah Muslim Malaysia,
Thailand Selatan (Patani), Singapura, Filipina Selatan (Moro), dan
Champa (Kampuchea)Maka Islam Nusantara sama sebangun dengan
‘Islam Asia Tenggara’ (Southeast Asian Islam).
Dari segi ruang lingkup Islam Nusantara, Muhajir tidak memberikan
batasan berlakunya secara jelas, Bizawie dan Anam hanya membatasi pada
wilayah Indonesia, maka Azra memperluas wilayah berlakunya tersebut
meliputi kawasan Muslim seluruh Asia Tenggara. Namun, disayangkan
Azra tidakmenjelaskan hakekat istilah Islam Nusantara tersebut. Penulis
sependapat dengan upaya memperluas cakupan Islam Nusantara hingga
mencapai Asia Tenggara sebagaimana diungkapkan oleh Azra, namun
dalam pembahasan berikutnya penulis hanya membatasi pada Islam yang
berkembang di wilayah Indonesia.
c. Karakteristik Islam Nusantara
Islam Nusantara ini memiliki karakteristik-karakteristik yang khas
sehingga membedakan dengan karakteristik-karakteristik Islam
kawasan lainnya, khususnya Islam Timur Tengah yang banyak
mempengaruhi Islam di berbagai belahan bumi ini. Wilayah Nusantara
memiliki sejumlah keunikan yang berbeda dengan keunikan di negeri-
negeri lain, mulai keunikan geografis, sosial politik dan tradisi
peradaban Keunikan-keunikan ini menjadi pertimbangan para ulama
ketika menjalankan Islam di Nusantara.
Akhirnya, keunikan-keunikan ini membentuk warna Islam
Nusantara yang berbeda dengan warna Islam di Timur Tengah. Islam
Nusantara merupakan Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu

10
memberi solusi terhadap masalah-masalah bangsa dan negara Islam
yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub kultur,
dan agama yang beragam. Islam bukan hanya dapat diterima
masyarakat Nusantara, tetapi juga layak mewarnai budaya Nusantara
untuk mewujudkan sifat akomodatifnya, yakni rahmatan li al-‘alamin.
Pesan rahmatan li al-‘alamin ini menjiwai karakteristik Islam
Nusantara, sebuah wajah yang moderat, toleran, cinta damai, dan
menghargai keberagaman. Islam yang merangkul bukan memukul;
Islam yang membina, bukan menghina; Islam yang memakai hati,
bukan memaki-maki; Islam yang mengajak tobat, bukan menghujat;
dan Islam yang memberi pemahaman, bukan memaksakan.
Semenjak awal, Islam Indonesia memiliki corak dan tipologi
tersendiri, yaitu Islam yang ramah dan moderat dan merupakan Islam
garis tengah yang menganut landasan ideologi dan filosofis
moderat.9Arus besar yang diwakili NU dan Muhammadiyah telah
menjadi merek paten bagi gerakan Islam moderat, modern, terbuka,
inklusif, dan konstruktif.
Moderasi dan toleransi menjadi karakteristik mainstream anggota
kedua organisasi tersebut. Moderasi NU dan Muhammadiyah ini
mewarnai corak Islam Nusantara selama ini. Sebab dua organisasi
Islam terbesar ini merupakan simbol Islam Nusantara, kendatipun ada
juga organisasi Islam yang radikal maupun liberal, tetapi keduanya
sangat kecil sehingga tidak patut menjadi kelompok mainstream yang
mewakili Islam Nusantara.
Islam moderat itu memiliki misi untuk msenjaga keseimbangan
antara dua macam ekstrimitas, khususnya antara pemikiran,
pemahaman dan gerakan Islam fundamental dengan liberal, sebagai
dua kutub ekstrimitas yang sulit dipadukan. Maka Islam moderat
memelihara dan mengembangkan kedamaian holistik, yakni

9
Hery Sucipto. Islam Madzhab Tengah Persembahan 70 Tahun Tarmizi Taher. Jakarta: Grafindo
Khazanah Ilmu,2007.hlm 18

11
kedamaian sesama umat Islam maupun dengan umat-umat lainnya,
sehingga Islam moderat membebaskan masyarakat dari ketakutan.
Islam moderat menawarkan wacana pembebasan yang mencerahkan,
sebab tidak berpijak pada pendekatan kekerasan dan ketergesa-gesaan.
Peradaban Islam moderat juga merupakan upaya menyelamatkan
kondisi dunia sekarang ini. Islam moderat dibangun dari kombinasi
akal, intuisi, wahyu, syariat, dan keimanan pada dua kitab, yaitu kitab
yang tertulis (al Quran) dan kitab yang terbuka (alam semesta). 10

B. Metode Dakwah Islam Nusantara


Dalam berdakwah di nusantara baik saudagar yang datang lebih
dahulu maupun para ulama kemudian menggunakan beberapa metode
untuk menyebarkan agama islam kepada penduduk pribumi diantaranya
dua metode yang paling menonjol adalah melalui perkawinan atau melalui
pendekatan kepada raja ( termasuk pembesar-pembesar kerajaan serta
keluarga masing-masing ). Tentu saja tiga metode dasar dalam berdakwah
tetap digunakan namun yang menjadi perhatian dalam kajian ini adalah
dua metode yaitu (perkawinan dan pendekatan ).
Pada awalnya mereka datang ke nusantara kemudian pulang ke
negerinya akan tetapi lama-kelamaan di antara pedagang itu yang menetap
di aceh di antara mereka ada yang belum kawin atau kalaupun sudah
kawin mereka tidak membawa serta istri istri mereka. Oleh karena mereka
sudah menetap di daerah itu mereka menikahi wanita wanita pribumi.
Sebagai pendamping hidup mereka sebagai syarat sahnya nikah tentu saja
terlebih dahulu wanita-wanita pribumi yang akan mereka nikahi itu
mereka aja untuk memeluk agama islam. Langkah selanjutnya para
saudagar muslim itu juga mengajak keluarga istri istri mereka dan
pembantu-pembantu mereka masuk islam. Lama-kelamaan jumlah mereka

10
Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan Sebuah Refleksi
Sejarah. Bandung: Mizan Bekerjasama dengan Maarif Institute.2009, hlm 304.

12
bertambah semakin banyak dan mereka bisa membentuk masyarakat
islam. Sebagai satu syarat untuk menjalankan kewajiban agama yang
bersifat sosial, seperti membangun, masjid sholat berjamaah, berkorban,
bersedekah, tolong menolong, menyelenggarakan jenazah secara Islam,
menyediakan makanan yang hala dan lain lain sebagainya.11
Periode dakwah selanjutnya, para ulama yang datang kemudian
menggunakan pendekatan langsung kepada raja dengan mengajaknya
langsung masuk agama islam ternyata metode ini berhasil sehingga raja
merah silu menukar agamanya kepada islam keberhasilan para ulama
mengislamkan kerajaan istana dengan sendirinya memudahkan proses
dakwah terhadap masyarakat dalam perjalanan dakwah selanjutnya
institusi istana dibantu oleh para ulama bahu membahu menyebarkan
Islam di Nusantara.
Islam menyerukan kalimat Ilahi kepada seluruh umat Islamuntuk
Berdakwah demi meluruskan pemahaman iman umat terhadap akidah
maupun Syariat-syariatnya yang termaktub dalam al-Quran : “ dan
hendaklah ada diAntara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada Yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar. Merekalah orang-orang yang Beruntung.” (QS. Al-Imran
[3]:104). Kemanapun umat Islam pergi dan berada, Walaupun awalnya
Islam hanya dibawa oleh para pedagang, mereka tetap punya Keyakinan
untuk menyampaikan agama Islam sesuai dengan sabda Nabi SAW:
“Sampaikanlah olehmu apa yang datang dari saya, meskipun satu ayat”.
Budaya dan agama sebelum Islam masuk sangat mempengaruhi corak
Islam Di Nusantara, budaya tersebut juga sangat mempengaruhi metode
dakwah Islam. Masuknya Islam ke Nusantara oleh para pedagang dari
Timur Tengah sekaligus Menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat
setempat. Pendekatan dakwah Yang mereka lakukan dengan memahami
budaya masyarakat setempat, membuat Ajaran Islam dengan mudah
diterima. Sebelum kedatangan agama-agama import Seperti Hindu, Budha,

11
Sarwan, jejak dakwah di Nusantara ( abad VII-XIII M), Vol 8 NO 16 2007 Hal 16

13
Kristen dan Islam, Indonesia bukanlah ruang hampa atau Realitas kosong
melainkan sudah memiliki budaya sendiri (dalam bentuk agama Atau
tradisi) sehingga Hindu menjadi Hindu-Jawa begitu juga dengan
Islam.Agama lokal pada saat Islam hadir adalah menganut kepercayaan
animisme dan Dinamisme. 12
Animisme adalah kepercayaan kepada anima, semua benda, yang
Bergerak atau tidak mempunyai roh termasuk roh nenek moyang yang
Bergentayangan yang bisa makan dan minum, bisa marah atau senang dan
bisa dikendalikan oleh ahli sihir dan dukun. Dinamisme adalah percaya
kepada “mana”, kekuatan gaib yang ada pada manusia atau hewan yang
metap pada Kayu, batu, pohon yang dapat menimbulkan dampak baik atau
buruk dan bisa Dikendalikan oleh dukun dan upacara-upacara.
Pemahaman animisme dan Dinamisme dalam masyarakat Indonesia
memiliki persamaan-persamaan yang menjadi peluang untuk didekati
dalam mengenalkan ajaran Islam, misalnya: rasa Persatuan yang besar
sehingga menimbulkan rasa solidaritas yang tinggi, sifat Individual yang
tipis karena setiap orang saling terkait satu dengan yang lainnya,
Pelanggaran satu orang akan menyebabkan bahaya bagi seluruh
masyarakat, Semangat kerja sama dan gotong royong yang tinggi dalam
kehidupan ekonomi Dan aspek lainnya dan rasa tunduk dan penghormatan
kepada pemimpin.
Kehadiran Islam semakin menyempurnakan nilai-nilai positif
budaya yang Ada di Nusantara. Kesempatan untuk berdakwah tentang
ajaran egaliter di tengah Pemahaman mengenai kasta dalam masyarakat
Hindu-Budha ditambah dialog Terhadap budaya lokal menjadi kunci
keberhasilan dakwah Islam di Nusantara. Ajaran egaliter ini menjadi obat
mujarab dari keterasingan dan ketersingkiran dari Hirarki sosial dalam
agama Hindu-Buddha. Kedatangan Islam di Nusantara Mendorong
perubahan besar pada masyarakat Indonesia dalam sejumlah aspekSeperti:

12
Afriyani pongpindan, Islam Khas Indonesia Metodologi Dakwah Islam Nusantara, 2019 Vol 3
No 2 hal 10

14
1. Ajaran tentang Tauhid atau keesaan Tuhan di tengah kepercayaan
yang Melakukan penyembahan ilah-ilah atau dewa-dewa.
2. Manusia di hadapan Allah adalah sama dan taqwa kepada Allah
yang Menjadikan manusia lebih mulia dari yang lainnya.
3. Kehidupan manusia dalam masyarakat terikat dalam kesatuan dan
Persatuan yang terbagi-bagi yang terbagi-bagi menurut susunan
Kemasyarakatan.
4. Kehidupan bermasyarakat diatur oleh aturan-aturan yang dibuat
secara Bermusyawarah sesuai dengan kehendak bersama.
5. Nikmat Allah yang tertuang di langit, bumi, dan di antara keduanya
harus Dinikmati secara merata.
Pengaruh Islam dalam masyarakat Indonesia juga berdampak pada
ritual, Peribadatan-peribadatan dan moral, seperti khotbah Hari Raya dan
sholat Jumat Semakin meningkat. Dakwah Islamiah terus berkembang di
seluruh Nusantara, Melalui pesantren-pesantren yang menganut aliran
tradisional di pinggiran kota Adanya percampuran antara pendidikan Islam
dan budaya pribumi. Sementara Untuk masyarakat kota didirikan
madrasah-madrasah yang dibina dengan sistem Pendidikan modern yang
bekerjasama dengan lembaga-lembaga Islam seperti Muhammadiyah, NU,
dan sebagainya sehingga terjadi percampuran antara budaya Indonesia dan
pendidikan Barat.
C. Landasan Alquran hadis dalam menyikapi tradisi/ budaya
1. Urf (Adat) Sebagai dasar Hukum
Tidak ada perbedaan di kalangan para ulama’ Usul Fikih
(ushuliyyun) bahwa sumber /dasar/dalil hukum Islam ada 2 (dua)
yaitu sumber naqly (al-Qur’an dan as-Sunnah) dan aqly (akal).
Sunber / dalil hukum yang didasarkan atas akal, dalam metodologi
hukum Islam (Usul Fikih), dikonstruksi oleh ulama dengan istilah
Ijtihad. Salah satu metode ijtihad adalah ‘urf (penetapan hukum
yang didasarkan atas kebiasaan/tradisi/adat setempat). Penetapan
hukum yang didasarkan atas kebiasaan setempat (‘urf) ini tentu

15
tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat dan
hanya digunakan dalam bidang muamalah (diluar persoalan ibadah
mahdhah/ritual)Penyerapan adat ke dalam hukum (Islam) dilakukan
juga terhadap adat/tradisi Arab sebelum Islam.13 Penyerapan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahmil : Tahmil atau apresiatif diartikan sebagai sikap
menerima atau membiarkan berlakunya sebuah tradisi.
Sikap ini ditunjukkan dengan adanya ayat-ayat Al-Qur’an
yang menerima dan melanjutkan keberadaan tradisi tersebut
serta menyempurnakan aturannya. Apresiasi tersebut
tercermin dalam ketentuan atau aturan yang bersifat umum
dan tidak mengubah paradigma keberlakuannya. Bersifat
umum, artinya ayat-ayat yang mengatur. Tidak menyentuh
masalah yang mendasar dan nuansanya berupa Anjuran dan
bukan perintah. Disisi lain, aturannya lebih banyak
menyangkut etika yang sebaiknya dilakukan tetapi tidak
mengikat. Contoh dalam masalah ini adalah perdagangan
dan penghormatan bulan-bulan haram.
b. Tahrim : Tahrim diartikan sebagai sikap yang menolak
keberlakuan sebuah tradisi masyarakat. Sikap ini
ditunjukkan dengan adanya pelarangan terhadap kebiasaan
atau tradisi dimaksud oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Pelarangan
terhadap praktik tersebut juga dibarengi dengan ancaman
bagi yang melakukannya. Termasuk dalam kategori ini
dalah kebiasaan berjudi, minuman khamr, praktik riba, dan
perbudakan.
c. Taghyir : Taghyir adalah sikap Al-Qur’an yang menerima
tradisi Arab, tetapi memodifikasinya sedemikian rupa
sehingga berubah karakter dasarnya. Al-Qur’an tetap

13
Ansori, Prinsip Islam dalam merespon Tradisi (Adat / ‘Urf ), ( UNU PURWOKERTO )2020,
hal 1

16
menggunakan simbol-simbol atau pranata sosial yang ada,
namun keberlakuannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip
dasar ajaran Islam, sehingga karakter aslinya berubah. Al-
Qur’an mentransformasikan nilai-nilainya ke dalam tradisi
yang ada dengan cara menambah beberapa ketentuan dalam
tradisi tersebut. Di antara adat istiadat Arab yang termasuk
dalam kelompok ini adalah : pakaian dan aurat perempuan,
hukum-hukum yang terkait dengan perkawinan (keluarga),
anak angkat, hukum waris, dan qishash-diyat.
Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian
Dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan
Merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan Ketika
kita harus meletakan agama (Islam) Dalam konteks kehidupan Kita
sehari-hari. Koentjaraningrat misalnya, mengartikan kebudayaan Sebagai
keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus Dibiasakan dengan
belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan Karya. Ia juga menyatakan
bahwa terdapat unsur-unsur universal yang Terdapat dalam semua
kebudayaan yaitu, salah satunya adalah sistem Religi. Pandangan di atas,
menyatakan bahwa agama merupakan Bagian dari kebudayaan.
Dengan demikian, agama (menurut pendapat di atas) merupakan
Gagasan dan karya manusia. Bahkan lebih jauh Koentjaraningrat
Menyatakan bahwa unsur-unsur kebudayaan tersebut dapat berubah Dan
agama merupakan unsur yang paling sukar untuk berubah. Ketika Islam
diterjemahkan sebagai agama (religi) berdasar pandangan di Atas, maka
Islam merupakan hasil dari keseluruhan gagasan dan karya Manusia. Islam
pun dapat pula berubah jika bersentuhan dengan Peradaban lain dalam
sejarah. Islam lahir dalam sebuah kebudayaan Dan berkembang (berubah)
dalam sejarah. Islam merupakan produk Kebudayaan. Islam tidaklah
datang dari langit, ia berproses dalam Sejarah. Menurut Amer Al-Roubai,
Islam bukanlah hasil dari produk Budaya Akan tetapi Islam justru
membangun sebuah budaya, sebuah Peradaban. Peradaban yang

17
berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi tersebut dinamakan peradaban
Islam. Dengan pemahaman di atas, kita Dapat memulai untuk meletakan
Islam dalam kehidupan keseharian Kita. Kita pun dapat membangun
kebudayaan Islam dengan landasan Konsep yang berasal dari Islam pula.
Islam adalah sebuah agama hukum (religion of law). Hukum
agama diturunkan oleh Allah SWT, melalui wahyu yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad saw., untuk dilaksanakan oleh kaum muslimin
tanpa kecuali, dan tanpa dikurangi sedikitpun. dengan demikian, watak
dasar Islam adalah pandangan yang serba normatif dan orientasinya yang
serba legal formalistik. Islam haruslah diterima Secara utuh, dalam arti
seluruh hukum-hukumnya dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat
pada semua tingkatan.
Dari segi persentase, jumlah nas yang bersifat ta’abbudî
(menjelaskan masalah ibadah) jauh lebih sedikit daripada yang Bersifat
ta’aqqulî (menjelaskan tentang muamalah), karena bentuk Yang kedua
inilah yang menjadi dasar bagi hukum Islam untuk Mengatur
masyarakat.Ini dimaksudkan agar manusia dapat melakukan Interprestasi
atau ijtihad untuk menjawab permasalahan yang mereka hadapi dan
supaya manusia dapat memilih dan memikirkan alternatifalternatif yang
lebih cocok dengan perkembangan zaman, sehingga Manusia tidak
mengalami kesulitan dalam mengamalkannya. Jadi Islam mempunyai dua
aspek, yakni segi agama dan segi Kebudayaan. Dengan demikian, ada
agama Islam dan ada kebudayaan Islam. Dalam pandangan ilmiah, antara
keduanya dapat dibedakan, Tetapi dalam pandangan Islam sendiri tak
mungkin dipisahkan. Antara yang kedua dan yang pertama membentuk
integrasi. Demikian eratnya Jalinan integrasinya, sehingga sering sukar
mendudukkan suatu perkara, apakah agama atau kebudayaan. Misalnya
nikah, talak, rujuk, dan waris. Dipandang dari kacamata kebudayaan,
perkara-perkara itu Masuk kebudayaan. Tetapi ketentuan-ketentuannya
berasal dari Tuhan. Dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia

18
menaati Perintah dan larangan-Nya. Namun hubungan manusia dengan
manusia, ia masuk katagori kebudayaan.14
Kebudayaan itu tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang Digariskan
oleh ad-dîn, yaitu kemanusiaan. Kemanusiaan itu Merupakan hakikat
manusia (bersifat statis). Kemanusiaan itu sama Saja dahulu, sekarang, dan
akan datang. Tetapi perwujudan Kemanusiaan yang disebut aksidensi itu
tumbuh, berkembang, berbeda Dan diperbaharui. Perubahan demi
perubahan terus terjadi, namun asasnya tetap, yaitu asas yang dituntun,
ditunjuki, diperingatkan dan Diberitakan oleh al-Qur’an dan al-Hadits.
D. Pendekatan praktik dakwah dalam tradisi/budaya
Timur Djaelani mengatakan bahwa dakwah ialah Menyeru kepada
manusia untuk berbuat baik dan menjauhi Yang buruk sebagai pangkal
tolak kekuatan mengubah Masyarakat dan keadaan yangkurang baik
kepada keadaan Yang lebih baik sehingga merupakan
suatupembinaan.Dakwah adalah suatu kegiatan ajakan dalam bentuk lisan,
Tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara Sadar dan
terencana dalam usaha memengaruhi orang lain Secara individu maupun
kelompok agar supaya timbul dalam Dirinya suatu pengertian, kesadaran,
sikap, penghayatan, serta Pengamalan terhadap ajaran agama, massage
yang Disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan.Dari
pengertian tersebut maka dapat dipahami bhawa Dakwah adalah suatu
kegiatan dalam penyampaian ajaran Islam dengan menggunakan berbagai
pendekatan dalam ruang Lingkup kehidupan manusia sebagai objek
dakwah, Menggunakan metode dan media yang tepat dengan melihat
Kondisi dan sistuasi sasaran dakwah. Dakwah kultural adalah metode yang
digunakan untuk Menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi
Kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderunganmanusia
sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka Mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenarnya. Dakwah kultural adalah metode yang
digunakan untuk Menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi

14
Fitriyani, Islam dan Kebudayaan, (Al Ulum)2012, Vol 12 No 1 hal 4

19
Kehidupan dengan memperhatikan potensi dankecenderungan Manusia
sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka Mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenarnya.15 Dakwah Kultural ialah salah satu
cara berdakwah yang menggunakan Pendekatan budaya yaitu;
a. Dakwah yang bersifat akomodatif terhadap nilai budaya Tertentu
secara kreatif dan inovatif tanpa menghilangkan Aspek substansial
keagamaan.
b. Menekankan pentingnya kearifan dalam memahami Kebudayaan
komunitas tertentu sebagai obyek atau Sasaran dakwah. Jadi,
dakwah kultural merupakan dakwah Yang bersifat bottom up, yang
melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan nilai-
nilai spesifik yang Dimiliki oleh mad‟u secara komunal.
Dari pengertian tersebut, maka yang dimaksud dakwah Kultural iyalah
nilai nilai agama Islam yang ada pada tradisi Dalam suatu kebudayaan,
sehingga menjadi makna pesan Dakwah yang dapat membawa masyarakat
agar mengenal Kebaikan universal, kebaikan yang diakui oleh semua manusia
Tanpa mengenal batas ruang dan waktu.
Penentuan pendekatan dakwah didasarkan atas kondisi objektif dari
sasaran Dakwah dan suasana yang melingkupinya. Dalam masyarakat yang
sedang terhimpit Ekonomi misalnya, tentu dakwah dengan pendekatan
ekonomi akan lebih tepat guna, Dari pada pendekatan psikologis semata.
Demikian halnya pendekatan ekonomi tidak Akan banyak manfaatnya jika
dihadapkan pada sasaran dakwah yang sedang Mengalami gangguan mental
akibat dari ketidakharmonisan dalam hubungan Keluarga. Mereka akan lebih
tepat didekati secara psikologis. Menurut Alwi Shihab Yang dikutip Rosyidi,
dakwah yang efektif membutuhkan pendekatan yang berubahubah dan
metodologi yang sesuai dengan sejarah dan komunitas sasaran.
Secara teoretis, ada beberapa pendekatan (approach) yang bisa dilakukan
Dalam dakwah, seperti pendekatan budaya, pendekatan pendidikan ekonomi,

15
Faizal Novri Awaludin, cultural pada tradisi Mappanre Temme, didesa Kuala teladas kecamatan
dente, kabupaten Tulang bawang , 2022, hal 39

20
dan Pendidikan psikologis. Ali Azis membagi pendekatan ini dalam dua
bentuk: Pertama, Pendekatan sosial (social aproach). Pendekatan ini
didasarkan atas pandangan bahwa Penerima pesan atau sasaran dakwah adalah
manusia yang memiliki naluri sosial, selalu ingin berinteraksi dan memiliki
ketergantungan dengan orang lain. Interaksi Sosialini dimaksudkan untuk
memenuhi hajat hidup mereka yang tidak akan mungkin Bisa dipenuhi oleh
orang perorang secara individual. Interaksi ini banyak macamnya, Meliputi
semua aspek kehidupan, mulai dari politik, ekonomi, budaya, pendidikan, Dan
lain-lain. Kedua, pendekatan psikologis (psychological approach). Pendekatan
ini Meliputi dua aspek pandangan: 1) citra pandang dakwah terhadap manusia
sebagai Makhluk yang memiliki kelebihan disbanding dengan makhluk lain.
Oleh karena itu Mereka harus dihadapi dengan persuasif, hikmah dan kasih
sayang; 2) realitas Pandang dakwah terhadap sasaran dakwah yang disamping
memiliki beberapa Kelebihan, ia juga memiliki beberapa kekurangan dan
keterbatasan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kultural berarti
berhubungan Dengan kebudayaan. Maka dakwah kultural secara etimologi
dapat diartikan sebagai Kegiatan dakwah yang dilakukan melalui pendekatan
kebudayaan.Pendekatan kultural Mendahulukan kultur atau tradisi yang
dijunjung tinggi dan ada ditengah masyarakat Untuk memanfaatkan seoptimal
mungkin dalam rangka mencapai tujuan dakwah.
Menurut Syamsul Hidayat seperti dikutip Abdul Basit, dakwah kultural
Merupakan kegiatan dakwah yang memerhatikan potensi dan kecenderungan
manusia Sebagai makhluk berbudaya, guna menghasilkan budaya alternatif
yang islami, yakni Berkebudayaan dan berperadaban yang dijiwai dengan
pemahaman, penghayatan dan Pengalaman ajaran Islam yang bersumber dari
ajaran Islam dan al-Sunnah serta melepaskan diri dari budaya yang dijiwai
oleh kemusyrikan, takhayul, bid’ah dan khufarat. Secara substansial, misi
dakwah kultural adalah upaya melakukan dinamisasi dan purifikasi.
Dinamisasi bermakna sebagai kreasi budaya yang memiliki kecenderungan
untuk selalu berkembang dan berubah ke arah yang lebih baik dan Islami.

21
Purifikasi diartikan sebagai usaha pemurnian nilai-nilai dalam budaya dengan
Mencerminkan nilai-nilai tauhid. Dakwah kultural tidak menganggap
kekuatan politik sebagai satu-satunya alat perjuangan dakwah. Dakwah
kultural menjelaskan, bahwa dakwah itu sejatinya Adalah membawa
masyarakat agar mengenal kebaikan universal, kebaikan yang Diakui oleh
semua manusia tanpa mengenal batas ruang dan waktu. Dakwah kultural
Hadir untuk mengukuhkan kearifan-kearifan lokal yang ada pada suatu pola
budaya Tertentu dengan cara memisahkannya dari unsur-unsur yang
bertentangan dengan Nilai-nilai Islam.
Dakwah kultural dapat dipahami sebagai sebuah strategi perubahan sosial
Bertahap sesuai dengan kondisi empirik yang diarahkan kepada
pengembangan Kehidupan Islami yang bertumpu kepada pemurnian
pemahaman dan pengalaman Ajaran Islam dengan menghidupkan ijtihad dan
tajdid. Dengan demikian, dakwah Model ini menggunakan pendekatan kepada
budaya lokal, kultur masyarakat, serta nilai-nilai yang telah mapan, tetapi tetap
mempunyai semangat kepada ijtihad dan Tajdid dalam rangka purifikasi.
Selain itu, dakwah kultural juga dapat menjadi semacam tenda besar bagi
Bangsa kerena mempertimbangkan dan menyantuni realitas masyarakat
Indonesia Yang plural dan multikultural dalam wacana dan gerakan dakwah.
Tenda besar bagi Umat Islam karena mengusung semangat kebersamaan antar
golongan di kalangan Internal dan eksternal umat menuju tercapainya
masyarakat madani. Setiap kebijakan Dakwah yang berwawasan kultural dan
multikultural diharapkan mampu mendorong Lahirnya sikap apresiatif,
toleransi, prinsip kesetaraan antar budaya, kesetaraan Gender, kesetaraan antar
berbagai kelompok etnik, kesetaraan bahasa, agama dan Sebagainya.16

16
Nirwan Wahyudi AR, Aswarni, Dakwah kultural melalui tradisi akkorong tigi (studi masyarakat
kelurahan limbung, kecamatan bajeng kabupaten Gowa)2020, Vol 2 No 1 hal 13

22
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengertian Islam dan Islam Nusantara
Secara etimologi Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima
yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri
masuk dalam kedamaian. secara terminologi pengertian Islam terdapat
rumusan yang berbeda-beda. Menurut Harun Nasution berpendapat bahwa
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada
masyarakat melalui Nabi Muhammad SAW sebaagai Rasul. Sedangkan
menurut Maulana Muhammad Ali berpendapat bahwa Islam adalah agama
perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan
atau persaudaraan ummat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama
Islam selaras benar dengan namanya, Islam bukan saja dikatakan sebagai
agama seluruh Nabi, sebagaimana tersebut pada beberapa ayat suci al-
Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara tak sadar tunduk
sepenuhnya pada undang-undang Allah, yang kita saksikan pada alam
semesta.
2. Metode Dakwah Islam Nusantara
Dalam berdakwah di nusantara baik saudagar yang datang lebih dahulu
maupun para ulama kemudian menggunakan beberapa metode untuk
menyebarkan agama islam kepada penduduk pribumi diantaranya dua
metode yang paling menonjol adalah melalui perkawinan atau melalui
pendekatan kepada raja ( termasuk pembesar-pembesar kerajaan serta
keluarga masing-masing ). Budaya dan agama sebelum Islam masuk
sangat mempengaruhi corak Islam Di Nusantara, budaya tersebut juga
sangat mempengaruhi metode dakwah Islam. Masuknya Islam ke
Nusantara oleh para pedagang dari Timur Tengah sekaligus
Menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat setempat. Pendekatan

23
dakwah Yang mereka lakukan dengan memahami budaya masyarakat
setempat, membuat Ajaran Islam dengan mudah diterima.
3. Landasan Al-Qur’an dan Hadits dalam menyikapi tradisi/budaya
1. Urf (Adat) Sebagai dasar Hukum
2. Tahmil
3. Tarhim
4. Taghyir
Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian Dari
kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan
Merupakan hasil dari agama Islam dalam kehidupan keseharian Kita.
Kita pun dapat membangun kebudayaan Islam dengan landasan
Konsep yang berasal dari Islam pula.
4. Pendekatan praktik Dakwah terhadap Tradisi/ Budaya
Secara teoretis, ada beberapa pendekatan (approach) yang bisa dilakukan
Dalam dakwah, seperti pendekatan budaya, pendekatan pendidikan
ekonomi, dan Pendidikan psikologis. Ali Azis membagi pendekatan ini
dalam dua bentuk: Pertama, Pendekatan sosial (social aproach).
Pendekatan ini didasarkan atas pandangan bahwa Penerima pesan atau
sasaran dakwah adalah manusia yang memiliki naluri sosial, selalu ingin
berinteraksi dan memiliki ketergantungan dengan orang lain.

24
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi studi islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002.


Afriyani pongpindan, Islam Khas Indonesia Metodologi Dakwah Islam Nusantara,
2019.
Ali Maulana Muhammad, Islamologi(Dienul Islam) (Jakarta: Ikhtiar Baru Van-
Houve,1980)
Anam Faris Khoirul. Mabadi ‘Asyrah Islam Nusantara Memahami Sepuluh.
Prinsip Tema Peradaban Indonesia dan Dunia. Malang: Darkah Media,
2015.
Ansori, Prinsip Islam dalam merespon Tradisi (Adat / ‘Urf ), ( UNU
PURWOKERTO)2020.
Aswarni, Nirwan Wahyudi AR, Dakwah kultural melalui tradisi akkorong tigi
(studi masyarakat kelurahan limbung, kecamatan bajeng kabupaten Gowa)
2020.
Awaludin Faizal Novri, cultural pada tradisi Mappanre Temme, didesa Kuala
teladas kecamatan dente, kabupaten Tulang bawang ,2022.
Fitriyani, Islam dan Kebudayaan, (Al Ulum)2012.
Maarif Ahmad Syafii, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan.
Maarif , Mizan. Refleksi Sejarah. Bandung: Institute.2009.
Nasutin Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I (Jakarta: UI Press,
1979), 1985.
Razak Nasruddin, Dinul Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1977),Munawir Aziz Sahal,
Islam Nusantara dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan. Bandung:
Mizan, 2015.
Sarwan, jejak dakwah di Nusantara ( abad VII-XIII M),2007.

25

Anda mungkin juga menyukai