Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“PENGERTIAN DIN ATAU AGAMA, AGAMA PARA RASUL DAN


AGAMA NABI MUHAMMAD SAW”

Dosen pengampuh :Dr.AHMAD ABDULLAH, S.Ag., M.Pd.i

DISUSUN OLEH:
Kelompok 4

Nurjannah Darwa Masyuha (105641101123)

Serli Mustafiani (105641101023)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2024

1
ΚΑΤΑ PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang implikasi nilai nilai ibadah dalam
kehidupan sehari hari

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya oleh karena itu
dengan segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang impilkasi nilai nilai
ibadah dalam kehidupan sehari hari dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Pangkep, 21 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan .................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 4
A. Pengertian Din atau Agama ................................................................. 4
B. Agama Para Rasulnya .......................................................................... 8
C. Agama Nabi Muhammad Saw ............................................................. 17
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 21
A. Kesimpulan ......................................................................................... 21
B. Saran .................................................................................................... 21
DAFTAR ISI .................................................................................................... 22

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah din yang umumnya dipahami dengan makna agama sesungguhnya
tidak sama dengan konsep agama yang difahami dalam konteks umum,
apalagi dalam pemahaman keagamaan Barat. Dalam Islam, istilah agama
yang diserap melalui istilah din tampil sebagai satu kesatuan makna yang
komprehensif dan saling berkaitan
Dalam Konteks dasar pemahaman keagamaan Barat sebenarnya
berlandaskan falsafah bukan agama, hal inilah yang membuat tidak adanya
keyakinan beragama dalam kepercayaan mereka. Mereka hanya menegaskan
dasar teori yaitu ilmu pengetahuan (yang berupa dugaan dan sangkaan yang
bisa jadi benar ataupun salah) sebagai keyakinan mereka, akibatnya ilmu
yang mereka peroleh tidak akan membawa pada keyakinan.
Falsafah ini muncul akibat pergolakan nilai-nilai abad pertengahan eropa
dari suatu pandangan hidup sekuler yang biasa disebut dengan faham
humanismFaham humanism ini hanya mementingkan dasar keistemewaan
kemanusiaan yang merujuk pada sifat keduniaaan dan kebendaanFaham ini
tidak meletakkan agama dan kepercayaan Ketuhanan sebagai dasar yang
utama. Tujuannya adalah menjadikan keyakinan ini sebagai alat untuk
kesejahteraan dan ketentraman masyarakat demi mencapai kedaulatan
Negara. Faham humanism ini mempunyai dua bagian yaitu sosialisme dan
kapitalisme. Keduanya sama-sama berasaskan falsafah hidup yang sama yaitu
humanism, tetapi pada akhirnya tujuan keduanya berbeda. Intisari dari
falsafah hidup kebudayaan Barat adalah faham dualisme. Kebudayaan Barat
juga berdasarkan pandangan hidup yang tragis yaitu menerima pengalaman
kesengsaraan hidup sebagai suatu kepercayaan yang mutlak yang
mempengaruhi peranan manusia dalam dunia.
Sesungguhnya kebudayaan Barat sejak dulu telah memisahkan agama
dalam kehidupan sehari-hari. Mereka hanya memeluk tradisi yang diwarisi

1
secara turun temurun sebagai dasar kehidupan mereka seperti kesenian,
falsafah dan ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Mereka menegaskan
bahwa bagi manusia untuk mencapai kesejahteraan hidupnya tidak perlu
mengetahui dan mengenali sesuatu yang ghaib yang tidak dapat diyakini,
yang dapat diyakini adalah sesuatu yang terlihat atau dapat diperhatikan oleh
ilmu-ilmu zahiriah falsafah yang dapat dipahami oleh akal.
Dalam hal ini perlu dicermati bahwapermasalahan yang terbesar yang
diderita oleh kaum muslimin adalah juga kekeliruan dari penyelewengan
faham mengenai Islam dan pandangan hidupnya. Kekeliruan ini semakin
dalam dan ketidaksadaran akan kekeliruan diri yang mengarunginyaSebab
utama yang mengakibatkan terjadinya hal ini adalah kejahilan masyarakat
kaum muslimin mengenai Islam sebagai din yang sebenarnya dan peradaban
yang luhur lagi agung yang telah menghasilkan ilmu-ilmu islami yang
berupaya menayangkan pandangan alam yang tersendiri. Kejahilan yang
melenyapkan kesadaran akan tanggungjawabnya terhadap meletakkan
amanah ilmu dan akhlak pada tempatnya yang wajar, sehingga sanggup
membiarkan saja kekeliruan dan berbagai macam penyelewengan dalam ilmu
dan amal terus mengarungi pemikiran dan perbuatan. kaum muslimin. Oleh
karena itu, penting bagi setiap pemikir untuk mengkaji arti din dalam
membangun pemahaman yang benar.
Melihat dampak pemahaman yang dibawa oleh peradaban Barat hari ini
membuat para intelektual Islam mengkaji dan mengkritisinyaHal ini tampak
dari usaha mereka melakukan kajian komparatif antara pandangan alam
(worldview) Islam dan Barat. Mengingatkan umat Islam agar tidak mudah
mengikuti pandangan alam (worldview) Barat tersebutSatu diantaranya Syed
Muhammad Naquib al-Attas (1931 M). Beliau merupakan salah satu tokoh
pemikir Islam kontemporer dan dikenal sebagai pengkaji tasawuf, filsafat,
sejarah dan pendidikan. Disini penulis akan mengkaji pemikiran al-Attas
sebagai kajian skripsi dengan judul "Din Menurut Syed Muhammad Naquib
al-Attas".

2
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian din atau agama?
2. Bagaimana agama para rasulnya?
3. Bagaimana nabi muhammad saw?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian din atau agama.
2. Untuk mengetahui agama para rasul.
3. Untuk mengetahui agama nabi muhammad saw.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian din atau agama


Istilah agama Islam yang sering dipakai di dalam masyarakat, adalah
terjemahan dari bahasa Arab yaitu dīn al-Islām. Istilah tersebut merupakan
gabungan dari dua kata, yaitu dīn dan al-Islām. Secara etimologis, dīn berarti
agama, kebenaran, peraturan, hukum, dan hari kemudian. Adapun kata agama
yang berkembang dalam versi Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu
a yang berarti tidak, dan gama yang berarti kacau (chaos). Jadi agama tidak
kacau, melainkan beraturan. Di dalam al-Qur‟an kata ad-dīn mempunyai arti
yang berbeda-beda. Seperti ad-dīn berarti agama, yang tersebut di dalam
Surah al-Fath (48): 28 dan al-Kāfirūn (109): 6, ad-dīn yang berarti ibadah,
yang tersebut di dalam surat al-Mu‟min (40): 14, ad-dīn yang berarti ketaatan,
disebut di dalam Surah Luqmān (31): 32, ad-dīn yang berarti pembalasan hari
kiamat, seperti tersebut di dalam Surah asy-Syu‟arā (26):
Sedangkan kata Islam secara etimologis memiliki empat arti, yaitu berasal
dari kata aslama-yuslimu-Islãman yang berarti kesejehteraan atau
keselamatan, berasal dari kata salima-yaslamu-Islaman yang berarti
penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah swt.
Ad-din berarti peraturan hidup yang harus ditaati sepenuh hatidan diterima
dengan jiwa yang bersih agar memperoleh kesejahteraan dan keselamatan di
dunia sampai di hari pembalasan atau kiamatDari beberapa arti din dan Islam
di atas, dapat dirumuskan bahwa agama Islam adalah agama yang
disyariahkan Allah dengan perantaraan Nabi Muhammad saw, yang berupa
perintah-perintah dan serta petunjuk- petunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan akhirat. Sejalan rumusan tersebut, Abdul Munir Mulkhan di dalam
buku Masalah-Masalah Teologi dan Fiqih 1994 mengemukakan bahwa agama
merupakan sesuatu yang berada di luar dimensi kemanusiaan kecuali
nabiCampur tangan kebudayaan dalam agama terjadi pada saat manusia
memahami agama untuk menunaikan perintah-perintah-Nya. Di dalam al-

4
Qur'an atau di dalam literatur keislaman, agama Islam mempunyai banyak
nama, di antaranya dinullah (agama Allah), ad-din al-qayyim (agama yang
lurus), ad-din al-haq (agama yang benar), ad-din al-hanif (agama yang
cenderung pada kebenaran), ad-din al-khālish (agama yang murni)Nama-nama
tersebut mengarah pada keagungan dan kebenaran agama Islam sebagaimana
telah dijamin oleh Allah di dalam surat Ali Imran (3): 19.
Agama Islam merupakan agama samawi terakhir yang diwahyukan Allah
kepada nabi terakhirNabi Muhammad sawAl-Qur'an menjelaskan bahwa
sebelum Islam, telah diturunkan agama Yahudi melalui Nabi Musa dan agama
Nasrani melalui Nabi Isa. Sedangkan Islam hadir sebagai pelengkap dan
penyempurna dengan esensi yang sama, yaitu membawa ajaran tauhid
sebagaimana telah dirintis oleh Nabi IbrahimBerbeda dengan agama
sebelumnya, Islam diturunkan bukan hanya untuk suatu kelompok atau
bangsa, maupun suatu zaman, tetapi melintas batas daerah, etnis, suku, dan
zaman.
Hubungan manusia dengan Allah merupakan hubungan makhluk dan
Khālik- nya, atau antara ciptaan dengan Penciptanya. Hubungan tersebut
disebut pengabdian (ibadah). Pengabdian manusia tidaklah untuk kepentingan
Allah, karena Allah tidak menghajatkan kepada yang lain. Pengabdian
dimaksudkan untuk mengembalikan manusia kepada asal penciptaannya yaitu
fitrah atau kesuciannya dan agar kehidupan di dunia diridhai Allah swt
sebagaimana tertuang di dalam Surah al-Bayyinah (98)5. Hubungan manusia
dengan Allah (Khaliq) dinyatakan dalam perbuatan ibadah (habl min Allah),
tidak boleh putus walau sesaat. Pahala dan kenikmatan yang akan diterima
oleh manusia di akhirat, bukan semata-mata karena banyaknya amal
perbuatannya tetapi karena kasih sayang Allah swtOleh karenanya, ibadah
harus dipahami bukan sebagai kewajiban tetapi kebutuhansehingga apabila
tidak dilakukanmanusia sendirilah yang akan merugi.
Agama Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan,
kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian, dan lain-lain. Semua konsep
dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berkenaan

5
dengan hubungan manusia dengan manusia (habl min an-nās) atau disebut
juga sebagai ajaran kemasyarakatan (muamalah). Ajaran itu selanjutnya
menjadi dasar dalam perkembangan aturan kemasyarakatan lainnya. Seluruh
konsep kemasyarakatan yang ada tertumpu pada satu nilai, yaitu saling tolong-
menolong antar sesama manusia, sebagaimana difirmankan Allah di dalam
Surah al-Ma'idah (5): 2.6
Manusia diciptakan oleh Allah terdiri atas laki-laki dan perempuanMereka
hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa, dan bernegara. Mereka
saling membutuhkan dan saling mengisi, sehingga manusia juga disebut
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berhubungan satu
sama lain. Orang tidak dapat hidup, apalagi bahagia, jika ia tidak berhubungan
dengan orang lain. Keanekaragaman jenis dan status sosial justru mendorong
manusia untuk saling memerlukan dan saling menghormati. Demikian pula
keanekaragaman daerah asal, antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya,
antara satu provinsi dengan provinsi lainnya, bahkan antara satu negara
dengan negara lain."
Tidak pada tempatnya jika di antara mereka saling membanggakan dan
menyombongkan diri. Sebab kelebihan suatu kaum bukan terletak pada
kekuatannya, kedudukan sosialnya, warna kulitnya, ketampanan, kecantikan
ataupun jenis kelaminnya. Allah swt hanya menilai manusia dari takwanya.
Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
Kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. "(QS. al-Hujurat
(49): 13). Maka dari itulah manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas
dengan kesehariannya, salah satunya berhubungan dengan makhluk lain
seperti aqad dalam transaksi, jual belisewa-menyewaupah-mengupah ataupun
kerjasama dengan lainnya.
Din al-Islam atau yang sering dinamakan Islam diambil dari hakikat atau
substansi ajaran yang terkandung di dalamnya. Nama Islam sudah ada sejak
awal kelahirannya. Dan yang memberikan nama Islam itu langsung dari sang

6
Pencipta yaitu Allah Swt yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw. Di
sampaikan di dalam Al Quran yang salah satunya surat Ali Imran ayat 19 yang
sebagian artinya adalah “Sesungguhnya din atau agama (diridhai) di sisi Allah
hanyalah Islam”
Apa yang dimaksud din itu sendiri ada 2 arti, yang pertama adalah
kehormatan pemerintahan, negara, dan struktur hukum. Yang kedua adalah
ketundukan, kepatuhan, penghambaan serta dan penyerahan. Semuanya itu
terdapat hanya dalam Islam.
Sejarah Islam pada zaman Rasulullah dan sahabat merupakan gambaran
perjuangan, keikhlasan, pengorbanan dan kemuliaan dari ummat Islam yang
sesungguhnya. Dan Islam berhasil dari berbagai sektor baik dari pemerintahan
yang adil, perekonomian. pendidikan, serta masyarakat yang terjamin
kehidupannya.
Sistem pendidikan terutama di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun
terakhir dapat kita lihat bagaimana orientasi pendidikan yang lebih banyak
mengacu pada sisi Ilmu dan Teknologi (IPTEK) dan mengesampingkan Iman
dan Taqwa (IMTAQ) di dalam proses edukasi yang berjalan. Bisa kita cermati
dari sedikitnya jam pelajaran tentang agama terutama sejarah Islam pada
pendidikan anak usia 6 sampai 11 tahun.
Dari hal tersebut berdampak kurangnya pendalaman tentang Islam sendiri
kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya memeluk agama
Islam. Hal ini bisa dikarenakan beberapa hal di antaranya dikarenakan masih
kurangnya budaya membaca pada masyarakat, lebih menyukai hiburan, serta
pengaruh budaya dari luar yang masuk dalam bentuk budaya, musik, game,
teknologi digital dan lainnya.Berangkat dari kecendrungan masyarakat
terutama anak-anak yang lebih menyukai hiburan munculah ide kreatif untuk
menyiasati hal tersebut dengan sesuatu yang mempunyai nilai edukasi
didalamnya.

7
B. Agama para rasulnya
1. Agama para rasul itu satu.
Para rasul seluruhnya diutus dengan membawa agama Islam. Islam
yang dimaksud di sini adalah beribadah kepada Allah Ta’ala semata dan
tidak berbuat kemusyrikan. Allah Ta’ala berfirman,

‫ل ْسرَو َا َمو‬
َ ‫لُ َّس ِمم ََ ْكسِبَ ِمم اَ ْن‬ ِ ‫واا اَيَو اِّل اِهَلَ َّل اَيلو اِهَ ْي ِل يو‬
‫ُون اِّل ن و‬ ِ ‫َِو ْوكوب‬

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,


melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-
Anbiya’ [21]: 25) Qatadah mengatakan menafsirkan ayat ini,

‫ ب وإلخ الص اه ر لل ان ل ست‬،‫ج ع فر اب ُ َ وس“ م رهم ي ق كل ّل ااه تُو يب‬: ‫اي و اظ رل‬
‫”َ وس‬: ‫ايقراا ي قُه ُه و تى ومل‬
‫ق‬ ،‫ ااه شرائ ع ب ل‬،‫ اه تُناة ِ ن مخ ت س فة‬،‫شري عة‬
‫ اإلي ج يل اِ ن‬،‫ اه قرآا اِ ن شري عة‬،‫ و الس شري عة‬،‫اإلخ الص ِ ن ك سل اهذا اورام‬
‫ه ل ااه تُو يب هلل‬

“Seluruh Rasul diutus dengan membawa ajaran ikhlas dan tauhid. Tidak
diterima dari mereka (Abu Ja’far mengatakan, “Saya menyangka beliau
(Qatadah) yang mengatakan.”) sebuah amalan sampai mereka mengatakan
dan menetapkannya (ikhlas dan tauhid). Syariat itu bermacam-macam, di
dalam kitab Taurat ada syariat, di dalam kitab Injil ada syariat, di dalam
Al-Qur’an ada syariat, yaitu halal dan haram. Itu semuanya dalam rangka
mewujudkan ikhlas untuk Allah dan mentauhidkan-Nya.” (Tafsir Ath-
Thabari, 18: 427)

ْ‫ل ول َجوُهْ وه وم اِذ‬ ُ ‫َِنِيو َم َالئِئَةَ َََيزَ َس َنبُرَو شَوُ هَ ُْ ََوهوُا ََ اِّل ه َ ْعكوب واا اَّل خ َْس ِف ِه ْم َا ِم ْم اَ ْيبِي ِه ْم بَي ِْم ِمم‬
‫اهر و‬
‫كَوِِ ورااَ ِب ِل ا و ْن ِل ْست و ْم ِب َمو‬

“Ketika para rasul datang kepada mereka dari depan dan belakang
mereka (dengan menyerukan), “Janganlah kamu menyembah selain
Allah.” Mereka menjawab, “Kalau Tuhan kami menghendaki tentu Dia
akan menurunkan malaikat-malaikat-Nya, maka sesungguhnya kami kafir

8
kepada wahyu yang kamu diutus membawanya.” (QS. Fushilat [41]: 14)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

“Yang Allah Ta’ala turunkan adalah agama yang satu, yang disepakati
oleh kitab-kitab dan juga para rasul. Mereka bersepakat di atas pokok-
pokok agama dan kaidah-kaidah syariat, meskipun rincian syariat dan
manhaj mereka bermacam-macam, sebagaimana ada nasikh dan mansukh
(hukum yang datang setelahnya menghapus hukum sebelumnya, pent.).
Jadi, meskipun semua syariat itu sama (mirip), bagaikan kitab suci yang
satu.“ (Al-Jawaab Ash-Shahiih, 2: 439)

2. Agama islam adalah agama para rasul seluruhnya.


Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh ‘alaihis salaam,

‫لك َ ْهت و وئم َِ َمو ه ََُه ْيت و ْم َِنِا‬


َ ‫ج ِا ْا اَجْ َّر ِ قم ْم‬ ‫ْاه وم ْم ِس ِميمَ ِممَ ا َ وكُاَ ا َ ْا َاا و ِم ْرأو ق‬
َ ‫َِ َوسَى ِاّل اَجْ ِر‬

“Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah


sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepada-Nya).” (QS. Yunus [10]: 72)

Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam,

‫ِيم ِ قمس ِة َوم يَ ْر َغرو َا َمم‬ َ ‫ل ِفلَ َمم اِّل اِب َْراه‬ َ ‫مل و‬ َ ‫افَ ْيرَوهو َاهَقَ ِب يَ ْف‬
َ ْ ‫هَ ِممَ ا ِخ َرةِ ِِن َااِيلو اهبُ ْييَو ِِن ا‬
َ‫اِا بَرِن يَو َايَ ْعقوَُو بَ ِري ِل اِب َْراهِي وم بِ َهو َا َا ى ْاهعَوهَ ِميمَ ِه َرَق ِ ا َ ْلسَ ْمتو ََو َس ا َ ْل ِس ْم َنبُلو هَل و ََو َس اِذْ اهنو ِه ِليم‬
ََ‫افَى ق‬ َ ْ ‫ُم ْم ِس ومُاَ َااَيتوم اَّل ه َ ومُهوم َِالَ اهبقِيمَ هَ وئ وم ا‬

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang
yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh Kami telah memilihnya
di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-
orang yang salih. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, “Tunduk
patuhlah!” Ibrahim menjawab, “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta
alam.” Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata), “Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah

9
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah [2]:
130-132)
Allah Ta’ala berfirman,
‫ُن وهبَه ِِي َهو اهت ُْ َناة َ اَيزَ ْهرَو ِايو‬
َ ‫ا َ ْلسَ ومُاْ اهذِيمَ اهر ِكيُُاَ ِب َهو يَلْ وئ وم َايو‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya


(ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu
diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan
diri kepada Allah.” (QS. Al-Maidah [5]: 44)
Allah Ta’ala berfirman,
‫ُم ْم ِس ِميمَ وكرتوم اِا ه ََُكسوُاْ َِعَسَ ْي ِل بِ ق‬
َ ُ‫وللِ آ َمرتوم وكرت و ْم اِا ََ ُْ ِم يَو وم‬
‫لى َاََو َس‬

“Musa berkata, “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang
berserah diri.” (QS. Yunus [10]: 84)
3. Islam dalam makna sempit (khusus) dan luas
Terdapat perselisihan berkaitan dengan umat Nabi Isa dan Nabi ‘Isa,
apakah mereka bisa disebut sebagai “muslim” ataukah tidak? Perselisihan
seperti ini pada hakikatnya hanyalah perbedaan dalam cara
mengungkapkan saja. Islam dengan makna yang khusus, yaitu syariat yang
dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hanya dimiliki oleh
umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saja. Ketika pada zaman ini
disebutkan kata “Islam” saja, tanpa ada tambahan keterangan apa pun,
maka inilah Islam yang dimaksud.
Adapun Islam juga memiliki makna yang luas (makna umum), yang
mencakup seluruh syariat yang dibawa oleh Nabi dan Rasul. Ini adalah
Islam yang dimiliki oleh semua umat terdahulu yang mengikuti ajaran
Nabi dan Rasul yang diutus kepada mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan para Nabi bahwa
mereka semua itu bersaudara, bapak mereka satu, yaitu agama Islam.Dari
sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan,

10
َّ ‫اوب َ َامِيرو وه ْم شَتى اوم َهوه و وه ْم ِهعَال‬
ُ‫أ اِ ْخ َُة َ َا ْاَ َ ْي ِكيَو و‬ ِ ‫َا‬

“Dan para nabi adalah bersaudara (dari keturunan) satu ayah dengan ibu
yang berbeda, sedangkan agama mereka satu.“ (HR. Bukhari no. 3443)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyamakan agama para Nabi yang


mereka sepakati, yaitu agama tauhid, dengan bapak yang satu. (Agama
tauhid) itu adalah beribadah kepada Allah Ta’ala semata, tidak
mempersekutukan-Nya, beriman kepada-Nya, kepada malaikat, kitab,
rasul, dan perjumpaan dengan-Nya. (Disebut dengan bapak yang satu)
karena semua berkumpul kepadanya, yaitu agama yang disyariatkan
kepada seluruh Nabi. Allah Ta’ala berfirman,

‫ر‬ ِ ‫ِيم بِ ِل َا ْيرَو َا َمو اِهَيْبَ اَ ْا َو ْيرَو َااهذِج يوُوو َ بِ ِل َا ى َمو اهبق‬
َ ‫ِيم ِ قممَ هَ وئم ش ََر‬ َ ‫لى اِب َْراه‬ َ ‫ا َ ْا َا ِوي‬
َ ُ‫مى َا وم‬
‫ِِي ِل هَتَفَرَوُا َا َّل اهبقِيمَ اََِي ومُا‬

“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya.” (QS. Asy-Syuura [42]: 13)

Al-Bukhari rahimahullah mengatakan, “Bab dalil-dalil yang


menunjukkan bahwa agama para Nabi itu satu.” Kemudian beliau
menyebutkan hadis di atas.

Inilah agama Islam yang diberitakan oleh Allah Ta’ala sebagai agama
para Nabi dan Rasul, sejak Rasul pertama yaitu Nuh ‘alaihis salaam,
sampai Rasul terakhir yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Agama tersebut seperti kedudukan seorang bapak yang satu.

Adapun syariat amal-amal yang diperintahkan bisa jadi berbeda-beda.


Hal ini seperti ibu yang berbeda yang dimiliki oleh satu suami (ayah).

11
Sebagaimana isi ajaran syariat yang bermacam-macam itu dari agama
yang satu adalah sesuatu yang disepakati.“ (Badaa’i Al-Fawaaid, 4: 167).

Para Rasul adalah manusia pilihan dari golongan umat itu sendiri,
sekalipun ia pasti terambil dari keturunan yang mulia yang telah di
hususkan serta dipilih oleh Allah Swt dengan berbagai pemberian serta
karunia. Baik kebaikan akal fikirannya ataupun kesucian rohaniahnya.
Para Rasul A.S juga adalah manusia-manusia yang benar-benar menjadi
pilihan Allah Swt, sebagimana firmannya (Q.S Ali Imran [3]: 33)

َ ‫( ْاهعَوهَ ِميمَ َوسَى ِو ْم َرااَ َاآ َس ِاب َْراه‬۳۳)


َ ْ ‫ِيم َاآ َس َايوُ َوو آمَ َم ا‬
‫افى ََ ِاا‬

"Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan


keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)."

Mereka juga diberi hiasan oleh Allah Swt dengan akhlak yang luhur
dan budi pekerti yang mulia, seperti sifat benar (shidiq), sentausa yakni
dapat dipercaya (amanah), menghabiskan usianya untuk membela yang
haq serta SUNAN GUNUNG DIATI menunikan kewajiban. sebagimana
firmannya (Q.S Thaha [20]39) ANDUNG

‫نرَ َع ِمرقِن َم َلكةو َوسَيْبَ َا ْاهقَيْتو‬


ْ ‫( َو ْيرِن َوسَى َا ِهت و‬۳۹)

"Dan Aku limpahkan kecintaanKu padamu supaya engkau diasuh


dibawah pandanganku"
Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya Rasulullah SAW itu
terjaga dari segala kekurangan dan sifat yang tercela (ma'sum). Selain itu,
beliau memiliki akhlak yang mulia lagi terpuji yang harus menjadi suri
tauladan bagi kita semua sebagia pengikutnya. Hal ini begitu jelas
disebutkan oleh Allah Swt dalam firmannya (Q.S al-Qolam [68]: 4)
َّ ‫( َو ِم َّيم وخسو‬٤)
َ‫ل هَعَسَى َا ِايب‬

"Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung"³.

12
Jadi, diri Rasulullah SAW sendiri adalah teladan bagi umatnya. Oleh
sebab itu, semua sifat yang baik telah tertanam dalam diri beliua. Sejak
masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul,
beliau terkenl sebagai orang yang jujur, berbudi luhur dan mempunyai
kepribadian tinggi. Tidak ada suatupun tingkah lakunya yang tercela dapat
dituduhkan padanya. Berbeda dengan kebanyakan pemuda di Mekkah kala
itu yang suka berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Rasulullah SAW adalah
orang yang tidak pernah menyembah berhala semenjak kecilnya
sebagaimana keyakinan kaum Quraisy kala itu. Bahkan lebih banyak
mengasingkan diri dari keramaian di gua Hira daripada harus melakukan
hal-hal yang sia-sia atau bermain wanita. Segala ucapan dan perbutannya
benar-benar mencerminkan seorang pribadi yang terpuji.
Rasulullah SAW juga dijuluki al-Amin (orang yang terpercaya), karena
kejujuran dan sikapnya dalam menjaga kepercayaan orang lain. Tanggung
jawab dan kejujurannya tersebut terbukti ketik Rasulullah SAW.
menjalankan bisnis Siti Khadijah yang pada akhirnya menjadi istri
Rasulullah SAW. Kemajuan usahanya tersebut tidak lepas dari
kemampuannya dalam mengemban amanat yang diberikan orang lain
kepadanya."
Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Rasulullah SAW
mampu benar memperdagangkan barang-barang Khadijah. Dengan cara
perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang dilakukan
orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter yang manis dan
perasaannya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan
Maisara kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka akan kembali, mereka
membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai
oleh Khadijah.
Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah berubah
menjadi rasa cinta, sehingga dia yang sudah berusia empa puluh tahun, dan
yang sebelumitu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-

13
pembesar Quraisy tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur
kata dan pandangan matanya telah menembus kalbunya.
Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah cinta dan
patuh kepadanya, dan tidak pula mengherankan bila Rasulullah SAW
dibebaskan mengurus hartanya dan dia sendiri yang memegangnya seperti
keadaanya smula dan membiarkannya menggunakan waktu untuk berpikir
dan berenung.
Selanjutnya perlu disadari bahwa seorang Rasul (tidak terkecuali yang
mana pun), tidak ikut mencampuri ketentuan perputaran alam semesta ini,
yakni bahwa Rasul itu tidak ada yang dapat memberikan kemanfaatan
ataupun bahaya, tidak pula memberikan berkas, kesan ataupun pengaruh
apa saja terhadap sesuatu yang telah dikehendaki oleh Allah Swt, bahkan
tidak ada pula Rasul yang dapat memaklumi hal-hal yang ghaib,
melainkan sekedar yang telah dikehendaki oleh Allah Swt untuk memberi
tahukan dan menunjukkannya.
Karena dalam penerimaan wahyu dari Allah ada berbagai macam
keadaan yang Rasulullah SAW alami. Pertama, bila terjadi suatu peristiwa,
maka turunlah ayat al-Qur'an mengenai peristiwa itu. Hal itu seperti
diriwayatkan dari Ibn Abbas yang mengatakan:
Kedua, bila Rasulullah SAW ditanya tentang sesuatu hal, maka turunlah
ayat al-Qur'an menerangkan hukumnya. Hala itu seperti ketika Khaulah
binti Sa'labah dikenakan zihar oleh suaminya, Aus bin Samit. Lalu ia
datang kepada Rasulullah SAW mengadukan hal itu'Aisyah berkata:"
maha suci Allah Swt yang pendengaran-Nya meliputi segalanya. Aku
mendengar ucapan Khaulah binti Sa'labah itu, sekalipun tidak seluruhnya.
Ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah SAW. Katanya:' Rasulullah
SAW suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali
aku mengandung karenanya, sekarang, setelah aku menjadi tua dan tidak
beranak lagi, ia menjatuhkan zihar kepadaku! Ya Allah Swt sesungguhnya
aku mengadu kepada-Mu."Aisyah berkata: "Tiba-tiba Jibril turun
membawa ayat-ayat ini: Sesungguhny Allah Swt telah mendengar

14
perkataan perempuan yang megadu kepadamu tentang suaminya, yakni
Aus bin Samit." Dan dalam salah satu peristiwa penerimaan wahyu, ada
salah satu peristiwa dimana Rasulullah SAW menerima wahyu dalam
keadaan ditegur oleh Allah Swt, dan lebih dari satu ayat yang
menerangkan situasi ini (turunnya ayat sebagai teguran).
Ayat-ayat teguran ini berisi tentang peringatan Allah terhadap
Rasulullah SAW, atas perbuatan yang dianggap kontraproduktif bagi
Rasulullah SAW sendiri ataupun bagi umatnya. Dibalik ayat-ayat tersebut
tersirat beberapa rahasia, diantaranya adalah menegaskan kemahakuasaan
Allah Swt, menunjukkan orisinalitas wahyu, menjaga kredibilitas.
Rasulullah SAW, di mata umat, merupakan ekspresi perhatian dan
kasih sayang Allah Swt, dan upaya kontekstulisasi pesan al-Qur'an.
Pada dasarnya teguran kepada Rasulullah SAW ada kalanya bersifat
peringatan atas tindakan yang Rasulullah SAW lakukan, seperti dalam
asbab nuzul surah 'Abasa, menurut riwayat dari Imam at-Tirmidzi dan al-
Hakim meriwayatkan dari Aisyah R.A." Allah Swt menurunkan abasa wa
tawalla pada Ibnu Ummi Maktum, seorang yang buta. Dia datang
menemui Rasulullah SAW. Dan berkata,:
"Wahai Rasulullah SAW, ajarilah aku" waktu itu Rasulullah SAW
sedang menerima pembesar-pembesar kaum Quraisy. Namun, Rasullah
SAW berpaling darinya dan menghadap kepada orang lain. Kemudian
Ibnu Ummi Maktum bertanya,"adakah perkataanku yang
mengganggumu?" beliau menjawab, "tidak," lalu turunlah abasa wa
tawalla.
Jika kita membahas ayat-ayat Allah Swt yang menegur Rasulullah
SAW itu hanya sekitar masalah pelaksanaan dakwah yang sering
dilakukan beliau secara berlebihan, sehingga melampaui kemampuan fisik,
dan mental beliau. Karena itulah Allah Swt mengingatkan Rasulullah
SAW dengan firmannya.
Manusia-manusia yang seperti Rasulullah SAW, sama sekali tidak
mungkin kalau tidak terjaga dari perbuatan dosa. Rasulullah SAW itu pasti

15
terpelihari dari segala macam perbuatan maksiat, tidak akan meninggalkan
kewajiban, tidak pula akan melakukan keharaman, juga tidak akan
memiliki sifat-sifat kecuali yang merupakan akhlak yang luhur yang oleh
umatnya dapat digunakan sebagai ikutan yang bagus dan tuntunan yang
baik, dapat dijadikan cermin yang tertinggi yang perlu sekali dituruti
jejakknya oleh seluruh umat manusia, karna sudah semestinya bahwa
manusia itu berdaya upaya untuk mencapai atau memperoleh
kesempurnaan yang kiranya sudah ditentukan untuk masing-masing
manusia itu.
Andaikata ada diantara Rasulullah SAW atau Rasul itu yang melakukan
sesuatu hal yang menyalahi kesempurnaan sifat kemanusiaan, misalnya
melalaikan kewajiban atau melanggar keharaman atau melakukan sesuatu
yang menyalahi keluhuran dan keutamaan akhlak serta budi pekerti, maka
sudah tentu bukanlah meeka itu dapat dianggap sebagai pemberi contoh
yang baik. Bahkan sebaliknya, mereka lalu menjadi contoh yang buruk,
yang sama sekali tidak boleh diikuti. Mereka tentu tidak dapat menjadi suri
tauladan yang perlu dipatuhi dan tidak dapat menjadi menara yang
menyinarkan petunjuk kebaikan pada ummatnya.
Jika dalam al-Qur'an ada sementara ayat yang menyangsikan kita,
seolah-olah di antara para Rasul atau Rasulullah SAW itu ada yang
tampaknya mengerjakan suatu perbuatan dosa dan kemaksiatan, sehingga
seolah olah menyalahi 'ishmah (terpelihara dari dosa) yang mereka miliki,
maka hal itu bukan sekali-kali harus diartikan sebagai tampak lahiriahnya
itu. suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah SAW pernah
mengerjakan dua hal sebelum diperintahkan oleh Allah Swt, yaitu:
memberi idzin kepada kaum munafik (untuk tidak ikut berperang) dan
mengambil uang tebusan dari tawanan-tawanan. Ayat ini 9: 43 turun
sehubungan dengan peristiwa diatas, yang menegaskan bahwa Allah Swt
memaafkan atas tindakan Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
yang bersumber dari Amr bin Maimun al-Azadi.

16
Karena Rasulullah SAW itu manusia biasa, maka iapun dapat pula
terkena atau dihinggapi oleh hal-hal yang dapat mengenai orang lain,
seperti sehat, diserang penyakit, kuat, lemah, merasa lezat, tidak enak,
hidup, mati, dan lain-lain. Hanya apa yang menghinggapi Rasul itu tidak
sampai menyebabkan orang-orang lain akan menjauhkan diri dari padanya.
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui bagaimana mufassir
kontemporer menafsirkan ayat-ayat teguran tersebut, dan disini peneliti
mengambil satu tokoh dari mufassir kontemporer yang akan diwakilkan
oleh Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsir al-Muniryang berkaitan dengan
angkat yaitu: "Penafsiran Wahbah Zuhaili tentang ayat-ayat teguran Allah
Swt terhadap Rasulullah SAW dalam tafsir al-Munir".
C. Agama Nabi Muhammad saw
Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, merupakan
penyempurna agama-agama samawi sebelumnya. Bukti nyata kesempurnaan
ajaran agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW itu, terrekam dalam kedua
sumbernya yaitu Al-Qur'an dan Al-sunnah - Al-Hadist dan berwujud dalam
kehidupan. Islam secara bahasa (etimologi) adalah berserah diri, tunduk, atau
patuh.
Adapun menurut syari’at (terminologi), definisi Islam berada pada dua
keadaan:
a. Pertama: Apabila Islam disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata
iman, maka pengertian Islam mencakup keseluruhan agama, baik ushul
(pokok) maupun furu’ (cabang), seluruh masalah ‘aqidah, ibadah,
keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan
bahwa Islam adalah pengakuan dengan lisan, meyakininya dengan hati dan
berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah ditentukan
dan ditakdirkan.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Nabi Ibrahim
Alaihissallam:

ْ‫ا َ ْل ِس ْم َنبُلو هَل و ََو َس اِذ‬ ‫ْاهعَوهَ ِميمَ ِه َرَق ِ ا َ ْلسَ ْمتو ََو َس‬

17
“Ketika Rabb-nya berfirman kepadanya: ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim
menjawab: ‘Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam.’” [Al-
Baqarah/2: 131]
Ada juga yang mendefinisikan Islam dengan:

ِ ِ ‫ش ْر ِش ِممَ َا ْاه َك َرا َُة و بوِهاو َو ِة هَل و َااْ ِإل ْي ِق َيوم و ِبوهت ُْ ِو ْي ِب‬
‫هلل َ اْ ِإل ْل ِت ْمالَ وم‬ ‫اا َ ْه ِس ِل اه ِ ق‬.
َ

“Berserah diri kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, tunduk


patuh kepada-Nya dengan melaksanakan ketaatan (atas segala perintah dan
larangan-Nya), serta membebaskan diri dari perbuatan syirik dan orang-
orang yang berbuat syirik.”
b. Kedua: Apabila Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang
dimaksud dengan Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang
diri dan hartanya terjaga[4] dengan perkataan dan amal-amal tersebut, baik
dia meyakini Islam ataupun tidak. Sedangkan kalimat iman berkaitan
dengan amalan hati.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

ِ َ‫آ َمرو ْاََو َْراَو ََوه‬


‫ت‬ ‫اإلي َمواو يَبْ وخ ِل َاهَمو ا َ ْلسَ ْمرَو َوُهوُا نهَ ِئ ْم َا هوُْ ِمروُا هَ ْم َو ْل‬
ِ ْ ‫َوسوُبِ وئ ْم ِِن‬

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman.’


Katakanlah (kepada mereka): ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah:
‘Kami telah tunduk,’ karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu…”
[Al-Hujuraat/49: 14]
Dengan Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri serta
menyempurna-kan agama-Nya yang dianut ummat sebelumnya untuk para
hamba-Nya. Dengan Islam pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyempurnakan kenikmatan-Nya dan meridhai Islam sebagai agama.
Agama Islam adalah agama yang benar dan satu-satunya agama yang
diterima Allah, agama (kepercayaan) selain Islam tidak akan diterima
Allah.

18
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ِْ
‫اإلل َْال وم َِ ِو ْربَ اهبقِيمَ اِا‬
“Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah adalah Islam.” [Ali
‘Imran/3: 19]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ِ ْ ‫ْاهخَو ِل ِريمَ ِممَ ا ْ ِخ َر ِة ِِن َاه َوُ ِم ْرلو يو ْق َك َل َِسَ ْم مِيرَو‬
‫اإلل َْال ِم َغي َْر َي ْكت َِب َا َم ْم‬
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan di akhirat ia termasuk
orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran/3: 85]
Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk
memeluk agama Islam karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
diutus untuk seluruh manusia.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

‫ون اَيُ َهو يَو َو ْل‬


‫لُ وس ِايقِن اهر و‬ ‫أ وم ْسبو هَل و اهذِج َج ِميعَو ِاهَ ْي وئ ْم َِ َن و‬ ِ ‫ا اهم َم َواا‬ ِ ‫ِينيولْ ه َوُ ِاّل ِا نهَلَ َّل َا ْاَ َ ْن‬
‫ُمروُا َاي ِوميتو‬ ِ َِ ِ‫لُ ِه ِل ِبولل‬‫ن ِ َا َن و‬ ‫ه َ ْهتَبوااَ هَ َعس وئ ْم َااه ِكعوُهو َا َك ِس َموهِ ِل ِبوللِ يوُْ ِممو اهذِج ْاَ و ِقم ق‬
‫ن ِ اهر ِك ق‬

“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah Rasul (utusan)


Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang memiliki keajaan langit dan
bumi, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang
menghidupkan dan Yang me-matikan.’ Maka berimanlah kamu kepada
Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah
dan kepada Kalimat-kalimat-Nya (Kitab-kitab-Nya) dan ikutilah ia, agar
kamu mendapat petunjuk.”[Al-A’raaf/7: 158]
Hal ini juga sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
‫ وم َلم َّب يَ ْف و‬،ِ‫جيَ اَْومُ ِة َه ِذ ِه ِم ْم ا َ َوب َ بِ ْن يَ ْم َم وع ّلَ بِيَ ِبه‬
‫ف َااهذِج‬ ُ ‫ َاّلَ وه ُْ ِم‬،‫ن‬ ْ َ‫يوُْ ِم ْم َاهَ ْم يَ وم ُْأو َّوم ي‬
ُ ِ‫ن َراي‬
‫ ا و ْن ِل ْستو ِبوهذِج‬،‫َ ِم ْم َكواَ ِاّل ِب ِل‬
ِ ‫ون اَ ْ َلو‬
ِ ‫اهر‬.
“Demi (Rabb) yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah
mendengar seseorang dari ummat Yahudi dan Nasrani tentang diutusnya
aku (Muhammad), kemudian ia mati dalam keadaan tidak beriman dengan

19
apa yang aku diutus dengannya (Islam), niscaya ia termasuk penghuni
Neraka.”
Mengimani Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, artinya
membenarkan dengan penuh penerimaan dan kepatuhan pada seluruh apa
yang dibawanya, bukan hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah
Abu Thalib (paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) termasuk kafir,
yaitu orang yang tidak beriman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
meskipun ia membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan ia membenarkan pula bahwa Islam adalah agama yang
terbaik.
Agama Islam mencakup seluruh kemaslahatan yang terkandung di
dalam agama-agama terdahulu. Islam memiliki keistimewaan, yaitu cocok
dan sesuai untuk setiap masa, tempat dan kondisi ummat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َوَ ِا َهيْبَ َااَ ْيزَ ْهرَو‬


َ ‫ل ْاه ِئت‬
ِ ‫ن ِبقََو ِب ْوه َل ق‬ ِ ‫َوسَ ْي ِل َا وم َهي ِْمرَو ْاه ِئتَو‬
َ ‫َ ِممَ يَبَ ْي ِل بَيْمَ ِه َمو وم‬

“Dan Kami turunkan Al-Qur-an kepadamu dengan membawa


kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan sebagai batu ujian terhadap Kitab-kitab yang
lain…” [Al-Maa-idah/5: 48]
Islam dikatakan cocok dan sesuai di setiap masa, tempat, dan kondisi
ummat maksudnya adalah berpegang teguh kepada Islam tidak akan
menghilangkan kemaslahatan ummat, bahkan dengan Islam ini ummat
akan menjadi baik, sejahtera, aman dan sentausa. Tetapi harus diingat
bahwa Islam tidak tunduk terhadap masa, tempat dan kondisi ummat
sebagaimana yang dikehendaki oleh sebagian orang. Apabila ummat
manusia menginginkan keselamatan di dunia dan di akhirat, maka mereka
harus masuk Islam dan tunduk dalam melaksanakan syari’at Islam.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Din atau agama dalam Islam mencakup keyakinan, praktek, dan moralitas
yang diungkapkan melalui ajaran para rasul, termasuk Nabi Muhammad.
Kesimpulannya adalah bahwa agama tersebut memberikan kerangka kerja
untuk kehidupan yang benar, baik dalam hubungan dengan Tuhan maupun
sesama manusia.
agama islam memberikan panduan komprehensif untuk mencapai
kebahagiaan spiritual dan kesejahteraan sosial dalam kehidupan manusia.
B. Saran
Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai pengertian din atau agama,
agama para rasulnya, dan agama Nabi Muhammad adalah untuk menggali
lebih dalam tentang ajaran-ajaran yang diwariskan oleh para rasul, terutama
Nabi Muhammad, melalui studi Al-Qur'an dan Hadis. Penting juga untuk
mengamalkan nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan dalam agama tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penting untuk memperkuat hubungan
dengan Tuhan melalui ibadah dan menjaga hubungan yang baik dengan
sesama manusia, mengikuti prinsip-prinsip toleransi, keadilan, dan kasih
sayang.

21
DARTAR PUSTAKA

Sodikin, R. A. (2003). Konsep agama dan islam. Al Qalam, 20(97), 1-20.v

Fauzan, F. (2021). Konsep Ad-Din Menurut Naquib Al-Attas. Al-Madaris Jurnal


Pendidikan dan Studi Keislaman, 2(1), 120-129.

Wasik, M. A. (2016). “Islam Agama Semua Nabi” Dalam Perspektif Al-Qur’an. ESENSIA:
Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 17(2), 225-234.

Dahlan, M. (2018). Nabi Muhammad saw.(Pemimpin Agama dan Kepala


Pemerintahan). Rihlah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan, 6(2), 178-192.

Muhsinin, M. (2017). Kajian Semantik Al-Qur‟ an: Melacak Kata Muslim dalam Al-
Qur’an. Al-Hikmah: Jurnal Studi-Studi Agama, 3(2).

22

Anda mungkin juga menyukai